The Red Fox [NARUHINA]

By SE_I30

44.8K 4.3K 141

Hyuuga Hinata adalah pewaris dari klan tertua di Jepang. Pewaris dari kemampuan yang sudah turun temurun di t... More

Episode 1: Pertemuan.
Episode 2: Mereka yang berada dalam kegelapan.
Episode 3: Kenangan yang Tertimbun Dalam Hati.
Episode 4: Awal Malam yang Panjang.
Episode 5: Di bawah Bulan Purnama.
Episode 6 : Perasaan dan Kutukan.
Episode 7: Hati yang tidak bertemu.
Episode 8: Yin dan Yang.
Episode 9: Doa Sang Cermin.
Episode 10: Pembawa Pesan.
Episode 11: Awal dari Takdir, Bagian 1.
Episode 13: Awal dari Takdir, Bagian 3.
Episode 14: Awal dari Takdir, Bagian 4.
Episode 15: Awal dari Takdir, Bagian akhir.
Episode 16: Murid Pindahan.
Episode 17: Dream and Reality.
Episode 18: Like Before.
Episode 19: Alasan dan Masa Lalu.
Episode 20: Ketika benang menjadi kusut.
Episode 21: Babak Baru.
Episode 22: Kamu tidak sendiri.
Episode 23: Festival.
Episode 24: Klimaks
Episode 25: The Ending.
Omake

Episode 12: Awal dari Takdir, Bagian 2.

1K 133 3
By SE_I30

Suara tepuk tangan terdengar riuh dari para bangsawan. Mereka semua sangat menikmati dan terpukau dengan penampilan Hinata. Gadis berusia lima belas tahun itu tersenyum kecil, agak malu dengan perhatian yang ia dapatkan. Hinata membungkuk dalam untuk memberi penghormatan yang terakhir, sebelum ia berjalan menuju teman-temannya. Manik lavendernya sempat melirik sekilas pada sosok lelaki yang memperhatikannya dalam diam. Manik coklat dengan pancaran hangat khas kehidupan.

"Syukurlah..." gumam Hinata, senyum bahagia tidak bisa ia tutupi begitu melihat sosok Pangeran Yahiko terlihat lebih baik dari sebelumnya.

Kurenai serta gadis-gadis lain segera berlari menghampiri Hinata. Mereka tampak antusias untuk memberi selamat pada Hinata. Selain penampilan solo-nya berhasil, ada sesuatu yang tidak mereka mengerti dari tarian gadis itu. Mereka semua merasakan perasaan hangat serta merasa badan mereka ringan, seolah apapun beban yang tengah mereka emban, berangsur hilang. Tarian serta nyanyian yang sama, tetapi entah mengapa terasa berbeda kali ini.

"Hinata-chan, kau hebat!" seru salah satu dari mereka.

Gadis manis itu mengulum senyum tipis, rona merah mulai samar terlihat di pipi putihnya. Hinata membungkuk singkat, "Terima kasih..."

Kurenai dan Mei menatap anak didiknya penuh bangga sebelum keduanya menepuk kedua pundak Hinata. Senyum lebar mereka berikan pada Hinata, membuat gadis itu semakin menunduk malu dengan senyum kecil di sana.

"Setelah ini giliranku, aku akan melakukan yang terbaik!"

Seruan dari gadis yang seumuran dengan Hinata terdengar. Pemilik marga Hyuuga itu tersenyum cerah pada temannya. Kedua tangannya terkepal di depan dada, memberi gestur 'semangat' pada gadis dengan rambut pirang panjang di depannya.

"Kau pasti bisa Ino-chan!"

"Un, aku tidak akan kalah darimu Hinata-chan!"

"Kalau kalian semua bisa menampilkan yang terbaik, malam ini aku akan mentraktir kalian semua." Mei berujar tiba-tiba yang sontak membuat para gadis itu menatapnya penuh binar. "Di rumahku," sambungnya kemudian dengan senyum jail dan langsung mendapat seruan protes dari anak didiknya.

Hinata tertawa kecil bersama Kurenai dan Mei. Saat mendengar suara seseorang memanggil Ino, gadis itu segera merapikan pakaiannya lalu melangkah menuju panggung. Mereka semua kembali duduk untuk menonton tarian Ino. Hinata mengambil tempat di barisan depan, duduk bersebelahan dengan Kurenai. Gadis manis itu tersenyum kecil melihat teman baiknya menarik nafas guna menghilangkan rasa gugupnya.

