Dunia Kepenulisan I (The Writ...

Autorstwa Ariestanabirah

1.7K 205 0

Sraylira Melati, adalah calon penulis novel yang menyukai genre misteri. Suatu hari ia bertemu dengan Dilly P... Więcej

Chapter I.A
Chapter I.B
Chapter II.A
Chapter II.B
Chapter III.A
Chapter III.B
Chapter IV.A
Chapter IV.B
Chapter V.A
Chapter V.B
Chapter VI.A
Chapter VI.B
Chapter VII.A
Chapter VII.B
Chapter VIII.A
Chapter VIII.B
Chapter IX.A
Chapter IX.B
Chapter X.A
Chapter X.B
Chapter XI.A
Chapter XI.B
Chapter XII.A
Chapter XIII.A
Chapter XIII.B
Spesial I: Erika
Spesial II: Blueray

Chapter XII.B

31 6 0
Autorstwa Ariestanabirah

-Dilly Prawira-

"Apa kau tahu cara membuat cerita yang baik?"

"Ya. Karakter yang kuat, plot yang teratur dan memiliki klimaks..."

"Plot yang teratur?"

"Apa aku salah?"

"Kata-katamu dan tulisan yang ada di naskah-naskahmu sama sekali tidak sejalan." Aku meletakkan naskah-naskah film dan sinetron yang dibawakan oleh Shera ke meja. Shera memasang tampang manyun melihat reaksiku.

"Aku tak habis pikir ada penulis naskah yang 'buruk' sepertimu. Apa kau hanya berorientasi uang dalam menulis naskah?" Shera diam dan memegang cangkir kopi susu yang kuhidangkan ketika ia datang kemari. Sebenarnya aku malas sekali berurusan dengan nona yang setali tiga uang dengan Erika, tapi... Erika mengancam memotong gajiku jika aku tak membantu Shera. Sial!

Shera meneguk kopi susu dengan gaya putri bangsawan, dia menatapku sendu dan menyunggingkan senyum terpaksa. "Sebenarnya aku tak mau menjadi penulis naskah yang dijuluki penulis orientasi uang. Tapi, produser PH tempatku bernaung selalu memaksa. Dan satu-satunya yang bisa kulakukan untuk menyambung hidup adalah menulis naskah."

"Begitu. Kemudian idealismu hilang karena uang?"

"Bisa kau sebut begitu. Setiap kali aku ingin mengakhiri cerita dengan caraku sendiri, aku pasti disuruh memperpanjang dan memperpanjang lagi. Kemudian nilai naskah per episode dinaikkan, hal itu membuatku tergiur dan akhirnya aku menjual idealisku..."

Oke, jadi beginilah yang terjadi di balik layar sebuah sinetron berkepanjangan yang membahas sampai tujuh turunan.

"Naskah film juga begitu, kah? Apakah bayaran naskahmu semakin tinggi selama ada adegan begitu begitu?"

Shera menggangguk sedih. "Aku menulis naskah film 17+ jadi wajar jika ada yang begitu begitu."

"Kemudian, mengapa kau datang ke sini? Mau aku jadi ghost writer-mu?"

"Ya! Aku membaca karya-karyamu terdahulu dan kupikir caramu menulis sangat indah. Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu menulis untukku?"

Benar-benar deh. Caranya memaksakan kehendak sama seperti Erika. Dan aku benci hal itu.

Aku harus menemukan sesuatu untuk menjegal langkahnya. Ya, sesuatu. "Untuk menulis suatu novel. Salah satu komponen pentingnya adalah plot atau kerangka cerita. Aku ingin kau menulis outline -kerangka dari awal hingga akhir. Per bab. Jika kerangkamu bagus dan berbobot, aku akan memikirkan tawaranmu."

"Berapa bab?"

"Tergantung. Yang jelas tiap bab memiliki tujuannya sendiri-sendiri. Tiap karakter juga harus bersinkronisasi dengan cerita. Aku tak terima revisi jadi pastikan aku langsung meng-acc ketika kau menyerahkan kerangka padaku. Besok."

