Unsteady

Da theblackrosee

2.1M 258K 31.9K

Aku percaya, bahwa suatu hari nanti kita akan di pertemukan dalam keadaan yang jauh lebih baik lagi. ... Altro

Prolog
Unsteady 1
Unsteady 2
Unsteady 3
Unsteady 4
Unsteady 5
Unsteady 6
Unsteady 7
Unsteady 8
Unsteady 9
Unsteady 10
Unsteady 12
Unsteady 13
Unsteady 14
Unsteady 15
Unsteady 16
Unsteady 17
Unsteady 18
Unsteady 19
Unsteady 20
Unsteady 21
Unsteady 22
Unsteady 23
Unsteady 24
Unsteady 25
Unsteady 26
Unsteady 27 [Bagian 1]
promosi
Unsteady 27 [Bagian 2]
Unsteady 28
Unsteady 29
Unsteady 30
Unsteady 31
Unsteady 32
Unsteady 33
Unsteady 34
Unsteady 35
Unsteady 36
Unsteady 37
Unsteady 38
Unsteady 39
Unsteady 40
Unsteady 41
Unsteady 42
Unsteady 43
Unsteady 44 - Akhir [Ending]
Spin off
PO KEDUA NOVEL PROTECT

Unsteady 11

38.4K 4.6K 330
Da theblackrosee

Dulu, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta, Aira selalu takut. Takut memulai sesuatu yang baru bersama latar yang berbeda. Hatinya meragu apakah bisa beradabtasi atau tidak, apakah ada yang mau menganggapnya teman atau tidak dan apakah ia bisa hidup serumah dengan orang yang hanya sekali ia kenal selama 17 tahun hidupnya.

Nyatanya, Aira mulai bisa beradabtasi dengan semua hal baru itu. Walau terkadang ia diam-diam merindukan suasana kota Bandung.

Kakinya mengayuh sepeda lebih cepat, tersenyum ketika angin sore menerpa wajahnya. Aira kemudian berhenti di sebuah toko roti yang cukup jauh dari rumahnya. Perempuan itu memarkirkan sepedanya, lalu memasukkan tangan kirinya ke dalam hoodie pink miliknya.

Tangannya mendorong pintu kaca itu dan memasuki toko roti itu. Ada satu orang pembeli yang sedang berada di kasir dan satunya lagi sedang dihela karyawan untuk mencari roti. Dan, satu orang lagi yang membuat Aira mengernyit.

"Wah, adek bayi. Ngapain lo?" tanya Aira melihat Eza sedang duduk di sofa dengan wajah kalem.

Anak laki-laki itu menoleh. "Wah, ada kesialan apa nih kita ketemu?"

Aira menyengir, "Bener-bener ye, untung lo bocah."

Eza kemudian mengarahkan tatapan matanya ke arah perempuan yang sedang melihat-lihat roti di balik etalase.

"Sama emak lo? Widih, cakep." Celetuk Aira.

Seolah menyadari anak laki-lakinya tengah berbicara dengan orang yang tidak pernah dilihatnya, Mama Eza menoleh, pilihan rotinya sudah di bawa ke kasir.

"Eza, sama siapa?" tanya Mamanya dengan lembut.

"Oh ini Ma, namanya Kak Aira, teman Eza," kata anak sulungnya dengan wajah yang teramat manis.

"Hai Tante, Aira."

Mama Eza tersenyum lembut. Perempuan itu masih nampak muda. Umurnya bisa Aira perkirakan sekitar 30 tahunan. Rambutnya sebahu dengan wajah keibuannya.

"Mama ke kasir dulu,"

Setelah Mama Eza berjalan ke arah kasir, Eza menyenggol lengan Aira, menatapnya dengan begitu dalam. "Ngapain ke toko roti?" tanyanya dengan mata menyipit.

Anak ini benar-benar tengil.

"Mau ngapain? Numpang nyuci, dek. Ya beli roti lah."

"Ah garing." Eza mendengus.

Aira mendengus dan melangkah ke arah etalase berisi cup cake dan donat. Eza menarik tangannya ketika Mamanya sudah selesai membayar.

"Ma," panggilnya sambil menghalangi jalan Mamanya. "Aku diajak pergi sama Kak Aira, nanti pulangnya diantar Bang Ares. Oke?" tanyanya dengan wajah serius.

Aira mengerutkan keningnya. Apa-apaan nih bocah.

"Kalian mau kemana, Aira?"

