NaCl

By juunishi_master

32.6K 2.8K 816

Ini cerita dari teman online sepupuku. Katanya di kota tempatnya tinggal ada urban legend tentang sebuah apot... More

0. Castle
1. Insomnia
2. Genius
3. Mother
4. Wild
5. First Strike
7. Shelter
7.5 Phone Call
8. Kids
8.5 Unwelcome
9. Third Eye
10. Old Teacher
11. Hellsing
12. Home Sweet Home
12.5 Garis Ley
13. Chaos Ensues
14. Jabberwocky
15. Reconnection

6. Explosion

1.2K 161 41
By juunishi_master

Saltman sedang bersiap-siap menutup apotek untuk hari ini ketika matanya menangkap sosok yang menyeberangi jalan, menuju ke arah apotek.

Entah kenapa Saltman tidak menyukai siapa pun yang datang itu.

Pura-pura tidak melihat, Saltman menarik tali yang menutup bilah-bilah tirai. Saat hendak mengunci pintu, pintu itu terbuka lebih dulu dan sosok yang tadi dilihat Saltman di seberang jalan masuk ke dalam.

“Maaf,” kata Saltman. “Kami sudah tutup.”

Dengan penerangan serta jarak lebih memadai, Saltman dapat melihat sosok tersebut dengan lebih jelas. Si pengunjung adalah seorang pria, mengenakan mantel panjang berwarna hijau gelap, dan topi bowler berwarna seragam dengan mantelnya. Topi itu membuat Saltman sulit melihat tampang si pengunjung dengan jelas, tapi kesimpulan sementara Saltman tentang wajah si pengunjung adalah dia nampak tidak sehat. Kulitnya berwarna agak kelabu dalam penglihatan Saltman.

“Anda … baik-baik saja?” tanya Saltman berhati-hati. Barangkali dia harus mengurungkan niatnya untuk menutup apotek. Mungkin orang ini benar-benar sakit dan butuh obat secepatnya.

Si pengunjung menoleh ke arah Saltman.

Mata yang menatap Saltman adalah sepasang mata orang mati. Kosong tanpa tanda-tanda kehidupan, tersaput kabut kusam.

Detik itu juga seluruh alarm tanda bahaya di tubuh Saltman menjerit. Lelaki botak itu langsung berlari ke pintu yang menuju kamarnya/ruang bawah tanah.

BUUUUUUUMMMMMMMMMMMMMMMMMM!!!

 ==++==

Chris Kane mengawasi Nate dan Chloe yang berada di kamar anaknya. Kedua sosok berjaket itu mampir ke rumahnya untuk pemeriksaan harian Alia. Perkembangan anak pertama Chris itu bagus, begitu kata Nate dan Chloe. Itu jelas sekali, Chris pun dapat melihatnya sendiri. Penggantian darahnya berhasil dan kurang lebih sehari setelah proses penggantian darah, Alia tidak lagi agresif. Dua hari kemudian anak itu mulai kembali mendapat pemahaman komunikasi verbalnya. Setelah memastikan Alia tidak mencoba menyerang siapapun yang mendekatinya, Chris memindahkan anaknya itu ke kamarnya sendiri di lantai dua. Si kembar datang secara berkala tanpa diminta, memantau perkembangan Alia.

Sekarang, hanya tinggal kaki Alia yang masih belum kembali ke bentuknya semula. Chris jelas senang dengan pemulihan ini, meskipun ia masih sukar mempercayai kenyataan bahwa anaknya akrab dengan Nate dan Chloe yang statusnya adalah "makhluk tidak jelas". Biasanya anak-anak—tidak perlu keturunan Putra Purnama—peka pada makhluk-makhluk non-manusia dan minimal gelisah jika berada di dekat salah satunya.

"Anak manis, anak manis." Chloe menepuk-nepuk pelan kepala Alia. Di sebelahnya, Nate menyimpan sampel darah yang diambilnya dari Alia. Alia tidak menangis sama sekali setiap kali darahnya diambil atau disuntik, mengurangi satu kesukaran Chris dalam membesarkan anak.