Apa kau mendengar suara petir di siang hari bolong ini? Untuk telinga normal sih tidak, tapi tidak dengan Shera. Wajahnya terlihat pucat seperti habis mendengar petir yang sangat besar hingga memekakkan telinga.

"Sampai jumpa besok," aku berdiri dan membungkukkan badan sebentar sebelum pergi meninggalkan ruang temu editor dan penulis. Apa aku sudah cukup keren dalam menjegalnya? Aku harap iya.

****

Ini pertama kali aku melihat gadis kecil itu senyum-senyum saat melihat layar handphone. Persis seperti seorang gadis yang mendapat pesan dari gebetan atau kekasih. Dan itu, benar-benar membuatku sakit perut. Rasanya lambung diaduk-aduk dengan putaran 360 derajat per detik.

"Apa kau sedang PDKT dengan seseorang?" Dengan sigap aku mengambil handphone flip flop yang berada di tangan Sraylira, segera kuambil tempat duduk di hadapannya dan kemudian tenggelam dalam tulisan-tulisan yang berbaris di layar handphone. Sesekali aku melirik Sraylira dengan sebal, saat ini wajah Sraylira tampak muram, mungkin dia kesal karena aku mengganggu pedekatenya dengan Dyan. Cih, aku benci mengatakan hal itu.

Aku menyodorkan handphone kepada Sraylira dan menatapnya tajam, "Kok kau membalas pesan-pesan Dyan dengan kalimat panjang sementara aku hanya kata-kata abstrak?"

Sraylira membuang mukanya dan menjawab, "Dyan enak diajak ngobrol. Nyambung. Pas."

Dan kalimat barusan serasa seperti jutaan panah menembus kulit-kulitku. Aku mendekatkan wajah dan memandangi Sraylira. Muka manis yang ditutupi oleh sikap jutek itu membuatku ingin membawanya pulang dan kusimpan di rumah, tak akan kutunjukkan pada siapa pun dan tak kubiarkan orang lain melihatnya. "Kau suka padanya?" Oke, satu pertanyaan bodoh terucap begitu saja dari bibirku dan aku menyesalinya. Jika ia menjawab iya, aku mungkin ditembak mati.

"Ya."

Tuh kan! Ini gara-gara pertanyaan bodohku! Sraylira menatapku lurus saat mengatakan ya. Tuhan, mengapa kau biarkan aku bertanya? Dan sekarang jawaban Sraylira membunuhku!. "Oh begitu. Baguslah, dia juga suka padamu." Dan jawabanku telah menjadi senjata makan tuan!, membuat situasiku semakin memburuk, aku bersiap patah hati?. Harus.

"Oh."

Sial! Aku mengepalkan tangan dan melepaskan sebuah tinju di meja kerja Sraylira dan Blueray, Blueray melirikku, tapi dia tak peduli dan meneruskan pekerjaannya. Sementara Sraylira menutup naskah yang ia pegang dan bangkit dari kursinya. Dengan wajah datar dan mata yang mencekam dia berbisik, "Kekanak-kanakan." Lalu dengan anggun dia meninggalkanku.

****

"Aku bertengkar dengan Sraylira."

Cherry hanya mengangguk sambil meneruskan makan siangnya. Siang ini ia membawa nasi dan rendang, keluarganya dari Padang datang dan membawakannya oleh-oleh asli Padang tersebut. Cherry terlihat sangat nikmat menyantapnya, dia pasti hanya asal respons saja dengan ceritaku barusan. "Apa yang harus aku lakukan? Aku tak pernah bertengkar –kecuali dengan Kakakku-, jadi aku tak tahu bagaimana cara berbaikan," lanjutku. Cherry hanya mengangguk-angguk dan mengambil air putih.

"Makanlah dulu, setelah itu pikiran akan terbuka dan kau bisa berpikir lebih jernih," seru Cherry sambil menyodorkan rendang yang masih tersisa dua potong. "Aku kehilangan nafsu makan."

