HUJAN | END

By Shineeminka

6.3M 539K 85.3K

Tanpa mempedulikan air hujan yang mulai membasahi tubuhnya, Arlita berjalan ke arah Revan. Dia berdiri tepat... More

Blurb
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
34
35. After Married (1)
36. After Married (2)
37. After Married (3)
38. After Married (4)
39. After Married (5)
40. After Married (6)

33

138K 13.7K 4.1K
By Shineeminka

Jadilah lelaki yang tidak menyatakan banyak janji, tidak pula memberi harapan yang tak pasti, dan jadilah lelaki sejati yang hanya akan mengatakan kata cinta kepada satu wanita.

💦💦💦

Arlita diam, tidak kunjung memberikan jawaban. Membuat Rio dan kedua orangtuanya menatap bingung ke arahnya, sedangkan Revan sendiri berusaha untuk menetralkan detak jantungnya.

Pikiran negatif mulai memenuhi kepalanya.

Apa mungkin Arlita yang dia prediksi akan dengan senang hati menerima lamarannya ternyata malah sebaliknya?

Tak henti Revan mengukir doa di hatinya. Berharap kalau Arlita akan menerima lamarannya.

"Bagaimana Arlita? Apa kamu mau menjadi istriku?" Revan akhirnya memiliki keberanian untuk mengulangi pertanyaannya. Sungguh demi apapun ini sangat menegangkan.

Arlita masih memilih diam, dia menundukkan kepalanya. Tidak menjawab pertanyaan Revan.

"Diamnya Arlita itu tandanya Arlita nolak lamaran lo, Van." ujar Rio yang sudah mulai gemas karena adiknya tidak kunjung memberikan jawaban.

Revan menghela napas pelan. Dia merasa kalau ada yang menghantam jantungnya dengan sangat kencang saat mendengar kata-kata yang baru saja terucap dari bibir Rio.

Arlita menolaknya.

Arlita menolaknya.

Sebisa mungkin Revan berusaha untuk mengukir senyum meskipun tentu hal itu tidaklah mudah, "Tidak usah merasa tidak enak Arlita. Bila memang kamu tidak dapat menerima lamaranku sungguh aku akan berusaha menerimanya dengan ikhlas."

Revan diam sejenak. Menarik napas secara perlahan. Berharap kalau rasa sakit di dadanya akan segera sirna. Perlahan dia mulai bangkit dari duduknya, "Kalau begitu saya pulang dulu yah Om, Tante."

"Ka..Kamu mau kemana?" pertanyaan Arlita membuat Revan yang sudah hendak mencium punggung tangan Papanya terhenti.

"Mau pulang," jawab Revan dengan dahi berkerut.

"A..aku belum jawab Van," Arlita berucap gugup.

Kerutan di dahi Revan semakin bertambah. Dia kembali duduk saat mendapatkan sinyal dari Papa dan Mama Arlita untuk duduk kembali.

"Aku bingung," Arlita berucap gemetar.

Mama Arlita membelai bahu putrinya, "Apa yang membuatmu bingung?" tanyanya lembut.

"Aku bingung kenapa Mama dan Papa membiarkan Revan melamarku disaat Mama dan Papa sudah menerima lamaran Kak Candra. Bukannya itu tidak boleh?"

Baik kedua orangtuanya, Rio dan Revan langsung menatap Arlita terkejut.

"Siapa yang mengatakan kalau Papa dan Mama menerima lamaran Candra?" tanya Papanya dengan rawut super kebingungan.

"Kak Rio," jawabnya.

Rio langsung menunjuk dirinya sendiri, "Aku?" matanya membulat sempurna, "Jangan fitnah kamu, Tha. Kapan aku bilang Mama sama Papa nerima lamaran Candra?!"

"Tiga hari yang lalu. Kakak bilang Mama sama Papa udah nerima lamaran Kak Candra."

Rio menepuk keningnya, "Ya Allah kok gue punya adek lemot banget yah. Lo yakin mau ngelamar adek gue?"

"Ih Kak Rio," Arlita merajuk kesal. Kemarin Revan yang mengatainya lemot masa sekarang Kakaknya juga mengatakan demikian.