"Kau suka makan daging?" tanya Nate. Alia mengangguk. "Tapi kau juga harus rajin makan sayur supaya cepat besar. Heheheheh."

Itu ... sindiran buatku? batin Chris. Mereka kan tahu Putra Purnama punya pola makan karnivora.

"Gigimu bagus," puji Chloe setelah mengintip gusi dan gigi-gigi Alia. (Chris bertanya-tanya dalam hati kenapa kepala Chloe diperban menutupi sebagian wajahnya.) "Dan kuat," Chloe menambahkan. "Harus dirawat baik-baik. Hehehehe."

"Sudah ya."

"Kami pulang dulu."

"Ehehehehehehe."

"Hehehe."

Si kembar mengulurkan tangan untuk mengacak-acak sayang rambut pendek Alia sebelum meninggalkan kamar.

"Ta-ta," kata Alia, melambaikan tangan ke arah Nate dan Chloe.

"Ta-ta juga," balas Nate, melambai dengan canggung karena tertahan borgol.

Chloe menutup pintu.

"Hehehehehehe."

"Hehehehehehe."

"Kalian berdua kuantar pulang saja sekalian," kata Chris. "Aku mau keluar beli kopi."

"Baiklah, eheheh."

"Heh, heh, terima kasih banyak."

Chris menuruni tangga dengan langkah-langkah ringan, menyambar kunci mobil yang ada di gantungan kunci-kunci dekat tangga. Suara gedebuk dari Chloe yang jatuh terjungkal setelah mencoba meluncur di susuran tangga, membuat istri Chris menengok ke luar dari ruang tengah. Ada televisi di ruang tengah, tapi Stacy—istri Chris—jarang menyalakannya jika sudah lewat jam siaran berita. Sebaliknya, Chris lebih suka membaca koran untuk mendapatkan berita dan menyalakan televisi untuk menonton acara hiburan yang sedang tayang. Chris terutama sekali suka pada salah satu serial televisi tentang makhluk-makhluk supernatural. Ia menikmati saat-saat mencela apapun yang melenceng dari fakta-fakta makhluk non-manusia yang disuguhkan tayangan itu.

"Aku pergi sebentar," kata Chris kepada istrinya, menunjukkan kunci mobil. "Kopiku habis. Mau titip sesuatu?"

"Kalau ada roti tawar, beli saja satu pak."

"Oke."

Chris sudah melangkah ke arah pintu menuju garasi, tapi ia berbalik lagi ke arah istrinya dan mendaratkan ciuman singkat di pipi istrinya.

"Hati-hati di jalan."

Chris mengacungkan jempol sebagai jawabannya. Nate dan Chloe telah menunggunya di garasi.

"Manual? Atau otomatis?" tanya Nate.

"Manual," jawab Chris dalam gerutuan sebal. "Aku pernah pakai pintu otomatis dan klienku membatalkan pekerjaan gara-gara aku telat. Mobilku tidak bisa keluar karena pintunya macet. Sesuatu terjepit di roda giginya atau apalah."

Chris membuka gembok yang mengamankan rolling door, lalu masuk ke dalam mobil setelah mendapati Nate dan Chloe berbaik hati mendorong rolling door hingga terbuka. (Lho? Mereka kuat juga, apalagi untuk ukuran tangan diborgol begitu, batin Chris.)

"Mobil bagus, Sir Kane," komentar Nate saat melompat masuk ke kursi belakang. Ia dan Chloe telah menutup kembali pintu garasi tanpa disuruh. "Heheheheheh."

"Kalian cuma basa-basi atau betulan memuji sih?"

"Heheheheh."

"Heheheheh."

Chris menghela napas. Tidak ada yang bisa diharapkan lagi dari si kembar jika keduanya memberikan jawaban ambigu seperti itu.

Sepanjang perjalanan, Chris menyetel musik dengan volume pelan. Mobil Chris adalah mobil produksi sepuluh tahunan lalu, jenis mobil yang radionya masih menggunakan pemutar kaset. Koleksi kaset Chris sedikit, sebagian berasal dari toko barang bekas, karena kaset pita seperti itu sudah tidak diproduksi lagi, digantikan oleh CD, bahkan USB stick yang bisa memuat ribuan lagu yang belum tentu terputar semua jika disetel sepanjang perjalanan lintas benua.

