Yang Terakhir ✔ ✔✔

By Shalyschan

555K 4.3K 107

***CERITA INI SUDAH PINDAH KE DREAME*** Kejar ke sana, ya. Jangan lupa tinggalkan love-nya. =================... More

#1 --Gundah--
#2 --Undangan--
#4 --Orang Baru-Tempat Baru--
#5 --Anda Sungguh Menyebalkan--
#6 --Keputusan Owner Prospek
Pengumuman!!!

#3 --Mengundurkan Diri--

16.1K 651 16
By Shalyschan

"Kamu yakin mau keluar dari perusahaan ini, Ran?" Jenny belum percaya kalau sahabatnya, Ninda Dewi Maharani akan keluar dari perusahaan ini, Angkasa Group.

"Begitulah, Jen. Aku dipecat."

"What the ... Pak Evan mecat kamu?" Jenny terbengong-bengong. Hampir tidak percaya jika saja bukan Rani sendiri yang bilang.

"Tapi kenapa? Kamu kan karyawan terbaik di perusahaan ini. Nggak mungkin Pak Evan memecat kamu. Malah dengar-dengar kamu lagi dapat proyek besar, meski agak jorok, sih."

"Ya karena proyek itu. Aku menolak, dan Pak Evan marah."

"Kenapa kamu tolak? Ini kesempatan bagus buat kamu."

"Aku nggak bisa ngerjain ini. Ini gak benar. Ini nggak sesuai dengan prinsip dan hati nuraniku."

"Terus setelah ini kamu mau ke mana? Pekerjaan ini gajinya gede dan nggak perlu tenaga besar. Kalo ini berhasil, kamu bisa untung banyak, karirmu juga akan melejit."

"Entahlah. Aku percaya Allah udah nentuin jalannya. Kalo proyek ini selesai dan berhasil, bukan cuma uang dan karir yang aku dapatkan, Jen ... tapi juga tabungan dosa. Dosa yang harus aku tanggung selamanya. Bahkan sampai aku mati nanti."
__________

Rani memutuskan untuk tidak ambil proyek ini. Meski ia tahu apa risiko yang harus ia tanggung karena berani melawan bossnya. Ia rela dipecat dari perusahaan yang 2 tahun ini menjadi sumber penghasilannya.

Setiap hari Rani selalu berhadapan dengan kode2 dan algoritma bahasa pemrograman. Awalnya ia bekerja di sini sebagai Programmer. Membuat berbagai program aplikasi yang diinginkan beberapa client perusahaannya guna memudahkan kerja mereka.

Membuat software tentang perhitungan gaji karyawan, pengorganisir jadwal karyawan, penghitung stok barang, software perancangan disain 2D 3D dan lain-lain sudah menjadi makanan kesehariannya.

Program yang dibuatnya tidak seperti program-program lain yang sudah mempunyai brand di pasaran. Rani membuat software sesuai keinginan dan permintaaan client. Cara kerja produknya dibuat lebih mudah untuk dipelajari dan digunakan. Membuat para client sangat puas dengan kinerjanya.

Atasan perusahaannya sampai terkagum-kagum melihat hasil kerja dari pegawainya ini. Setelah 1 tahun bergelut di bidang pembuatan software, perusahaan memindahkan bidang kerjanya menjadi pimpinan Game Developer.

Dari yang awalnya membuat program-program aplikasi kini Rani dituntut untuk membuat aplikasi permainan, baik online maupun offline.

Semua game yang dibuat Rani laku keras di pasaran. Ada game yang khusus dibuat untuk anak-anak seperti game edukasi dan sejenisnya. Ada juga permainan-permainan umum seperti menghancurkan benteng, mengelola lahan pertanian, berlari dan mengumpulkan koin dan banyak lagi.

Tak jarang di sela-sela aktifitasnya yang memeras pikiran, Rani memainkan sendiri permainan-permainan yang dibuatnya sendiri. Memenangkan game adalah kepuasan tersendiri meskipun ia tahu betul bagaimana cara memenangkan dengan cara cepat tanpa perlu lelah berusaha.

Pendapatan perusahaan pun meningkat jauh, pesanan-pesanan aplikasi dan game tidak pernah surut. Hingga pada saat-saat itu tiba ....

