TIMELESS [텐데] - SuRene

Galing kay iya1997

11.2K 947 80

Kim Junmyeon, pria itu terlihat sempurna. Tampan, cerdas, kaya, mempunyai jabatan tinggi, sukses di usia muda... Higit pa

PROLOG
[1] This Love
[2] I Can't
[3] I Miss You
[4] Hate

[5] The Little Prince

1.9K 179 33
Galing kay iya1997

어린 왕자가 내게 말했어

The Little Prince told me

사람이 사람의 맘을 얻는 일이라는 게

That's gaining someone’s heart

가장 어렵다고 그렇다며 내게 다가와

Is the hardest thing to do, come to me

The little Prince (어린왕자) - Ryeowook Super Junior


[]

"Ayah!"

"Ayah, aku rindu Ayah!"

"Ayah!"

Junmyeon terkesiap. Ia segera bangun dari tidurnya.

Ia mengusap wajahnya. Yang benar saja, ia bermimpi lagi. Tapi mimpi apa itu tadi? Ayah? Apakah ia bermimpi tentang Kim Youngmin yang terhormat? Jangan konyol!

Masih jam tujuh, batinnya ketika melihat ke arah jam di dinding kamarnya.

Junmyeon hendak menuju ke kamar mandi. Ia harus menenangkan pikirannya. Namun dering smartphone sukses menghentikan langkahnya.

Nama 'Ibuku Sayang' tercetak dengan jelas di layar.

"Ya, Bu?" sapa Junmyeon.

"Junmyeon, anak kesayangan Ibu~ Kapan kau akan pulang ke rumah? Ibu kan kangen sekali dengan anak semata wayang Ibu~" seru orang di-line seberang.

Junmyeon baru ingat kalau dia masih punya keluarga. Habisnya jadwalnya yang ketat membuatnya melupakan banyak hal. Tolong maklumi manajer kuangan sepertinya yang selalu sibuk di akhir bulan. Apalagi berbagai masalah terus bermunculan akhir-akhir ini.

"Hm, nanti malam aku akan pulang ke rumah."

Orang di-line seberang berteriak bahagia. "Horray! Baiklah~ Ibu akan memasakanmu makanan kesukaanmu~"

"Ya, Bu."

Junmyeon menunggu ibunya menutup telepon untuk menunjukkan kesopanannya. Setelah sang ibu menutup teleponnya, ia segera me-set reminder di smartphone-nya.

Tidak boleh lupa atau ibu mencoret-ku dari kartu keluarga, ujarnya dalam hati.

[]

Junmyeon memeriksa rincian gaji yang disodorkan salah satu anak buahnya, Son Seungwan.

Ia mengerutkan keningnya. "Jumlahnya berkurang dari biasanya. Apa pihak HRD belum menemukan pegawai baru?"

Junmyeon ingat ada beberapa pegawai yang mengajukan cuti dan mengundurkan diri dua bulan belakangan.

"Belum, Pak."

"Apa susahnya sih. Tingkat pengangguran semakin meningkat, sementara perusahaan kita kekurangan pegawai," keluhnya. Ia menutup map di tangannya setelah membubuhkan tanda tangan di atasnya. "Itu saja?"

"Iya, Pak," ujar Seungwan. "Oh ya, Professor Shim dari RS Sejeong kemarin sewaktu Bapak sudah pulang, beliau menghubungi kantor dan meminta janji bertemu."

"Dalam rangka?"

Seungwan kelihatan berpikir. "Tidak ada maksud tertentu sepertinya. Mungkin hanya mengobrol? Mungkin beliau tidak memiliki nomor Bapak sehingga menghubungi melalui nomor kantor."

Junmyeon mengangguk paham. "Ya, berikan saja aku detailnya. Aku tidak ada jadwal nanti sore."

Lagipula tidak ada salahnya ia berkunjung ke RS Sejeong. Ia sudah biasa ke sana, untuk men-stalk seseorang. Oh god, ini terdengar creepy.

Ia sedikit berharap bisa bertemu orang itu dan mengobrol sebentar. Satu menit pun cukup untuknya menepis rindu yang sedang menggerogoti jiwanya.

[]

Irene mendesah kesal ketika seseorang terus-terusan menggoyangkan bahunya sehingga mengganggunya yang sedang menulis laporan di mejanya.

