ethereal

By nainoh

18.2K 2.9K 158

Ada sesuatu yang tidak diketahui para manusia. Sesuatu tentang dua dunia yang berada di antara dunia tempat h... More

EtherealㅡIntro
1ㅡ The War
2ㅡOld Wound
3ㅡRight Person
4ㅡGods Know Everything
5ㅡWhy Her?
6ㅡHopeless
7ㅡGod's Favorite
8ㅡA Killer

9ㅡThe Less, The Better

105 10 0
By nainoh

E T H E R E A L
-
"...sometimes, the less we know, the better..."
-
[ CHAPTER NINE ]

Jane tahu ia telah mencoba menghubungi Baekhyun berkali-kali dan pria itu tidak pernah membalas pesan atau menjawab teleponnya, namun itu tak membuat Jane lantas putus asa. Buktinya, alih-alih bersantai dan menikmati hari liburnya yang jarang-jarang, hari ini gadis itu justru memilih pergi ke tempat Baekhyun tinggal. Jelas ia tetap bersikeras untuk bertemu pria itu.

Baekhyun tinggal di sebuah flat kecil yang sederhana. Nomor 04 adalah kamarnya, terletak di lantai pertama dan tepat di ujung lorong. Sudah lama Jane tidak pergi ke sana. Terakhir kali ia datang ke flat itu adalah beberapa bulan yang lalu, entah untuk apa ia sudah lupa. Tidak banyak yang berubah dari bangunan tempat temannya tinggal itu, hanya saja lebih sepi.

Jane akhirnya mengetuk pintu kamar Baekhyun. Tidak ada bel pintu di sana, jadi ia harus mengetuknya dengan keras kalau ia ingin temannya itu mendengar. Namun, walau sudah berkali-kali mengetuk dengan kencang, pintu itu tak kunjung terbuka juga. Itu membuat Jane bertanya-tanya: mungkinkah Baekhyun tidak ada di kamarnya?

Setelah berpikir sejenak dan memantapkan hatinya, Jane akhirnya menggedor pintu itu keras-keras. Ia tidak peduli penghuni kamar yang lain akan mendengar atau tidak, ia sudah terlanjur datang ke sana dan tak ingin pulang tanpa tangan kosong.


"Byun Baekhyun! Aku tahu kau di dalam! Buka pintunya atau kudobrak!" serunya.

Dan benar saja, beberapa saat kemudian pintu itu akhirnya terbukaㅡsedikit. Seorang pria kecil memperlihatkan wajahnya dari celah pintu itu, menatap Jane dengan mimik benar-benar merasa terganggu seiring bau asap rokok menyerbak keluar.

"Apa yang membuatmu begitu lama membuka pintu?!" protes Jane.

"Ah, kau," Baekhyun berusaha menarik sudut-sudut bibirnya, mengulas sebuah senyum, namun senyumnya lemah... dan aneh.

Disambut dengan tidak ramah, tidak dipersilakan masuk, bahkan pintunya pun tidak dibuka dengan benar, berhasil membuat Jane menekukkan dahinya. Itu bukan Baekhyun yang ia kenal. Terlebih lagi, pria di balik pintu tampak tidak sehat. Tubuhnya ia sandarkan pada pintu, seakan kaki-kakinya tak mampu untuk menopang. Belum lagi wajahnya pucat dan suaranya parau.

"Kau baik-baik saja?" tanya Jane.

Baekhyun masih mengulas senyum ganjil itu. "Aku tidak pernah merasa sebaik ini," jawabnya.

Jane menatapnya aneh. Jelas ia tidak percaya pada apa yang Baekhyun katakan. "Kau tampak sakit. Apa itu yang membuatmu tidak pergi bekerja kemarin? Dan kemarinnya lagi? Kenapa kau tidak menjawab teleponku?"

"Itu tidak penting," jawab Baekhyun santai. "Bekerja, telepon, dan kau. Itu tidak penting,"

Kedua alis Jane tertekuk. Ia menatap Baekhyun dalam-dalam. "Byun Baekhyun, sebenarnya kenapa kau ini?!" serunya.

