Baby Doll (Indonesian Transla...

By etceteraa

225K 11.2K 91

Dalam komunitas yang korup, gadis-gadis muda dijual kepada para pria untuk dijadikan sebagai objek pemuas bel... More

Baby Doll
Prolog
Bagian 1 - Malapetaka
Bagian 2 - Wajah Indah
Bagian 3 - Laki-Laki
Bagian 4 - Rasa Takut
Bagian 5 - Intimidasi
Bagian 6 - Terjebak
Bagian 7 - Nina Bobo
Bagian 8 - Diantara Kita
Bagian 9 - Konsekuensi
Bagian 10 - Agresif
Bagian 11 - Ketidakjujuran
Bagian 12 - Malaikat Menatap
Bagian 13 - Hancur
Bagian 14 - Keputusan
Bagian 15 - Terbuka
Bagian 16 - Pagi
Bagian 17 - Kepedaran
Bagian 18 - Konflik
Bagian 19 - Rumah
Bagian 20 - Pembukaan
Bagian 21 - Tidak Pada Tempatnya
Bagian 22 - Salah
Bagian 23 - Hina
Bagian 24 - Terkejut
Bagian 25 - Kesalahpahaman
Bagian 26 - Di Perjalanan
Bagian 27 - Kepercayaan
Bagian 28 - Gegabah
Bagian 29 - Berubah
Bagian 30 - Kemarahan
Bagian 31 - Rapuh
Bagian 33 - Dingin
Bagian 34 - Hidup
Bagian 35 - Suara Hati
Bagian 36 - Ragu
Bagian 37 - Bermusuhan
Bagian 38 - Panik
Bagian 39 - 48 Jam
Bagian 40 - Bohong
Bagian 41 - Kesepakatan
Bagian 42 - Dia
Bagian 44 - Naif
Bagian 45 - Rahasia
Bagian 46 - Suram
Bagian 47 - Waktu
Bagian 48 - Boneka
Bagian 49 - Tergelap
Bagian 50 - Terlemah
Bagian 51 - Gila
Bagian 52 - Pergi
Bagian 53 - Nyata
Bagian 54 - Lari
Bagian 55 - Realita
Bagian 56 - Mimpi
Bagian 57 - Hati
Bagian 58 - Luka
Bagian 59 - Selamanya
Bagian 60 & Epilog
Translator Note ♡

Bagian 32 - Tersesat

1.8K 113 0
By etceteraa

Harry's POV

Aku menyesal melewati kesempatan untuk menyuruh pria itu agar pergi. Dia pikir dia siapa dapat seenaknya masuk tanpa izin? Nyalinya! Dan faktanya bahwa Thalia bersikap hangat dan penuh dengan kasing-sayang padanya membuatku kesal. Ia mungkin pacarnya. Ia tak pernah bilang kalau iapunya pacar. Keterangan pengutaraan mengenai kekurangan pengalamannya pada aspek itu, aku tak berpikir kalau ia punya pacar.

Bahkan jika mereka berpacaran, siapa yang memberi mereka hak untuk bermesraan di kebun belakang rumahku? Suara klakson terdengar dari Audi yang keciut melewatiku dan aku melawan dengan membunyikan suara lebih keras beberapa kali, walau aku yang salah. Aku menyetir melewati lampu-merah. Kuku-ku tercengkeram ke setir kemudi selagi amarahku berputar-putar.

Nyonya Jones dari ujung jalan pernah bilang kalau ia melihat seorang pria yang berkeliaran di sekitar halaman. Apa ia sering datang kemari saat aku pergi? Apa Thalia menghabiskan waktu bersamanya selama ini? Sehancur-hancurnya itu, ia masih properti milikku. Ia tinggal bersamaku. Ia milikku. Baiklah, setidaknya hingga siang ini.

Tak seperti apa yang diduga Thalia, aku tidak pergi 'kencan' hari ini. Aku menghabiskan sepanjang pagiku di tempat sampah yang dimiliki Richard. Aku harus menandatangani banyak kertas dan harus menunggu di sekitar mereka untuk merubah kontraknya - kejanggalan omong-kosong. Aku membayangkan Thalia yang ditarik ke brothel, menggambarkan dirinya menangis. Aku tak dapat menahan lamunan itu. Ia akan cocok berada dimana saja terkecuali disana. Aku ingin ia keluar dari kekacauan ini secepat mungkin.

Pada siang tadi, kontraknya dicabut. Apa yang diucapkan ayahku mengenai kontraknya yang akan diganti itu bohong. Saat ia mengetahuinya, ia mungkin akan mengomeliku dan bilang kalau aku tak cukup kekar tapi aku tak perduli. Thalia terbebas. Melepaskannya adalah hal yang tak ingin ku lakukan, tapi melihat dirinya sangat sedih menghancurkanku. Aku tak ingin ia seperti ini. Dan aku tak ingin menjadi penyebab kesedihannya.

