Kumpulan cerita inspirasi

By ZulkarnainAl-Muslim

154K 1.7K 43

Semoga kumpulan cerita inspirasi ini dapat memberikan pelajaran buat kita semua. :-) selamat membaca More

10 Ribu Rupiah Membuat Anda Mengerti Cara Bersyukur
Bola Golf..
Belajar Sesuatu Dari Hilton
Kebahagiaan Yang Menular
Kisah Inspiratif, Siomay Mr Pinky...
Rasulullah dan Jeruk Limau
Berpikir Tentang Serangga
Siapkah Kita Menghadapi 4 Pertanyaan di Padang Mahsyar
Tempe Setengah Jadi
Dibalik Daun-daun yang Berserakan
Buah Doa dan Kesungguhan
Kisah Dua Tukang Sol (bag 2)
Kisah Dua Tukang Sol (bag 3)
KISAH TUKANG BAKSO
Kisah Nyata: Kisah Pemuda Islamdi Negeri Paman Sam
Bacalah.......! Dan Menangislah Jika Kalian Hendak Menangis.....!
Bacalah.......! Dan Menangislah Jika Kalian Hendak Menangis.....! (samb)
Bacalah.......! Dan Menangislah Jika Kalian Hendak Menangis.....! (samb 2)
Bacalah.......! Dan Menangislah Jika Kalian Hendak Menangis.....! (end)

Kisah Dua Tukang Sol (bag 1)

3.5K 35 0
By ZulkarnainAl-Muslim

Mang Udin, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang sering disebut tukang sol.

Pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, nanti sore hari mang Udin membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Udin terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.

Perut mulai keroncongan. Hanya air teh bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat orde besar sehingga bisa membawa uang ke rumah.

Perutnya sendiri tidak dia hiraukan. Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri.

"Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich." pikir mang Udin. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.

"Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nich?" kata mang Udin memulai percakapan.

"Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu." kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh.

"Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan." kata mang Udin memelas.

"Alhamdulillah, itu harus disyukuri."

"Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga." kata mang Udin sedikit kesal.

"Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah." kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.

"Emang begitu bang?" tanya mang Udin, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.

"Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur." kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya.

Mang udin sedikit kikuk, karena dia tidak pernah "mampir" ke tempat shalat.

"Ayolah, kita mohon kepada Allah supaya kita diberi rezeki yang barakah."

Akhirnya, mang Udin mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.

Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Udin ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Udin bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,

"Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir."

Akhirnya mang Udin ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Udin berkata, "Saya tidak enak nich. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya."

"Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah." kata bang Soleh tetap tersenyum.

"Abang yakin?"

"Insya Allah." jawab bang soleh meyakinkan.

"Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain." kata mang Udin penuh harap.

"Insya Allah. Allah akan menolong kita." Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.

Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.

"Apa kabar mang Udin?"

"Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat." kata mang Udin setengah menyalahkan.

Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata, "Masih ada hal yang perlu mang Udin lakukan untuk mendapat rezeki barakah."

"Oh ya, apa itu?" tanya mang Udin penasaran.

"Tawakal, ikhlas, dan sabar." kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.

Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Udin yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,

"Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?"

"Bukan tidak cocok. Mungkin keyakinan mang Udin belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Udin yakin bahwa Allah akan menolong kita?" jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum.

Mang Udin cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia "hanya" coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh.

"Bagaimana supaya yakin bang?" kata mang Udin sedikit pelan hampir terdengar.

Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan.

"Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?" tanya bang Soleh.

"Tidak."

"Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Udin dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?" lanjut bang Soleh. Mang Udin terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, " Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut . Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin."

Mang Udin manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.

"OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang." kata mang Udin, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah."

Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimis bahwa hidup akan lebih baik.

Setelah pertemuan itu, bang Soleh dan mang Udin tidak lagi bertemu. Entah kenapa, ada kerinduan dari mang Udin untuk bertemu dengan bang Soleh. Mang Udin mencoba ke tempat dimana dia bertemu, masjid dan tempat makan dimana dia ditraktir.

