Kami Sama Tapi Berbeda {END}

By Raraa_TA

549K 2.4K 273

[WARNING!] [Penuh DRAMA, BELUM revisi, dan mengandung BAWANG!] Fani dan Fina, anak kembar yang mendapat curah... More

01. Gagal pergi
02. Rumah Kakek-Nenek
04. Pingsan
05. Hantu?
Mengungsi ke Dreame

03. Cerita Fani

9.7K 472 30
By Raraa_TA

Fani duduk di bangku yang ada di dalam pagar rumah kelinci. Memandang kelinci-kelinci itu dengan senyum yang terus terpatri di wajahnya sejak pertama masuk ke dalam pagar sekaligus perasaan senang yang membuncah dadanya.

Karna terlalu fokus memandangi kelinci-kelinci yang berlarian itu, membuat Fani tidak sadar bahwa Trisha sudah masuk ke dalam pagar dan duduk di kursi yang ada di sebelah meja.

Trisha meletakkan pudding coklat dan jus jeruk yang tadi dibawanya ke atas meja kecil itu. Trisha diam, memperhatikan wajah Fani yang sedang tersenyum, melihat itu beliau ikut tersenyum.

"Cucu Nenek kenapa? Dari tadi Nenek perhatiin, senyum-senyum mulu. Ada apa, sih? Hem?" Akhirnya, suara itu keluar juga dari bibir Trisha untuk memecah keheningan yang melanda.

"Eh? Nenek? Kok Nenek ada di sini?" Fani berjengit kaget sekaligus heran.

"Jadi gak boleh nih, Nenek ada di sini?" tanya Trisha memasang wajah sedih.

"Maaf, Nek." Fani menunduk menatap kakinya yang terayun ayun.

"Kenapa jadi minta maaf?" Trisha dibuat bingung dengan permintaan maaf Fani, pasalnya Fani tidak berbuat kesalahan.

"Aku udah buat Nenek jadi sedih. Aku minta maaf, Nek. Maaf." Fani mendongak, menatap Trisha dengan air mata yang sudah menggenang dipelupuk matanya.

Trisha terkejut melihat Fani yang hampir menangis. Lantas, Trisha menarik tangan Fani lembut, mendekap Fani dengan erat.

Fani terisak. Dia tidak bermaksud berkata begitu, dia tidak ingin membuat neneknya merasa sedih karna perkataannya, dia juga takut kalau papanya akan memarahi dan memukulnya lagi.

"Udah sayang, jangan nangis. Nenek tadi cuma bercanda." Trisha mengusap rambut panjang Fani dengan sayang untuk menenangkannya.

"Aku nggak maksud buat Nenek jadi sedih. Aku takut, kalau Papa Mama tau aku buat Nenek sedih, nanti aku dimarahi dan dipukul pake gesper atau rotan lagi sama Papa. Sakit, Nek." Fani mencoba menjelaskan meski masih terisak.

Satu kata yang Trisha rasakan sekarang. Terkejut. Dia tidak menyangka cucu pertama dari anak keduanya akan merasakan hal yang tidak seharusnya anak seumurannya dia rasakan.

"Udah ya, sayang. Jangan nangis. Kalo Fani nangis, Nenek jadi sedih lho. Mau Nenek sedih?" Trisha berharap, perkataannya bisa menghibur Fani.

"Nggak, Nek." Fani masih saja sesenggukan.

"Makanya Fani berhenti dong nangisnya kalau gak mau lihat Nenek sedih. Nenek minta maaf ya,sayang. Tadi Nenek cuma bercanda," kalimat yang keluar dari bibir Trisha berhasil membuat hati Fani lega.

Fani benar-benar takut jika papa dan mamanya memarahi dia lagi. Bahkan memukul atau lebih parahnya lagi, menguncinya di kamar mandi, Fani tidak mau itu.

Perlahan, isak tangis Fani sudah tidak lagi terdengar. Fani menghadapkan badannya ke depan, memandang ke arah kelinci-kelincinya yang sedang bermain. Bersandar di badan Trisha, yang masih memeluknya dari belakang.

"Nek, aku mau kasih makan kelincinya. Boleh, nggak?" Fani berbalik, memandang ke arah Trisha dengan wajah penuh harap.