Saat musik mulai mengalun, Ino memulai tariannya dengan perlahan dan lembut. Sudut bibir Hinata semakin ia tarik, melihat betapa anggun sosok perempuan yang sudah menjadi teman dekatnya selama setahun belakangan ini. Saat manik serupa bulan itu tanpa sengaja melirik pada balkon bercat kuning keemasan itu. Atensinya tertuju pada sosok dua bangku kosong di samping kiri, tempat Raja berada. Tempat duduk dimana Ratu dan Pangeran Yahiko semula berada.

...

Riuh tepuk tangan terdengar begitu tarian dari penari sanggar Terumi selesai. Hinata yang berdiri di barisan belakang tersenyum lebar. Setelah memberi hormat kepada para bangsawan, manik ungu muda itu menatap sekelilingnya dengan binar kebahagiaan. Hari ini seakan menjadi hari bersejarah baginya, karena belum tentu ia bisa menginjakkan kakinya di Istana megah ini lagi. Rombongan shirabyoshi itu berjalan teratur menuju ruangan yang disiapkan untuk mereka. Untuk mengganti pakaian mereka dengan yukata serta merapikan riasan dan peralatan mereka.

Mei bersama dengan Kurenai terlebih dahulu pergi untuk menyapa, serta mengucapkan terima kasih kepada Raja karena telah mengundang mereka. Setelah selesai, kedua instruktur muda itu menghampiri anak didiknya untuk memberitahu bahwa sudah waktunya mereka pulang. Rombongan shirabyoshi itu terbagi menjadi dua baris dan berjalan teratur melewati lorong dan Istana menuju tempat kereta kuda menanti mereka.

Hinata berada di barisan paling belakang, berjalan dalam diam sembari menikmati keindahan dan kemegahan Istana Pain. Saat mereka semua melewati taman bunga, manik lavender itu berbinar. Hinata berdecak kagum dengan keindahan bunga beraneka ragam di sana. Langkahnya sempat melambat sebelum berhenti sepenuhnya. Atensinya tidak bisa lepas dari padang bunga yang ditata sedemikian rupa hingga sangat memikat gadis rembulan itu.

Perhatiannya masih melekat pada taman bunga sampai tepukan dibahunya mengejutkannya. Hinata segera berbalik dan mendapati seorang laki-laki dengan rambut lavender pucat, tersenyum tipis. Manik lanvender itu sedikit melebar sebelum Hinata mundur selangkah dan membungkuk dalam.

"Maafkan saya Tuan."

Suara kekehan pelan terdengar dengan suara bariton khas laki-laki. "Kenapa kau meminta maaf? Harusnya aku yang meminta maaf, karena sudah mengejutkanmu."

"Ti-tidak... anda sama sekali tidak mengejutkan saya, Tuan."

Lelaki dengan manik bulan itu kembali tertawa kecil dengan sikap gugup Hinata. "Apa kau menyukai taman bunga?" tanya pemuda itu sembari berjalan menuju pagar pembatas yang memisahkan bangunan Istana dengan taman bunga. "Kau terlihat menikmatinya."

"Aa... itu..." kedua telunjuk itu saling bertemu, kebiasan Hinata kembali berulah setiap ia gugup dan malu. "...Be-begitulah, berdiri di tengah-tengah hamparan bunga, membuatku seakan bisa terbang bebas kapan saja."

Dari ekor matanya, pemuda itu dapat melihat tatapan lembut serta senyum damai yang gadis itu tampilkan. Angin yang berhembus pelan memainkan rambutnya, membuatnya terlihat... cantik. Saat gadis itu menatapnya, pemuda itu reflek mengalihkan tatapannya.

"a-apakah Tuan sering kemari untuk melihat bunga?"

Pemuda itu berbalik dan menatap Hinata teduh, dia tersenyum geli sebelum menghampiri gadis Hyuuga itu. "Kadang-kadang, saat menemani Yahiko-sama. Ah! hampir saja aku lupa!" Hinata menatap penasaran saat lelaki itu berseru tiba-tiba. "Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu, eum..."

"Hinata, Hyuuga Hinata, Tuan." Hinata cepat-cepat mengenalkan dirinya saat pemuda itu sempat terdiam dan menatapnya.

"Ya, ada yang ingin bertemu denganmu Hyuuga-san."