"Ceile, baru bertengkar saja hilang nafsu makan, kalau kalian menikah dan pisah ranjang, jangan-jangan nggak nafsu hidup." Cherry meledek.

"Mungkin."

Cherry dengan cepat menghabiskan sisa makanan, merapikan wadah dan mengelap mulutnya yang masih berbau rendang. "Oke, apa masalah kalian sehingga kalian bertengkar? Jujur saja, aku tak terbayang kalian bisa bertengkar. Sraylira orang yang terlihat tak mau terlibat masalah dengan orang lain dan kau tipe yang nyantai dan tak suka konflik. Apa gerangan pertengkaran kalian? Pasti hal sepele," tebak Cherry.

"Apanya yang sepele." Cherry sedikit bergidik melihat reaksiku.

"Dia bilang dia suka Dyan! Dan aku bilang baguslah, Dyan juga suka padanya. Terus, kalau mereka jadian dan menikah gimana?"

Cherry memberiku tepukan penyemangat di bahu, seolah ada aliran energi positif yang dibaginya kepadaku. "Dilly, patah hati itu pasti terjadi sebagaimana kematian. Ketika kau jatuh cinta, maka kau harus bersiap untuk patah hati."

"Kata-katamu sama sekali tak membuatku baik," seruku sebal.

Cherry tetap memegang bahuku dan terus berorasi sok bijak, "Suatu hari kau harus tersenyum dan mendoakan kebahagiaan gadis yang kau cintai. Ikhlaskan dia. Cukup cintai dia dalam doa."

"Apanya, aku tak bisa melakukan hal seperti itu. Aku harus mendapatkannya."

"Dilly. Cinta itu tanpa paksaan. Ingat, kebahagiaan dia adalah nomor satu di atas penderitaanmu yang juga nomor satu itu."

"Apa kau tak ada kata-kata yang memberiku motivasi dan kebahagiaan?"

Sebuah senyuman mengerling terlihat di bibir Cherry, "Kalau begitu nyatakan cintamu."

Sebuah ide gila! Mana mungkin tiba-tiba aku menyatakan cinta ketika aku dan Sraylira bertengkar! Dan, aku ingin itu terjadi secara natural dan romantis, di waktu yang tepat dan aku ingin langsung mengajaknya menikah segera setelah menyatakan perasaanku. Tunggu! Mengapa aku jadi membeberkan semua pemikiranku ke pembaca?!

Editor, tolong hapus bagian 'mengajaknya menikah'. Aku terlalu malu jika orang lain tahu hal itu!.

"Nyatakan cinta kemudian kalian berbaikan."

"Kalau dia membenciku? Menolakku mentah-mentah kemudian dia menjauhiku gimana?"

"Ya sudah. Dah dah bye bye."

"Apa tak ada cara lain?"

"Ya. Kalau begitu kau mendaftar sebagai panitia pernikahan Sraylira. Terus, bisa juga kau menyumbangkan lagu A Thousand Years di pernikahan Sraylira nanti."

"Mereka belum ke jenjang itu! Dan aku harap tidak akan pernah."

"Dilly, ternyata kau jahat hati."

"Baguslah kalau kau tahu."

"Oke. Gimana kalau mentraktirnya sesuatu? Menulis surat permintaan maaf, atau langsung saja minta maaf. Anak muda zaman sekarang susah amat, gitu aja kok repot."

"Memangnya kau sudah tua?. Kita kan sebaya –ah, kau lebih tua."

****

Tiga hari berlalu dan Sraylira mengacuhkanku, lebih dari biasanya. Biasanya dia memang tidak menegurku, tidak memanggil nama dan juga tidak berinteraksi apa pun duluan dan saat ini dia bahkan tidak berusaha untuk memperbaiki hubungan antara aku dan dia. Setiap siang, ketika sudah jadwalnya aku berkunjung ke ruang asisten editor, aku tak menemukan Sraylira. Dia sudah pulang. Gadis kecil itu benar-benar menjauhiku. Segitu marahnya, kah? Atau jangan-jangan hubungannya dengan Dyan sudah jauh? Sudah ke tahap selanjutnya, kah?