Flasback on
Ada satu client perusahaan meminta dibuatkan website dewasa, di dalamnya berisi konten porno, game, gambar dan video yang tidak layak untuk dilihat. Bossnya -Evan Aditya- meminta Rani sendiri yang menhandle proyek ini.

"Maaf, Pak. Saya tidak bisa," tolak Rani tegas.

"Kenapa? Kamu bisa membuat dan mendisain website. Kamu bisa membuat berbagai aplikasi, kamu juga bisa membuat game. Semua kode pemrograman kamu bisa. Kenapa untuk hal satu ini kamu tidak bisa?"

"Karena ... itu tidak sesuai dengan prinsip saya. Saya ingin bekerja dengan cara halal, Pak. Tidak dengan jalan yang tidak diridhoi Allah."

"Kamu tidak mencuri, Rani!"

"Tidak cuma mencuri yan tidak dibenarkan. Mempertontonkan aurat juga diharamkan pada agama saya."

Evan mengendus kesal, "bukan kamu yang mengumbar aurat, bukan tubuh kamu yang dipertontonkaan di sana. Kamu cuma membuat dan mendisain aplikasinya seperti yang diinginkan client kita."

"Maaf. Saya tidak bisa. Bagi saya tetap sama. Sama berdosanya. Saya yang akan membuat banyak orang membuka dan memainkan aplikasi tersebut. Otomatis saya juga ikut andil dalam penyebaran dosa. Lagipula dari yang saya lihat perusahaan ini sudah cukup baik dan terkenal tanpa kita mengambil proyek itu," bantah Rani sedikit kasar. Membuat lawan bicaranya juga ikut tersulut emosi.

"Kamu mengajari saya? Kamu memberitahu saya tentang perkembangan perusahaan saya sendiri? Memangnya kamu siapa? Saya bisa mencari seribu orang yang lebih hebat dari kamu, tentunya yang lebih tunduk dengan perintah atasan," ucap sang direktur dengan kemarahan yang berapi-api.

"KAMU BERUBAH PIKIRAN ATAU OUT DARI PERUSAHAAN INI?" bentak direktur final.

"Saya tetap pada pendirian saya. Bapak boleh memecat saya. Permisi."

Belum ada perintah untuk keluar ruangan Rani sudah lebih dulu berbalik dan keluar dari ruangan direktur. Wajahnya berubah pucat seketika.

"Anda baik-baik saja?" sapa sekretaris direktur ketika Rani melewati mejanya.
Dijawab anggukan dan senyum manisnya. Saya tidak baik-baik saja. Agama saya sudah dihina sedemikian rupa.

Melanjutkan langkahnya kembali ke ruangannya, bukan untuk kembali bekerja, dia hanya terdiam mengingat perdebatan yabg baru saja dialaminya. Tuhan.. Ridhoilah keputusanku.

Flashback of...

Masih di ruangan Rani.
Jenny dan Rani masih sibuk dengan kegiatan bersih bersih dadakan. Rasanya meraka masih enggan untuk merelakan perpisahannya. Kayak pacaran aja.

"Kalo kamu sibuk, tinggalin aja gapapa. Aq bisa sendiri, kok." Rani kasihan melihat Jenny.

"Ngusir aku, nih?"

"Enggak. Baperan banget, sih, jadi cewek. Gak enak aja sama kamu. Kerjaan kamu juga pasti banyak, secara habis 3 hari gak masuk kerja gituu."

"Kamu kok tau?"

"Kemarin sempat nanya mbak Santi waktu nganterin kopi. Jangan dibiasain, ah, patah hati sampe nggak masuk kerja." Rani terang-terangan meledek sahabatnya.

"Sial! Cerita apa aja mbak Santi ke kamu?"

"Ya banyak. Termasuk soal pagi-pagi kamu sudah pesan kopi hampir 6 gelas dan ...." Ucapan rani terpotong saat ada ketukan pintu ruangngannya.

