Seharusnya ✔

By kaamuffled

123K 9.7K 2K

"Seharusnya lo gak begini. Seharusnya-" "Seharusnya seharusnya seharusnya. Berhenti bilang seharusnya karena... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Epilog

Davka's Side Story

3.3K 176 10
By kaamuffled

*****

Hanya sesuatu yang selalu mengitari pikiranku...

*****

Aku ingat beberapa hal yang selalu aku tanyakan kepada ayah. Kenapa aku harus menjadi baik? Apa yang akan kudapatkan bila aku menjadi baik? Bagaimana bila aku pada akhirnya akan mati bila terus menjadi baik?

Aku masih ingat saat itu ayah hanya terdiam dan menggenggam tanganku erat. Beberapa ruko telah kami lewati namun ayah masih bergeming. Melambungkan semua pertanyaanku ke udara.

Hingga langkah kami akhirnya terhenti di sebuah taman yang memiliki sebuah danau buatan disana. Ayah kemudian duduk terlebih dahulu dan membawa tubuh mungilku di atas pangkuannya. Mendekap tubuhku dan menumpukan kepalanya di atas bahu kananku.

"Kamu tau, gak Davka?" ujar ayah yang membuatku teralihkan sementara dari sebuah daun yang berada di genggamanku.

"Tau apa, yah?" tanyaku penasaran.

Ayah menunjuk sebuah lingkaran yang bersinar terang di atas langit. "Kamu tau itu apa?"

Aku menolehkan ke arah objek yang ditunjuk oleh ayah. Kedua mataku menyipit kala cahaya objek yang terlalu terang itu seakan menusuk kedua mataku. "Matahari, yah."

"Davka tau? Matahari harus apa biar dia bisa bersinar?"

Aku menggelengkan kepalaku. Jelas saja saat itu aku masih berusia 5 tahun dan aku tak begitu mengerti mengapa matahari bisa selalu bersinar seterang itu.

"Matahari butuh beberapa hal untuk menghasilkan cahaya itu. Dia butuh hidrogen dan helium."

"Dia dapet hidrogen dan helium itu dari mana yah?"

"Tentu saja dari dalam dirinya sendiri. Punya banyak hal itu."

Aku menoleh ke wajah ayah dengan mengernyitkan kedua alisku. "Bagaimana kalau habis?"

"Dia akan kehilangan tenaganya dan akan mati perlahan. Begitulah bintang bekerja. Matahari juga bintang."

"Kenapa dia mau bersinar, yah? Kan dia bisa sakit terus mati," sahutku.

Ayah memelukku lebih erat lagi. "Begitulah alam bekerja. Kalau matahari itu dengan egoisnya diam dan tidak bersinar, gak ada kehidupan di bumi ini. Gak ada sapi, gak ada kuda, gak ada ayah, gak ada bunda, gak ada——," Ayah menyolek ujung hidungku. "Kamu, Davka. Anak ayah yang nyebelin," lanjutnya sembari mengelitiki seluruh tubuhku. Dan kami sama-sama tertawa di taman yang sepi itu.

Sejak saat itu, aku selalu menanamkan pada diriku untuk selalu menjadi anak baik, menjadi seorang Davka yang rela bersinar dengan sangat terang tanpa peduli kalau suatu saat nanti aku akan mati, seperti bintang.

Hingga tiba-tiba ayah menjadi sosok yang sangat dingin. Saat itu satu hal yang kutahu. Tetap mencintai ayah. Karena hanya itu hal yang tersisa. Ayah berteriak di depan bunda, memaki bunda, dan memukul bunda.

Aku mengepalkan kedua tanganku erat-erat. Tapi bunda selalu tersenyum kepadaku.

Aku juga ingat saat itu aku tengah berbaring berbantalkan paha bunda dengan tangan kanannya yang mengelus puncak kepalaku. Saat itu ayah sedang pergi entah kemana dan menyisakan kami di rumah.

Hatiku terasa perih saat mengusap lembut sudut bibir bunda yang membiru. "Bunda."

"Iya, sayang?"

"Davka benci ayah."

Aku dapat melihat kedua mata bunda yang melebar saat aku mengatakan hal itu. Dapat kutangkap raut wajahnya gang menunjukkan kekecewaan.

"Davka sayangnya bunda gak boleh ngomong gitu."

"Kenapa bunda?"

"Biar bagaimanapun, ayah itu juga ayahnya Davka. Kalau gak ada ayah, Davka juga gak akan bisa disini. Nemenin bunda. Bunda marah sama Davka kalau Davka benci sama ayah."

Aku menganggukkan kepalaku seraya tersenyum kepada bunda. "Kalo gitu, Davka gak jadi bencinya."

"Nah, gitu dong."

Dan sehari setelah ayah memukulku, aku dan bunda pergi menjauh.