"Dari kemarin aku bertanya-tanya," kata Chris. Ia melirik ke arah si kembar melalui kaca spion. Dua pasang mata hijau keruh nampak berkilau dalam bayang-bayang. "Kalau aku boleh bertanya pada kalian, lebih tepatnya."

"Silakan."

"Heh heh."

"Selama ini kalian dapat makanan cuma dari klien yang datang saja? Maksudku, penghasilan dari apotek yang di atas," Chris memberikan penekanan pada apotek mana yang dia maksud,"cukup untuk Saltman dan kalian berdua?"

Terdengar tawa rendah sebelum jawaban.

"Kaum Tudung Merah adalah langganan kami. Heheheh. Klien paling setia."

"Paling berhutang budi pada kami. Mungkin. Heheheh."

"Mereka menyediakan bahan yang kami minta. Kami membuatkan mereka darah buatan."

"Sebagai gantinya, mereka membayar kami dengan uang."

"Dan jasa kurir barang cuma-cuma."

"Ya, ya, itu juga. Plus, jasa pindahan rumah."

"Heheheheh."

"Heheheheh."

"Aah, begitu rupanya." Chris mengangguk paham. "Selama ini aku hanya tahu bahwa kalian cukup dekat dengan Kaum Tudung Merah, tapi aku sama sekali tak menyangka kalau kalianlah penyetok utama darah untuk mereka."

"Begitulah. Eheheh."

"Ada beberapa alkemis yang juga membuat perjanjian dengan Kaum Tudung Merah di daerah lain. Mereka mengolahkan darah buatan, Kaum Tudung Merah membayar mereka."

Darah buatan adalah solusi terbaik untuk Kaum Tudung Merah yang hidupnya sangat bergantung pada darah. Di kalangan manusia—termasuk di film serial supernatural yang diikuti Chris—Kaum Tudung Merah lebih dikenal dengan sebutan "vampir". Nama "Tudung Merah" yang digunakan oleh kalangan makhluk non-manusia berasal dari sebuah dongeng terkenal yang sebenarnya bukan sekedar dongeng.

Chris berpikir mengenai makanan apa yang disukai si kembar. Daging? Kalau tidak salah mereka pernah bilang kalau mereka senang daging; daging matang, setengah matang, dan daging segar belum diolah. Mungkin lain kali Chris akan membelikan mereka ayam goreng paket jumbo. Nate dan Chloe sudah berbaik hati datang ke rumahnya untuk mengecek keadaan Alia setiap hari.

Mobil Chris berbelok. Tinggal lurus terus, lalu di belokan ketiga, belok kanan dan—

BUUUUUUUMMMMMMMMMMMMMMMMMM!!!

Telinga Chris berdenging. Bunyi keras itu mungkin jauh dari tempatnya berada, tapi bagi Chris yang pendengarannya berkali-kali lipat manusia biasa, bunyi itu nyaris membuatnya tuli.

"Apa itu?" gerung Chris, bingung serta terkejut. Ia otomatis mengerem ketika ledakan terdengar.

"Rumah kita ..."

"Saltman ..."

"Ayah," desis Nate dan Chloe berbarengan.

Kedua sosok berjaket itu membuka pintu belakang di sisi masing-masing dan turun dari mobil. Chris mematikan mesin mobilnya, bergegas menyusul Nate dan Chloe sebelum keduanya terlalu jauh. Si Putra Purnama menyambar bagian belakang jaket keduanya agar berhenti.

"OI! Tunggu! Jangan ke sana!"

Baru setelah menarik Nate dan Chloe mendekat, Chris menyadari seringai telah lenyap sama sekali dari wajah mereka. Sebagai gantinya, keduanya terlihat amat sangat ketakutan.

"Ayah." Nate bergumam seperti mesin rusak. Kedua tangannya menjambaki rambut berantakannya di balik tudung jaket."Ayah. Ayah. Ayah. Ayah. Ayah."

