Yang Terakhir ✔ ✔✔

By Shalyschan

555K 4.3K 107

***CERITA INI SUDAH PINDAH KE DREAME*** Kejar ke sana, ya. Jangan lupa tinggalkan love-nya. =================... More

#1 --Gundah--
#3 --Mengundurkan Diri--
#4 --Orang Baru-Tempat Baru--
#5 --Anda Sungguh Menyebalkan--
#6 --Keputusan Owner Prospek
Pengumuman!!!

#2 --Undangan--

20.6K 771 27
By Shalyschan

Pagi itu.

Marvin menatap beberapa tumpukan kertas di hadapannya. Memeriksa satu persatu kertas tersebut.  Tidak ada yang istimewa.

Tok.. tok..tok..
Terdengar suara ketukan pintu.

"Ya. Masuk!"
Perempuan berparas cantik balutan busana muslim yang ternyata sekretaris Marvin -kebetulan juga sahabat Marvin serta cucu pemilik perusahaan yang dipimpin Marvin- itu pun masuk.

Tanpa berkata dan hanya menggunakan bahasa tubuh dengan sedikit mendongakkan kepala sudah bisa diartikan jika ia berkata, "ada apa?"

"Maaf, Pak. Ini ada kiriman undangan untuk Anda. Bu Aurel yang mengantarnya dan beliaunya langsung pulang."

Langsung saja, Lisa sang sekretaris memberikan sebuah lipatan kertas berbungkus plastik.

"Terima kasih. Kamu boleh keluar sekarang," usir Marvin dengan wajah halus dan sopan. Namun tetap saja maksudnya ingin agar Lisa cepat keluar dari ruangan itu.

"Gak usah segitunya mau nguris aku." Bukan keluar ruangan, tapi malah langsung melenggang lebih ke dalam dan duduk di kursi sofa ruangan Marvin.

"Dasar sekretaris gak sopan," dengus Marvin.

Lisa tersenyum sejenak.

"Tadinya mau langsung keluar. Tapi takut aja bossku yang lagi patah hati ini mau bunuh diri di sini. Kalo sampe ada media yang meliput, kan aku juga yang repot."

Ucapan Lisa sukses menghadirkan pelototan dari Marvin.

"Ngomong lagi aku pecat!!"

"Wooow ... sadis. Yakin, nih, mau mecat cucu pemilik perusahaan?"

"Saya minta maaf, Bu Allisa Binnuril Fithri. Saya mohon anda keluar dulu dari sini," ucap Marvin jengah.

Lisa mengambil napas panjang, dan mengeluarkannya perlahan.

"Kamu pasti kuat, Vin. Kamu pasti kuat."

"Thanks. Maaf udah gak sopan."

Lisa tersenyum. Berbalik meninggalkan ruangan Marvin.

***

Tidak perlu membukanya untuk tahu nama siapa yang tertera di undangan. Terpampang jelas nama "Lely Aurellia __Alex Ramadhan" di covernya cukup membuat hati Marvin berdesir, detak jantungnya meningkat beberapa kali lipat dari biasanya. Padahal tanpa melihat cover undangan pun Marvin sudah tahu nama siapa yang ada dalam undangannya.

Dipegangnya undang pernikahan Aurell dg penuh kemarahan dan kesedihan. Berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa Aurel bukan lagi miliknya. Mau tidak mau, ia harus menerima kenyataan pahit ini.

"Kamu datang?" Suara Bima, -teman yang sudah dianggap kakak oleh Marvin- mengagetkan lamunannya.

Shit! satu setan pergi, datang setan lainnya. "Gak bisa ketuk pintu dulu?"

"Itu telinga buat apa? Tangan udah hampir penyok dibilang gak ketuk pintu," jawab Bima agak sedikit emosi.

"Lisa gak ada?"

Bima menggelengkan kepalanya. "Ke toilet, mungkin."

Tanpa disuruh duduk, Bima langsung mendaratkan bokongnya di kursi depan meja Marvin dan langsung menyambar undangan yg sedari tadi dipegang Marvin.

"Kamu datang, nggak?"

"Ha?" Yang ditanya masih melongo, entah kesadarannya berada di mana.

"Kamu datang, nggak, di acara nikahannya Aurel?"

"Oh, entahlah. Saya bingung. Saya belum siap."

"Move on, donk. Dia aja udah mau nikah."

"Tapi kepaksa. Dia cintanya sama saya."

"Tapi kenapa kalian milih putus?"

***

"Jauhi pria itu. Menikahlah dengan pria pilihan papa," tegas Wijaya, ayah Aurel.

"Tapi, Pa ... Kenapa papa sangat membenci Marvin? Dia laki-laki yang baik, kaya, jenius, mandiri dan dari keluarga baik-baik."

"Keluarga baik-baik? Dari mana kamu tahu dia dari keluarga baik-baik? Bahkan dia sendiri tidak tau dari keluarga bagaimana dia dilahirkan dan seperti apa keluarganya."

Aurel sudah kehabisan kata-kata lagi untuk membela sang pujaan hati. Ia hanya mampu menangis dengan sesekali menggelengkan kepalanya tanda ia tidak setuju dengan kata-kata papanya.