"Benarkah? Kalau boleh tahu siapa, Tuan?"

Pemuda itu memberikan senyuman lebarnya, "Kau akan tahu nanti, jadi mari aku antar." Hinata memandang tangan yang terulur ke arahnya. Manik lavendernya menatap pemuda di depannya sejenak sebelum berbalik menatap rombongan teman-temannya berada. "Tenang saja, aku akan memberitahu mereka, jadi bagaimana?" ujar pemuda itu lagi seakan tahu apa yang Hinata ragukan.

Hinata kembali memandang uluran tangan pemuda itu. Agak ragu untuk mengikuti laki-laki asing di depannya. Tidak hanya itu, pakaian yang ia kenakan tampak mahal dan mungkin dia adalah salah satu dari para bangsawan yang di undang kerajaan. Jadi, apa tidak masalah mengikutinya?

...

Manik coklat hangat yang baru-baru ini kembali menyala tampak menatap padang bunga mawar putih di depannya. Embusan angin menerpa pelan wajahnya, membuat helaian rambut serupa matahari tenggelamnya itu bergoyang pelan. Pemuda itu menutup matanya, menikmati hembusan angin yang tidak pernah ia sangka akan ia rindukan. Menikmati keheningan yang semula begitu ia takutkan setengah mati. Dan tidak pernah menyangka pula keheningan ini dapat membuatnya merasa damai.

"Yahiko-sama, saya membawanya."

Kelopak mata itu terbuka lalu beralih menatap sosok di depannya. Dari balik punggung pemuda dengan rambut lavender pucat itu muncul sosok gadis manis dengan rambut biru gelap. Manik lavendernya menatap malu-malu ke arahnya, manik lavender yang saat Yahiko menatapnya lebih dekat ternyata begitu polos dan lugu. Yahiko beranjak dari duduknya dan tersenyum ramah ke arah Hinata yang tengah terkejut.

"O-O-Ouji-sama?!" pekiknya namun tersadar dengan nada tinggi yang ia gunakan. Gadis itu segera menutup mulutnya dan semburat merah memenuhi wajah putihnya. Buru-buru Hinata membungkuk dalam berkali-kali, "Ma-maafkan saya, Ouji-sama."

Melihat gadis di depannya gugup dengan semburat merah di wajahnya, mengundang tawa renyah dari Yahiko. Putra Mahkota itu tersenyum ramah sebelum membungkuk dalam, membuat Hinata melebarkan manik lavendernya. Terkejut dengan tindakan Pangeran muda itu.

"O-Ouji-sama, apa yang anda lakukan? tolong hentikan..." Hinata segera berlari menghampiri Yahiko dan meminta pemuda itu kembali berdiri tegak. Namun pemuda itu masih tetap membungkuk dalam.

"Terima kasih," ucap Sang Pangeran, mengejutkan Hinata. "Terima kasih karena sudah membawaku kembali dari rasa kesepian dan kesendirian." Ingatan saat akhirnya ia berhasil mendapatkan kesadarannya kembali. Saat akhirnya ia bertemu lagi dengan kedua orang-tuanya, dan saat Ibunya memeluk serta menangisi dirinya yang telah kembali. "Bahkan ucapan terima kasih rasanya belum cukup, untuk mengungkapkan rasa syukur karena bertemu denganmu."

Seharusnya seorang Pangeran tidak boleh menunjukkan sisi lemahnya pada orang asing. Bahkan kepada orang-tuanya sekalipun, dan tidak seharusnya ia menangis seperti ini. Namun rasa syukur karena telah kembali setelah setahun penuh dalam penjara yang hanya menampilkan kegelapan dan kesunyian. Yahiko merasa hal yang ia lakukan belum lah cukup untuk mengucapkan rasa terima kasihnya.

Manik lavender itu menyayu, menatap lembut sebelum mengusap pelan punggung Yahiko. Seulas senyum tipis penuh pengertian terukir di wajah Hinata. "Tidak masalah, Pangeran. Justru saya senang karena dapat menolong anda."

Yahiko mengangkat wajahnya, menatap lurus pada manik Lavender yang membalasnya teduh. Tatapan yang membuat hatinya tenang dan mengulas senyum hangat.

"Terima Kasih..."

...

