Nyctophobia

indiegorose द्वारा

1.7K 199 56

Hanya ada satu hal 'wajib' yang perlu kau lakukan ketika berkunjung ke uchiha asylum. Itu pun jika kau ingin... अधिक

meet her
something odd

welcome to the madness

787 74 17
indiegorose द्वारा

"Kau tahu pasien nomor 2327?"
Suster dengan pakian yang terlampau ketat itu membuka suara. Kembali teringat dengan topik yag telah ia rencanakan untuk didiskusikan.
.
.
.
.
.
.
.
.

'Hah...hah...tolong!...Nyalakan!!'
.
.
.
.
.
.
.
.
"Maksudmu gadis gila yang sering berteriak agar lampu selalu dinyalakan?"
Rekannya membalas. Topik yang diangkat tampaknya kurang menarik minatnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hiks...siapapun!! Nyalakan lampunya!!kumohon!!!NYALAKAN!"
.
.
.
.
.
.
.
.
"tepat sekali! Kau tahu, semalam, saat aku melewati ruangannya, aku mendengar ia berbicara sendiri"
Tubuhnya ia dekatkan, suaranya ia kecilkan agar tak satu pun yang dapat mendengar, tetapi keadaan yang terlampau sunyi membatalkan usahanya.
.
.
.
.
.
.
.
.
"PERGI!!!AKU TAK INGIN IKUT DENGANMU!!...SESEORANG NYALAKAN LAMPUNYAA!!!NYALAAKAAAN!!!"
.
.
.
.
.
.
.
.
"Apa yang ia bicarakan?"
Kali ini wanita itu tampak agak tertarik. Ia menghentika aktivitasnya sementara untuk mendengar penjelasan rekannya.

"Aku juga tidak terlalu mengerti. Sepertinya sesuatu tentang menjemput. entahlah, suaranya didominasi dengan tangisan dan teriakan yang terdengar menyakitkan ditenggorokannya. Aku jadi takut"
.
.
.
.
.
.
.
.
BRUK

"T-TIDAK! MENJAUH!! MENJAUH!Hiks...Kumohon biarkan aku hidup....aku tak bersama denganmu lagi!!"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Heh, itu hanyalah ocehan dari orang yang telah kehilangan kewarasannya. Bagaimana mungkin kau bisa terpengaruh?"

"Eh, Kau benar juga. Ahaha, kurasa aku mulai kehilangan kewarasanku karena terlalu sering bergaul dengan orang berpenyakit jiwa"

"Yasudah, ayo pulang. Aku tidak ingin sampai terlalu larut"
Tasnya ia kancing, bersiap untuk meninggalkan rumah sakit jiwa yang telah kehilangan kesibukannya. Kakinya telah membuat satu langkah besar, ia berdiri sejajar dengan rekannya namun dalam arah yang berbeda, menunggu sangk rekan untuk berjalan berdampingan.

Tuk

Tuk

Tuk

Tuk

Tubuh wanita itu menegang, suara heels dari belakang yang beradu dengan lantai keramik rumah sakit seolah olah mengancam jiwanya. Sedetik kemudian 'nutcracker'  dari Pyotr Ilyich Tchaikovsky mengisi kesunyian dengan nadanya yang misterius. Wanita itu mencoba untuk tak menghiraukan semua hal yang tak mungkin sebuah kebetulan semata,  meskipun nalurinya sebagai manusia berkata lain. Ia memaksa kakinya yang mulai terasa berat untuk kembali melangkah, namun  Gerakannya kembali terhenti ketika mendapati wajah sang rekan yang mendadak berubah pucat. Matanya terbelalak, bibir dan tubuhnya bergetar hebat. Seperti hendak mengatakan sesuatu namun tertahan di tenggorokannya. Bibirnya terus mencoba merangkai kata, namun tak sepatah pun yang berhasip keluar.

"Hei! Ayolah, kenapa diam saja, apa apaan wajah ketakutan mu itu?"

"...."