Baekhyun bergeming. Senyumnya sirna. Sorot matanya berubah datar, menatap Jane dengan dingin. "Kuberitahu sesuatu, manusia," desisnya. Tangannya menggenggam kenop pintu dengan kuat, seakan ingin meremasnya. Giginya bergemeretak menahan emosi.

"Byun Baekhyun sudah mati!"

Blam! Ia menutup pintunya dengan kencang.

* * *

Jane menatap secangkir teh di tangannya dalam diam, namun tak ada niat sedikitpun untuk menyesap minuman cokelat transparan yang mengepulkan asap tipis itu. Kepalanya tidak bisa berhenti memutar kejadian di flat barusan: bagaimana perilaku seorang Baekhyun terhadapnya. Pertanyaan-pertanyaan yang tak ada habisnya juga mulai menggerayangi kepalanya. Ada apa dengan Baekhyun? Kenapa ia berlaku seperti itu? Apa maksudnya dengan 'Byun Baekhyun sudah mati'?

Jane masih ingin percaya bahwa pria yang membentaknya itu adalah teman baiknya. Namun berapa kalipun ia menatap pria itu ke dalam matanya, memastikan bahwa itu benar-benar temannya, sebanyak itu pula ia ragu. Ia tak berhasil menemukan sorot mata berbinar-binar milik Baekhyun, atau senyum sumringahnya yang dulu. Itu memang raga Baekhyun, tapi di dalamnya entah apa.

"Kalau kau tidak akan meminumnya, biar aku saja,"

Jane refleks menoleh ke arah suara dan betapa terkejutnya gadis itu ketika melihat seorang pria telah duduk di kursi di depannya sambil tersenyum miring. "K-Kai, sejak kapan kau ada di sini?" tanyanya kaget.

"Sejak tadi," jawab Kai enteng. "Tapi kau sibuk memandangi tehmu. Padahal kau bisa memandangi yang lebih manis, yaitu aku," katanya sambil mengerlingkan sebelah matanya pada Jane.

Jane memutar bola matanya. Ia lalu melihat ke sekeliling, mencari-cari sesuatu. "Kau sendirian?" tanyanya.

"Kau berharap aku datang bersama Sehun?" Kai balik bertanya dengan nada menggoda. "Sepertinya kau tertarik dengan temanku,"

Jane berubah gelagapan. Jauh di lubuk hatinya, ia memang berharap Kai datang bersama Sehun. Sudah seminggu berlalu sejak terakhir kali ia bertemu pria ituㅡketika ia menolongnyaㅡ dan ia ingin tahu apa pria itu baik-baik saja, apa lukanya sudah sembuh, dan, yah, Jane memang hanya ingin bertemu dengannya.

Jane akhirnya menyesap tehnya perlahan, berusaha menyapu rasa gugupnya. "Aku tertarik pada kalian semua," elaknya. "Pada apa yang kalian sembunyikan,"

"Wow, kau gadis yang tamak," kata Kai sambil menempelkan siku kanannya pada meja, lantas menopang dagunya dengan tangannya. Tubuhnya ia condongkan ke arah Jane sambil menatapnya dengan tatapan menggoda. "Tapi aku suka gadis tamak," bisiknya.

"Aku serius!" tukas Jane.

Kai terkekeh pelan. "Oke, Jane, jadi kau ingin tahu apa yang kami sembunyikan?"

Jane mengangguk dengan mantap.

"Kuberitahu kau, itu lebih besar dari dugaanmu," ujar Kai.

Kening Jane perlahan tertekuk seraya ia berusaha mencerna apa yang Kai lontarkan. "Apa maksudmu?"

Kai mengangkat kedua alisnya. "Apa lagi? Tentu saja benda yang ada di antara selangkanganku,"

"KAI!" Jane akhirnya berseru dengan kesal. Beberapa pengunjung kafe sontak menoleh ke arahnya namun gadis itu tidak peduli. Ingin sekali ia menyiram pria di hadapannya itu dengan teh panasnya, namun tidak, ia tidak bisa melakukan itu jika ia masih ingin mengetahui apa yang terjadi dengan Baekhyun.