"Ayah di sana ..." Chloe merepet. Dia menggigiti ujung-ujung jarinya dengan kalut."Ayah di sana ... Ayah di sana ... Ayah di sana ..."

Chris mencengkeram tengkuk si kembar dan memaksa keduanya menatap matanya.

"Aku yang akan mengecek ke sana," kata Chris dengan suara sejelas mungkin."Tetap tinggal di mobil. Jangan menampakkan diri. Polisi akan datang. Aku yang akan memeriksa. Kalian tinggal di mobil. Paham?"

Nate dan Chloe memberikan anggukan singkat. Chris membuka pintu belakang mobil dan mendorong keduanya masuk. Ia sebenarnya tidak menyangka trik intimidasi para Putra Purnama--kombinasi dari intonasi, nada, kalimat-kalimat pendek yang jelas, dan sedikit kekuatan aura--akan berhasil pada si kembar.

Chris berlari ke sumber suara ledakan. Asap terlihat membumbung ke langit. Jendela-jendela flat di sekitar sana terbuka, menampakkan penghuni-penghuni yang penasaran. Beberapa orang bahkan turun dan keluar ke jalan.

Api menyala-nyala dari apa yang tersisa dari Apotek Saltman. Kaca-kaca jendela remuk, sebagian atap runtuh, dan api dari bagian belakang apotek menjilat bangunan yang ada di dekatnya. Api yang menjalar ke sekitarnya itulah yang lebih mengkhawatirkan. Melihat sekilas ke orang-orang yang sudah terlebih dahulu tiba, Chris mendapati lebih banyak yang menggunakan ponselnya untuk memotret lokasi ledakan ketimbang berusaha menghubungi pemadam kebakaran.

Ya ampun ...

Chris mengeluarkan ponselnya sendiri dan menghubungi nomor darurat.

 ==++==

Saat api akhirnya padam, tak ada yang tersisa dari Apotek Saltman. Penghuni flat di sekitar sana beruntung karena api sudah lebih dulu dipadamkan sebelum melalap tempat tinggal mereka. Beberapa petugas menunggu hingga api benar-benar padam dan mulai memeriksa sisa-sisa dari Apotek Saltman. Chris menunggu di dekat sana, ingin tahu apakah para petugas menemukan--Chris berharap mereka tidak menemukan, sebenarnya--sesuatu.

Yang paling parah, mereka akan menemukan tubuh seorang pria paruh baya di antara reruntuhan. Meskipun Saltman sudah hidup selama ratusan tahun tanpa menua, ledakan dan kebakaran tetap dapat membunuhnya. Ada perbedaan signifikan antara "abadi" yang berarti tidak menua setelah usia tertentu dengan "abadi" yang berarti tidak bisa mati sama sekali. Saltman—setahu Chris—termasuk golongan abadi yang pertama.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Chris melihat ke sebelahnya melalui sudut matanya. Orang yang mendekat itu adalah Jonathan “Jon” Daryll. Mereka berdua menjaga jarak dan sama-sama mengusahakan agar tidak terjadi kontak mata selama berbicara. Baik Jon maupun Chris akan mendapat kesulitan yang tidak perlu jika terlihat saling kenal.

"Mengantar seseorang pulang," jawab Chris, mengedik singkat ke arah puing-puing apotek. "Belum sampai dan sudah keburu meledak," tambahnya cepat-cepat.

"Oh." Jon mendengus. "Artinya mereka tidak kena."

"Apa aku bisa membaca beritanya di koran pagi besok?"

"Pasti." Jon mendengus lagi, rupanya sedang pilek. "Pasti." Pria itu kembali ke antara para petugas.

Chris masih menunggu beberapa saat lagi. Dia ingin memastikan apakah para petugas menemukan ruang bawah tanah apotek atau tidak.

Kalau mereka menemukannya, Chris rasa itu akan jadi kabar yang jauh lebih buruk lagi bagi si kembar daripada kehilangan Saltman.

Pada akhirnya, setelah para petugas selesai menyisir lokasi ledakan, Chris lega mendapati ruang bawah tanah si kembar tidak ditemukan dan tidak ada tubuh hangus yang dibawa keluar dari reruntuhan. Ia mulai berjalan meninggalkan tempat itu.