"H-hei! Jangan membuatku takut! Apa yang kau lihat!?"
Ketakutan wanita itu semakin menjadi wajah ketakutan itu terlihat serius. kinerja jantungnya tak lagi normal, aura ruangan itu terasa semakin gelap dan mencekam.

Rekannya masih membisu, bahkan kini air mata jatuh dari pelupuk matanya dan ia masih tidak mengerti apa yang terjadi. Namun ia tahu, ada sesuatu. Sesuatu yang sering diracaukan oleh para pasien yang hanya dianggap ocehan gila. Sesuatu dibelakangnya yang mengakibatkan semua keganjilan ini, berdiri disana dengan kejutan yang telah ia siapkan dibalik punggunnya. Ia merasakannya, namun tidak punya cukup keberanian untuk berbalik.

Kesunyian yang mencekam tercipta begitu saja. Mereka hanya bisa mendengar suara detak jantung mereka masing masing. Wanita yang sampai kini belum tahu jelas apa yang ada dibelakangnya diam sepenuhnya. Namun ia punya satu keyakinan, jangan pernah berbalik, atau semuanya akan berakhir.

Tuk

Tuk

Tuk

Tuk

Tuk
Tuk
tuk

Suara langkah kaki kembali terdengar mendekat. Temponya yang sebelumnya lambat dan konstan kini semakin cepat, sesuatu itu seperti hendak melancarkan serangan. Disaat yang sama musik yang mengiringinya semakin keras dan cepat, sumber penerangan diruangan itu ikut melemah, cahayanya hanya remang remang dan sesekali mati, seolah olah semua hal itu menunjukkan bahwa puncak ketegangan dari kengerian ini baru saja dimulai.

keganjilan itu membuat jiwa kedua wanita disana semakin panik. Hal itu mematahkan kepercayaan sang wanita sebelumnya. Tangannya mulai bergetar, keringat sebesar biji jagung tercipta dari pori porinya dengan  Suara yqng tercekat ditenggorokan, Ia membeku disaat saat seperti ini.

Rekannya yang sedari tadi membisu mulai mengangkat tangannya dengan gerakan kaku, masih dengan wajah takutnya. menunjuk sesuatu yang sedang  berlari kearah mereka disertai dengan teriakan nyaring yang telah ia tahan. Dan itu kesalahan terbesar dalam hidupnya.

"KYAAAAAAAAAA"

Tuk
Tuk
Tuk
Tuk

Crasssssssssshh

Bruk

Dia ambruk, satu tusuka telah berhasil membuatnya menggelupur dilantai dengan memegangi jantungnya, 'nutcracker' masih mengalun dengan tempo cepat dan intonasi yang semakin kuat. Rekannya masih berdiri ditempat, menonton dengan mata terbelalak dan wajah tak percaya, kakinya melemas, rasa takut mengambil alih sepenuhnya, darah wanita itu terciprat dan mengenai wajahnya. Semuanya terlalu cepat, terlalu cepat hingga ia tidak menyadari sesuatu itu telah berdiri dibelakangnya. Bersiap dengan pisau yang ia sembunyikan dibelakang punggungnya beserta dengan senyum lebar yang hampir mencapai telinga.

Wanita itu hanya bisa membeku. Kali ini raut wajanya sama persis dengan rekannya dengan nafas yang tertahan. Entah mengapa, ia masih percaya bahwa jika ia berbalik maka ia akan bernasib sama seperti rekannya. Mati dengan wajah ketakutan ditangan sesuatu dibelakangnya.

"K-k-ku mohon...."
Ia menciptakan suara, merasa sedikit lega karena pisau itu belum menembus punggungnya karena suara yang ia buat. Ia menelan ludah dengan paksa.

"B-b-biarkan....a-aku h-h-hidup...hiks"

Ada jeda panjang yang membuat kesunyian kembali mengambil alih, hingga tangan dilapisi sarung tangan itu terangkan dengan pisau ditangannya, sang wanita menutup matanya, bersiap dengan hal yang akan terjadi selanjutnya. sesuatu itu tak lagi menyembunyikan pisau penuh darahnya dibalik punggung. Tapi kali ini mengancamnya, siap menancap di atas kepala sang wanita untuk menyentuh otaknya sebelum ia menjawab dengan suaranya yang  tercekik.