"Irene, ayo bertukar shift denganku! Ya ya ya?" ujar seseorang dengan name tag Kim Nayeon.

"No no, aku tidak akan bisa menonton drama tengah malam kalau bertukar shift denganmu," tolak Irene.

Nayeon berdecak kesal. "Irene~ Ayolah~"

Irene setia menggelengkan kepalanya meskipun orang itu memaksa. Shift malam membuat para dokter harus tidur di camp dan harus siap sedia ketika ada kejadian yang tidak diperkirakan. Ia masih belum siap untuk itu.

Memang benar jam kerjanya tidak sebanyak di shift pagi, tapi memikirkan dua hal tadi dan metabolisme yang akan terganggu, oh tidak terima kasih banyak.

"Halo para gadis!" sapa seseorang dengan senyum merekah di wajahnya. "Apa aku mengganggu?"

Nayeon yang masih memegang bahu Irene langsung terkejut. Bagaimana tidak, putra pemilik sekaligus direktur tempatnya bekerja tiba-tiba saja menghampirinya, eh, menghampiri Irene mungkin.

Lihat saja itu, mereka berdua, si Bapak dan Irene, bahkan telah bertukar senyuman.

"Sama sekali tidak, Pak Bogum," ujar Nayeon.

"Bisakah aku meminjamnya?" tanya Bogum dengan menunjuk Irene.

"Tentu saja!" Nayeon segera undur diri ketika melihat kode dari Bogum. "Saya permisi dulu. Tolong jaga teman saya dengan baik~"

Setelah Nayeon pergi, Irene mengalihkan pandangannya pada Bogum yang ternyata telah menatapnya lekat-lekat, entah sejak kapan.

"Kenapa kau menatapku begitu? Kau kelihatan mengerikan," keluh Irene dengan sebuah pukulan kecil yang melayang di bahu Bogum.

Bogum mengaduh kesakitan setelah menerima pukulan Irene. Eyy, sebenarnya ini hanya acting saja. Mana mungkin pukulan gadis seperti Irene bisa membuatnya kesakitan.

"Kejam!" teriak Bogum yang ingin menggoda Irene. Sayangnya Irene sama sekali tak peduli.

Hm, sepertinya acting-nya belum natural.

Bogum jadi ingat tujuannya kemari. Ia berpikir sejenak sembari mengamati Irene, bagaimana cara mengatakannya ya.

"Kudengar kau mengirim curriculum vitae untuk dipindahkan ke cabang baru?" tanya Bogum kemudian.

"Ya, begitulah," jawab Irene tak peduli.

"Tidak kuizinkan."

Irene menghentikan acara menulisnya. "Bogum . . . ."

"Tidak, Irene. Kau harus di sini." Bogum berusaha mengingatkan. "Lagipula kedua orang tuamu ada di Seoul, kau tega meninggalkan mereka?"

"Aku bisa pulang pergi setiap hari."

Bogum menggelengkan kepalanya. "Dari Busan? Jangan gila, Nona."

"Tapi Bogum . . . ."

"Sekali tidak tetap tidak. CV-mu aku tolak."

"Aku tidak peduli. Kau bukan pihak yang mengurusi hal itu."

Bogum tersenyum kecil. "Aku Direktur di rumah sakit ini kalau kau lupa."

"Aku benar-benar benci kekuasaan," dengus Irene.

Bogum melirik jam di tangannya. "Sudah waktunya pulang. Ayo kuantar!" ajak Bogum yang membuat Irene semakin kesal.

Bagaimana dia bisa tahan berteman dengan orang ini, gosh.

Di luar sana memang banyak yang memujanya. Tampan, kaya, baik hati lagi. Sayangnya bagi Irene dia hanya seorang Bogum, temannya yang sangat manja dan selalu membuatnya sakit kepala.

[]

Junmyeon duduk santai sembari meminum Americano-nya di taman depan RS Sejeong. Setelah mengobrol santai dengan Professor Shim, ia memutuskan untuk tidak bersegera pulang. Ia masih ingin menghirup udara segar sebelum kembali pada rutinitasnya yang membosankan.

Omong-omong, Professor Shim kenapa menjadi agresif sekali padanya? 'Oh, adiku Shim Naeun pasti akan sangat menyukaimu, Tuan Kim'. Ia masih ingat dengan jelas ucapan Professor Shim tadi. Sepertinya orang itu ingin menjodohkan Junmyeon dengan adiknya.

