The Red Fox [NARUHINA]

By SE_I30

44.8K 4.3K 141

Hyuuga Hinata adalah pewaris dari klan tertua di Jepang. Pewaris dari kemampuan yang sudah turun temurun di t... More

Episode 1: Pertemuan.
Episode 2: Mereka yang berada dalam kegelapan.
Episode 3: Kenangan yang Tertimbun Dalam Hati.
Episode 4: Awal Malam yang Panjang.
Episode 5: Di bawah Bulan Purnama.
Episode 6 : Perasaan dan Kutukan.
Episode 7: Hati yang tidak bertemu.
Episode 8: Yin dan Yang.
Episode 10: Pembawa Pesan.
Episode 11: Awal dari Takdir, Bagian 1.
Episode 12: Awal dari Takdir, Bagian 2.
Episode 13: Awal dari Takdir, Bagian 3.
Episode 14: Awal dari Takdir, Bagian 4.
Episode 15: Awal dari Takdir, Bagian akhir.
Episode 16: Murid Pindahan.
Episode 17: Dream and Reality.
Episode 18: Like Before.
Episode 19: Alasan dan Masa Lalu.
Episode 20: Ketika benang menjadi kusut.
Episode 21: Babak Baru.
Episode 22: Kamu tidak sendiri.
Episode 23: Festival.
Episode 24: Klimaks
Episode 25: The Ending.
Omake

Episode 9: Doa Sang Cermin.

1.4K 168 3
By SE_I30

Tik

.

Tik

.

Tik

.

Dalam kegelapan tak berujung. Bunyi detak jarum jam terdengar sayup-sayup sebelum tenggelam dalam keheningan.

"Apakah kau kesepian...?"

'Siapa...?'

Suara rendah dengan nada datar dari seorang laki-laki muda. Suara tepukan langkah kaki yang tegas dan selaras terdengar kian mendekat.

"Apakah kau merindukannya...?"

Kembali suara itu berucap dan bertanya entah pada siapa. '...Aku... merindukan siapa...?'

"Sungguh, cermin yang malang... merelakan waktumu hanya untuk seorang anak adam..."

Nyut...

"Kau salah dengan memilih manusia, cermin kecil."

Nyut...

"kau salah telah memberikan hatimu pada manusia..."

Nyut...

Setetes air mata mengalir lembut, sebelum jatuh lalu terurai di udara.

"...Aku mencintainya..."

Kini suara lain terdengar menyahuti dalam kegelapan. Suara yang pelan dan lirih itu terdengar sedikit serak. Seakan sudah begitu lama ia tidak menggunakan suaranya.

"Aku tahu..." suara asing itu berhenti sejenak. "Karena itu... kau mau dia, aku hidupkan kembali?"

"?!"

"Tentu saja ada bayarannya!" tiba-tiba suara laki-laki itu naik satu oktaf. Jeda yang terjadi setelahnya, entah mengapa membuat lawan bicaranya merasa bahwa laki-laki itu tengah tersenyum saat ini. "Ada hal yang harus kau tukar untuk mendapatkannya kembali."

.

.

.

"Bagaimana... Haku?"

...

DUAR!

Kepulan asap memenuhi seluruh koridor lantai dua sekolah menengah atas Konoha. Dari balik asap itu melompat dua orang berlawanan arah. Remaja laki-laki dengan rambut coklat panjang mencoba menahan lajunya saat terlempar ke arah bagian kanan koridor. Sementara itu di depannya, sosok Tenten terpelanting dan punggungnya membentur keramik cukup keras.

Geraman serta suara tawa mengerikan terdengar dari balik asap. Kepulan asap abu-abu itu mulai menipis sebelum menghilang sepenuhnya dan menampilkan beberapa monster, siap menghantam dua pembasmi iblis di depan mereka.

Gadis dengan rambut serta mata coklat itu menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya. Rasa perih membuatnya tahu, bahwa bibir bawahnya telah robek. Tenten meludahkan darah yang terasa anyir itu dan mendelik sengit pada sosok siluman kera berbulu kehitaman di depannya.

Kera dengan ekor melingkar serta bermata emas itu terkikik menyebalkan. Salah satu tangannya terulur sebelum tersenyum mengejek dan memberi isyarat pada Tenten untuk maju. Gadis berusia lima belas tahun itu mengumpat kesal.