"Silahkan..."

Matanya membelalak, tubuhnya lemas karena ketakutan luarbiasa yang sempat singgah berubah menjadi keterkejutan. tidak percaya dengan jawaban sesuatu dibelakangnya. Namun ia tak ingin larut dalam ketidakpercayaannya hingga sesuatu itu berubah pikiran untuk meneruskan pisau yang berada 5 senti diatas kepalanya.

"T-terimakasih...."
Katanya. Ragu.

Dengan kaki gemetar ia membuat satu langkah tak pasti. Ia tak ingin berlari, lebih tepatnya tak sanggup. Sesuatu itu masih dibelakangnya bersama dengan rekannya yang terbunuh. Apapun yang terjadi jangan pernah berbalik, itu keyakinan yang masih ia pegang saat ini. Pintu keluar ada di depan  mata, Namun entah bagaimana ia merasa semakin dekat ia dengan pintu itu, semakin dekat ia dengan kematian.

"T-t-to...long...uhuk.."

"Huh?"

Tuk
Tuk
Tuk
Tuk

Crasssssssssshh

Bruk

"Kesalahan besar"

wanita itu berbalik karena mendengar suara rekannya yang meminta pertolongannya. Dan berakhir  ambruk beberapa meter karena dorongan hebat dari si pebunuh. Mati dengan satu tusukan tepat dijantung bersama dengan rekannya.

Sesuatu yang telah melumuri tangannya dengan cairan merah itu tersenyum. Bau Amis darah dan karat kini mendominasi ruangan dan menjadi kesukaannya. Dua wanita dengan lubang di jantungnya tak lagi menghembuskan nafas. Mata mereka terbalik dengan wajah takut. Darah bercampur di lantai putih. Menodai gaun putih si pelaku, menjadi corak baru dikain putihnya menggantikan corak sebelumnya yang telah mengering dan berubah cokelat. Pisau kesayangannya ia kecup, merasa bangga akan hasil kerjanya. Setelah itu kakinya ia seret, berjalan menuju ke kegelapan tanpa akhir diiringi nutcrakcker beretempo lambat yang membawa teror bagi seluruh pasien.

.
.
.
.
.
.

.
.
.
.

Nyctophobia
.
.
By:
Coco-nut27
.
.
Sasuhina fanfiction
Horror, thriller maybe
.
.
Story ori punya coco, jika ada kesamaan cerita atau alur, asli coco nggak sengaja
.
.
.
.
Jika kalian tidak suka dengan alur, cerita, ataupun pairingnya, silahkan klik tombol back. This story is dedicated for sasuhina
.
.
Happy reading
.
.
.
.
.
.
Song fic: nutcracker-dance of the sugar plum fairy by Pyotr Ilyich Tchaikovsky
(di mulmed yaa☝)
.
.
-

turn the lights on, and the safeness will be yours-
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Kau tidak pulang?"

"Tidak, aku dan ino mendapat shift malam. Sial sekali!"

"Oh, baiklah. Aku deluan ya, hati hati jika kau mendengar suara heels, itu tandanya hantu cantik bergaun putih yang sering dikatakan para pasien ada dibelakangmu, hehe..."

"Huh, itu tidak lucu! Kau percaya sekali dengan omongan para orang gila disini!"

"Ahaha, aku masih cukup waras untuk percaya dengan perkataan mereka, baiklah. sampai jumpa besok!"

"Hati hati dijalan!"

Pria dengan tas berat itu pergi. Kepergiannya dan selesainya percakapan mereka mengembalikan kesunyian yang tak biasa. Sakura namanya, mulai merasa tidak nyaman, bukan karena gangguan makhluk berbeda dimensi yang disebut hantu. Ia lebih takut dengan para psikopat yang membunuh tanpa emosi dari pada sesosok makhluk astral. Ini asylum, gudang para orang sakit jiwa yang tak lagi dapat merasakan apapun, apapun bisa terjadi disini, itu menurutnya.