Kai tertawa terbahak-bahak di kursinya sambil memegangi perutnya. Sedangkan Jane berusaha menenangkan dirinya dengan menghela napas. Jujur saja Jane masih setengah tidak percaya ia melakukan ini semua. Sepulangnya dari tempat tinggal Baekhyun, Jane menghubungi Kai dan mengajaknya bertemu. Gadis itu benar-benar penasaran akan apa yang merasuki Baekhyun dan ia yakin Kai dan teman-temannya ada kaitannya dengan itu. Terlebih lagi, Kai sama sekali tidak menolak. Jadi bertemulah kedua orang itu di kafe walau tadinya si gadis sempat tak menyadari kedatangan si pria.

"Maaf, maaf, candaanku kelewatan, ya?" ujar Kai di sela-sela tawanya. Ia menghabiskan tawanya sejenak sebelum akhirnya menghela napas. "Jadi, sebenarnya ada perlu apa kau memintaku bertemu?" tanyanya.

Jane menatapnya dalam-dalam, memastikan kalau pria itu tidak akan menggoda atau melontarkan lelucon lagi. Setelah menyadari ekspresi Kai yang berubah serius, Jane akhirnya kembali angkat bicara. "Ada hubungan apa antaramu dengan Byun Baekhyun?"

Kai mengangkat bahu. "Hanya teman,"

"Bagaimana dengan Chanyeol?"

Kedua alis Kai terangkat. "Aku terkejut kau masih ingat Chanyeol. Ia juga temanku,"

Jane meringis dalam hati. Jelas ia tidak akan melupakan pria jangkung yang telah membuatnya ketakutan setengah mati itu. "Apa Chanyeol juga berteman dengan Baekhyun?" tanyanya kemudian.

Kai mengangguk.

"Sejak kapan?"

"Baru-baru ini,"

"Kenapa kalian bisa berteman dengannya?"

"Ada sesuatu yang harus kita selesaikan bersama,"

"Sesuatu seperti apa?"

Kai menggelengkan kepalanya. "Maaf, Nona, tapi itu rahasia,"

Jane menggertakkan giginya. "Aku sahabatnya dan aku berhak tahu apa itu,"

"Dan aku tidak berhak memberitahukannya padamu," jawab Kai santai. Ia lalu memicingkan matanya pada Jane. "Kau pakai parfum apa?" tanyanya tiba-tiba.

Jane mengernyitkan dahinya mendengar pernyataan di luar topik yang Kai utarakan itu. Namun akhirnya ia menjawab, "Peach. Kenapa?"

Kai tersenyum tipis. "Wangimu mengingatkanku akan seseorang. Dan, kau tahu, aku rasa aku harus pergi," katanya sambil beranjak dari kursinya.

Jane membulatkan matanya. "H-hei, mau kemana kau? Kita belum selesai!" protesnya.

"Ada sesuatu yang harus aku lakukan," jawab Kai. Ia lalu menempatkan tangannya pada puncak kepala Jane. "Terkadang, semakin sedikit yang kita tahu, semakin bagus," bisiknya sambil mengusap kepala Jane lembut.

Sebelum Jane sempat berkata apa-apa lagi, pria itu sudah berjalan menuju pintu keluar kafe. Dan Jane bisa mendengar ia berkata sambil tertawa pelan. "Kecuali yang aku sembunyikan di antara selangkanganku, kau boleh mengetahuinya sebanyak yang kau mau,"

Dan itu berhasil membuat Jane mengumpat lirih. "Pria mesum sialan,"

[ t o b e c o n t i n u e d . . . ]

Continue Reading

You'll Also Like

651K 53.7K 56
|FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TITIK!!| Transmigrasi jadi tokoh utama? Sering! Transmigrasi jadi tokoh jahat? Biasa! Transmigrasi jadi tokoh figuran? Bas...
184K 585 4
pak bima yang tadinya setia berubah menjadi pencinta wanita
72.6K 649 5
Jatuh cinta dengan keponakan sendiri? Darren William jatuh cinta dengan Aura Wilson yang sebagai keponakan saat pertama kali bertemu. Aura Wilson ju...
238K 629 21
21+++ Tentang Rere yang menjadi budak seks keluarga tirinya