Dan bocah judes ini menyubit telapak tangannya. Benar-benar kurang ajar.

"Ke-ke Taman, Tante." Ucap Aira dengan pelototan tajam ke arah Eza.

"Yaudah boleh," ucapnya sambil mengusap sisi kanan wajah Eza, "Mama duluan kalau gitu. Tante duluan ya, Aira."

Eza mengangguk dan Aira mengikuti. Perempuan itu masuk ke dalam mobilnya. Setelah kepergiannya, Aira melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ehm. I need explanation, baby." Ucap Aira dengan mengancam.

"You'll get it, fetus."

"Masih gue liatin lo, Cah." Gumam Aira dengan senyuman sinisnya.

***

Sebenarnya, Aira tidak terlalu mengenal Eza. Hanya tahu bahwa bocah kecil itu benar-benar menyebalkan. Tidak bisa dipungkiri. Jam menunjukkan pukul setengah empat sore dan keduanya tengah duduk di bawah pohoh.

Ada beberapa orang di taman, kebanyakan anak-anak yang sedang bersama pengasuh ataupun kakaknya. Aira membuka kotak roti itu, melahap salah satu cup cake.

"Nah, sekarang lo ngapain melamun. Heran gue, kenapa lo?" tanya Aira sambil menggigit cup cake itu.

Eza menoleh sekilas. "Gak papa. Aku kan cuma bosan di rumah. Bang Ares juga kayaknya sibuk belajar melukis mulu. Eca juga lagi di rumah nenek. Nah kalau di rumah Papa sama Mama terus. Kan aku bosan."

"Ahela Cah, main game kan bisa."

"Aku gak suka."

Aira mengangguk, menggeser kotak roti yang berada diantara mereka berdua ke arah Eza. Anak laki-laki itu mengambil salah satunya dan memperhatikan cup cake itu, lalu menghela napas dan melihat anak-anak berusia 5 tahunan sedang bermain beberapa meter dari jarak mereka.

"Za," panggil Aira, "lo kenal Ares dari mana sih? Dia emang tinggal sendiri ya?" tanyanya ketika mengingat bahwa Rafi pernah bilang bahwa Ares tinggal sendiri.

"Sepuluh ribu dulu dong baru aku jawab."

Aira mendengus. "Oke, gocap deh."

"Serius?!"

"Tapi kembaliannya dulu dong empat puluh lima ribu."

"Mingkem aja deh akunya kalau begitu."

Aira tersenyum kecil, ia benar-benar bisa merasakan mempunyai adik laki-laki yang menyebalkan. "Deal."

Eza terlihat berpikir sebentar. Barulah anak laki-laki dengan rambut sedikit ikal itu menoleh ke samping. "Aku kenal Bang Ares udah luammmaaa banget. Umur aku kan sekarang sembilan tahun tujuh bulan jadi selama itu lah aku mengenal Bang Ares."

"Widih lama. Udah macam bapaknya ya."

"Kan, kan, gak jadi deh." Ucapnya tidak suka, merajuk.

Aira langsung panik, "Ahela, becanda Eza. Lanjut dong,"

Walau tatapannya menyiratkan kekesalan, Eza tetap melanjutkan. "Aku gak ngerti sih, ya masalah pekerjaan Papa. Kan Papa pengacara, jadi tuh, Papa-nya Bang Ares itu kayak kliennya Papa aku gitu. Jadi karena hubungan itu Bang Ares dekat sama aku."

"Kok gue gak ngerti."

"Itulah kenapa sekolah di dirikan, Kak Aira. Biar otaknya bisa bekerja." Ucap Eza setengah menyindir.

"Za..."

"Jadi tuh, Papa aku itu pengacara kepercayaannya Papa Bang Ares, aku bilangnya Kakek Ardi. Jadi, kata Mama ketika waktu aku lahiran, Bang Ares datang ke rumah sakit, jadi sejak itu, Bang Ares sering main ke rumah aku karena Cuma mau liat aku. Begitu."

"Oh-"

"Nggak ada siaran ulang ya kalau gak ngerti." Potong Eza dengan cepat ketika melihat Aira akan membuka mulutnya untuk berbicara.

"Emangnya gue bego," gumam Aira dengan kesal, lalu sedetik kemudian dahinya berkerut, "terus, Ares kenapa tinggal sendiri?"

"Kalau itu aku gak tahu. Lagian nih ya, Bang Ares juga baru tinggal setengah tahun." Akhirnya setelah sekian lama memegang cup cake itu, Eza memakannya.