"Ingat, Aurel. Dia hanya ANAK PUNGUT. ANAK PUNGUT! Anak yang kebetulan diambil Hadi dari panti asuhan untuk dijadikan anak angkatnya. Kamu tidak tahu ayah ibunya. Bisa jadi Marvin adalah anak haram yang sengaja dibuang oleh orang tua kandungnya," cerca kembali Wijaya dengan penuh penegasan.

Tanpa mereka sadari ternyata ada sepasang telinga yang mendengar jelas pertengkaran sengit antara ayah dan anak tersebut. Ya, kini Marvin membalikkan badannya dan pergi meninggalkan kediaman Wijaya dengan pikiran dan hati yang kalut.

***

"Sabar, ya. Pasti Tuhan udah nyiapin perempuan yang lebih baik dari Aurel."

"Aurel yang terbaik."

"Okelah. Terserah kamu. Aku balik dulu. Kalo kamu mau datang ke nikahannya Aurel, bisa bareng aku."

"Saya punya mobil, saya juga bisa nyetir sendiri."

"Aku gak yakin kamu bisa nyetir kalo tujuan mobil kamu bisa bikin tuannya patah hati." Jawaban Bima diselingi guyonan ringan berusaha menghibur sahabatnya.

"Sialan."

Bima pun bangkit menuju pintu keluar ruangan Marvin diiringi tawa mereka berdua yang sedikit meledak.

Pintu pun kembali tertutup dan Marvin pun kembali merenung dalam kesedihannya.

***

"Assalamualaikum, Bunda." Marvin memasuki rumahnya.

"Waalaikum salam, sudah pulang, Nak?"

Mereka berjabat tangan. Marvin mencium punggung tangan Rika.

"Iya, Bund. Bunda masak apa? Marvin lapar."

"Ada ayam kecap tabur seledri di dapur. Mau diambilin sekarang?"

"Marvin mandi dulu, Bund. Nanti biar Marvin ambil sendiri. Bunda sudah makan?" tanya marvin pada bundanya.

"Belum. Belum lapar."

"Wah kebetulan. Mau kan maem bareng Marvin?" Dengan nada bicara manja Marvin yang sengaja dibuat-buat. Yang Marvin tahu Rika memang bukan ibu kandungnya, tapi cinta mereka sudah seperti layaknya ibu dan anak kandung.

Rika tersenyum. "Cepat mandi. Bunda tunggu di ruang makan" Bunda tahu kamu terluka, Nak. Tiap kamu manja sama bunda, pasti kamu sedang ada masalah.

Kini mereka berdua sudah ada di meja makan, melahap makanan yang sudah disajikan oleh Rika. Tidak ada suara dari kedua orang tersebut, karena memang di keluarga ini paling anti dengan obrolan saat sedang makan.

Dan kini mereka sudah menyelesaikan ritual makan malamnya dan berpindah ke ruang keluarga.

"Vin, kamu baik-baik saja, kan, Nak?" Suara Rika memecah keheningan.

"Maksud bunda?" Marvin agak heran dengan pertanyaan bundanya. Secara dia sekarang tidak sedang dalam keadaan sakit.

"Bunda tahu kabar tentang perjodohan Aurel."

"Marvin gak papa, Bund. Mungkin memang Aurel bukan jodohku."

"Kenapa kalian putus?"

"Kami tidak putus. Papanya Aurel tidak setuju dengan hubungan kami. Karena ...." Marvin memberi sedikit jeda pada kata-katanya "... karena Marvin cuma anak pungutnya papa."

Seketika wajah Rika memucat, tidak percaya dengan apa yang dikatakan Marvin. Ingin sekali wanita paruh baya itu marah. Ia tidak terima jika putranya disebut sebagai anak pungut, ia juga tidak terima kebahagiaan putranya harus hancur hanya karna hal yang bukan kesalahannya. Tapi siapa ia?

Ia bukan siapa-siapa, ia hanya pembantu yang dinikahi oleh majikannya dan kebetulan anak majikannya itu memanggilnya dengan sebutan bunda.

Maafkan bunda, Sayang, "kapan hari pernikahannya?"

"Minggu depan, Bund." Suara Marvin parau. Ia meneguk air putih di hadapannya untuk menghilangkan rasa ingin menangisnya. "Apa bunda pernah patah hati?" Tiba-tiba pertanyaan itu muncul dari mulut Marvin.

Lebih dari itu. "Setiap manusia dilahirkan, rizki dan cobaan sudah satu paket dengannya. Allah sudah menentukan semua. Tinggal bagaimana cara kita menyikapinya."

Marvin menangis. Rika memegang pelan tubuh Marvin dan meletakkan kepalanya di pangkuan Rika. Mengelus lembut rambutnya. Dilihatnya pundak marvin yang masih berguncang, membuat Rika yang melihat itu jadi tersenyum miris.

Kamu pasti akan menemukan kebahagiaanmu, Nak.
_______________________________
Shalys Chan.

Continue Reading

You'll Also Like

129K 13.7K 39
Hubungan yang sudah terjalin bertahun-tahun lamanya itu pun akhirnya berakhir di dalam ikatan pernikahan.
6.8M 339K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
1M 1.8K 6
Mengapa harus dia?mengapa dia yang kau pilih?"anatasnya dengan wajah penuh air mata menunjuk julian yang terdiam.Lalu dirinya melirik ke arah wanita...
1.6M 23.7K 41
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...