Ya Tuhan, hentikan itu sebelum terjadi. Ia sungguh benci perjodohan-perjodohan semacam itu.

"Paman sendirian?"

Seorang anak kecil menghampiri Junmyeon dengan ekspresi sedih di wajahnya. Anak itu lalu duduk di sampingnya.

"Begitulah," jawab Junmyeon.

"Sama." Anak itu menunjuk ke arah dua bocah yang sedang berlarian di taman. "Aku sendirian karena Kak Koeun tidak mau bermain denganku, dia bilang aku ini berisik. Dia bilang lebih suka bermain dengan Mark Lee."

Junmyeon tertawa kecil. Ia jadi ingat masa lalunya. Dulu kakak-kakak sepupunya juga tidak ada yang mau bermain dengan Junmyeon karena Junmyeon pada masa kanak-kanak sungguh cerewet. Ia menyadari itu, bahkan sampai sekarang ia masih tetap cerewet seperti perawan minta kawin apabila bersama teman-teman dekatnya.

Junmyeon yang cool itu sebenarnya hanya cover saja.

"Kalau Paman, kenapa sendirian?" tanya anak itu.

Junmyeon jadi berpikir setelahnya. Kenapa ia sendirian. Ya, kenapa ia sendirian?

Ia punya Jongin dan Chanyeol yang berisiknya minta ampun, sayangnya ia tetap merasa sendirian, dan kesepian.

"Aku sendirian karena telah menghancurkan kepercayaan Joohyun," jawab Junmyeon dengan senyuman putus asa.

"Joohyun itu pacar Paman?"

Junmyeon hanya tersenyum. Apa masih bisa disebut 'pacar' setelah semua yang terjadi?

Anak itu mengayunkan kakinya. "Katanya wanita itu sulit dimengerti, Paman. Tapi sebenarnya tidak sesulit itu, kok. Ayahku yang bilang begitu. Mendapatkan kepercayaan mereka itu memang sulit. Namun, bukan berarti tidak mungkin. Mereka hanya terlalu takut ketika mereka mulai percaya, orang yang mereka percaya akan menghancurkan kepercayaan mereka."

Junmyeon meresapi kata-kata itu. Sedetik kemudian ia menolehkan kepalanya pada si anak. "Wah, berapa usiamu, bocah? Kenapa kau bisa berkata bijak seperti itu?"

Sebelum si anak sempat menjawab, dua orang anak yang tadi dikatakan menolak bermain dengan anak di sampingnya itu berteriak, "Haechan! Mau ikut tidak?!"

"I-iya!" Anak itu terkejut sampai hampir terjungkal. Ekspresi bahagia hadir di wajahnya. "Aku pergi dulu, Paman. Sepertinya Kak Koeun tidak marah lagi. Sampai jumpa, Paman! Dah!"

Anak itu melambaikan tangannya yang membuat Junmyeon juga ikut melambaikan tangannya.

Junmyeon kembali pada kegiatan awalnya, mengamati jalan. Yah, apa lagi.

Ketika ia mengarahkan pandangannya pada gedung RS Sejeong, ia melihat Joohyun masuk ke dalam mobil yang sama dengan Bogum.

Junmyeon berdecih kesal, bocah itu lagi.

Junmyeon segera menghabiskan Americano-nya dan bergegas mengikuti mereka.

Hah. Lagi-lagi seperti ini.

[]

Junmyeon mengikuti mobil yang dinaiki Bogum dan Joohyun sampai ke kompleks perumahan yang Junmyeon kenali sebagai tempat tinggal Joohyun.

Dari posisinya, Junmyeon dapat melihat Bogum membukakan pintu untuk Joohyun. Mereka terlihat tertawa bersama, entah apa yang sedang mereka bicarakan. Joohyun kemudian melambaikan tangannya pada Bogum yang kembali melajukan mobilnya.

Setelah melihat Bogum pergi, Junmyeon menurunkan kaca mobilnya. Ia ingin menghampiri Joohyun. Semoga saja gadis itu tidak melarikan diri ketika melihatnya.

"Kim Dohyun!"

Hampir saja Junmyeon meraih Joohyun, gadis itu terlebih dahulu berlari menghampiri seorang bocah yang sepertinya baru pulang sekolah.