Sejak saat itu bunda bekerja lebih keras lagi. Bunda jarang pulang. Sehingga aku hanya bisa di rumah dengan mama. Oiya, mama adalah asisten rumah tangga yang bunda pekerjakan. Kenapa aku memanggil mama, karena saat itu hampir seluruh waktuku hanya dihabiskan dengan mama. Jadi aku bisa menganggap bahwa aku masih bersama bunda.

Saat itu aku masih duduk di kelas 3 SD. Setiap hari bunda selalu menelponku tentang perkembanganku di sekolah. Ia juga selalu menyempatkan diri untuk menemui wali kelasku. Aku tahu, bahwa bunda benar-benar khawatir padaku.

Jadi, aku berpura-pura menjadi anak paling bahagia di sekolah. Hingga berita ayah yang mencampakanku mulai tersebar di sekolah. Banyak akan yang memandangku sebelah mata dan tak mau berteman denganku. Dan sepertinya ibuku menyadari hal itu.

Aku pun berinisiatif untuk menahan lapar dan menyimpan uang sakuku. Untuk apa? Tentu saja untuk mentraktir semua anak di kelasku dengan syarat bahwa mereka mau ku ajak untuk datang ke rumahku.

Aku hanya ingin menunjukkan kepada bunda, bahwa aku kuat. Sejak saat itu, bunda tak pernah mengkhawatirkan hal itu.

Aku duduk di bangku SMP dan bunda akhirnya bertemu dengan Ayah Kevin. Setelah menikah, aku memiliki seorang kakak yang membenciku. Raehan namanya. Ia benar-benar ingin memakanku saat itu.

Aku sebenarnya membencinya. Tapi aku kembali ingat perkataan ayah dan janjiku saat itu. Aku akan menjadi Davka yang baik dan akan selalu seperti itu. Aku tak akan gentar hanya untuk membuat abang Raehan melirikku.

Kecelakaan yang menimpaku saat berusaha menyelamatkan ayah Kevin membuatku harus merelakan pendengaranku. Bukan sesuatu yang parah, tapi aku menjadi sedikit kesulitan menangkap apa yang orang lain bicarakan. Semuanya terdengar seperti bisikan.

Terkejut? Pasti

Sedih? Tentu saja.

Sudah pasti aku akan sedikit terhambat di masa depan nanti. Tapi aku tak peduli. Kebahagiaan bunda selain ada padaku dan Raehan, juga ada di ayah Kevin. Dan bila ayah Kevin celaka, tentu bunda akan sedih.

Aku tak mau hal itu terjadi. Setidaknya bila saat itu aku tak selamat, bunda masih memiliki anak yang lain untuk menghiburnya.

Hingga janji ayah Kevin yang dibuat kepadaku, ia langgar sendiri. Ayah Kevin pergi.

Aku ingat malam sebelum ayah Kevin pergi. Ayah saat itu benar-benar tak bisa melakukan apapun di atas ranjangnya. Dan aku saat itu tertidur di atas tangan ayah yang aku genggam erat.

Ayah datang padaku.

Lewat mimpi.

Saat itu ayah tersenyum dan memelukku erat. Berkata bahwa ia sangat menyayangiku seperti anaknya sendiri dan memohon padaku untuk menjaga bunda serta abang. Ayah berpesan padaku untuk tetap menjadi Davka yang selalu ia banggakan dan mengatakan padaku bahwa ia akan terus menjagaku dari atas sana.

"Awas kalo adek nakal. Ayah tau loh! Kalo ayah liat adek nakal, ayah akan dateng dan ngelitikin adek sampe adek sakit perut," ucapnya di mimpi itu.

Kadang saat aku sakit dan sedih, aku selalu ingin menjadi anak yang nakal. Hanya untuk meminta ayah mendatangiku dan aku akan memintanya untuk menjemputku.

Ya, mungkin itu adalah alasan terbesarku untuk menjahili seseorang. Aku hanya ingin pergi bersama ayah.

[]

a/n:
Hay jadi aku lagi ga ada inspirasi buat lanjutin ceritaku yang lain. Jadi aku tulis extra chapter ini.

Ini adalah pikiran Davka dari kecil sampe kejadian sebelum dia ketemu Afreen.

Tadinya mau kubuat extra chapter khusus ceritain kemana dia waktu kejadian sebelum epilog. Tapi nanti saja.hahaha

Insya Allah kalo lagi gak ada inspirasi lagi, kutulis extra chapter yang itu hehe.

Okedeh. See you guys 🏂

Salam hangat dari Davka Adhikari... 💞

Continue Reading

You'll Also Like

29.9K 825 9
Kisah nyata. Kumpulan kisah misteri mitos2 daerah pedalaman yang akan membuatmu merinding.... Kita tak melihat tapi mereka itu ada. Kadang kita meras...
6.4K 121 17
di part sebelumnya udah penuh, nggak cukup 😅
203K 13.9K 44
[COMPLETED] [BELUM DI REVISI] "Sesakit itu ya, Hen? Maaf gua gak bisa lakuin apa-apa saat lo kesakitan. Maafin gua, Hen." "Lo cari cewek sana, biar...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.2M 69.8K 34
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...