"Arlita sayang. Adik kakak yang paling cantik dan paling kakak sayangi. Tiga hari yang lalu kakak cuma bilang ke kamu kalau Mama sama Papa udah ngasih jawaban sama Candra," ucap Rio sambil mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Arlita.

"Ih sakit," lagi-lagi Arlita merajuk.

"Rio jangan ganggu adiknya. Lanjutin penjelasan kamu. Papa sama Mama kan sudah ngasih amanah sama kamu buat nyampein hal itu sama Arlita!" ucap Papanya tegas.

Rio mengangguk patuh, "Aku bilang Papa sama Mama udah ngasih jawaban ke Candra. Eh tahunya dia langsung nangis kejer. Terus aku peluk dia Mah Pah. Dan aku kira Arlita nangkep maksud aku yang bilang. Masih ada kesempatan buat kamu menunggu dia---"

"Aku nggak denger Kak Rio ngomong gitu," ucap Arlita memotong penjelasan Rio.

"Makanya kalau nangis jangan terlalu khusyuk," ledek Rio berhasil membuat wajah Arlita bersemu merah karena malu, "Sekarang kamu udah ngertikan. Apa perlu kakak jelasin secara jelas kalau Papa sama Mama udah nolak Candra. Denger Tha NOLAK!" ucapnya dengan penekanan di setiap katanya.

Arlita langsung menoleh pada Mama dan Papanya bergantian, "Kenapa Mama sama Papa nolak lamaran Kak Candra?"

Revan memilih diam. Memperhatikan kekonyolan yang diperlihatkan oleh seseorang yang dia cintai.

"Karena Papa dan Mama tahu InsyaAllah Revan lah yang akan membuat putri Papa dan Mama ini bahagia dan lebih dekat pada Allah," ucap Papanya sambil membelai pucuk kepala Arlita.

Arlita menatap Papa dan Mamanya dengan mata berkaca-kaca.

"Jadi bagaimana Arl. Kedua orangtuamu sudah menerima lamaranku kini yang kutunggu tinggal jawaban darimu," ucap Revan seraya tersenyum sangat manis. Efek rasa patah hati yang tadi sempat menyapa hatinya sirna, "Arlita Saila Amran, maukah kamu menerima pinanganku. Menjadi teman hidupku, berbagi suka dan duka, dan menjadi seseorang yang akan ku genggam tangannya dengan sangat erat untuk mencari keridhoan Ilahi."

Arlita diam. Tidak langsung memberi jawaban.

"Aku berharap kamu menerima lamaranku, namun bila memang kamu tak dapat melakukannya. Aku yakin itulah yang menjadi keputusan terbaikmu yang telah kamu diskusikan dengan Allah."

Mama Arlita kembali membelai pucuk kepala putrinya, "Bagaimana sayang? Revan menunggu jawaban darimu. Apa kamu membutuhkan waktu untuk memikirkan semuanya?"

Arlita menggeleng.

"Kalau begitu jawablah pertanyaan Revan."

Arlita menarik napas dalam-dalam. Sekilas dia menatap ke arah Revan, sebelum berucap dengan suara gemetar, "Aku menerima lamaranmu, Van. Aku mau menjadi teman hidupmu membagi suka dan duka, dan aku mau menjadi temanmu yang akan selalu kamu genggam tangannya untuk mencari keridhoan Ilahi."

Revan tersenyum sangat lebar. Sekilas dia menundukkan kepalanya. Mengucapkan syukur pada Allah yang telah mempermudahnya.

Rio menepuk bahu Revan, "Akhirnya perjuangan lo selama sepuluh tahu berbuah manis juga. Kagak kebayang kalau hasilnya pahit kaya mengkudu. Lo pasti nangis kejer. Sini gue peluk Calon adik ipar," Rio membuka kedua tangannya lebar. Siap memberikan pelukkan selamat pada Revan yang dari awal sudah dia anggap sebagai adik.

Revan menerima tawaran Rio. Die memeluk Rio, berulangkali dia mengucapkan terimakasih pada Rio.

"Lo memang pantes jadi pendamping adik gue," ucap Rio sambil menepuk-nepuk punggung Revan.