Langit biru yang mencair senja dengan hembusan angin lembut menerpa wajahnya. Manik biru laut itu menatap senja sembari bersiul pelan. Gemericik air yang tercipta dari gerakan kedua kakinya terdengar. Sudah sejak tengah hari youkai rubah itu berada di tepi sungai, menunggu Hinata yang dia sendiri tak tahu kapan gadis itu pulang. Atau apakah gadis itu akan kemari untuk menemuinya, sekedar untuk berbagi cerita tentang pengalamannya pergi ke Istana.

Pemuda pirang itu terkekeh pelan, mengingat ini bukanlah kali pertama Hinata pergi atau tidak sempat datang kemari karena sibuk latihan. Tapi, mengingat gadis itu pergi ke kota, bertemu banyak orang dan pergi ke Istana... ah, tidak. Bukan itu permasalahannya, dia bukan mencemaskan Hinata atau apa. Dia... hanya tiba-tiba saja merindukan gadis itu.

Tap

Tap

Tap

Suara langkah dengan tempo lari terdengar. Naruto memutar kepalanya, hendak melihat siapa yang datang. Namun belum apa-apa seseorang menabraknya, atau lebih tepatnya memeluknya.

"Uwa! A-apa? Tung—" dirinya yang tidak siap dengan serangan tiba-tiba itu limbung, dengan kepala belakang membentur bebatuan kecil. "Ittee..."

Rasa sakit akibat benturan di kepalanya membuat Naruto mengusap berkali-kali kepala belakangnya. Dia mencoba bangkit sebelum menatap sosok yang menjadi dalang serangan tiba-tiba itu. Surai biru gelap yang sedikit memerah tertimpa cahaya senja. Yukata putih dengan corak ikan koi. Harum dari aroma lavender yang begitu Naruto kenali.

"Hinata-chan?"

Gadis itu mengeratkan pelukannya, enggan menjawab panggilan Naruto dan lebih memilih membenamkan wajahnya di dada bidang pemuda itu. Tidak mengerti apa yang terjadi dengan Hinata, pemuda pirang itu menggaruk pipinya dengan jari telunjuk sebelum membalas pelukan gadis itu. Naruto menaruh dagunya di puncak kepala Hinata sambil mengeratkan pelukannya. Mencoba memberi rasa nyaman dan aman bagi kekasihnya.

"Okaeri, Hinata-chan."

"Un, tadaima... Naruto-kun."

Setelah mendapati sahutan dari Hinata, pemuda pirang itu mulai menepuk pelan punggung gadis itu. "Jadi..." katanya mencoba untuk memulai pembicaraan. "Apa yang terjadi? Apa acaranya tidak berjalan lancar?"

Tidak ada sahutan, hanya gelengan kepala. Naruto bergumam pelan, "Lalu, apa kamu bertemu dengan Pangeran?" kali ini Hinata mengangguk. "Seperti apa dia?"

"Ramah..." setelah agak lama, Hinata menjawabnya. "Dan... Pangeran...Yahiko-sama... mengucapkan terima kasih padaku." Naruto mengangguk mengerti sembari memainkan rambut panjang Hinata. "Dia... juga mengizinkan aku untuk memanggil namanya."

Naruto mengernyit saat menyadari sesuatu. Manik birunya mencoba meneliti wajah Hinata yang tertutup poni. Saat mendapati rona merah di wajah gadis itu, Naruto mengerucutkan bibirnya.

"Jadi, kau seperti ini karena senang?" tanya Naruto dan Hinata gagal menyadari nada tidak suka yang Naruto pakai. Gadis itu kembali mengangguk. "Baiklah, aku tidak suka. Aku cemburu-ttebayo!"

Hinata sontak mengangkat wajahnya, menatap Naruto yang memalingkan wajahnya. Buru-buru gadis itu beranjak dan duduk berlutut di depan Naruto yang masih enggan menatapnya.

"Bu-bukan begitu... aku senang karena bisa berteman dengan Yahiko-sama. Hanya itu, Naruto-kun."

"Tapi tetap saja, bahkan wajahmu memerah Hinata-chan. Mungkin kau sudah tidak menyukaiku lagi, sudah tidak sayang padaku lagi."

"Ti-tidak! itu tidak benar Naruto-kun."

"Lihat, kau bahkan tidak memerah saat memanggil namaku."

Gadis rembulan itu panik, ia tidak tahu harus bagaimana menghadapi Naruto. Baru kali ini pemuda itu terang-terangan bilang kalau dia cemburu dan marah seperti ini. Belum lagi perasaan nyeri yang ia rasakan di dadanya, saat Naruto menolak untuk menatapnya.