Chris mengendus udara.

Bau asap dan benda-benda yang terbakar mendominasi aroma di sekitar sana, membuat Chris terbatuk.

Ya ampun baunya ...

Chris cepat-cepat menyingkir dan begitu ia sudah berada cukup jauh dari sisa-sisa kebakaran, ia menarik napas dalam-dalam.

Hidungnya menangkap aroma yang tak wajar.

Bau itu bukan asap atau benda terbakar—atau "bau masalah" seperti yang biasa digunakan Chris untuk menjabarkan tempat ini. Bau yang baru saja tercium oleh Chris adalah sesuatu yang lebih kuno, berasal dari masa lalu, mengingatkannya akan rawa-rawa dan ... kematian.

Bulu kuduk Chris meremang.

Necromancer? geramnya dalam hati. Ada yang menggunakan necromancy di sekitar sini. Bau sihirnya memuakkan sekali. Langkah kakinya berubah menjadi lari kecil menuju mobilnya yang terparkir di pinggir jalan.

Chris disambut oleh aroma masam ketika membuka pintu mobilnya. Sambil otomatis menutupi hidung dan mulut dengan tangannya, Chris menoleh ke kursi belakang.

Nate dan Chloe menghilang.

 ==++==

Leher dan tengkuk Bradley Hughes basah kuyup oleh keringat dingin ketika ia tiba di apartemennya. Dia hanya menggerakkan satu mayat menyeberangi jalan dan efek yang ditimbulkannya benar-benar luar biasa. Zombie-zombie bangkit dari dalam kubur akibat sihir satu orang sekarang menjadi cerita yang sangat tidak masuk akal bagi Bradley. Dia tidak akan pernah membuang waktunya untuk menonton atau membaca cerita tentang zombie lagi. Tidak akan pernah.

Kaki Bradley mulai kesemutan. Perutnya bergolak. Ia memaksakan dirinya pergi ke kamar mandi meskipun harus dilakukan dengan menyeret kakinya.

Bradley ambruk berlutut di depan kloset dan muntah. Lelaki itu tetap berada di sana bahkan setelah tak ada lagi yang bisa dimuntahkannya. Tubuhnya terasa lemas. Rasa yang tersisa di mulutnya menjijikkan—gabungan antara saus asam manis masakan pecinan yang disantapnya untuk makan malam dan enzim lambung.

Harusnya aku mengikuti kata Grand Master dan tidak makan kebanyakan sebelum melakukan sihir itu, batin Bradley.

Grand Master sangat tidak senang mendapat laporan dari Bradley mengenai Nate dan Chloe. Selain menolak permintaan Persekutuan, Nate dan Chloe bahkan berani mengancam balik Persekutuan. Grand Master lebih tidak senang lagi ketika Nate—dan Chloe, menurut mata-mata Persekutuan—ternyata masih hidup setelah Bradley menembaknya. Mereka sampai sekarang tidak mengatakan apapun pada kaum supernatural seperti para Tudung Merah dan para Putra Purnama, tapi siapa yang dapat menjamin mereka tak membuat kubu makhluk non-manusia memutuskan bertindak keras pada Persekutuan? Itu sebabnya Grand Master memerintahkan Bradley untuk sekalian memusnahkan si kembar tanpa sisa. Dengan bom.

Bradley menyeringai mengingat ledakan yang meluluhlantakkan Apotek Saltman. Dengan ledakan yang diperkuat oleh berbagai sihir dan jampi-jampi tambahan seperti itu, mereka tidak mungkin selamat. Tubuh mereka akan tercabik-cabik menjadi serpihan tanpa ada harapan untuk regenerasi atau apapun yang mereka lakukan untuk memperbaiki badan mereka. Dan ledakan itu akan mengacaukan sihir dimensi yang terpasang di dalam sana, menguak tabir ruang tersembunyi, bahkan memutuskan koneksi dimensional jika ada yang seperti itu. Bahkan, mengingat banyaknya simpanan bahan kimia di ruang bawah tanah apotek, bukan tidak mungkin di bawah sana terjadi ledakan yang lebih dahsyat daripada yang terlihat di atas.