"Tidak seharusnya monyet berlagak sombong!" serunya lalu melompat untuk memberikan pukulan bertubi-tubi pada siluman kera dengan tinggi yang hampir menyamai Neji.

Kera itu berhasil menghindari beberapa kepalan tinju Tenten sebelum melompat mundur dan tertawa kesal. "Aku bukan monyet, kera. Aku ini ke-ra!"

"Dan apa itu penting? Lebih mudah memanggilmu monyet, bagaimana menurutmu nyet?" kali ini Tenten yang melemparkan senyum mengejek dan membuat wajah youkai kera itu berubah merah.

"Kau manusia rendahan!" seru kera itu kesal, lalu melompat untuk menyerang Tenten.

Remaja perempuan itu ikut melompat, dari balik punggungnya ia mengeluarkan dua buah jimat. Setelah membaca mantra, kedua kertas jimat itu berubah menjadi dua ekor siluman harimau putih. Mereka bertiga menyerang siluman kera bersama-sama hingga menghasilkan kerusakkan pada sekitar lorong sekolah.

Di lain tempat, kepulan asap hitam dan debu juga terjadi di lantai tiga. Dari balik asap terlihat bayangan ekor berwarna coklat kemerahan sebelum sosok Naruto terlihat. Pemuda pirang itu melompat dan mengayunkan salah satu ekornya. Haku berhasil melompat dan menghindar tepat waktu sebelum ekor itu menghantamnya tanpa ampun.

Suara retakan terdengar, manik kecoklatan Haku melirik sekilas. Dari balik ekor Naruto, lantai yang dihantamnya memiliki retakan yang besar. Melihat itu Haku tersenyum tipis, seperti biasa kekuatan dari cucu Kurama memang luar biasa. Saat manik coklatnya bertemu langsung dengan mata merah darah Naruto, Haku tersenyum pahit.

Tidak ada lagi kehangatan di sana, tidak ada lagi keramahan dan keceriaan di mata Naruto. Manik merah darah itu hanya menampilkan hawa membunuh serta tatapan berapi-api dan buas. 'Mau bagaimana lagi, karena ini sudah pilihanku.' Haku melemparkan ribuan jarum serta menyemburkan air dalam jumlah banyak.

Naruto berdecak kesal sebelum mencoba menghindar. Setelah menghindar, Naruto hendak melancarkan serangan balasan. Namun rasa nyeri di salah satu kaki dan lengannya membuatnya meringis pelan. Ternyata beberapa jarum berhasil mengenainya, Naruto mendengus pelan. Sedikit tertatih, Naruto berdiri dan kembali menghindari serangan Haku.

Naruto menyeka sudut bibirnya, entah sejak kapan topeng rubah miliknya terlepas. Haku berdiri tak jauh dari Naruto dengan tenang serta raut wajahnya begitu dingin dan datar. kenapa... kenapa... berkali-kali Naruto mempertanyakan alasan Haku sampai melakukan hal ini.

"Sebenarnya apa tujuanmu Haku?"

Manik kecoklatan itu membalas datar, tatapan mata merah darah itu. "Tujuan? Aku sudah bilang bukan? aku menginginkan nyawa Hime-sama."

"Karena itu aku tanya, KENAPA KAU MELAKUKANNYA?!"

Haku memalingkan wajahnya. Ada rasa enggan dan kesedihan yang dapat Naruto lihat dari manik coklat di depannya. Melihat sikap Haku yang masih bungkam, membuat Naruto geram.

"Kalau kau diam saja, bagaimana aku tahu!"

"Aku tidak butuh kau untuk memahaminya, Baka-Naru!" manik coklat itu sedikit melebar, terkejut dengan apa yang ia katakan sendiri.

Naruto memandang Haku datar, 'Baka-Naru' panggilan yang kadang Haku lontarkan untuknya. Remaja pirang itu tertawa miris, mengingat banyaknya hal yang mereka bertiga lakukan dulu. Kesenangan, kebahagiaan saat semua orang yang kau sayangi, ada untukmu. Namun semenjak Haku menghilang tiba-tiba, semua berubah.

