HESITATION

By bunganafandra7

1.9K 315 183

Sekeping rasa itu yang mendorong hatinya untuk tetap menanti, meski sebenarnya ia tau, penantiannya akan tiad... More

PENGENALAN TOKOH
Part 1
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10

Part 2

178 29 26
By bunganafandra7

Ketika pelangi tak lagi terbit setelah hujan,
Ketika bintang tak lagi berkelip indah,
Dan ketika senyum mu tak lagi untuk ku.
♥♥♥

Nafa masih melajukan mobilnya dengan kencang, bahkan ia sama sekali tak peduli dengan kendaraan di sekitarnya. Linangan air matanya masih saja mengalir di kedua matanya, dan isakannyapun masih terdengar jelas. Ia sama sekali tak berniat untuk menghapus air mata tersebut.

"Bego Nafa, lo bego! Ngapain coba lo nangisin dia. Hiks, hiks.." Nafa merutuki dirinya sendiri, masih sambil terisak.

Ia merasa sikapnya tersebut sangat terkesan lemah di depan teman-temannya. Ia merasa malu karena menangisi mantannya yang dekat dengan perempuan lain. Meski sebenarnya Nafa tak pantas melakukan hal itu karena Ghazi bukan lagi menjadi miliknya, tapi jauh di hati kecilnya rasa itu masih tersimpan rapi tak terusik. Kenangan indah yang pernah mereka lalui bersama, seketika terlintas dalam benak Nafa, dan kedua sudut bibir Nafa pun terangkat, menampilkan senyum indahnya.

Namun tak berlangsung lama, kejadian semalam yang membuatnya bagai hidup tak bernyawa, kembali terlintas dalam fikirannya. Dan saat itu juga senyuman tersebut pudar, dan berganti dengan senyum kemirisan.

Flasback on

Nafa langsung berbaring di ranjangnya, ia sangat mengantuk dan tak sabar untuk tidur. Namun baru beberapa menit matanya terpejam, handfone-nya berdering menandakan ada panggilan masuk.

Ia lalu mengambil handfonenya dan nama Ghazi terpampang jelas di layar handfone tersebut.

"Hoam.. Kok tumben ya, kak Ghazi nelfon malam malam kayak gini?" ujarnya sambil mengucek-ucek matanya, lalu mengangkat panggilan tersebut.

"Hai Fa!" sapa Ghazi di seberang sana.

"Hai kak, kok tumben nelfonnya malam, ada apa?" tanya Nafa masih dengan suara khas bangun tidur.

"Kamu udah tidur ya? Maaf deh kalau ganggu! Aku matiin ya?!" jawabnya merasa bersalah.

"Eh, eh, nggak usah dimatiin kak. Nggak pa pa kok. Kalau ada yang penting, omongin aja!" Nafa mencegah Ghazi untuk memutus sambungan telfonnya.

"Aku mau kita udahan, aku mau kita selesai." ucapnya dengan tenang, bahkan seperti tanpa beban.

"Udahan? Maksud kak Ghazi udahan gimana, aku nggak ngerti," Nafa berusaha menghilangkan prasangka buruk di benaknya.

"KITA PUTUS." jawab Ghazi memperjelas ucapannya.

Dan saat itu juga deraian air mata mulai mengalir di pelupuk mata Nafa. Lidah Nafa kelu, ia tak mampu berkata apapun saat ini.

"Alasannya apa kak? Aku punya salah apa sama kakak? Plis jangan becanda soal ini!" Ujarnya ingin memastikan kembali ucapan Ghazi, dengan nada suaranya yang masih saja bergetar.

"Aku udah nggak ada rasa sama kamu. Maaf.." jawab Ghazi, lalu memutus sambungan telfonnya.

Flashback of

"Apa ini alasannya kak? Lo mutusin gue karena ada cewek lain? Hah?. BRENGSEK LO KAK!" Nafa berteriak di dalam mobilnya sambil membanting setir mobil tersebut. Ia benar-benar frustasi saat ini.

Nafa masih saja melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, tanpa arah, ia tak tau harus kemana saat ini. Yang pasti Nafa tidak ingin pulang, karena ia tidak mau keluarganya tau akan masalah ini.

Nafa masih saja terus menangis dan terisak, hingga ia lepas kendali mobil. Dan tanpa disadarinya, sebuah mobil juga sedang melaju kencang di perempatan jalan. Hingga tak dapat dielakkan lagi, mobil itu menabrak mobil Nafa. Saat itu juga mobil Nafa terhempas ke trotoar jalan, dan menimbulkan suara yang memekakkan telinga, seiring dengan itu, asap kelabupun keluar dari mobil tersebut.

♥♥♥

Suasana cafe saat ini sangat sepi, hanya ada beberapa meja yang terisi, salah satunya yaitu meja yang diapakai oleh Jeje dan Arsyi.