Tok tok tok

Mendengar bunyi ketukan pintu Jenny langsung locat dari kursi dan bersembuyi di balik lemari. Sejenak kemudian dia merutuki kebodohannya. Ngapain aku sembuyi? Kayak maling aja. Tapi sudah terlanjur sembunyi, nggak lucu kalau tiba-tiba muncul.

"Masuk." Suara Rani malas menjawab ketukan pintu. Kaget melihat siapa yang datang menemuinya. Ada apa lagi?

"Bapak? Maaf, Pak, saya tidak bisa merubah keputusan saya. Saya terima jika bapak memecat saya. Saya mau kemas-kemas dulu biar tidak ada barang saya yang tertinggal di sini dan membuat saya kembali kesini untuk mengambilnya," ucap Rani panjang mendominasi tanpa jeda.

Evan tersenyum "sudah selesai?"

"Belum. Ini masih kemas-kemas."

"Maksud saya, sudah selesai bicaranya? Lancar sekali. Jalan tol saja kadang masih macet."

Rani melongo. Memandang Evan dengan tatapan bingung dan malu.

Tersadar dari lamunannya. "Oh ... maaf. Ada perlu apa bapak kemari?"

"Lho ... saya kan boss di sini. Kantor ini milik saya. Bebas donk saya mau ke mana-mana"

Pak Evan ini sedang bercanda apa mengejek, ya?

"Kamu tidak menyuruh saya duduk?"

"Silakan duduk."

Keduanya sudah duduk di kursi masing-masing. Rani duduk di kursi kebesarannya dengan Evan yang duduk di depannya. Rasanya seperti boss yang tertukar.

"Maaf atas tindakan pemaksaan saya tadi."
Pandangan Evan tertuju pada meja Rani. Meja itu hampir bersih. Evan kembali mengedarkan pandangannya dan menemukan sebuah kardus besar.

Belum ada surat pemecatan sudah siap-siap?

"Kemana barang-barang kamu?" memandang kembali kardus yang tadi dilihatnya, "apa itu Ran?"

"Itu kardus, Pak." jawab Rani singkat.

"Ya saya tahu itu kardus. Tapi buat apa ada kardus di sini? Terus kenapa meja kamu jadi bersih gitu?"

Rani yang mendapat serangan pertanyaan dari bossnya itu hanya memandang lesu. Nih orang amnesia atau gimana, sich? "Saya sedang kemas-kemas. Hari ini adalah hari terakhir saya di sini. Biar tidak ada barang yang tertinggal saya harus mempersiapkannya dari sekarang."

"Kembalikan lagi barang-barang itu ke tempat semula. Kamu tidak jadi saya pecat."

Rani menatap Evan bingung. Entah dia harus loncat-loncat gembira atau tetap diam dan jaim dengan calon mantan bossnya ini. Dan sepertinya pilihan kedua yang di ambil Rani.

"Bapak tidak jadi memecat saya? Kenapa?"

"Karena kamu adalah salah satu karyawan yang paling bisa diandalkan. Kemampuan kamu cukup tinggi, berkompeten, selalu memegang kejujuran dan tidak mudah tergiur dengan hal-hal yang menggiurkan." itu yang membuat aku menyukaimu.

Terlihat Rani sedang berfikir, "maaf. Saya akan tetap keluar dari perusahaan ini"

Giliran Evan yang bengong dan kaget dengan perkataan Rani. "tapi kenapa? Saya tidak jadi memecat kamu."

Harga diri dan agama saya dilanjur dihina. Dan saya juga sudah terlanjur sakit atas hal itu. "Terima kasih bapak tidak jadi memecat saya. Tapi maaf, saya akan tetap keluar dari Angkasa Group. Saya mengundurkan diri, Pak."

Deg ... Jantung Evan berpacu dengan cepat. Baru saja dia ingin memulai hubungannya dengan perempuan ini tapi tiba-tiba sudah berakhir begitu saja. Ibaratnya dia belum bertanding tapi sudah kalah. Kalah karena keegoisannya sendiri.

"Apa sudah kamu pikirkan matang-matang? Jaman sekarang nyari kerjaan itu susah." Mungkin Evan lupa siapa Rani dan segala kehebatannya.