Aku takut kalau aku akan menyakitinya, seperti aku yang disakiti. Ia tak tahu itu, dan tak akan pernah. Ia juga tak tahu kalau aku menghabiskan dua minggu penuh melukis gambaran dirinya dan menyempurnakannya. Atau setidaknya ku pikir ia tak tahu. Ia memasuki ruang seniku. Mungkin ia sekarang tahu setiap tatapan yang ku curi darinya bukan tatapan yang kotor, dan tak-bermanfaat.

Aku sangat menginginkannya hingga aku menakuti diriku sendiri. Aku memikirkannya terus-menerus. Aku ingin menyentuh dan menciumnya setiap saat aku melihatnya. Aku telah sampai pada titik dimana bahkan kontak kecil yang ia berikan memberiku perasaan puas. Dan mendadak perempuan lain terasa...tak menarik. Itu sangat menakutiku.

Aku tak menyukai dampak dari dirinya. Aku tak suka siapapun menimbulkan dampak padaku. Tapi terus bertumbuh setiap harinya. Tak seharusnya terjadi. Rencanaku adalah agar dapat melewati jenjang kuliah, menikahi Kaylee agar ayahku akan diam dan menyelam pada uang, lebih dari yang ku miliki sekarang.

Segalanya akan disodorkan padaku dalam piring perak. Tapi aku memiliki pikiran berbeda tentang kemana tujuan arah hidupku. Tak tampak lagi pikiran itu seperti dulu, tapi ku putuskan kalau itu adalah pilihan yang paling layak.

Dan aku harus melepaskan Thalia, sebelum semuanya menjadi semakin sulit.

Aku tak tahu kemana aku akan pergi. Aku hanya kesal hingga merasa ingin keluar. Aku menghentikan mobil di jalan kosong dan mematikan mesin. Aku menghela panjang, menjalarkan jari di rambutku.

Aku tak bersikap kasar pada Thalia, kan? Tapi mengapa ia membiarkan pria itu masuk? Ia seharusnya tahu itu, terlebih karena aku telah bilang padanya beberapa kali. Aku bilang kalau aku tak ingin siapapun memasuki mansion.

Tapi, mungkin itu adalah urusan mendadak. Ia juga bilang ibunya sakit atau semacamnya. Aku terlalu teralihkan oleh kemarahanku untuk dapat memahaminya. Aku hanya tak mengekspektasikan pulang ke rumah dan melihatnya... dicium oleh pria. Dan bergandengan tangan. Aku selalu berpikir hanya aku yang dapat melakukan hal itu padanya.

Aku meraih kursi penumpang dan menghentak box dilapisi warna velvet yang ku taruh disini sejak lama. Aku melepas pita diatasnya dan mengendurkan benang di sekitarnya. Aku mengangkat penutupnya dan menghela pada kalung yang terlampir di dalamnya. Aku menggenggam liontin gemerlap itu di tanganku, mengusapkan jempolku di sepanjang taburan berlian itu.

Aku membelikannya untuk Thalia saat itu ketika aku pergi ke toko perhiasan di luar kota. Kaylee dan ayahnya juga berada disana, tapi aku mengusahakan untuk membelikanya tanpa persetujuan siapapun. Aku belum memberikan itu padanya karena aku sedang menghindarinya. Aku tak ingin bilang padanya kalau ini adalah hadiah perpisahanku untuknya - belum. Aku ingin memberikannya sesuatu sebagai pengingatku. Aku meragukan ia tak ingin pengingat apapun terhadap pengalaman ini tapi aku tak mau ia melupakanku.

Ia kemungkinan sedang menangis sekarang. Dan aku mungkin, lagi, menjadi penyebabnya. Aku menghela kalah selagi mendatangi suatu keputusan. Aku akan pulang dan berbicara padanya, aku akan bilang padanya kalau aku sudah memutuskan kontrak - kali ini sungguhan. Ia akan meloncat kesenangan terhadap pengetahuan dirunya yang akan reuni bersama keluarganya, dan Boneka Ken jelek itu.

Ia mungkin akan menuntun kehidupan yang lebih bahagia dariku.