"Percayalah... hanya Naruto-kun yang aku cintai."

Hinata merasa payah begitu mendengar suaranya sendiri bergetar. Bahkan ia tidak sadar kalau kini air mata sudah mengalir, membasahi pipinya. Perasaan takut ia rasakan, ketika membayangkan Naruto yang sudah tidak mempercayainya lagi, yang tidak menyukainya lagi dan berniat pergi meninggalkannya.

Isakan tangis itu menarik perhatian biru laut itu sebelum membulat, terkejut. Kali ini giliran Naruto yang panik melihat Hinata menangis. "Tung—Hinata-chan? Kenapa menangis? Hei, ini tidak adil-ttebayo!" serunya.

"Percayalah... Na-Naruto-kun adalah satu-satunya."

Seperti ada sinar mentari di dadanya, terasa hangat yang mungkin akan membuatnya meleleh begitu mendengarnya. Naruto mengulas senyum hangat sebelum menangkup wajah Hinata dengan kedua tangannya. Menyeka air mata dan menghapus jejaknya sebelum mencium sudut mata itu agar membuatnya berhenti menangis.

"Aku percaya," ujar Naruto lalu menyatukan kening mereka berdua. "Aku hanya ingin mendengarnya saja."

Pukulan pelan di lengannya semakin membuat pemuda itu tersenyum lebar. Hinata mengerucutkan bibirnya kesal. "Jadi kau sengaja?"

Pemuda itu tertawa kecil, senang karena berhasil mengerjai gadis itu. Manik biru lautnya menatap dalam mata Hinata. "Tapi kau itu terlalu berharga untukku, membuatku ingin mengurungmu agar tidak dekat-dekat dengan laki-laki lain. Karena aku takut, kau mungkin akan pergi meninggalkanku."

"Tidak akan!" seruan dari Hinata membuat Naruto sedikit tersentak. Saat manik birunya bertemu dengan manik lavender. Dapat Naruto lihat pancaran ketegasan di kedua manik serupa bulan di depannya. "Aku tidak akan meninggalkanmu, apapun yang terjadi."

Naruto terkekeh pelan, "Percaya diri sekali, kita tidak akan pernah tahu apa yang Dewa rencanakan dimasa depan. Tapi..." pemuda itu tersenyum hangat lalu mencium lembut kening Hinata sebelum memeluknya erat dan membisikkan sebait kata, untuk menyampaikan perasaan bahagia yang ia terima dari anak manusia itu.

"Terima kasih."

...

Setelah hari dimana Hinata dan rombongannya pergi ke Istana. Untuk beberapa kali, Istana jadi sering memanggil mereka untuk menari di sana. Hal itu jadi mengundang perhatian warga sekitar. Mei Terumi, selaku penerus usaha keluarganya, terus menerus mengucap syukur dan tersenyum bahagia karena begitu banyak orang-orang yang ingin belajar di sanggarnya. Berkat itu pula, para shirabyoshi mendapatkan keuntungan. Menyewa shirabyoshi termasuk mahal dan kadang hanya para bangsawan yang mampu menyewa mereka. Tapi dengan panggilan yang mereka dapatkan dari Istana, bisa kalian bayangkan betapa makmurnya shirabyoshi dari sanggar Terumi.

Pagi itu, Hinata seperti biasa tengah membuat sarapan untuk dirinya dan Ibunya. Rumah yang semula dari bambu kini sudah sedikit berubah menjadi lebih baik. Keuangan mereka menjadi lebih baik semenjak Istana sering memanggil sanggar Terumi untuk menari di sana. Karena itu pula, terkadang Hinata sempat bertemu dengan Yahiko dan berbagi cerita.

"Hinata-chan, setelah ini kau akan pergi ke sanggar?" tanya Hikari begitu ia menghampiri putrinya.

Hinata mengangguk sekali, "Hari ini kami ada latihan, jadi mungkin aku akan pulang terlambat."

"Begitu, ya sudah nanti malam kaa-san taruh makan malam mu di meja."

"Un!"

Suara ketukan pintu terdengar, menghentikan aktivitas Ibu dan anak itu. Keduanya sempat saling tatap sebelum Hikari berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang datang. Wanita paruh baya itu membuka pintu dan mendapati dua sosok laki-laki gagah lengkap dengan pakaian khas penjaga kerajaan. Raut wanita paruh baya itu berubah, gugup dan was-was.