Bradley menarik tuas penyiram toilet dan beranjak bangkit. Sekarang ia sudah merasa lebih baikan. Dia akan mandi air hangat, menyikat gigi, lalu tidur. Peduli amat perutnya kosong setelah makan malamnya dimuntahkan. Bradley terlalu letih untuk merasa lapar.

Pria itu menutup lubang pembuangan air di dasar bathtub lalu membuka keran, mengatur suhurnya, lalu ia meninggalkan kamar mandi untuk minum. Awalnya Bradley hanya berniat minum air, untuk meredakan sisa rasa tidak enak di tenggorokannya, tapi kemudian ia memutuskan untuk sekalian membuat teh. Secangkir teh hangat terdengar ideal untuk meredakan syaraf-syarafnya yang tegang.

Jauh lebih merasa rileks sekarang setelah menghabiskan setengah cangkir teh, Bradley kembali ke kamar mandi. Ia menutup keran, mengunci pintu kamar mandi dan menanggalkan pakaian, bersiap untuk mandi …

“Ini dia.”

“Kena kamu.”

Bahkan sebelum Bradley benar-benar menyadari bahwa suara tersebut bukan khayalannya, ia dijatuhkan ke lantai kamar mandi yang dingin. Punggung Bradley diinjak sementara kedua tangannya ditarik ke belakang. Tanpa peringatan, injakan dan tarikannya semakin keras.

Krak.

Bradley melolong kesakitan saat engsel bahu kirinya terlepas dari tempatnya, menyusul engsel bahunya yang lain. Tidak butuh waktu sedetik hingga Bradley berurai air mata kesakitan. Sakitnya merambat hingga ke ubun-ubun, nyaris membuat Bradley pingsan.

“Hukuman yang pantas untuk anak nakal sepertimu.”

Tubuh Bradley dibalikkan hingga ia berbaring dengan punggungnya. Sosok Nate dan Chloe menjulang di atasnya; kepala Chloe terbalut perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mata mereka yang berwarna apel busuk berkilat-kilat keji. Keduanya sama sekali tak menyeringai dan bagi Bradley, ekspresi si kembar jauh lebih menyeramkan dibandingkan jika mereka memasang seringai maniak yang biasanya.

“Dari mana … kalian masuk?” tanya Bradley di sela-sela napasnya yang tersengal. Rasa sakitnya begitu luar biasa hingga dia merasa kesulitan bernapas.

“Dari mana? Dari jendela, tentu saja.”

“Memangnya kau pikir mengubah kaca jendela jadi cair itu sulit? Selama ada bahannya atau selama kau tidak menyadari bahwa kacanya sedikit menipis, sama sekali tidak sulit.”

“Kau kira siapa kami?”

“Kami alkemis,” desis keduanya berbarengan.

Bradley merinding. Kengerian mulai merambati tulang punggungnya.

“Sepertinya ada yang hendak mandi.” Chloe mengedik ke arah bathtub.

“Mandi malam yang menyenangkan setelah pekerjaan yang sukses besar, pastinya.” Nate menimpali.

Memanfaatkan kemeja Bradley yang teronggok di sekitar sana untuk diselipkan di bawah ketiak Bradley, si kembar mengangkat tubuh Bradley, lalu menceburkannya ke dalam bathtub. Bradley sempat berpikir ia akan ditenggelamkan di dalam kamar mandinya sendiri, tapi si kembar malah sengaja memposisikan tubuhnya sehingga kepalanya menghadap ke atas. Seandainya salah satu saja lengan Bradley sehat, ia pasti sudah berusaha melarikan diri dan membunuh dua makhluk mengerikan ini.

“Airnya agak panas,” kata Nate setelah mencelupkan ujung jarinya ke dalam air.

“Masa?” Chloe ikut merasakan suhu air dengan ujung jarinya. “Oh, ya. Benar. Airnya agak panas.”

“Mari kita dinginkan.”

“Oke.”