Di sofa yang lain Arlita tengah menangis di dalam pelukkan Mamanya. Dia sungguh bersyukur atas rencana Allah yang begitu indah dan tidak lupa dia pun mengucapkan terima kasih kepada Mama dan Papanya berulangkali. Sungguh dia tidak menyangka kalau Mama dan Papanya akan menolak Candra demi kebahagiaannya padahal dia sangat tahu kalau Mama dan Papanya begitu menyukai sosok Candra.

"Oh iya Nak Revan. Bolehkah Om meminta sesuatu sama kamu?"

Revan yang sudah lepas dari pelukkan Rio yang super erat mengangguk, "Boleh Om."

"Kalau bisa Om ingin akad nikah dilangsungkan besok ba'da subuh di masjid Al Ikhlas."

Revan, Arlita, dan Rio kompak mengeluarkan kata HAH!!!

"Om tidak memaksa. Itu kalau Nak Revan sanggup. Besok sore Om akan bertolak ke  Darfur Sudan. Om dapat tugas di sana selama satu tahun dan Om belum tahu dalam satu tahun itu kapan Om dapat kembali ke Bogor. Maaf kalau misalnya Om terkesan memaksa, Om hanya ingin menikahkan Putri Om dengan tangan Om sendiri dan Om tidak ingin membuat Putri Om yang sudah menunggu selama delapan tahun bahkan mungkin lebih harus menunggu lagi hanya gara-gara menunggu Papanya yang egois ini pulang dari tugasnya mengabdi pada negara," Papa Arlita menjelaskan semuanya sambil membelai pucuk kepala Arlita, "Om benar-benar tidak memaksa. Semua keputusan Om serahkan sama Nak Revan selaku pihak lelaki. Mau besok atau mau nanti saja setelah Om kembali dari Darfur."

"Bila memang Arlita menyetujuinya. InsyaAllah saya sanggup Om. Saya siap menikahi putri Om besok ba'da subuh," jawab Revan mantap. Tidak ada keraguan sedikitpun dari pancaran matanya yang berbinar cerah.

"Bagaimana sayang. Apa kamu setuju?"

Arlita mengangguk.

Papa dan Mama Arlita langsung mengucapkan Alhamdulillah.

Keduanya langsung sibuk menghubungi pihak-pihak yang memang dibutuhkan untuk membantu agar proses akad berlangsung lancar. Dari penghulu, sanak saudara dan katering dua puluh empat jam.

Rio pun melakukan hal yang sama. Yang pertama dia hubungi adalah Candra, memberitahu Candra kalau esok akan dilangsungkan akad antara Revan dan Arlita.

Candra tertawa, "Selamat bilangin ke Revan sama Arlita. Besok InsyaAllah aku pasti hadir di acara akadnya. Akhirnya mereka berdua bener-bener berjodoh. Pantas saja doaku sama Allah nggak gol," itulah yang dia ucapakan melalui sambungan telepon.

Rio tertawa, "Sabar. Kan udah dapat gantinya. Janji Allah itu nyata tumbang satu tumbuh seribu kalau emang bener niatnya lillahi ta'ala. Oh iya kapan resminya bukannya udah diterima yah lamarannya?"

"Dia masih di Cairo. Baru pulang dua minggu lagi. Abinya minta pas pulang langsung dihalalin aja."

Rio langsung tertawa, "Tuh kata gue juga apa. Lo jodohnya pasti sama wanita bercadar. Ca ya nggak sama gue."

Candra hanya menimpalinya dengan tawa.

Tak jauh dari posisi Rio yang masih asik berbicara dengan Candra melalui sambungan telepon. Revan tidak mampu menahan senyumnya saat dia mendapatkan kiriman gambar via WhatsApp dari pengantin baru yang sedang berbulan madu di Spanyol. Dika dan Ananta.

Kaka Ipar tampan sangat (nama dibuat sendiri oleh Dika) : Nih gambar hasil karya istri gue tercinta. Itung-itung itu kado pertama dari kita. Sorry nggak bisa balik. Percuma balik juga kalau baru nyampenya sore. Rugi dong paket honeymoon gue yang masih nyisa lima hari 😎

Kaka ipar tampan sangat : Gimana kece badai kan pitcnya? Jangan lupa posting di ig lo yang udah hampir bulukkan gara-gara nggak pernah lo buka lagi, tapi anehnya followernya nambah terus. Bingung gue 🤔😑

Kaka ipar tampan sangat : Oh iya post juga di grup. Biar si Nindia berhenti berkoar-koar di grup kalau lo tuh Calon imamnya.