"Boleh dong, sayang. Tapi, harus cium Nenek dulu," ucap Trisha sedikit menunduk.

Fani mencium pipi kanan dan kiri Trisha dengan sayang. Sedangkan Trisha mencium kening Fani.

Fani berlari keluar pagar dengan riang, menuju dapur untuk mengambil wortel. Fani keluar dari rumah dengan membawa keranjang kecil yang berisi beberapa buah wortel. Dengan senang hati, Fani meletakkan keranjang yang berisi wortel-wortel itu di bawah dan Fanipun berjongkok didekat keranjang yang berisi wortel.

Tak berselang lama, sudah banyak kelinci yang datang untuk memperebutkan wortel. Kelinci berbagai warna itu langsung memakan wortel yang diberikan Fani.

Fani terkekeh geli, saat kelinci-kelinci itu berebut untuk mendapatkan wortel dalam keranjang.

Tiba-tiba, seekor induk kelinci putih datang dan membawa satu buah wortel ukuran kecil sedikit menjauh, dan memberikannya pada kelinci kecil putih lainnya. Namun, tidak berselang lama. Karna ada kelinci kecil berwarna coklat muda yang datang dan malah merebut wortel tersebut dan membawanya pergi menjauh.

Kelinci besar yang tadi berhasil mendapatkan wortel kembali berlari ke arah keranjang wortel untuk mengambil wortel lagi. Setelah mendapatkannya, kelinci besar tadi memberikannya pada kelinci kecil putih.

"Enak ya jadi kelinci kecil itu." Taelunjuk Fani mengarah ke kelinci kecil coklat muda.

"Enak kenapa, sayang?" Trisha yang sedari tadi memperhatikan, mengernyitkan dahinya heran.

"Iya, enak. Padahalkan kelinci besar tadi mau ngasih wortelnya buat kelinci kecil putih, tapi malah direbut sama kelinci kecil coklat. Tapi kelinci besar nggak marah ke kelinci kecil coklat itu, malahan kelinci besar ambil wortel yang baru. Kan enak jadi kelinci coklat dia gak perlu cape buat ngambil wortel dan nggak dimarahin atau dipukul." Trisha diam mendengarkan.

"Aku pernah kaya kelinci kecil coklat itu, Nek. Tapi, aku malah dihukum." Fani cemberut, mengembungkan pipi dan mengerucutkan bibirnya.

"Oh ya? Gimana ceritanya, coba ceritain ke Nenek." Sikap dan kata yang diucapkan oleh Trisha dibuat seantusias mungkin.

"Waktu itu, kan Papa Mama baru pulang dari minimarket sama Fina. Mama beli ice cream dua, yang satu Fina makan dan satunya lagi dimasukkan ke dalam kulkas. Aku minta ke Fina, tapi dia nggak mau ngasih. Ya udah, aku rebut aja ice cream-nya dia. Eh, Fina nangis. Aku disuruh balikin dan ambil di kulkas, tapi aku nggak mau balikin. Malahan ya Nek, aku lempar tuh ice cream-nya ke lantai. Mama sama Papa langsung marahin aku karna Fina nangisnya makin kenceng. Fina ngedorong aku sampai aku jatuh, aku balas ngedorong Fina pelan." Senyum dan wajah cemberut itu perlahan lenyap, menampilkan wajah muram.

Fani berjalan ke arah nenek, duduk di bangku yang tadi didudukinya. Menatap lurus ke depan dengan pikiran yang melayang-layang.

"Papa sama Mama makin marah sama aku, ngebentak-bentak aku. Papa pukulin aku pakai rotan sampai badan aku luka-luka. Sehabis mukulin aku, Papa tarik aku ke kamar mandi. Mandiin aku dan rasanya badan aku perih banget. Terus Papa ngunciin aku di kamar mandi. Padahal, aku udah nangis dan mohon-mohon sama Papa. Minta ampun, supaya Papa bukain pintunya."

"Tapi, Papa nggak mau dengarin aku. Sampai aku ketiduran di kamar mandi. Waktu aku bangun pagi, aku udah di tempat tidur. Pakai jaket sama kompresan. Kata Mama, aku demam. Habis itu, aku nggak berani lagi ambil punya Fina." Cairan bening yang mengalir di pipi chubby Fani bertambah banyak, bahkan isak tangisnya mulai terdengar.