Lelaki cantik itu memalingkan wajahnya, bagaimana bisa emosinya meluap seperti itu. kedua tangannya terkepal erat, bibirnya terkatup rapat. Ingatan tentang masa lalu lagi-lagi berputar tanpa henti. Sosok Hinata dan Naruto yang selalu bersama dengan senyum serta tawa dengan nuasana hangat. kehangatan yang berbeda, kehangatan yang tidak seharusnya ia masuki. Karena lingkaran itu hanyalah khusus untuk mereka berdua.

.

.

.

"Lihatlah! Hinata-sama dan Naruto-sama memang serasi."

Haku menghentikan langkahnya, saat suara salah satu youkai menarik perhatiannya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, sekumpulan youkai rendah tengah memerhatikan kedua temannya dari jauh. Manik coklatnya ikut memperhatikan sosok Hinata dan Naruto, mereka berdua tengah bersandar pada sebuah pohon besar yang rindang.

Sosok Hinata terlihat tengah membuat mahkota bunga, gadis manusia itu lalu memasangkannya ke kepala Naruto. Kebiasaan Hinata sejak dulu, setiap melihat padang bunga. Remaja lelaki itu menyentuh sebentar mahkota bunga itu sebelum tertawa renyah. Hinata ikut tertawa sebelum tawanya terhenti akibat tarikan tiba-tiba yang Naruto lakukan. Cucu dari Kurama itu menarik Hinata agar gadis itu membaringkan kepalanya di atas pahanya. Siluman rubah itu mengusap lembut rambut Hinata yang tergerai panjang.

Pemandangan yang sudah mulai Haku biasa lihat. Kehangatan yang dipancarkan kedua temannya itu, selalu mampu membuat Haku tersenyum lembut. Para youkai rendah yang masih memerhatikan, kembali berbisik dengan nada riang.

"Aku harap Naruto-sama dan Hinata-sama, bisa lekas-lekas menikah!"

"Betul sekali, tapi... apa tidak masalah? Hinata-sama adalah manusia."

"Tidak apa-apa, Haku-sama itu setengah youkai. Bukankah itu artinya manusia dan youkai bisa bersatu?"

Haku berusaha mengacuhkan rasa sakit yang tiba-tiba hadir dalam hatinya. Setengah youkai, setengah manusia. Bagi dirinya, fakta tentang dirinya bukanlah sesuatu yang bisa ia banggakan. Berkat darah youkai yang mengalir dalam nadinya, seluruh desa membencinya, bahkan ayah kandungnya ingin membunuhnya. Manik coklatnya kembali memandang kedua temannya, manusia dan youkai. Bisakah mereka bersama tanpa adanya luka di antara mereka berdua?

Lelaki itu mengayunkan langkahnya, menghampiri kedua temannya. 'Bisakah manusia dan youkai hidup bersama tanpa adanya konflik?'. Naruto yang melihat sosok Haku, melambaikan tangannya dengan senyum mentari khasnya. Hinata segera beranjak dan berlari menghampiri Haku dengan senyum lembut. Gadis manis itu menarik pelan yukata putihnya agar Haku menunduk sedikit, setelahnya Hinata memakaikan mahkota putih ke kepala Haku. 'Bisakah mereka berdua hidup bahagia?' Haku memberikan senyum hangatnya dan mengikuti langkah kecil Hinata menuju Naruto. Manik coklatnya memandang kedua sahabat baiknya, 'Mereka akan bahagia, dan aku yakin itu.'

.

.

.

"Ada seseorang yang ingin aku hidupkan kembali."

Naruto mengangkat wajahnya, memandang bingung saat Haku tiba-tiba berujar pelan. Remaja laki-laki itu tersenyum tipis dengan tatapan menerawang. "Dia... manusia kedua setelah Hinata yang tidak membenciku dan mau menerimaku. Dia laki-laki yang memberiku rasa nyaman dan mengerti apa itu menyukai seseorang."

Manik merah darah yang semula memancarkan kebingungan, kini berubah. Batu ruby itu membulat sesaat dengan bibir terbuka serta raut terkejut. Jari telunjuknya kini mengacung pada Haku, "Kau jatuh cinta pada manusia?!" seru Naruto.

Haku mengangguk pelan, "Dia menolongku saat terluka dan merawatku selama seminggu walau tahu kalau aku ini adalah youkai." Haku kembali berujar tanpa menyadari, Naruto sama sekali tidak mendengarkannya. "Dia seorang pandai besi di desa sebelah, laki-laki yang mungkin sepantaran dengan Hinata."

