Le Samedi [COMPLETE]

By ChanXa92

11.1K 1K 553

❌DON'T COPY OR REPOST WITHOUT PERMISSION!!!❌ Hari sabtu adalah hari dimana keputusan itu sampai ditelinganya ... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11

Bagian 3

842 101 10
By ChanXa92

“Jiyeon!” Sehun berlari keluar kamar dan melihat Jiyeon tengah berdiri di depan pintu sambil memegang sebuah surat, dan didekat kakinya ada sebuah kotak dengan posisi terguling dengan foto-foto perempuan itu tercecer dilantai.

Dapat dilihatnya tangan yang memegang surat itu bergetar.

“Jiyeon-ah.”

Jiyeon mengalihkan perhatiannya dari surat pada Sehun, sehingga kini pria itu dapat melihat jelas raut ketakutan dan mata berkaca-kaca miliknya.

“Sehun.” Lirihnya.

Sehun menghampiri Jiyeon lalu merebut surat itu dari tangannya.

Annyeong Jiyeon-ku… Beruntung sekali kau masih hidup. Haha… Tapi tidak apa-apa, bagaimana jika kita bermain-main sebentar sebelum kau pergi dari dunia ini? Sepertinya itu akan menyenangkan, haha… Kalau begitu selamat menikmati permainanku Park Jiyeon sayang.

Sehun menatap Jiyeon usai membaca surat itu.

“A…a..pa ini? Itu.. kenapa aku…aku…” Jiyeon tergagap, dia terkejut, takut, dan bingung dengan semua ini.

Melihat Jiyeon yang seperti itu, Sehun membawa perempuan itu ke dalam pelukannya. Mencoba untuk menenangkannya.

“A..aku… apa aku akan mati?”

Sehun mengeratkan pelukannya. “Tidak, kau tidak akan mati. Kau akan baik-baik saja.”

“Tapi__.”

“Kau akan baik-baik saja. Percayalah padaku.”

Saking terkejut dan takutnya, Jiyeon tidak dapat berkata apa-apa lagi. Dan air mata yang mengalir deras dari kedua maniknya adalah bentuk dari keterkejutan serta ketakutannya.

~ Le Samedi ~

12 Desember, 07.00 KST

Sehun membuka matanya, kemudian perlahan bangun dari tidurnya. Tangannya sekilas memegang bahu kanannya yang masih terasa sakit.

SET!

Sehun menengok ke samping dan terkejut ketika tidak menemukan Jiyeon di sana. Seingatnya, semalam Jiyeon tidur disampingnya, lalu kemana dia sekarang?

Melupakan rasa sakitnya, dia kemudian dengan segera turun dari ranjang dan mencari keberadaan Jiyeon.

Helaan napas lega meluncur dari mulutnya saat melihat sosok yang dicarinya tengah duduk diruang tamu sambil menonton televisi. Sehun menghampiri Jiyeon lalu duduk di sampingnya.

.

Jiyeon yang sedang fokus dengan apa yang ditontonnya, menolehkan kepala ketika merasakan kehadiran orang lain selain dirinya.

Ah itu Sehun.

“Kau sudah bangun?” tanya Jiyeon kemudian kembali mengalihkan fokusnya pada televisi.

Sehun mengangguk. “Ya... Kau baik-baik saja?” tanyanya kemudian dengan nada hati-hati.

“Hmm...” Sahutan cukup singkat menjadi jawaban atas pertanyaan Sehun. Kemudian setelahnya tidak ada pembicaraan diantara mereka. Hanya suara dari televisilah yang menggema diruangan itu.

Lima menit berlalu. Dan keheningan itu akhirnya terpecah oleh suara Jiyeon yang bertanya pada sang suami.

“Apa... selama ini, kotak hadiah yang selalu kau bawa adalah kotak yang sama dengan kotak yang aku terima kemarin?” Jiyeon menoleh pada Sehun, menatap pria itu dalam diam, menunggu jawaban.