"Yaa ... saya tahu kinerja kamu bagus. Tapi tetap saja lowongan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian kamu itu susah. Kebanyakan Programmer itu kerjanya independent, tidak terikat," tambah Evan. Sepertinya sedang menakut-nakuti karyawannya agar tidak jadi mengundurkan diri. Lupa kalau lawan bicaranya ini bukan anak-anak lagi yang mudah untuk ditakuti.

Rani tersenyum. "Itu urusan belakangan, Pak. Yang penting saya keluar dari sini. Nanti akan saya kirim surat pengunduran diri saya ke ruangan bapak. Mohon untuk disetujui. Kalau bapak sudah selesai, bapak boleh keluar. Saya mau melanjutkan kemas-kemas."

Lha di sini siapa bossnya? Kok jadi saya yang diperintah-perintah. "Baiklah. Kalau itu sudah jadi keputusan kamu." Evan keluar dari ruangan Rani dengan wajah kecewa.
____________________

"Gila kamu, Ran! Berani banget sama pak Evan," cerocos Jenny yang sudah keluar dari persembunyiannya.

"Lha emangnya aku habis ngapain pak Evan? Orang aku cuma bicara aja."

"Pak Evan itu udah baik hati gak jadi mecat kamu. Kamunya malah sok-sokan mengundurkan diri. Mending kamu pikir ulang, deh, keputusan kamu itu."

"Udah deh jangan berisik. Mau bantuin, nggak? Kalau nggak mau, nggak usah ganggu," cetus Rani sedikit judes.

"Iya ... iya ... ini aku bantuin." Jenny menjawab dengan tak kalah ketusnya dengan Rani. Membantu Rani membereskan ruangan Rani. "Eh, Ran, setelah ini kamu mau ngapain? Udah ada pandangan perusahaan yang bakal kamu masukin?"

Rani menggeleng. Tiba-tiba Jenny sudah memeluk Rani. Mereka menangis. Sudah seperti wisuda perpisahaan anak SMA saja.

"Aku pasti bakal kangen kamu, Ran. Hiks"

"Hiks. Kayak jaman batu aja, kamu. Kita juga sering VC an kan selama ini?"

Jenny melepas pelukannya. "Janji, ya, kamu nggak bakal lupa dengan persahabatan ini?"

"Janji." Mereka tersenyum dalam tangisnya. Menautkan jari kelingking masing-masing.

_________

"Ini surat pengunduran diri saya, Pak."

"Baiklah saya terima. Itu hak kamu. Maaf atas kesalahan saya selama kamu bekerja di sini," ucap Evan senormal mungkin. Tidak ingin terlihat sedih hanya karena satu karyawannya pergi.

"Saya juga minta maaf. Pasti saya juga sering buat bapak kecewa dan teledor selama di Angkasa Group. Saya tidak akan melupakan segala kebaikan bapak. Semua ini berkat bimbingan pak Evan."

"Ini kartu nama teman saya. Di situ ada alamat perusahaannya. Mungkin kamu bisa mencoba melamar pekerjaan ke sana." Evan menyodorkan sebuah kartu nama.

Rani menerimanya. Membacanya sembari mengernyitkan dahi.

"Perhotelan?" Evan mengetahui apa yang ada dalam pikiran Rani.

"Setidaknya hotel juga perlu ahli IT melancarkan kegiatan di dalamnya."

"Terima kasih, Pak, besok saya akan coba langsung ke alamat kantor ini. Maaf saya harus pergi sekarang. Assalamualaikum"

"Waalaikum salam"

Dan Rani pun keluar dari ruangan itu. Menuju lift pegawai. Membawa kardus dan tasnya meninggalkan perusahaan yang sudah melambungkan namanya.

Selamat tinggal Angkasa Group.

_________________

Continue Reading

You'll Also Like

1M 109K 49
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
87.5K 1.7K 29
Gara gara kepergok sedang berduaan dikamar, Feri(21thn) mesti menikahi kekasihnya Mia(18thn). Mereka setuju saja menikah karena mengira rumahtangga m...
3.8K 490 11
Panggilan jomblo abadi buat Keenan sudah mendarah daging, membuat si empunya panggilan kadang kesal mendengar panggilan itu. Keenan kerap kali diejek...
489K 20K 35
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...