Wanita keturunan haruno itu menatap jam dinding, mencoba mencari pengalihan dari rasa takutnya.

01:30

Pantas saja, hanya ada segelintir perawat yang mendapat kesialan shift malam. Para psikolog telah hangat diranjang mereka masing masing. sama halnya dengan para pasien. Tak ada yang perlu kau khawatiran sakura, hiburnya dalam hati.

wanita keturunan haruno yang baru memulai karirnya 4 bulan belakangan berdiri dari sofa hangat itu. Ia menatap sekelilingnya, Sofa putih, jam dinding, meja resepsionis dan tumbuhan imitasi disetiap pojok ruangan. Desain klasik yang terlalu umum disetiap rumah sakit apapun.

Sejujurnya ia tak pernah tertarik dalam menangani pasien penyakit jiwa. Cita citanya sejak kecil memanglah bekerja di rumah sakit, tetapi bukan rumah sakit jiwa. Satu satunya alasan ia mengambil mata kuliah psikologi agar dapat diterima kerja oleh rumah sakit elit ini. Tujuan utamanya adalah karena pria impiannya yang mana merupakan anak dari pemilik RSJ ini. Namun berkerja saat kau tak mencintai pekerjaanmu tak semudah yang ia bayangkan. Kekecewaan menamparnya saat tahu bahwa pria itu tak ikut andil dalam mengolah bisnis keluarga. Ingin resign, tetapi Mau bagaimana lagi, tidak ada jaminan ia akan segera mendapat pekerjaan saat ia mengundurkan diri dari RSJ ini.

Tuk

Tuk

Tuk

Tuk

Sakura membeku, suara heels itu terdengar nyaring ditelinga. Disaat bersamaan Smartphonenya menyala, memutar Nutcracker sebagai sinyal bahaya. Perasaan takut yang hebat kembali mengisi relung jiwanya, Perkataan perawat laki laki tadi kembali berputar di otaknya.

'hati hati jika kau mendengar suara heels, itu tandanya hantu cantik bergaun putih yang sering dikatakan para pasien ada dibelakangmu'

Suara itu semakin nyaring terdengar, menandakan bahwa ia semakin dekat. Aura diruangan semakin mencekam, nafasnya terecekat. Ia ingin berlari dan berteriak, menjauh dari Uchiha Asylum ini. Namun seperti kejadian sebelumnya, tak ada yang bisa ia perbuat. Ia membeku.

"T-t-tolong...j-jangan-"
Ia memmilih untuk menutup  rapat matanya, suaranya ia paksa untuk keluar, irama jantungnya tak lagi normal seiring dengan nutcracker yang semakin cepat. Suara heels itu semakin dekat, bisa diperkirakan sesuatu itu hanya berada beberapa langkah dibelakngnya. Hingga suara heels itu berhenti, ia tahu bahwa ini hari terakhirnya sebelum-

"Hei!"

"Kyaaaaa!!!"

Satu tepukan dipundaknya berhasil membuat ia melompat karena terkejut. Dengan cepat ia berbalik, lalu berubah marah ketika mendapati rekan kerjanya berdiri dengan dua cup kopi ditangan tanpa adanya wajah bersalah.

"INOOO! KAU HAMPIR MEMBUATKU MATI KONYOL KARENA TERKEJUT, BAKA! JANGTUNGKU HAMPIR SAJA COPOT!!!"

Wanita berambut pendek itu berteriak, suara nyaring memekakan telinga miliknya berhasil mengoyak kesunyian di uchiha asylum. Ino, nama sang rekan menutup telingnya setelah meletakkan kopi di meja terdekat. Ikut marah karena kemarahan sakura yang menurutnya tak bersalasan.

"Hei, kau berlebihan! aku hanya menepuk pundakmu, baka! Kau saja yang dari tadi melamun. Lagipula apa yang kau pikirkan sehingga tubuhmu bergetar seperti tadi?"