Cafe ini sudah menjadi langganan mereka bertiga. Hampir setiap pulang sekolah mereka berkunjung ke cafe itu untuk menghilangkan lelah dan letih setelah seharian belajar. Berbeda dengan kali ini, kalau biasanya mereka selalu bertiga, sekarang mereka hanya berdua. Tidak ada Nafa di sana.

Semenjak kejadian di parkiran tadi, Nafa sama sekali tidak ada menghubungi mereka. Bahkan Jeje sudah hampir 20 kali menghubunginya masih saja tidak diangkat oleh Nafa.

"Je, coba deh lo telfon lagi si Nafa!" ujar Arsyi menyuruh Jeje.

"Woi, lo lo kira dari tadi gue rebus aer apa? Gue dri tadi nelfon dia oneng, tapi kagak diangkat," jawab Jeje "mungkin dia lagi nggak mau diganggu," tambahnya.

"Iya, tapi coba aja diulang lagi, siapa tau diangkat. Gue tau dia lagi sedih, justru itu kita sebagai sahabat harus ada untuk dia," ucap Arsyi meyakinkan Jeje, dengan nada suara lembut.

"Iya deh, gue telfon lagi," Jeje akhirnya mencoba menghubungi Nafa untuk kesekian kalinya.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif at..." hanya suara operator yang keluar dari handfone Jeje.

"Nomor Nafa nggak aktif Syi. Kok gue khawatir ya?!" Jeje memberitahu kepada Arsyi dengan nada suara cemas.

"Nggak usah lebai juga kali Je, siapa tau aja batrainya low, atau emang sengaja dimatiin. Iya kan?" tutur Arsyi mencoba menghilangkan fikiran buruk yang ada di benak Jeje.

"Gue nggak lebai. Tapi firasat gue ngerasa ada yang beda," ujar Jeje, masih dengan nada suaranya yang cemas.

Jeje benar-benar merasa ada sesuatu yang terjadi pada Nafa, tapi ia sendiri tidak bisa mengambil kesimpulan tanpa ada tanda-tanda yang nyata. Mereka berdua memilih diam, bergelut dengan fikirannya masing-masing.

Drrttt... Drrtt...

Handfone Arsyi berdering, menandakan adanya panggilan masuk. Ia langsung merogoh isi tasnya mencari handfone tersebut, dan melihat siapa yang menghubunginya.

"Je, mamanya Nafa nelfon nih." Ucap Arsyi, yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Jeje.

"Hallo, assalamu'alaikum tante,"

"Walaikumsalam Syi, tante mau nanya, Nafa bareng kalian kan? Soalnya dari tadi tante telfon nomornya nggak aktif," ucap mama Nafa di seberang telfon dengan nada suara yang menjelaskan bahwa ia sedang cemas.

"Jadi dari tadi Nafa belum pulang tan? Nafa juga nggak bareng kita, soalnya tadi dia langsung pergi aja. Arsyi kira dia pulang,"

"Ya ampun. Nafa dari tadi belum pulang Syi. Tante khawatir, di mana dia sekarang?" ujar mama Nafa masih dengan cemas.

"Tante tenang aja, Arsyi sama Jeje bakal bantu cariin Nafa,"

"Ya udah kalau gitu tante tutup ya telfonnya, tante coba lagi telfon Nafa," sambungan telfonpun akhirnya terputus.

♥♥♥

Mata indah itu yang sedari tadi terpejam, kini mulai terbuka. Aroma obat-obatan yang begitu menyengat masuk ke indra penciumannya. Ia terlihat sangat bingung, terutama pada seorang wanita paruh baya yang berdiri di samping ranjangnya.

"Saya ada di mana?" Tanya gadis itu pada wanita paruh baya di sampingnya, sambil berusaha untuk bangkit dari tempat tidurnya. Ia sesekali mengernyit menahan rasa sakit pada luka-lukanya.

"Istirahat saja, kondisi mu belum membaik," wanita itu mencegahnya untuk duduk "Dan pihak rumah sakit sudah menghubuingi orang tua kamu," terang wanita itu lagi.

"Lalu, anda siapa?" Tanya gadis itu pada wanita tersebut, masih dengan raut wajah bingungnya.

"Saya Mia. Saya yang membawa kamu ke rumah sakit ini ketika kamu kecelakaan tadi," wanita paruh baya itu memperkenalkan dirinya "nama mu siapa?" ucapnya lagi.

"Saya Nafa. A..au.. aduh kepala saya terasa sangat sa.. sakit," ujarnya sambil memegang erat kepalanya.

"Ya sudah, lebih baik kamu istirahat saja." ujar wanita yang bernama Mia tersebut, sambil membaringkan tubuh Nafa pada ranjangnya.