"Tu-tunggu dulu!" seruan Naruto yang terlihat panik berhasil membuat Haku memandangnya. Naruto berusaha mencerna apa yang Haku tuturkan padanya. Setelah semua bisa ia pahami, manik merah darahnya memandang Haku. "Kau jatuh cinta dengan seorang manusia dan dia laki-laki?"

Haku kembali mengangguk, walau ia tidak mengerti kenapa Naruto terlihat begitu terkejut. Bukankah temannya ini juga jatuh cinta pada Hinata yang merupakan manusia. Naruto berusaha menghilangkan keterkejutannya. Sungguh, pemuda pirang itu sama sekali tidak menyangka bahwa temannya itu bisa lebih parah darinya.

"Haku, dia itu laki-laki!"

Sebelah alis Haku naik, tidak mengerti maksud Naruto. "Lalu?"

Erangan frustrasi terdengar dari Naruto. Ia mengacak-acak rambut pirangnya gemas. "Mencintai seorang manusia saja sudah sulit, kenapa kau bisa sampai jatuh cinta pada laki-laki?!" ah~ sekarang Haku mengerti maksud teman pirangnya itu. "Meski wajahmu itu seperti perempuan, bawahmu itu laki-laki sejati! Lagipula kalau sama-sama lelaki, bagaimana caranya kau berbuat mesum—"

Duagh!

Naruto mengerang pelan, kepalanya terasa nyeri akibat pukulan tiba-tiba yang Haku berikan. Remaja pirang itu menatap tajam Haku yang balas menatapnya tak kalah garang.

"Apa yang kau lakukan?!"

"Menghentikan otak bodohmu," jawab Haku datar. Youkai cermin itu mendengus pelan, setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Haku mengira teman pirangnya itu sedikit berubah, namun nyatanya, otak bodohnya masih jalan seperti biasa. "Dengar Naruto, bagaimanapun caranya Aku pasti akan membuat Zabuza terlahir kembali."

Manik merah darah kembali menyipitkan matanya. 'Zabuza' mungkinkah itu adalah nama laki-laki yang ingin Haku hidupkan kembali? Jika memang laki-laki itu sangat berharga bagi Haku, Naruto yakin Hinata pasti akan membantu Haku sebisa mungkin.

Tapi...

"Walau harus mengorbankan Hinata, temanmu? Sahabat—"

"DIA BUKAN HINATA!" deru nafas yang berantakan dengan emosi meluap menyesakkan. Naruto menatap Haku dalam diam. Youkai cermin itu berusaha mengatur nafasnya. "Dia... yang tertidur di sana... bukanlah Hinata."

"Apa kau serius mengatakannya?"

Suara tawa pelan terdengar dengan kedua pundak Haku bergetar. "Tentu saja... Hinata, sahabatku dan kekasihmu sudah meninggal sejak dulu. Manusia hanya memiliki hidup yang singkat, mereka hanya bisa terlahir satu kali. Meski perempuan yang tertidur di sana memiliki wajah serta nama yang serupa. Dia bukanlah Hinata! Dia bukan Hinata temanku!"

"HENTIKAN OMONG KOSONGMU HAKU!" sentakan Naruto tiba-tiba membuat Haku menatap sengit remaja pirang di depannya. "Dia itu Hinata. Apa kau tidak bisa melihatnya, kedua mata lavender itu?"

Sepasang lavender lembut berbalut kehangatan dan keluguan. Sepasang mata yang sudah amat Haku kenali. Meski begitu, meski hatinya merasakan kerinduan terhadap kedua manik lavender itu. Rasa sakit dan sesak terus mencengkram hatinya tanpa ampun. Kedua kepalan tangannya mengerat, mengapa... mengapa Naruto tidak mau mengerti... mengapa Dewa hanya menghidupkan kembali Hinata? Mengapa Zabuza tidak diberi kesempatan yang sama? Bukankah Naruto dan Hinata sudah bahagia walau sesaat?

"Mengapa... hanya Hinata?" tetesan air hangat mengalir lembut, membasahi separuh pipi Haku. "Kalian sudah bahagia dulu, kenapa aku dan Zabuza tidak boleh mendapatkannya juga?!"

"Kebahagiaan?" Naruto bergumam pelan. Seandainya apa yang Haku katakan itu benar adanya. seandainya senyum dan tawa serta tarian itu masih mekar seperti bunga lavender di padang luas.