"Haaah.. aku...."
Sakura tak melanjutkan kalimatnya, ia menghempaskan tubuhnya ke sofa yang sebelumnya ia duduki, merileksan tubuhnya yang tegang. Dalam hati ia merutuki dirinya, Merasa bodoh karena ketakutan luar biasa yang sempat menghampirinya hanya karena perkataan rekannya tadi.

"Hm?"

"Tck, tidak, hanya ketakutan tak beralasan. Kemarikan kopiku!"

"Huh, bayar dulu nona haruno, sekalian uang ongkirnya"

"Terserahmulah"

Si pirang tersenyum ketika beberapa lembar yen mengisi tangan kosongnya. Ia ikut duduk disamping mantan teman satu fakultasnya. Menyeruput kopi susu dengan tambahan krim itu perlahan. Sakura disampingnya hanya menatap minuman berkafein itu. Pikirannya kembali melayang, Entah mengapa ia masih tidak percaya bahwa yang tadi adalah ino. Suasana mencekam yang ia rasakan tadi benar benar berbeda.

"Oh ya, sejak kapan kau punya musik menyeramkan itu?"
Ino membuka topik, merasa tak nyaman dengan kebisuan temannya yang mendadak.

"Huh? Maksudmu?"

"Tck, yang tadi, yang baru saja kau putar saat aku datang"

"Entahlah, seingatku aku tak pernah punya lagu itu, aku juga tidak memutarnya"
Sakura mengambil smarthphonenya, mengecek playlist lagu, namun tak menemukan satu pun musik yang serupa. Ini aneh, pikirnya.

"aku memang pernah mendengar musik itu sebelumnya, tapi saat bermain piano tiles, kalau tidak salah judulnya dance of the sugar plum fairy"

Kebisuan dari sahabatnya kembali menjadi respon yang membuat ino kesal. tidak biasanya sahabat cerewetnya itu diam seperti ini. Ino memutar otak, mencoba mencari topik yang akan membuatnya heboh.

"Kau tahu tentang pembunuhan di RSJ ini semalam? Dua perawat senior kita, mei-san dan rin-san?"

"Huh? Lagi? Kenapa tidak ada yang membicarakannya? Kenapa tidak heboh?"

Gotcha! Akhirnya ia merespon.

"Entahlah, katanya uchiha-sama menyogok para wartawan untuk menyembunyikannya dari publik. Mungkin takut citra rumah sakit jiwa ini buruk. Yang pertama menemukan mayatnya adalah kin-chan. Saat itu ia datang lebih awal dari yang lain dengan alasan jam tangannya tertinggal di pantri. Ia tak ingin ada orang lain yang menemukannya dan mengambilnya. Ketika pertama kali ia membuka pintu utama, ia langsung berteriak saat melihat dua tubuh mati yang tergenang darah. Ia bilang kedua mayat itu mati dengan bekas tusukan dijantung, kulit mereka pucat kehabisan darah. Yang membuat heran adalah, wajah mereka yang penuh ketakuta dengan mata terbalik. Hii....membayangkannya saja sudah membuatku merinding."
Wanita yamanaka itu mengakhir penjelasan panjangnya sekaligus mengakhiri kopinya. Sakura disampingnya, kopinya tak tersentuh sedikit pun, pikirannya melayang dengan kejadian mengerikan belakangan ini. Ini kasus ke 3 kali dalam minggu ini, dan pelaku pembunuhannya seolah tak terbaca.

"Bagaimana dengan pelakunya? Apakah polisi sudah menyelidiki?"

"Entahlah, tapi dari yang ku dengar polisi mendatangi rumah kin-san untuk meminta penjelasan. Mereka curiga bahwa wanita itu pelakunya. Aneh saja, awalnya ia berkata jam tangannya lah yang tertinggal, namun kini ia mengaku handphone nya lah yang tertinggal. Ketidak konsistenannya melibatkan ia dalam masalah yang lebih runyam, sial sekali dia"

"Apakah menurutmu itu memang dia?"