"Kenapa nanya begitu, naksir ya sama Bang Ares?"

Aira hanya penasaran, tidak mengerti mengapa. Karena beberapa kali Aira datang ke rumahnya, tidak sekalipun ia menemukan orang tua Ares. Itu membuatnya penasaran terhadap sosok Ares.

Ares. Teman pertamanya ketika menginjakkan kakinya di Jakarta. Laki-laki yang mengantarnya pulang ketika ia lupa alamat rumahnya.

"Ye, enggak lah. Cuma sedikit penasaran." Kata Aira dengan anggukan serius.

"Cuma ingetin nih ya kak, Bang Ares suka sama cewek yang namanya Lisa. Soalnya dia cantik dan pandai nyanyi. Jadi, maaf nih, ngaca dulu dong."

"Eh-"

"Bang Ares kan ganteng, pinter, pandai melukis, aduhai, cowok idaman! Jadi, perbaiki diri dulu ya."

Ingin sekali Aira mencekik bocah dengan lidah tajam itu.

***

Setelah menunggu Ares selama setengah setengah jam dan laki-laki itu juga tidak mengangkat handphonenya, Eza mendongak gelisah. Tidak biasanya Abang kesayangannya itu mengabaikan panggilan darinya.

"Kok gak diangkat sih." Gumamnya menurunkan handphone nya dari telinga.

Aira yang menyadari itu mengangkat sebelah alisnya. "Bobo siang kali."

"Bobo sore maksudnya?" tanya Eza.

"Nah itu maksud gue." Aira menyengir, jelas sekali kalau bocah disampingnya itu nampak pintar hingga terus-terusan dengan pede menyindir Aira.

"Tapi kan, hp bang Ares selalu dering."

"Gue anter aja udah, ayo." Ajak Aira yang tengah duduk di atas sepedanya. Hari juga semakin sore, lagian jika untuk mengayuh sepeda ke rumah Ares yang jaraknya tidak sampai satu kilo meter, Aira sanggup.

Eza menatapnya ragu. "Bener bisa nyetir sepeda gak? Kalau nabrak terus aku masuk rumah sakit gimana?"

"Nah, lo kan punya asuransi. Beres itu mah."

"Gak jadi deh, Kak." Ucap Eza dengan mantap.

"Becanda. Ayo naik. Gue antar."

Akhirnya dengan ragu, Eza duduk di belakang Aira. Dan perempuan itu langsung mengayuh sepedanya dengan kencang. Hampir membuat Eza terkejut.

Lima belas mengayuh sepeda dan hampir menabrak kucing yang menyebrang, mereka sampai di rumah berwarna putih itu. Eza buru-buru turun dan menatap Aira dengan jengkel.

"Kenapa harus kencang-kencang coba? Aku hampir jantungan."

"Biar cepat sampe. Lagian ya, lo gue anterin bukannya bilang makasih malah ngomel. Gue tabok baru tau rasa lo."

"Kalau di tabok aku lapor sama Bang Ares biar kakak di tabok balik sama dia. Berani?"

Aira memutar bola matanya. "Bodo." Ucapnya lalu memutar balik arah sepedanya dan pergi dengan wajah dongkol.

Kompleks itu begitu sepi, walau di hari minggu. Hanya ada satu orang yang tengah sibuk menyiram bunga. Dan ketika ia melintasi jalanan bertepatan dengan sebuah mobil yang melewatinya. Aira langsung mengerem mendadak ketika dua detik lalu matanya melihat Ares dari kaca mobil yang terbuka.

Aira mengernyit, ia mungkin salah lihat.

Walau sekilas, ia bisa mengingat bahwa wajah laki-laki itu terlihat berdarah.

Benarkah itu Ares atau hanya mirip?

***

Next?

Gue lagi stress mikirin tugas bahasa Jerman gue, ya ampun. Dan akhirnya gue memilih mengerjakan update-an gue. Wkwkw.

Continua a leggere

Ti piacerà anche

MARSELANA Da kiaa

Teen Fiction

789K 38K 52
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
2.4M 218K 96
[THE COLD CEO] 'Seandainya manusia bisa memilih seperti apa masa lalunya, pasti tidak akan sulit untuk membuat kau dan aku menjadi kita' Dua orang de...
705K 55.3K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
7.4M 521K 64
Dari sekian banyak gadis yang ingin menjadi kekasih CEO super sempurna, Savana bukan salah satunya. Dia hanya ingin menyelesaikan kuliah dengan baik...