.

.

.

"Naruto-kun."

Suara gumam terdengar, membalas panggilan dari gadis manis yang tengah menyandarkan kepalanya pada pundaknya. Bulan purnama bersinar indah di atas langit malam, dengan kilauan cahaya bulan menerpa kolam yang dikelilingi berbagai macam bunga.

"...Maafkan aku..."

Desauan angin malam membelai kedua surai berbeda warna. Genggaman dari dua tangan itu mengerat. Sekali lagi Hinata bergumam pelan, meminta maaf pada lelaki di sampingnya. Naruto tersenyum tipis, salah satu tangannya meraba perut Hinata yang terlihat sedikit besar dalam balutan kimono sutra yang hangat.

"Anak ini pasti akan secantik ibunya," ujar Naruto dengan senyum hangatnya yang tak pernah luntur. Manik birunya kini beralih pada sepasang lavender yang menatapnya sendu. "Jangan meminta maaf, Hinata-chan. Wajah sedihmu tidak cocok untukmu, lagipula kau bisa membuat anakmu ikut bersedih."

Kecupan kilat di pipi yang Naruto berikan, sukses membuat wajah Hinata memerah. Seperti biasanya wajah Hinata yang merona selalu manis di matanya. Hinata mengembungkan pipinya kesal, namun ikut tertawa bersama Naruto.

"Aku mencintaimu Naruto-kun."

Dengan segenap hati, youkai rubah itu berusaha menepis rasa sakitnya. Ia membalas senyum Hinata dengan senyum lima jari khasnya. "Aku tahu itu, Hinata-chan." Ya, dia selalu tahu bahwa hati Hinata hanya untuknya, begitu pula dirinya. Naruto mengikis jarak antara mereka berdua perlahan sebelum mencium lembut bibir Hinata. Bermandikan cahaya rembulan, Naruto melumat pelan bibir yang selalu terasa hangat itu. Pelan dengan penuh kasih, Naruto berharap perasaannya mampu tersampaikan oleh Hinata, bahwa dirinya juga mencintai gadis manusia di depannya ini.

...

Tangan yang dingin dengan wajah pucat pasi. Kimono selembut sutra dengan hiasan bunga anggrek yang indah. Gadis yang terbaring lemas dalam pelukannya serta senyum getir yang ia berikan. Naruto mencium kening perempuan yang ia cintai dengan lembut. Berusaha memberitahukan perasaannya lewat kecupan yang ia berikan.

"Naruto-kun... maafkan aku..." ujar gadis dengan rambut indigo yang tergerai panjang. Jemari lentiknya mengusap lembut pipi Naruto yang basah karena air mata si pemuda pirang.

Digenggamnya tangan yang lebih kecil darinya. Ingatan tentang janji yang mereka berdua buat hadir membuat hati Naruto semakin perih.

"Ja-jangan menangis Na-Naruto-kun..."

"Hinata..."

.

.

.

"Kau salah Haku..." Naruto bergumam pelan dengan senyum pahit di wajahnya. "Setelah kau menghilang, hanya ada kata maaf yang selalu ia katakan."

"Lalu? apa kau menyalahkanku Naruto?"

Naruto mengangkat wajahnya, suara serta aura yang Haku berikan kini berubah. Lebih kelam, dalam, dan kebencian yang meluap. Sosok Haku kini seakan orang asing yang tidak pernah Naruto temui sebelumnya.

Tatapan dingin yang melebihi kristal es manapun. Dalam sekali ayunan tangan, puluhan jarum muncul mengarah pada sosok Hinata yang tertidur. "Yang aku inginkan adalah kebahagiaan, seperti KALIAN BERDUA!"

Manik merah itu membulat sempurna, "HENTIKAN HAKU!"

Sekuat tenaga Naruto melompat berusaha menghentikan Haku yang mulai mengayunkan tangannya kembali. Ribuan jarum melesat, siap menancap tanpa ampun pada tubuh Hinata yang tak berdaya. Suara erangan keras meraung dalam lautan bintang. Aliran sungai merah yang jatuh menetes membasahi kulit putih pucat.

Manik merah darah itu menatap sayu dengan senyum lega yang ia ulas. Perlahan ia usap pipi putih yang agak gempal itu, sekali lagi ia mengacuhkan tetesan air merah yang terjatuh. "Hinata..."