"Ma-maaf, ada yang bisa saya bantu?"

"Kami, penjaga kerjaan Pain datang membawa pesan dari Yang Mulia Raja." Salah satu dari penjaga itu, yang memiliki kulit putih dengan rambut panjang berwarna kuning terang berujar.

Hinata yang baru selesai memasak, segera menghampiri Ibunya untuk melihat siapa yang datang. Manik lavender itu sedikit melebar mendapati dua penjaga berbadan tinggi itu. Gadis lavender itu segera menghampiri Hikari dan memeluk lengannya.

"Kami datang dengan maksud baik, hanya untuk mengantar kalian berdua ke Istana." Kali ini laki-laki dengan kulit kecoklatan bicara dengan nada ramah.

"Ke-ke Istana?"

Penjaga dengan kulit coklat itu mengangguk pada Hikari sebelum menyerahkan sebuah gulungan yang diterima Hinata. Gadis itu menatap Hikari lalu menatap gulungan di tangannya. Dengan hati-hati ia membuka gulungan putih dengan pita ungu muda itu. Hinata membaca pelan-pelan surat yang dikiriman untuknya dan semakin ia membacanya, manik lavender itu melebar.

...

Naruto mengernyit setiap manik biru lautnya membaca isi gulungan di tangannya. Di depannya sosok pemuda dengan rambut merah, duduk tenang menunggu Naruto. Raut frustrasi terlihat jelas di gurat wajah remaja pirang itu.

"Okama itu... benar-benar membuatku kesal!" desisnya emosi namun kilat kecemasan masih terlihat jelas di matanya. Naruto mengalihkan tatapannya pada remaja di depannya, "Kau sama sekali tidak tahu dimana dia berada, Gaara?"

Pemuda dengan manik hijau pudar itu mengangguk, "Maafkan saya, Naruto-sama. Menurut kabar, Haku-sama memimpin pasukan untuk memukul mundur youkai Barat. Akan tetapi ia menghilang tiba-tiba dan sampai sekarang, keberadaannya sulit untuk dilacak." Terang pemuda dengan tato di keningnya.

Sekali lagi Naruto menghela nafas berat. Sahabatnya itu sudah hampir seminggu menghilang setelah meminta izin untuk memimpin pasukannya. Rasa cemas semakin hari semakin menjadi, takut kalau sahabatnya itu terluka parah mengingat Bee –salah satu youkai terkuat dalam naungan Kurama— yang bersamanya, pulang membawa kabar kemenangan tanpa luput dari luka serius.

"Besok kita pergi mencarinya di desa sebelah, aku akan ikut kali ini."

Gaara meresponnya dengan anggukan dalam, "Baik, Naruto-sama."

"Dan berhentilah memanggilku dengan embel-embel 'sama' Gaara, aku sudah berulang kali mengatakannya!"

Protesan pemuda pirang itu hanya dibalas kekehan kecil dari Gaara. "Maafkan saya, tapi Itu sangat tidak sopan, Naruto-sama."

"Tapi itu memalukan dan menggelikan mendengar temanmu sendiri memanggilmu dengan embel-embel 'sama'."

Gaara kembali tertawa kecil saat Naruto membungkukkan badannya, bersikap formal dan sopan layaknya bawahan terhadap atasannya. Pemuda pirang itu bersedekap dan mengerucutkan bibirnya, manik biru lautnya juga menolak untuk bertemu dengan mata Gaara.

"Mau bagaimana lagi, kau itu cucu dari Kurama-sama. Familiar dari Tsunade-sama dan kelak kau akan meneruskan tahtanya."

"Aku tidak pernah bilang akan menjadi sepertinya!"

Gaara mengulas senyum miring melihat tingkah temannya. "Lalu, siapa yang bilang ingin menjadi seperti Kurama-sama saat dia masih kecil dulu?" Naruto sedikit tersentak mendengar kata-kata Gaara. Membuat pemuda merah itu berusaha menahan tawanya. "Siapa yang selalu mengatakan kalau dia besar nanti akan menjadi familiar yang hebat?"

"Oke, oke. Itu aku, puas sekarang?" Naruto mengerucutkan bibirnya kesal, "Kenapa semua orang suka menjahiliku? Kau dan Haku sama saja, kalau kalian bersama, mungkin aku sudah habis di tangan kalian."