Namun Allah menakdirkan mereka tidak bertemu. Mang Udin mencoba bertanya kepada sesama rekan tukang sol lainnya. Luar biasa, banyak diantara tukang sol yang mengenal bang Soleh, namun mereka juga sama, mengaku sudah lama tidak bertemu dengan bang Soleh. Mang Udin juga sering berdo'a untuk dipertemukan dengan bang Soleh untuk berterima kasih.

"Apakah bang Soleh sakit?" tanya mang Udin dalam hatinya. "Ah, tidak boleh berburuk sangka, mudah-

mudahan bang Soleh baik-baik saja, mungkin dia menjajaki tempat yang lain. Lalu, bagaimana dengan keadaan mang Udin sendiri? Setelah mendapatkan pencerahan dari bang Soleh, kehidupan mang Udin sudah jauh membaik. Dengan diawali basmallah, dia selalu mengawali langkahnya menjemput rezeki. Diiringi senyum dari sang Istri dan pelukan dari kedua anaknya, mang Udin selalu bersemangat memikul peralatan dan bahan sol yang lumayan berat. Meski tidak setiap hari mendapatkan penghasilan bagus, namun secara total sudah sangat cukup menjaga dapurnya ngebul setiap hari. Kadang dia hanya melakukan service satu kali dalam sehari, tetapi uang yang didapat melebih 5 kali service karena kemurahan pengguna jasanya. Banyak sekali rezeki yang tidak diduga-duga yang dia alami.

Dia selalu mensyukuri apa yang dia dapat setiap harinya. Bahkan saat pulang tidak membawa uang pun tidak menjadikan dia mengeluh. Hidupnya lebih tenang dan optimis. Jika hari ini tidak dapat, dia yakin besok lusa akan dapat. Dia tidak khawatir lagi, sebab dia yakin Allah sudah menyiapkan rezeki untuk istri dan kedua anaknya.

Suatu hari, sepulang dari keliling menjajakan jasanya, dia disambut dengan tangisan anak bungsunya.

"Kenapa sayang?" tanya mang Udin sambil membelai kepala anaknya dan melirik ke istrinya.

"Itu yah... Cecep ingin jalan-jalan ke Mall seperti teman-temannya." jawab istrinya sambil tersenyum.

"Kayak orang kaya saja." Mang Udin tersenyum. "Mau ngapain sich ke Mall?" "Mau jalan-jalan saja." kata Cecep (anaknya).

"Di Mall itu banyak yang dagang, nanti Cecep mau, ayahkan tidak punya banyak uang sekarang." jelas mang Udin.

"Cecep tidak mau beli apa-apa, hanya ingin jalan-jalan saja sama ayah dan mamah, juga teteh." jelas Cecep.

"Bener?" tanya mang Udin.

"Bener, Cecep janji." kata si Cecep

"Kata mamah gimana? Boleh tidak?" tanya mang Udin

"Kata mamah, terserah ayah." kata Cecep sambil melihat ibunya dan dijawab oleh ibunya dengan senyuman.

"Ya udah, besok kan hari Minggu, kita jalan-jalan saja ke Mall." kata mang Udin yang disambut senyum gembira anaknya.

"Teteh... teteh... besok kita jalan-jalan ke Mall." kata Cecep teriak-teriak sambil menghampiri kakak perempuannya.

"Emang ayah nggak keliling besok?" tanya istrinya sambil mempersiapkan makan.

"Nggak apa-apa, sesekali istirahat untuk penyegaran. Biar anak-anak senang." jawab mang Udin sambil duduk di tikar, siap-siap untuk makan.

"Iya juga, ayah selalu keliling, tidak pernah libur." jawab istrinya sambil duduk disamping mang Udin.

***

Keesokan harinya, mereka pun berangkat ke Mall naik angkot. Cecep terlihat begitu senangnya.

"Cecep... main ke Mall jangan jadi kebiasaan, sekali-kali saja yah." jelas mang Udin.

"Kenapa yah?" tanya Cecep.

"Ada banyak kegiatan yang lebih bagus dibandingkan jalan-jalan ke Mall." jelas mang Udin.

"Iya dech..." kata Cecep.

(bersambung)

Continue Reading