Bocah itu tersenyum pada Joohyun dan mengkode untuk digendong. Joohyun kemudian menggendongnya dan menghilang dari gang-gang sempit di antara perumahan.

Pikiran Junmyeon berkecamuk. Ia sampai lupa pada tujuan awalnya untuk menghampiri Joohyun. Hanya satu hal yang berputar di otaknya saat ini.

"Kim Dohyun?" ucap Junmyeon merapalkan nama yang dia dengar tadi. "Kim?" ulangnya dengan penuh ketidak percayaan.

Sepertinya dia benar-benar telah melewatkan sesuatu.

[]

"Junmyeon! Ibu rindu padamu~"

Baru saja Junmyeon menginjakkan kakinya di ruang makan, sang ibu sudah menyambutnya dengan gembira. Padahal lihat saja muka Junmyeon yang sedang kusut seakan tidak ada harapan hidup lagi itu.

Junmyeon meraih kursi dan duduk di depan ibunya. Sang ayah yang duduk di sampingnya hanya mengamatinya.

"Lihat ini, Ibu sudah membuatkan masakan kesukaanmu!" seru ibunya.

Sementara respon ayahnya hanya, "Tumben ingat rumah."

Ya, terpujilah kau, Pak Tua.

Junmyeon mulai makan saat kedua orang tuanya sudah mulai dahulu. Ia makan dalam diam. Banyak hal yang menganggunya sehingga membuatnya malas berbicara, terlalu banyak bahkan.

Sang ibu mulai berbicara. "Junmyeon, kau tahu Sooyoung, Choi Sooyoung? Tetangga rumah itu, anaknya CEO Choi. Sebentar lagi dia akan menikah! Ibu bahkan sudah menerima undangannya."

Oh, tidak. Jangan topik ini lagi.

"Kudengar Seunggi juga berencana untuk menikah dengan tunangannya," sahut ayahnya.

"Banyak sekali orang yang akan menikah akhir-akhir ini," ujar ibunya sembari menatap Junmyeon.

"Aku angkat telefon dari Direktur Yoon dulu," potong sang ayah yang kemudian keluar dari ruang makan. "Ya, Direktur?"

Ibu Junmyeon mendekatkan diri pada sang anak setelah melihat suaminya pergi. Ia berbisik, "Kapan anak Ibu ini akan menikah?"

Tuh, kan.

Junmyeon sudah menduga arah pembicaraannya. Ah sungguh, ia benci topik pernikahan ini.

"Kapan-kapan saja kalau aku ingat," jawab Junmyeon asal.

Sang ibu mendesah kesal. "Ish, kau ini!" Ibunya kembali berbisik, "Mau Ibu kenalkan dengan anak teman Ibu?"

Junmyeon menghentikan acara makannya. Ia bahkan menggebrak meja.

"Tidak. Ah, yang benar saja. Ibu kan tahu aku paling tidak suka dijodohkan," tolak Junmyeon.

Sang ibu mengerucutkan bibirnya.

"Habisnya kau tidak pernah mengenalkan pacarmu pada Ibu, sih," keluh Ibu Junmyeon. "Ibu kan ingin segera menimang cucu, Junmyeon. Cucu yang imut, seperti anaknya tetangga kita, si Yejun itu, Kim Yejun, kau tahu kan? Imut sekali~ Ibu kan jadi pengen punya cucu juga."

"Haah." Junmyeon menghela nafas. Ia tiba-tiba teringat kejadian sore tadi. "Ibu mungkin sudah punya cucu di luar sana," ujarnya yang sukses menimbulkan kernyitan dari sang Ibu.

"Apa maksudmu, Kim Junmyeon?"

Dan Junmyeon sama sekali tidak mempunyai tenaga untuk menjawabnya.

[TBC]

So many sorry karena hiatus lama. Maklum guys, lagi mengejar acc dosen buat sidang skripsi hehe.

Chapter depan mulai ada moment Surene dan depannya lagi siap-siap ada kejutan, hehe.

Thanks for voments and hv a nice day!

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1M 63.4K 119
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
217K 6.3K 75
Daphne Bridgerton might have been the 1813 debutant diamond, but she wasn't the only miss to stand out that season. Behind her was a close second, he...
1.3M 56.2K 103
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC
1.9M 85.4K 192
"Oppa", she called. "Yes, princess", seven voices replied back. It's a book about pure sibling bond. I don't own anything except the storyline.