Perlahan pelindung manik serupa lavender itu terbuka. Rasa pening yang menyerang membuat Hinata agak kesulitan untuk menatap sekitarnya. Dan saat pandangannya jelas, manik lavender itu membulat.

Naruto mengulas senyum lima jari khasnya, "Yo! Ohime-sama."

"Na-Na-Na-Naruto-kun?!" Hinata mengerjapkan kedua matanya, wajah Naruto yang cukup dekat membuat jantungnya menggila tiba-tiba. "Ke-ke-kenapa Naruto-kun ada di sini?"

Dengan hati-hati Naruto menurunkan Hinata dan menyandarkan gadis itu di dinding. Saat itulah, Hinata baru menyadari darah yang merembesi jubah putih yang Naruto kenakan.

"Naruto-kun, kau berdarah!"

Manik Lavender itu membulat ketika ia melihat punggung Naruto dipenuhi jarum-jarum. Gadis Hyuuga itu menatap Naruto cemas, sementara si pemuda pirang hanya tersenyum kecil. "Untunglah kau baik-baik saja, Hinata." Wajah Hinata segera memerah begitu mendengar dan melihat wajah Naruto yang terlihat lega.

Deru nafas yang sedikit tersengal dengan keringat dingin mengalir pelan. Tatapan Hinata berubah sayu, jelas sekali kalau Naruto terluka parah. "Ke-kenapa?" Hinata menggenggam erat ujung jubah putih Naruto.

Penerus Hyuuga itu tidak mengerti, mengapa lelaki asing di depannya ini mau terluka demi dirinya. bukankah mereka berdua tidak saling kenal? Ataukah hanya Hinata saja yang tidak mengenal pemuda pirang ini? Tapi... ada apa dengan perasaan hangat dan kerinduan yang ia rasakan dalam hatinya ini?

Tepukan pelan di puncak kepalanya membuat Hinata tersadar dari lamunan. Gadis itu mengangkat kepalanya hanya untuk bertemu dengan seulas senyum hangat. "Aku baik-baik saja, lagipula aku hanya kebetulan lewat."

Suara tawa kecil terdengar dari Hinata, "Kebetulan lewat bagaimana?"

"Etto... seperti ini, mungkin?"

Melihat tingkah Naruto yang salah tingkah, membuat Hinata kembali tertawa kecil. Hinata merasa aneh, meski dia baru bertemu dengan Naruto beberapa kali. Tapi rasa nyaman sudah ia rasakan hanya dengan berada di dekatnya.

"Naruto-kun, terimakasih karena sudah menolongku lagi."

Senyum lugu yang tulus, senyum yang hanya dimiliki Hinata. Cucu dari Kurama itu membalas senyum Hinata. Walaupun Hinata di depannya bukanlah kekasihnya yang dulu, tetapi fakta bahwa mereka memiliki jiwa yang sama, itu sudah lebih dari cukup bagi Naruto.

Sekali lagi Hinata kembali merona merah, buru-buru gadis lavender itu mengeluarkan kipasnya. Saat hendak menyembuhkan Naruto, suara seseorang terdengar pelan. Hinata mengalihkan tatapannya sebelum manik serupa bulan itu membulat. Seperti halnya Naruto, gadis lavender itu juga terkejut dengan perubahan Haku.

"Selalu... kenapa selalu kalian berdua?"

Naruto segera berdiri membelakangi Hinata. Aura yang Haku pancarkan benar-benar tidak baik. Hinata yang semula mematung segera tersadar dan menyembuhkan Naruto. Setelah menyembuhkan Naruto, gadis manis itu berdiri di samping pemuda pirang itu.

"Bahkan kemampuan itu masih sama, kenapa?" Rasa sesak yang sering kali hadir itu kembali datang. Membuat Haku seakan memiliki lubang hitam yang siap menghisap apapun dan hanya meninggalkan rasa perih yang mengiris. "Kenapa?! Kenapa hanya Hinata yang hidup kembali?!"