Aku berhati-hati mengembalikan liontin itu ke box sebelum menutupnya. Aku tak mau menyibukkan diriku dengan pitanya karena aku tak tahu bagaimana cara mengikat pita. Aku lalu pulang.

~~~~~~~~~~~~~~

Thalia's POV

Aku mengambil banyak belokan tak-yakin hingga aku tak tahu lagi darimana arah aku datang. Aku menjadi semakin bingung dalam setiap langkah yang ku ambil. Aku jauh dari mansion dan lingkungan sekitarnya, aku yakin tak ada lagi yang terlihat familiar. Menjauh dari gangguan, aku berlari cepat dengan sengaja agar dapat menjauh sejauh mungkin dari mansion dan berakhir di gang aneh ini.

Mulanya, aku berpikir ingin menaiki kereta. Tapi aku lupa untuk membawa uang yang ku punya. Aku tak siap dan bersikap sesuai emosi. Aku menyesal telah pergi seperti ini. Aku tak tahu area Fleese di sekitar sini dan aku rela untuk memutarbalikkan keadaan.

Matahari mulai terbenam dan langit menunjukkan keartistikannya. Warna pink, ungu, dan biru dengan rapi tercampur dengan awan di latar-belakang berapi. Tapi keindahannya tak tampak bagiku hari ini, mataharinya terbenam dan sebentar lagi hari akan gelap. Berjalan pada malam hari akan terasa sulit.

Aku sejenak tetap berada di gang selagi mencoba untuk mencari tahu apa yang akan ku lakukan. Aku menyadari semakin banyak orang lewat dan aku memutuskan untuk menanyakan arah jalan kepada seseorang. Aku berjalan dan bertemu dengan keramaian yang tak-terhitung. Ada suatu pasar.

Aku berjalan ke suasana ramai dan bahuku tersikut. Aku takut kepada berapa banyaknya orang yang kurang memiliki tata-krama tapi mengalaminya dengan cara seperti ini mengerikan. "Kacang, kacang goreng disini!" Penjaja berteriak di dekat telingaku dan aku merasakan kepalaku berdenyut selagi aku berjalan.

"Permisi!" tuturku pada wanita tua tapi ia mengabaikanku. "Halo, pak!" aku berpindah ke orang lain, dan kembali diabaikan. Aroma asin ikan mengisi udara selagi aku mendorong gerombolan orang yang mengelilingi tempat nelayan. Bel sepeda berbunyi dan aku memutar pada tepat waktu dan melihat pria muda yang berkendra menujuku. Aku segera melesat ke samping, menubruk pajangan buah. "Lihat-lihat, gadis kecil!" aku mendengar penjual buah yang meneriakiku sebelum aku beralih ke sisi orang lain.

Tempat dimana aku tinggal jauh lebih tenang.

Saat aku keluar dari pasar mengerikan, hari sudah gelap. Aku menghirup napas dalam, lega karena berhasil keluar. Ide buruk, ide buruk. Aku berdiri tegak dan mengencangkan mantelnya sebelum lanjut menuruni jalan. Aku tak akan bisa pulang malam ini juga.

Tangisan terkumpul dibalik mataku dan aku berjuang agar tak mengeluarkannya. Aku tak dapat terus-menerus menangis. Aku berumur tujuh-belas, hampir delapan-belas demi Tuhan. Aku harus bersikap kuat. Aku mengusap jari dibawah mataku dan berjalan menuju gedung komplek terbengkalai. Aku melihat wanita yang berada di dekat gedung kecil dan berharap ia akan bersikap baik dan menolongku.

"Permisi." panggilku dan perempuan itu memutar. Terdapat rokok diantara bibirnya yang diwarnai merah-terang. Setengah rambutnya dicukur habis dan sisi lainnya berwarna hitam terurai ke pinggangnya.

Ia melepas rokok itu dan menaikkan alisnya padaku. "Ya?'

"Aku tersesat. Aku tak tahu dimana aku-"

"Kau di Fleese." ia menyelaku.

"Aku tahu tapi aku tak tahu wilayah ini. Apa kau tahu dimana rumah sakit St. John?" tanyaku.

Ia menghela gelembung rokok sebelum tertawa. "Kau terlalu jauh untuk dapat kesana malam ini." matanya menjalari sepatuku. "Sebab kau berjalan kaki." ia menyeringai dan berpaling dariku.

"Kalau ke mansion?" tanyaku. Aku semakin jengkel dan berjuang untuk menahan kesabaranku. "Tahu dimana letaknya?"

"Mansion Meadowcliff? Kau tinggal disana?" ia mendadak terlihat tertarik seraya kembali menghadapku.

"Baiklah, secara teknis begitu. Aku harus kesana." tuturku.

"Kita dapat membantumu kesana." ia melihat ke arah bahuku dan memanyunkan bibirnya untuk membuat suara ciuman. Dalam hitungan detik, aku dikelilingi oleh tiga lelaki. Mereka semua tinggi dan ada satu yang cungkring. Tato melapisi lengan panjang kurus mereka dan aku seketika menyesal telah berbicara pada perempuan itu.

"Semuanya, gadis ini butuh panduan ke Meadowcliff. Ia tinggal di salah satu mansionnya. Kita dapat menolongnya, kan?" ia menyeringai padaku dalam cara yang tak meneriaki keramahan.

~~~~~~~~~~~~~

mati dah luu

siapa tuh...

w mau spoiler sebenarnya tp w kasian ama kalian lol

#tharry? ;)

btw, bang neil beneran di bali ato rumor sih saoloh kepo bet w. yang anak bali, selamat yah ketemu artis terus. apa daya w yg tinggal di jakbar :')

as always,

vote.comment.follow

bye x

Continue Reading

You'll Also Like

916K 75.8K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
Mom? [ch2] By yls

Fanfiction

99.2K 10.3K 31
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
388K 31.9K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.