"Ide bagus, Naruto."

"Oi!"

Pemuda merah itu berusaha menahan tawanya, sehingga membuat pundaknya bergetar. Naruto berdecak pelan, lagi-lagi dia dijahili.

"Tapi, Gaara." Pemuda dengan manik hijau pudar itu melirik saat suara Naruto terdengar serius. "Kalau Hinata menanyakan kabar Haku, bilang saja kau tidak tahu."

"Hn, aku mengerti."

Naruto mengelus senyum tanda terima kasih. Bagaimanapun dia tidak ingin membuat gadis lavender itu cemas.

...

Hinata dan Hikari terlihat gelisah dalam duduknya. Saat ini mereka sudah berada di sebuah ruangan besar dan megah. Tidak hanya itu, salah satu dayang datang dan mengajak Hinata dan Hikari untuk berganti pakaian. Gadis lavender itu kini memakai kimono berbahan sutra berwarna kuning lembut dengan campuran warna lavender. Rambut panjangnya disanggul dengan jepit rambut berbentuk mawar merah.

Tidak hanya gelisah, gadis lavender itu juga mendapatkan firasat kalau sesuatu yang besar akan terjadi. Gadis itu sedikit tersentak saat suara pintu yang dibuka terdengar bersamaan dengan pengumuman kedatangannya Sang Raja, Ratu dan juga Pangeran Mahkota.

Manik lavender itu dapat menangkap jelas gurat bahagia di wajah Yahiko, begitu pemuda itu duduk. Tidak hanya itu raut Sang Ratu juga sama, terlihat bahagia. Hanya Sang Raja yang terlihat ragu-ragu. Hal itu semakin membuat Hinata mengernyit tidak mengerti.

"Selamat datang, Hyuuga Hikari dan Hyuuga Hinata."

Ibu dan anak itu melakukan dogeza untuk menghormati penguasa daerah Sawah Padi. Senyum hangat masih tak terlepas dari wajah cantik Baginda Ratu, dan saat Sang Raja mengatakan maksud ia mengundang Hinata dan Hikari. Senyuman itu semakin menghangat yang bahkan membuat Hinata tertegun.

"Aku sebagai Raja dari kerajaan Pain, sekaligus ayah dari Putra Mahkota, Yahiko. Ingin mengajukan lamaran untuk putri anda, Hyuuga Hikari-san."

Hinata mengerjapkan matanya, tidak yakin dengan pendengarannya. Saat maniknya melirik Sang Ibu, raut tidak yakin juga terlihat di sana. Hikari tersenyum gugup dan menunduk pelan sebelum berujar pada Raja.

"Maafkan saya Yang Mulia, tapi apakah saya tidak salah dengar?"

Kali ini Ratu Pain angkat bicara, "Anda tidak salah dengar, Hyuuga-san. Kami ingin melamar putri anda untuk menjadi Permaisuri Yahiko-kun."

Hinata melebarkan manik lavendernya lalu menatap Yahiko yang menatapnya teduh dengan senyuman hangat. "Itu benar, aku akan sangat bahagia jika kau mau menerimaku sebagai calon suami-mu Hinata-san."

Dan Hinata tidak tahu harus berkata apa, lidahnya seketika kelu dan kering. Kini yang ada dalam pikirannya hanyalah sosok laki-laki dengan rambut pirang yang memiliki senyum mentari.

.

.

.

To Be Continue...

Continue Reading

You'll Also Like

176K 11.4K 39
"Tolong ya tuan jangan terlalu angkuh" "Dia calon istriku" This only fanfic Naruto always belong to Masashi Kishimoto Rated NC-18 (No Children -18) C...
62K 4.5K 29
Karena waktu akan menyembuhkan semua luka, menghilangkan semua benci. kadang hidup selalu memberikan pelajaran, pelajaran bagaimana cara untuk memaaf...
67.5K 3.9K 14
'Takdir yang mempertemukan kita' Cuaca dingin serta badai yang menerjang Konoha membuat penerbangan pesawat tidak bisa lepas landas. Lalu bagaimana d...
222K 18.8K 27
•SasuSakuFanfiction• Highest rank #Rank1 in narutofanfic #Rank1 in sasusakufanfic #Rank1 in ssl #Rank2 in comfort #Rank2 in uchihasasuke #Rank2 in ha...