"Tidak, aku yakin itu. Dengar ya, apakah kau bertanya tanya kenapa para polisi tak memeriksa cctv saja? Satu jawabannya, karena dengan misterius cctv di seluruh ruangan berubah kabur, seperti terkena pengaru gelombang elektromagnetik atau apalah itu dalam kwantitas besar dan cepat. Jika kin pelakunya, mana mungkin ia tak terekam cctv, sedangkan sebelum pembunuhan itu berlangsung, cctv masih berfungsi normal. Dan jika pun ia melewati pintu lain, itu juga tak masuk akal mengingat seluruh pintu dan jedela di kunci dengan rantai dan gembok dan tidak ada tanda tanda kunciannya dibuka paksa. Lagipula fisika kin saat SMA itu jelek sekali, ia tak akan mengerti dengan gelombang dan getaran"

"jadi maksudmu pelakunya....hantu?"

"Emmmm, entahlah, mungkin saja kan?"

"Haaah, teorimu tak bisa ku percay-"

"KYAAAAAAAAAAAAA!!!"

"Huh? Apa itu!?"
Kedua wanita itu refleks berdiri, mata mereka menatap kearah koridor panjang yang gelap tanpa adanya penerangan. Teriakan itu terdengar lagi, kali ini disertai isakan kecil. Ino dan sakura saling menatap sebelum mumutuskan untuk mencari tahu apa yang terjadi. Mereka berlari kearah koridor gelap itu, menggunakan senter dari hp masing masing sebagai penuntun jalan, sebisa mungkin tidak membangunkan para pasien. Suara tangisan itu semakin jelas terdengar, Hingga kaki mereka sampai kepada sebuah pintu bernomorkan 2327, suara isakan itu kembali berubah menjadi teriakan yang menyuarakan penolakan, membuat mereka semakin yakin ruangan itulah yang menjadi sumbernya. Meski ragu Ino memutuskan untuk mengintip kedalam, namun tak dapat melihat apapun karena kegelapan. Sakura berdiri dibelakangnya, melakukan inisiatif untuk menekan saklar lampu ruangan itu dan dengan ajaib Suara isakan dan teriakan itu berhenti, ino kembali mengintip kedalam. Yang pertama ditangkap oleh matanya adalah seorang pasien, wanita, dengan mata sembam dan rambut indigo yang acak acakan sedang menatap bingung dan heran kesekelilingnya.

"Apakah menurutmu kita perlu masuk?"
Sakura mengangguk, lagipula ia perawat, sudah seharusnya mereka menenangkan pasien mereka. Wanita itu juga terlihat kacau karena suatu hal.

Cklek

"Um..permisi, kau butuh bantuan?"

Kedua wanita berpakaian putih itu memasuki ruangan. Sang pasien menatap kearah mereka dengan pandangan bingung. Ia beringsut mundur ketika dua sahabat itu mendekat.

"Kami perawat, jangan takut, boleh kami bertanya kenapa kau berteriak dan menangis?"

Wanita itu diam, perkataan ino agaknya mampu membuat ia sedikit tenang. ia menunduk, tak berani menatap para perawat didepannya. selama ini para perawat memperlakukannya dengan buruk, hal itu menghilangkan rasa percayanya terhadap kebaikan seorang tenaga medis.
"A-a-apakah kalian, yang menyalakan lampunya?"
Ia Lebih memilih bertanya dengan suaranya yang lembut dan tertata.

"Engg...ya, kami menyalakannya untuk melihat apa yang terjadi"

Ia segera mendongkak, perlahan senyumnya terbit disertai dengan air mata yang meleleh. Ia mendekat lalu menggenggam tangan ino dan sakura. Menatap mereka dengan tatapan yang begitu tulus.