Trisha tidak menyangka bahwa Fani diperlakukan begitu. Dengan sigap, Trisha berdiri di depan Fani, mendekapnya dengan erat. Tanpa sadar, air mata Trisha sudah menetes.

"Nek," isak tangis Fani masih terdengar.

"Iya, sayang. Kenapa?" tanya Trisha lembut, menahan laju air matanya agar tidak semakin menetes.

"Kenapa, sih Mama Papa suka banget ngebandingin aku sama Fina? Fina lebih ini, Fina lebih itu. Fina terus yang disayang. Aku nggak, nggak ada yang sayang sama aku, Nek." Fani menunduk dan bersuara dengan begitu lirih.

Trisha melepas dekapannya, bersimpuh dengan bertopang pada lutut di depan Fani. Menangkup wajah Fani dengan kedua tangannya.

"Papa, Mama, Kakek, Nenek, Tante Disa, Om Heru, Fina, teman-teman kamu, semuanya itu sayang sama kamu. Nggak ada yang nggak sayang." Sungguh hati Trisha merasa tercubit mendengar Fani berucap begitu.

"Nenek, Kakek, Tante Disa, Om Heru, teman-teman aku, emang sayang sama aku. Tapi Papa, Mama sama Fina nggak sayang sama aku, Nek." Fani menatap Trisha sendu dengan air mata yang masih setia mengalir dari kedua matanya.

"Siapa yang bilang? Papa, Mama, Fina, sayang sama kamu Fani." Trisha menghapus air mata dipipi Fani, meski air mata itu mengalir lagi.

"Papa sering pukuli aku. Kalau nggak pake rotan, pake gesper. Mama sering bentak dan marahin aku. Fina, dia senang kalau aku lagi dipukul, dibentak, atau dimarahin Papa, Mama, Nek." Fani terisak, bahu anak itu bergetar hebat.

"Itu karna Papa, Mama sayang sama kamu. Papa, Mama gak mau kamu jadi anak yang nakal, gak nurut, pembangkang, dan malas, sayang. Lagian, Papa sama Mama marah pasti karna kamu ngelakuin kesalahan, kan? Fina bukan senang, tapi Fina sedih lihat kamu dipukul atau dibentak. Cuma, Fina gak mau terlihat sedih di depan kamu. Supaya kamu kuat dan nggak sedih. Fina cuma mau nguatin kamu, sayang." Tangan Trisha perlahan menuntun Fani turun dari kursi dan memeluk Fani erat, mereka berdua duduk di bawah sekarang.

Jujur, Trisha sangat sakit mendengar penuturan Fani. Dia juga tidak tau, apakah benar yang dikatakannya itu.

"Tapi kenapa kalau Fina yang salah, Papa atau Mama nggak pernah pukulin bahkan sampai ngunciin Fina di kamar mandi? Padahal Fina pernah ngedorong aku sampai kening aku berdarah." Fani bersuara lagi namun kali ini Trisha tidak membalas, hanya pelukannya yang semakin mengerat.

"Aku cemburu sama Fina, aku iri sama dia. Fina selalu dapat apa yang dia mau. Sedangkan aku? Nggak, Nek." Perlahan, suara isakan Fani mulai melemah.

"Sayang, dengerin Nenek. Kasih sayang Papa sama Mama bukan dari barang apa yang dikasih ke kamu. Tapi, perhatian apa yang diberi Papa Mama buat kamu, sayang. Bukan dari barang-barang yang dikasih, ngerti?" Trisha mencoba menjelaskan kasih sayang yang sesungguhnya.

"Nek, yang aku maksud bukan mainan. Kalau sama Fina, Mama Papa bakal nurutin apa yang dimau Fina. Kaya waktu itu aku, Mama, Papa, Fina lagi di taman, ada ice cream, aku mau. Tapi gak dibolehin karna aku sama Fina lagi batuk. Aku nangis, minta ice cream. Bukannya dibeliin, aku malah dimarahin Papa. Disuru pilih yang lain aja. Ya udah, aku pilih roti bakar aja. Tapi, Fina nggak mau roti bakar, dia maunya ice cream. Sampai nangis-nangis kaya aku. Karna Fina nangis, kami jadi di bolehin beli ice cream. Padahal, waktu aku yang nangis, gak dibolehin. Giliran Fina aja, dibolehin. Semua mau Fina dituruti, aku nggak." Bibir Fani mengerucut, tanda bahwa dia kesal.