Kakak ipar tampan sangat : Heh gelo ulah dibaca doang, bales atuh. Kacida gelo sia mah 😡👿👿👿👿

Revan : Sorry Dik. Gue baru beres nelpon Kak Nino. Kebetulan sekarang dia lagi ada di Jakarta, di rumah Kak Alka. Gue nyuruh dia sama Kak Alka jadi saksi dari pihak gue.

Kaka ipar tampan sangat : OH

Setelah itu Revan memilih untuk pamit kepada kedua orangtua Arlita.

"Om Tante, Revan pamit pulang dulu yah. Kalau semisalnya Om sama Tante butuh batuan Revan. Revan siap bantu kok."

"Alhamdulillah udah beres semuanya. Penghulu, catering, penata rias, saudara-saudara yang masih tinggal di Bogor sama tetangga sudah dikasih tahu," jelas Mama Arlita penuh semangat.

"Iya Nak Revan. Alhamdulillah semuanya sudah beres Nak Revan tinggal hafalin saja kalimat ijab qobul nya," ujar Papa Arlita.

"Oh iya Om hampir lupa. Untuk mahar---"

Belum selesai Revan berucap Papa Arlita sudah menepuk bahunya, "Apapun mahar yang kamu berikan selama itu sesuai dengan syariat islam Om akan menerimanya karena Om percaya Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya."

Revan tersenyum. Sungguh sosok Papa Arlita membuatnya begitu kagum.

"Kalau begitu Revan pamit Om Tante. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Sebelum benar-benar pergi Revan menyempatkan dirinya untuk menghampiri Arlita yang memilih duduk di sofa ruang keluarga.

Revan sengaja berdiri tepat di belakang sofa yang diduduki oleh Arlita yang tengah serius menatap layar ponselnya yang menampilkan chat dirinya bersama Sri dan Nada.

"Arl," panggil Revan.

Arlita langsung menoleh.

"Udah mau pulang?" Arlita bertanya gugup. Dia berdiri dari duduknya, hingga sekarang posisinya saling berhadapan dengan Revan.

"Iya aku mau pulang. Jangan kangenin aku dan jangan mimpiin aku yah," goda Revan.

Wajah Arlita langsung bersemu merah. Sangat merah, "Ih apaan sih. Udah sana pulang!"

Revan terkekeh geli, "Iya aku pulang. Assalamualaikum Calon istriku."

Wajah Arlita semakin merah, "Wa..Wa.. Waalaikumsalam."

"Waalaikumsalam apa?"

Arlita menarik napas dalam-dalam sebelum kembali mengucapkan salam untuk Revan, "Waalaikumsalam calon suamiku."

💦💦💦

28 Jumadal Tsaniyah 1439H

Dalam diamku, aku mencintaimu
Tak ingin mengumbar bahagia jika tidak atas izin-Nya.
Dalam diamku, aku mencintaimu
Hati menggebu ingin segera bersanding denganmu.
Karna bersamamu aku yakin akan mempertebal imanku.
Siap membimbing dan mendekatkan diri dengan Rabb ku.

-ruangseni-











Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 111K 28
[ Romance-Spiritual] { Sebagian Part Dihapus Untuk Kepentingan Penerbitan } Menceritakan tentang seorang Aisyah Shaqueela Az-zahra yang masih duduk...
26.8M 2.8M 58
Bab masih lengkap‼️SUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI GRAMEDIA SELURUH INDONESIA‼️ ________________________________ Publish : 15 Desember 2021 Republish :...
29.1M 2.5M 70
Heaven Higher Favian. Namanya berartikan surga, tampangnya juga sangat surgawi. Tapi sial, kelakuannya tak mencerminkan sebagai penghuni surga. Cowo...
AREKSA By Itakrn

Teen Fiction

33.9M 3.3M 64
"Perasaan kita sama, tapi sayang Tuhan kita beda." ****** Areksa suka Ilona Ilona juga suka Areksa Tapi mereka sadar... kalau mereka berbeda keyakina...