♥♥♥

Jeje, Arsyi, dan keluarga Nafa tampak sangat lelah dan bingung. Sedari tadi mereka telah mencari Nafa, namun masih saja belum ada tanda-tanda keberadaan Nafa saat ini.

Hingga dering telfonpun berbunyi, membuyarkan lamunan mereka semua. Dan tanpa melihat siapa penelfonnya, Vivi langsung mengangkat panggilan tersebut.

"Hallo.."

"..."

"Iya, sa.. saya mamanya Na.. Nathalia Aulia Nafa, a.. apa yang terjadi pada a.. anak sa.. saya?" suara Vivi terdengar sangat bergetar.

"..."

"Astagfirullah.." seketika handfine itu terjatuh dari genggaman Vivi.

"Dari siapa ma?" tanya papa Nafa yang juga tampak bingung dengan perubahan sikap istrinya.

"Na.. Nafa.. Nafa kecelakaan pa.." saat itu juga tangisan Vivi pecah.

Mereka yang mendengar kabar itu, merasa tak percaya, meskipun mereka yakin bahwa mama Nafa tidak mungkin berbohong. Jeje dan Arsyi merasa bersalah karena tidak mencegah Nafa untuk pergi sendiri tadi.

"Terus, Nafa sekarang ada di rumah sakit mana tante?" Jeje membuka suara, sambil menahan getaran dalam ucapannya.

"Rumah sakit Medika." jawab Vivi lirih.

Lalu mereka semua berlari menuju mobil. Papa dan mama Nafa menggunakan mobil pribadi mereka. Sedangkan Jeje berada satu mobil dengan Arsyi. Mereka melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sangat kencang.

♥♥♥

Ravin dan Gito memang selalu bermain di rumah Ghazi, seperti saat ini. Sesekali Ghazi menyesap minuman coklat panasnya sambil melirik ke arah dua temannya. Pandangannya tampak menerawang, ia seperti sedang banyak fikiran, bahkan ia terlihat sangat resah. Sedangkan Ravin dan Gito sangat serius dengan play stationnya, tak menghiraukan keaadan di sekelilingnya, hingga keheninganpun melanda.

"Zi, lo kenapa, kok dari tadi gue liatain lo bengong terus?" Akhirnya Gito memecah keheningan yang sempat terbentuk.

Yang ditanya masih saja diam tak menggubris, Ghazi masih mematung di tempat tidurnya.

"Woi Zi, tadi gue liat lo pulang bareng adek kelas, tapi kayaknya bukan Nafa. Lo jadi mutusin dia?" ujar Ravin ikut menimpali, sambil meletakkan stick PSnya.

"Hmm." pertanyaan Ravin hanya dibalas gumaman singkat dari Ghazi.

"Gue bingung deh, kenapa sih lo mutusin dia, kurang apa coba si Nafa, udah cantik, baik, pintar lagi. Terus lo maunya yang kayak gimana? Kayak cabe-cabean pinggir jalan, haa?" Ujar Gito panjang lebar, sambil mengunyah cemilan yang ada di atas meja.

"Hahaha, bener juga tu kata Gito, lo doyannya yang cabe-cabean kek tante-tante," kata Ravin menanggapi ucapan Gito sambil terbahak.

"Woi, lo berdua denger ya, cinta itu nggak bisa dipaksain. Nah, intinya gue gitu sekarang, gue udah nggak ada rasa apa-apa sama dia, nggak ada untungnya jugakan kalau gue tetap lanjut sama dia," terang Ghazi pada kedua temannya, sedang tangannya masih saja berkutik pada layar handfone yang dipegangnya.

"Bener juga sih," ucap Ravin menanggapi.

"Tapi, apa bener lo udah nggak ada rasa sama dia?, terus dari tadi lo bengong kenapa,? gue kira lo nggak bisa move on dari Nafa," Gito ikut menimpali.

"Gue tu bingung, giamana caranya gue ngungkapin perasaan ke Khefia," terang Ghazi yang membuat kedua temannya ternganga.

"Apa? Khefia?" Ravin dan Gito berteriak bahkan hampir bersamaan.

"Lo naksir adek kelas lagi? Gue bingung deh, dari dulu lo ngedeketin adek kelas mulu, doyan amat ama dedek gemes." oceh Ravin tak hentinya. Ghazi yang dikata-katai hanya bergumam tak peduli.

♥♥♥

Arsyi, Jeje, beserta kedua orang tua Nafa, saat ini sedang berada di salah satu kamar rumah sakit yang diinapi oleh Nafa.

Vivi, mama Nafa masih tak henti-henti menitikkan air mata, melihat keadaan putri tunggalnya yang terbaring lemah tak berdaya di ranjang rumah sakit. Kepalanya diperban, menandakan ada luka yang terbentuk di dahinya akibat kecelakaan tersebut.