Dan aku mengusir dengan susah payah bayang-bayang romantis antara Sraylira dan Dyan. Tidak! Itu tidak boleh dan tidak akan kubiarkan terjadi.

Satu-satunya cara untuk membuktikan hubungan Sraylira dan Dyan adalah dengan menggunakan senjata pamungkas, Anis.

[Memangnya ada hubungan apa Mela dan Dyan? Mereka cukup akrab sebagai sesama penulis, dan mereka sedang terlibat kerja sama. Sebenarnya aku iri sekali, tapi tak apalah yang penting kita chattingan <3.]

Oi oi, inilah yang aku paling malas ketika harus berhadapan dengan Anis. Dia tipe yang frontal.

[Aku hanya penasaran, aku pernah lihat mereka saling berkirim pesan.]

[WHAT? Tentang pekerjaan, kah? Aku sudah lama tak memeriksa hp Mela, dia sekarang suka marah-marah, tambah jutek aja.]

[Ya, tentang pekerjaan. Tapi, mereka cukup akrab, pesan-pesan mereka cukup panjang dan banyak.]

[Oh begitu, ya? Lain kali aku akan periksa ah! Tapi tunggu suasana hatinya membaik ya. Mungkin minggu ini jatahnya dapet jadi marah-marah mulu. Gimana Mela di kantor? Marah-marah juga, kah?]

[Jutek always.]

[Haha, dia memang seperti itu sih –walau kalau sudah akrab dia orang yang ramah dan menyenangkan. Oh ya, apa boleh aku mengirim naskah ke penerbit lain?]

[Ya, boleh.]

[Haha, aku kira satu penulis harus setia dengan satu penerbit. Oke deh, aku akan mengirimkannya ke penerbit lain ;p. Jangan kecewa ya, Dilly.]

Siapa yang dia pikir akan kecewa?.

****

Seminggu berlalu. Ketika aku mencoba tersenyum dan menyapanya, Sraylira hanya diam. Dia seperti mengalirkan sihir membeku yang membuatku merinding dan akhirnya tak berani mendekat padanya. Sepertinya di sekeliling tubuh kecil itu terpasang pelindung yang melarang bahkan seekor nyamuk pun untuk mendekat.

[Apa kau sudah memeriksa hp Sraylira?]

Oke, aku kembali mengandalkan Anis untuk mengetahui hal-hal tentang Sraylira.

[Ehm. Sudah. Mereka bikin jeolous! Aku sebal. Dilly ini gara-gara kau, aku jadi ikut-ikutan kesal. Sejak kapan mereka akrab? Harusnya aku yang akrab dengan Dyan!]

[Kenapa kau malah marah?]

[Abaikan saja. Hubungan Mela dan Dyan akrab sekali. Bahkan mereka tiap minggu berkencan di kafe A. Katanya sih urusan pekerjaan, tapi kok tiap minggu dan harus ketemu sih? Memangnya nggak bisa pakai surel dkk? Huh! Kamuflase saja, padahal mereka mau pedekate dan aku sebal karena Mela nggak cerita. Rasanya dikhianati sahabat tuh seperti ditusuk peniti –eh.]

[Ok. Terima kasih infonya. Eh, mereka belum ke jenjang selanjutnya, kan? Baru sebatas 'kencan'?]

[Jenjang selanjutnya itu apa? Jangan yang selanjutnya dong! Aku kan nggak relaaa.]

[Baiklah. Informasikan lagi jika ada perkembangan selanjutnya –apa pun-]

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

3.4M 26.5K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
1.7K 475 31
Medan yang lebih buruk dari perang mana pun, ada di sini; panggung kenyataan di mana Kegelapan mengacaukan perbatasan demi menguasai dunia umat manus...
1.8M 8K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
17M 751K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...