“..................” Dan alih-alih langsung menjawab. Sehun memilih untuk terdiam sejenak. Menimang jawaban apa yang akan dia berikan pada perempuan itu.

“Jangan diam saja.”

“Ya.”

Jawaban yang singkat, padat, dan jelas itu membuat Jiyeon terkejut dengan kedua mata membulat dan mulut yang sedikit terbuka.

Jadi, teror yang dia terima kemarin bukanlah yang pertama? Melainkan yang ke sekian kalinya dan Sehun mengetahui itu semua, makanya setiap teror itu datang dialah yang menerimanya? Lantas kenapa dia menyembunyikan hal itu darinya?

“Lalu kenapa kau menyembunyikannya dariku?”

“Aku__.”

“Apa kau sengaja menyembunyikannya dariku agar aku bisa pergi kemanapun sesuka hatiku tanpa harus berhati-hati?”

“Tidak__.”

“Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi padaku?!” Jiyeon menaikan nada bicaranya diakhir sembari berdiri dari duduknya.

“Bukan seperti itu.” Sehun ikut berdiri. “Aku hanya tidak ingin kau resah dan ketakutan.”

“.................” Jiyeon memalingkan wajahnya ke arah lain.

“Lagipula tidak akan terjadi yang buruk padamu. Aku akan menjaga dan melindungimu.”

Jiyeon agak tersentak kaget dengan ucapan Sehun. Dia tidak mengira kata-kata itu akan meluncur dari pria bermarga Oh itu.

“Percayalah padaku.” Sehun mengulas senyuman tipis, menepuk lembut dua kali puncak kepala Jiyeon, kemudian berjalan menuju kamar mandi.

Jiyeon mendesah pelan sembari menghempaskan kembali bokongnya ke sofa begitu Sehun sudah berada di dalam kamar mandi. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya ketika ucapan Sehun...

“Aku akan menjaga dan melindungimu.... Percayalah padaku.”

... terngiang dikepalanya. Tangannya tanpa sadar menyentuh dada bagian kirinya, merasakan jantungnya yang tiba-tiba berdetak tidak normal.

...

..

.

TING TONG

Jiyeon tersentak kaget ketika mendengar bel berbunyi. Tubuhnya tanpa sadar gemetaran karena takut.

TING TONG

Lagi. Bel berbunyi lagi.

Jiyeon terdiam sembari menatap pintu. Jantungnya berdegup cepat efek dari rasa takutnya.

TING TONG TING TONG

Jiyeon mengepalkan kedua tangannya, mencoba untuk menghalau atau mengurangi rasa takutnya. Dia kemudian beranjak dari duduknya lalu dengan langkah pelan, hati-hati, dan was was, dia berjalan menuju pintu.

TING TONG

“Si... Siapa itu?” Jiyeon memberanikan diri untuk bertanya. Meskipun sebenarnya sia-sia karena suara yang keluar sangatlah kecil sehingga mustahil akan terdengar oleh seseorang yang berada dibalik pintu.

Bagaimana ini?, Jiyeon membatin dengan mata terpejam.

Jiyeon-ah, buka pintunya!

Matanya kembali terbuka dengan cepat ketika suara sang kakak menyentuh indera pendengarannya.

Itu... suara kakaknya ‘kan?

Jiyeon-ah! Sehun-ah!

Benar, itu suara kakaknya. Park Hyomin.

Dengan perlahan Jiyeon memegang kenop pintu, menekannya, lalu menariknya sampai pintu itu terbuka cukup lebar, membuatnya bisa melihat jelas sosok sang kakak.

“Eonni.”

“Yak! Kenapa lama sekali?” Gerutu Hyomin.

“Maaf. Aku tadi dikamar.“ Bohongnya kemudian terkekeh kaku yang untungnya tidak disadari oleh Hyomin.

“Kau dan Sehun baru bangun?”

Jiyeon menggelengkan kepalanya. “Tidak. Kami sudah bangun. Hanya saja tadi kami sedang___.”