"Terimakasi....terimakasih...terimakasih..hiks..kalian..menyelamatkanku...terimakasih"

Kedua wanita itu terkejut, tidak menyangka hal sederhana yang mereka lakukan mampu membuat wanita ini merasa terselamatkan. Ino membungkuk , meletakkan telapak tangangannya diatas rambut si pasien. Agak terkejut ketika merasakan kehalusan rambutnya.

"Hei...tenanglah, oke? Apa yang kamu takutkan? Ingin berbagi cerita?"

"Apa kau akan percaya?" Itu pertanyaan yang selalu diutarakan olehnya ketika ada seseorang yang meminta untuk berbagi cerita dengannya.

"Tentu saja"

"D-dia...sesuatu...sesuatu yang akan muncul saat kegelapan melingkupiku dan mengatakan ingin menjemputku...hiks...aku tak sanggup...tolong aku..kumohon..."

Wanita itu kembali menangis, tangannya sibuk mnghapus air mata dari pipinya. Sakura dan ino tak terlalu mengerti dengan apa yang dikatakan olehnya, namun karena mereka tahu bahwa wanita itu adalah salah satu pasien, mereka lebih memilih maklum karena menganggap hal itu hanya iamjinasinya.

"Tidak apa apa, sekarang kau aman em..., siapa namamu?"

Tangisannya telah berhenti sepenuhnya, ia kembali menatap kedua perawat didepannya dengan mata polosnya. Terlihat agak ragu untuk mengungkap identitasnya.

"Hinata..."

"Hinata...apa?"

"Um, hanya hinata."

Sakura dan ino saling menatap
"O-oh, namamu hinata. Nah, hinata-chan sekarang, aku ingin kau minum segelas air, lalu pikirkan hal yang menyenagkan seperti.."

"U-um..Cahaya?"

"Ya! Cahaya, itu dia! Sepertinya kau sangat menyukai cahaya ya? Nah pikirkan kau tengah disinari cahaya matahari pagi dan bermain dengan beberapa anjing-"

"Ano...aku takut anjing"

"A...baiklah, jika seperti itu bermain bersama beberapa kucing dan kupu kupu. Dengan begitu kau akan mendapat mimpi terindaah dalam hidupmu, oke?"

Gadis itu mengangguk, ia tersenyum canggung, kecewa karena kedua wanita didepannya tampak tidak percaya dan mengerti dengan ketakutannya.

"Nah, kalau begitu, boleh kami pergi?"

Hinata kembali mengangguk, ragu. Namun kedua perawat itu tidak cukup peka untuk mengetahui keraguannya. Maka dengan itu mereka pergi, mengucapkan selamat malam,  mengunci pintu dan bersiap mematikan lampu.

"Jangan!!! Kumoho...tolong biarkan lampunya menyala, aku tak ingin bertemu dengan sesuatu itu lagi...."

"Aaa...soal itu"

"Kumohon...hiks...aku tak ingin bertemu dengannya lagi.......hanya untuk kali ini..."

"Bagaimana menurutmu sakura?"
Ino melirik kesampingnya, meminta keputusan dari nona haruno. Sakura agak ragu, namun ketika melihat wajah memohon wanita itu ia merasa tak tega untuk menolak permohonannya.

"Engg...aku....turuti saja ino, ia terlihat sangat takut. Tidak ada salahnya kan? Lagipula uchiha-sama tidak akan tahu"

"Baiklah..nah, hinata chan, kami akan membiarkan lampu ini menyala dengan syarat kau mau berjanji pada kami untuk tidur dengan tenang malam ini"

"A-aku berjanji!"
Ia mengangkat jari kelingkingnya, wajahnya terlihat serius. Kemudian ia naik ke tempat tidur, membenahi bantal dan masuk kedalam selimut hangatnya. Selimut itu menenggelamkan tubuh mungilnya hingga mencapai hidung, matanya ia pejamkan, namun semua tahu bahwa ia belum benar benar tertidur. Ino dan sakura tertawa kecil.

"Bagus. Kami pergi ya, selamat malam"

Mereka pergi, meninggalkan ruangan itu tanpa mematikan lampu sesuai perjanjian dan kembali menyalakan senter untuk menuntun mereka ke lobi utama. Selama perjalanan tak ada percakapan, Hingga sakura membuka suara.