Haku yang sudah tenggelam akan emosi yang bernama 'cemburu dan keirian' menyerang Naruto dan Hinata membabi buta. Puluhan jarum ia lemparkan pada Naruto yang melompat menghindar sembari menggendong Hinata layaknya pengantin. Decihan sekaligus teriakan frustrasi terdengar menggema lorong sekolah.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" gumam Hinata tak mengerti. "Apa yang dia maksud dengan hanya aku yang hidup kembali?" Hinata menatap Naruto meminta penjelasan. Entah mengapa ia merasa bahwa Naruto mengetahui apa yang tidak ia ketahui.

Mendapat tatapan yang seperti tuntutan itu membuat Naruto berdecak pelan. Naruto sama sekali tidak memiliki niat untuk membiarkan Hinata mengingat kehidupan lampaunya dulu.

"Entahlah, aku juga tidak tahu."

Tidak puas dengan jawaban Naruto, pewaris Hyuuga kembali membuka suaranya. Namun suara ledakan yang terdengar mengurungkan niatnya. Dari balik asap hitam yang tak jauh dari tempat mereka berdiri, terdapat tiga sosok yang terlihat. Naruto menyeringai begitu mengenali salah satu dari tiga sosok asing itu.

"Kau terlambat, Gaara!" ujarnya saat kepulan asap mulai memudar dan memperlihatkan rambut merah yang dibelai pelan angin malam.

"Memang aku peduli?" balas Gaara datar, ia mengayunkan kakinya menuju Naruto.

Dibelakang punggung Gaara, dua sosok mengikutinya. Manik Hinata melebar sebelum senyumnya mengembang dan berlari menghampiri dua sosok yang ia kenali.

"Nii-san, Tenten-chan!"

Neji membalas pelukan Hinata, kelegaan terlihat jelas di raut wajah anak dari Hyuuga Hizashi. Tenten ikut memeluk Neji dan Hinata, sama-sama merasa lega karena sahabatnya baik-baik saja. Gaara yang sudah berada di samping Naruto, melirik sekilas teman baiknya itu. Pelipisnya sempat berkedut saat menyadari noda merah di jubah putih Naruto.

"Kau baik-baik saja?" tanya Gaara.

Naruto mengangguk sebagai balasan, manik birunya yang telah kembali tidak lepas dari sosok Hinata. Pemuda pirang itu sedikit tersentak, saat Neji menatap tajam ke arahnya. Manik serupa lavender itu menatap awas pada sosok Naruto dan Gaara.

Beberapa saat yang lalu, sosok Gaara tiba-tiba saja hadir dan berhasil mengalahkan separuh youkai yang menghalangi jalan mereka. Lelaki berambut merah itu kuat, dan pemuda pirang serta bermata biru itu tidak kalah membuat hati Neji gusar. Ini adalah kali pertama Neji dan Naruto bertemu. Melihat sosok Naruto yang sama persis dengan ciri-ciri anak kecil dalam mimpi Hinata, membuat Neji tidak tenang.

Neji dan Tenten berbalik saat suara retakan terdengar. Sepertinya ledakan yang Gaara lakukan tanpa sengaja mengenai Haku. Hal itu membuat youkai cermin itu terpental cukup jauh dari mereka. Haku berjalan tertatih, aura kelam masih melekat dan menguar padat. Sosok Haku yang semula cantik dan menawan kini terlihat mengerikan dengan manik coklatnya yang berubah merah.

"Hime-sama... Zabuza..."

Manik lavender itu bergetar pelan, pemandangan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya itu membuat hatinya bergetar. Sosok yang terlihat menyeramkan sekaligus menyedihkan. Rasanya, Hinata baru pertama kali melihat youkai yang seperti itu, kenapa... apa yang telah ia alami hingga sosoknya seperti itu? Hinata yang tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya, mulai bergetar pelan.

.

.

.

To Be Continue...

Continue Reading

You'll Also Like

65.4K 4.5K 21
[SELESAI] Sasuke × Sakura | Fiksi Penggemar "Diam! Biarkan seperti ini!" ujar lelaki dingin itu, Uchiha Sasuke. "Lalu bagaimana jika aku berusaha men...
6.3K 521 11
"New, invite meet B. Indo dong. Microsoft Teams gue error." "Bentar." "Sekalian nanti meet Sejarah ya. Thanks, New!" [COMPLETED] SOCIAL MEDIA & NARRA...
4.2K 466 8
[Prequel Golden Memories] "Some people are meant to fallin' love but doesn't mean to be together" Disclaimer: Naruto by Kishi-sensei Fanfic by nafasn...
735K 34.9K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...