Nate dan Chloe mencelupkan kedua tangan masing-masing yang terborgol hingga ke dasar bathtub. Kaki Bradley terasa dingin.

Detik berikutnya baru Bradley menyadari apa yang sedang terjadi.

“Hentikan! Hentikan, kumohon!” jerit Bradley kalut. Ia berusaha bangkit dengan menjejakkan kakinya ke dasar bak, tapi percuma. Kaki dan sebagian pinggangnya telah membeku dalam lapisan es yang terbentuk dengan sangat cepat, mengikuti pergerakan tangan Nate dan Chloe. “Tolong! Kumohon! Hentikan!”

Ketika tangan Nate dan Chloe meninggalkan permukaan, air hangat yang tadinya mengisi bathtub telah berubah sepenuhnya menjadi es, mengurung tubuh Bradleydi dalamnya.             

“Kalian tidak bisa melakukan ini!” Bradley berusaha melepaskan diri dari es yang mengurungnya—kepala, bahu dan sedikit lengan atasnya tidak terkurung dalam es. Usahanya sia-sia, hanya membuat bahunya kembali sakit. Menyadari ia tidak bisa berbuat banyak, Bradley mulai berteriak sekuat tenaga, berusaha meminta pertolongan pada siapapun yang mendengarnya.

Sialnya, tempat tinggal Bradley bukan flat murahan di pinggir kota yang suara nyanyian tetangga di kamar mandi bisa terdengar melalui lantai atau dinding. Teriakan Bradley bahkan tidak terdengar dari pintu depan apartemennya.

“Kami membuat suhu esnya minus suhu tubuh manusia.” Chloe memberikan penjelasan tidak perlu setelah Bradley berhenti berteriak. “Kira-kira minus 37 derajat Celcius.”

Tubuh Bradley mulai menggigil kedinginan.

“Kau mungkin tidak akan bisa beranjak dari sini sampai dini hari nanti. Atau malah besok pagi.” Nate menambahkan.

“Pasti sepi kalau berendam sendirian.” Chloe menempelkan tangan di permukaan es. “Sayangnya kami tidak bisa menemanimu sampai besok pagi. Kami harus mencari Ayah.” Sepetak kecil es mencair di bawah telapak tangan Chloe. Sosok berjaket hijau itu menggerakkan jarinya seperti mencubit dan menarik sesuatu dengan ujung-ujung jemarinya.  Dalam hitungan detik, sesosok orang-orangan salju mungil terbentuk di tempat Chloe melelehkan es.

Chloe berdehem sebelum menirukan suara yang biasa dipakai orang untuk bercerita pada anak-anak dengan perantaraan boneka. “’Halo! Namaku Olaf! Aku akan menemanimu sampai esnya mencair!’”

“Ayo pergi.”

“Heheheheh.”

“Heheheheh.”

Nate dan Chloe meninggalkan Bradley sendirian di dalam kamar mandi.

Di dalam bathtub, Bradley Hughes—perawat, prajurit tingkat satu Persekutuan Pembaharuan Era—mulai meratapi nasibnya.

Necromancy tidak membuat seseorang berani menghadapi kematian.

Seharusnya Bradley menyadari hal itu dari awal.

Continue Reading

You'll Also Like

447K 40.2K 51
|FOLLOW DULU SEBELUM BACA, TITIK!!| Transmigrasi jadi tokoh utama? Sering! Transmigrasi jadi tokoh jahat? Biasa! Transmigrasi jadi tokoh figuran? Bas...
122K 6.7K 25
GRACIA CALISTHA, seorang gadis manipulasi sekaligus berbahaya. Gadis yang memiliki beribu-ribu rahasia dalam dirinya bahkan gadis yang sangat misteri...
821K 49.7K 55
Setelah menerima banyak luka dikehidupan sebelum nya, Fairy yang meninggal karena kecelakaan, kembali mengulang waktu menjadi Fairy gadis kecil berus...
2.2M 190K 39
Kalisa sungguh tidak mengerti, seingatnya dia sedang merebahkan tubuhnya usai asam lambung menyerang. Namun ketika di pagi hari dia membuka mata, buk...