Jeje dan Arsyi sempat berfikir, kecelakaan ini terjadi karena suasana hati Nafa yang tidak baik. Nafa yang terbaring itu terlihat sangat lelah, hingga rasa penyesalanpun terbesit dalam hati Jeje dan Arsyi, karena telah membiarkan Nafa untuk pulang sendiri.

Sudah hampir satu jam mereka berada di ruangan tersebut, namun masih saja belum ada tanda-tanda bahwa Nafa akan segera bangun dari tidurnya. Hingga dokterpun masuk untuk memeriksa keadaan Nafa.

Arsyi, masih memerhatikan tubuh Nafa yang terbaring itu, dari ujung kaki hingga puncak kepalanya. Hingga pandangannya terhenti pada kedua mata Nafa yang terlihat mengerjap. Tak lama, Nafa pun sadar dari tidurnya. Vivi, ibunda tercinta Nafa, yang menyaksikan itu langsung menghampiri putrinya dan memeluknya. Begitu pula dengan Jeje dan Arsyi, senyuman kebahagian langsung terukir di bibirnya.

♥♥♥

Pandangan matanya masih tertuju pada hujan di balik jendela. Tak sedikitpun ia menoleh, seakan enggan untuk melewati sedikitpun tetesan air yang jatuh dari langit. Bahkan tanpa disadarinya, tetesan air dari matanyapun ikut jatuh membasahi pipinya.

Hingga lamunannya terhenti saat pintu kamarnya terketuk.

Tok...tok...tok...

"Masuk! " ucapnya.

"Hai..." ucap seseorang di ambang pintu.

Mata Nafa seketika mengerjap, menyaksikan siapa yang datang untuk menjenguknya. Awalnya, Nafa mengira yang datang adalah teman sekolahnya, tapi ternyata yang datang adalah seseorang yang bahkan bisa dikatakan penyebab kecelakaan ini, Ghazi.

"Ngapain lo ke sini?" hanya kata itu yang keluar dari mulut Nafa.
Agak terdengar aneh oleh Ghazi, karena baru kali ini Nafa memanggilnya dengan kata lo-gue.

"Gimana keadaan kamu?" Ghazi tak mengusik kata-kata Nafa, bahkan ia membalasnya dengan perkataan yang lembut.

Namun, Nafa, yang ditanya, hanya diam tak menggubris. Bahkan ia memalingkan wajahnya membelakangi Ghazi. Air matanya kembali terjatuh, ia benci suasana seperti ini, harus berduaan dengan seorang cowok yang berstatus sebagai mantannya, tapi sebenarnya hatinya menolak untuk mengatakan bahwa Ghazi adalah mantannya.

"Kamu udah makan?" Ghazi lagi-lagi melontarkan pertanyaan kepada Nafa.

"Ngapain lo ke sini?" Kata-kata itu lagi yang keluar dari mulut Nafa.

"Aku cuma pengen tau keadaan kamu," Ghazi melontarkan kalimat itu dengan santainya, tapi bagi Nafa, kalimat itu membuatnya merasa tersakiti.

"Bahkan setelah lo udah punya pacar, lo masih peduli sama keadaan gue? Gue kira lo bakal nggak peduli kalau gue sampai mati gara-gara lo!" Nafa berucap panjang, nada suaranya bergetar, menandakan kalau ia sedang menangis "gue udah nggak butuh perhatian dari lo!" wajah Nafa masih saja membelakangi Ghazi.

"Aku ke sini, karena Khefia yang minta! Jadi nggak usah merasa aku masih perhatian sama kamu!" ucap Ghazi tanpa beban.

Ucapan Ghazi lagi-lagi mematahkan hati Nafa. Air mata itu tak bisa lagi dibendungnya.

"Dan, aku ke sini juga bareng Khefia, dia nunggu di luar." Kalimat Ghazi memang singkat, tapi hati Nafa seketika remuk dengan kalimat itu, ia kira masih ada harapan untuk balikan, tapi ternyata tidak.

"Ya udah kalau gitu, istirahat ya. Aku pamit." ucap Ghazi lagi sambil keluar dari ruang rawat inap Nafa.

Air mata Nafa pecah seketika, ia menangis sejadi-jadinya. Memang, Nafa masih berharap besar pada Ghazi. Tak sedikitpun posisi Ghazi pindah dari hati Nafa, bahkan setelah kalimat yang diucapkannya tadi.

♥♥♥

Mungkin selamanya aku akan tetap berada di belakangnya
Sebagai saksi kebahagian antara dia dengan pilihannya.

Continue Reading

You'll Also Like

240K 18.2K 34
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
985K 48.3K 64
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
1.1M 51.9K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
1.4M 63K 52
-Ketua Geng Motor -Nikah Terpaksa Arkana Septian, lelaki berparas tampan. Seorang Mahasiswa yang menjadi pelatih taekwondo di kampus nya. Dan ketua...