"Heh, kau terlihat profesional tadi"

"Ehe..tentu saja! Aku bekerja disini lebih lama darimu"
Ino tersenyum bangga, dan sakura menyesal telah mengatakan hal barusan.

"Hanya berbeda dua bulan, apa yang bisa dibanggakan"wanita itu mencibir.

"Tetap saja aku bekerja lebih lama disini"

"Tapi..apakah menurutmu em..hinata benar benar sakit jiwa?"

Ino berhenti, ia kemudian menatap sakura. Menyorotnya dengan lampu senter yang membuat mata wanita pink itu menyipit dan menggeram.

"Kenapa kau bertanya begitu?"

"Ya...kau tahu, ia tidak terlihat seperti itu. Wajah polosnya tidak menunjukkan hal itu. Satu satunya hal yang aneh darinya hanya ketakutan berlebihan terhadap kegelapan. Itu hanya phobia, semua orang punya ketakutan walau sebagian dari kita tidak menunjukkannya. hanya dengan terapi rutin penyakitnya itu akan sembuh. kenapa ia harus menetap dirumah sakit jiwa? Lagipula orang gila tak akan bersikap sepertinya, mereka akan cenderung diam saat diajak berinteraksi dan sering menatap keatas ataupun tertawa sendiri. Dan lagi, Wajah dan mata hinata juga  menunjukkan banyak emosi, kau juga tahu orang yang memiliki penyakit jiwa sangat jarang menunjukkan emosinya dan matanya kosong"
Penjelasan panjangnya cukup membuat ino berpikiran hal yang sama, wanita itu mematikan senternya ketika mereka telah keluar dari koridor gelap itu. Sakura masih menunggu peesetujuan verbal dari sahabatnya.

"Yaah...kau benar sih, tapi tak ada yang bisa kita lakukan. Bukannya menuduh, tapi mungkin saja keluarganya juga tidak menginginkannya, jika tidak pasti mereka tidak akan menitipkannya disini. Dan lagi kau dengar kan, ia hanya menyebut namanya, tidak nama keluarganya"

"Kasihan sekali"

"Oh, kau masih punya kopi tadi kan? Sini untukku saja"

"Eeeh, enak saja! aku yang membayarnya sekaligus ongkirnya, kau yang menikmatinya!"

"Hei, aku yang membelinya di  tengah malam seperti ini, bahkan aku hampir saja diculik oleh the head singing slicer atau apaah itu yang ada di spongebob"

"Enak saja! Pakai uangku tahu!"

Sakura menjauh, meninggalkan ino yang masih bersikeras meminta minuman berkafein itu, larut dalam candaan persahabatan di tengah malam, hingga Tak satu pun yang sadar bahwa ada yang mngawasi mereka. Disana, Di pojok ruangan tergelap, sesuatu yang mengakibatkan mimpi buruk berkepanjangan ini terjadi. Mereka hanya tidak tahu keputusan untuk membiarkan lampu kamar seorang gadis menyala telah menyelamatkan jiwa mereka. Namun tidak untuk selamanya.

"Kesalahan besar"

Tbc

Apa ini? Horror? Huaaah, jangan demo saya karena fic retjeh satu ini, cerita yang digantungin bejibun tapi udah bikin yang baru😖. Seumpama kayak gebetan yang udah ngegantungin harapan tapi udah deketin yang baru🙊

Entah kesambet apa pengen bikin yang horror horror psycho gitu. bahkan sempet ngetik tengah malan supaya feelnya dapet, tapi alakadarlah jadinya.

Nyahaha....don porget ya gesss
.
.
.
vote and comment pleaaaase😌

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

Choose Family Lily द्वारा

फैनफिक्शन

1M 86.6K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
338K 28.1K 39
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
61.2K 4.5K 29
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
AMETHYST BOY AANS द्वारा

फैनफिक्शन

491K 49.3K 38
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...