"Aku mau kaya Fina yang selalu disayang, apa yang mau dituruti, walaupun salah gak pernah sampai dipukulin, dikunciin, dibentak lagi. Palingan kalau salah cuma dimarahin sama dibentak doang. Bahkan, kadang cuma dinasehatin aja. Aku iri sama Fina, Nek." Fani bergumam, Trisha hanya mampu terdiam dengan laju air mata yang deras.

Fani dengan tiba-tiba melepaskan pelukannya saat mendengar isak tangis pelan yang keluar dari bibir neneknya. Pelukan yang dilepas Fani tiba-tiba membuat Trisha terkejut sekaligus bingung.

"Ada apa, sayang?" Trisha bertanya dengan air mata yang masih ada dipipinya dan sedikit sesenggukan.

"Nenek nangis? Kenapa?" tangan kecil itu, dengan perlahan menghapus jejak air mata di pipi keriput Trisha dengan lembut.

"Jangan nangis, Nek. Aku aja nggak nangis." Fani mengusap air matanya sendiri dengan cepat.

"Nenek cengeng " Fani mengecup pipi kiri dan kanan Trisha bergantian dan berulang-ulang.

"Nenek nggak cengeng, kamu kali yang cengeng." Trisha terkekeh pelan dan mengusap pipinya pelan, menghilangkan jejak-jejak yang ditinggalkan air matanya di pipi.

"Aku nggak cengeng. Nenek yang cengeng." Fani merengek.

"Iya, iya, Nenek yang cengeng. Oh iya, puddingnya di makan dulu itu Fan," ucapan Trisha menyadarkan Fani akan pudding coklat kesukaannya.

Trisha kembali berdiri dan duduk di tempat semula. Sedangkan Fani? Dia telah duduk dan tengah menyantap pudding coklatnya dengan lahap, sesakali meminum jus jeruk.

"Nenek, mau?" Fani menyodorkan sesendok pudding coklat ke Trisha.

Trisha menggeleng sambil tersenyum, "buat kamu aja, makan yang banyak, ya."

Fani hanya sebatas mengangguk dan fokus pada pudding coklat buatan neneknya.

"Kamu anak yang baik dan pintar, sayang. Nggak seharusnya kamu dapat perlakuan yang gak adil dari Mama dan Papamu. Nenek selalu berdo'a yang terbaik buat kamu, Fani. Nenek harap, kamu selalu bahagia, bisa selalu buat orang-orang yang ada di sekitar kamu bahagia melihatmu, nak," batin Trisha sedih, memandangi Fani dengan pandangan sedih.

🐰🐰🐰

Tbc.

Maaf ya, aku lama up. Maapkeun aku mak🙏

Aku juga udah bilangkan di part sebelumnya, kalo lagi sibuk. Jadi, bakal lama up, apalagi senin udah USBN😪.

Part selanjutnya kaya'nya bakal lebih lama deh, mungkin setelah UNBK baru up lagi. Sabar ya readers😘.

Sampai ketemu di part selanjutnya readers, sayang kalian semuaa😘

Continue Reading

You'll Also Like

1.7K 488 19
"Kiooo lemparrr!!!!" "Siap Kiaaa!! Hyaakkk tangkappp!!!!" BUKKK! Mami Darra pun seketika berwajah merah padam saking kesalnya. Anak twins-nya itu kea...
2.3M 264K 54
Alvan dan Alvin, mereka kembar. Namun, mereka tidak diperlakukan secara adil. Ayahnya hanya mementingkan Alvan, Alvan, dan Alvan. Ayahnya juga selal...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.2M 118K 60
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
42.9K 4.5K 54
aku tidak mengisahkan banyaknya kisah cinta yang bertebaran di kalangan remaja saat ini, tidak. Ini tentang masalah bagaimana menerima diri sendiri...