“Oh ya ampun!” Hyomin terlihat terkejut dengan tangan kanan menutupi mulutnya. “Apa aku mengganggu kalian?”

“Ya?”

“Aku tidak tahu kalau kalian sedang...” Hyomin menjeda ucapannya kemudian menatap Jiyeon dengan penuh arti membuat yang ditatap bingung selama beberapa saat sebelum akhirnya menjerit kaget karena mengerti dengan ucapan dan tatapan itu.

“Ish! Eonni salah! Kami tidak sedang seperti itu! Jangan berpikiran yang tidak tidak!”

“Benarkah?”

Jiyeon mengangguk cepat. “Hu’um!”

“Kalau begitu apa eonni-mu ini diperbolehkan masuk?”

“Tentu. Masuklah.” Jiyeon mempersilahkan sang kakak untuk masuk kemudian menutup pintu dan menyusul sang kakak yang kini mendaratkan bokongnya disofa.

“Ada apa eonni datang kesini? Ini masih pagi.” Tanyanya begitu dia duduk di samping sang kakak.

“Aku mau mengajakmu sarapan bersama.”

“Sarapan bersama? Tumben sekali.” Tukas Jiyeon. “Jangan-jangan eonni mengajakku sarapan bersama karena ada maunya, ya?” Terkanya kemudian sembari melemparkan tatapan menyelidik pada sang kakak, sedangkan yang ditatap terkekeh seolah tertangkap basah dengan maksud kedatangannya pagi ini.

“Kau tahu saja adikku sayang.” Hyomin mencubit pipi Jiyeon.

“Sakit~” Ringis Jiyeon sembari menjauhkan tangan sang kakak dari pipinya.

“Hehe Maaf. Ah ya, setelah sarapan bagaimana kalau kita pergi belanja?” Ajak Hyomin.

Jiyeon menyipitkan matanya lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Hyomin.

“Ya, kau mau apa? Menciumku? Aigo~ cium saja suamimu sana.” Hyomin mendorong jauh wajah Jiyeon dengan telunjuknya.

“Apa? Aish... Siapa yang mau menciummu, eonni.” Kesal Jiyeon. “Katakan apa mau eonni.”

“Aku titip Woomin sampai besok ya?”

Jiyeon membulatkan matanya “Apa? Titip Woomin?”

Hyomin mengangguk.

“Shireo!”

“Ah kenapa~?”

“Woomin itu berisik, aku tidak mau. Lagipula ada ibu, titipkan saja Woomin padanya.” ucap Jiyeon.

“Tidak bisa.” Hyomin menggelengkan kepalanya. “Ibu sedang sibuk dengan teman-temannya.”

“Kalau begitu titip pada Shin ajumma saja.” Jiyeon masih berusaha untuk menolak.

Hyomin kembali menggelengkan kepalanya “Tidak bisa. Woomin maunya bersamamu Jiy.”

“Tapi eonni__.”

“Aku mohon adikku sayang.” Hyomin menangkupkan kedua tangannya dengan kedua mata dikerejap-kerejapkan. “Eonni akan membelikan apapun yang kau mau.” Bujuknya kemudian.

Mendengar bujukan sang kakak sedikit banyak membuat Jiyeon tertarik. Dia menggigit bibir bawahnya. “Benarkah itu?”

Hyomin mengangguk.

“Kalau begitu aku mau mobil.” Ucap Jiyeon semangat namun bukannya anggukan serta ungkapan setuju, yang ada sebuah jitakan cukup keras mendarat dikepalanya.

“Kau ini...”

“Kenapa memukul kepalaku? Katanya akan membelikan aku apapun. Aku mau mobil jadi belikan aku mobil!” Ucap Jiyeon sambil mengusap kepalanya yang terkena jitakan.

“Oke eonni akan belikan mobil!”

Jiyeon tersenyum lebar. “Ya belikan aku mo__.”

“Tapi berikan Woomin sepupu.”

“APA?” Jiyeon memekik.

“Ya, berikan Woomin sepupu baru aku akan membelikanmu mobil.”

“Apa-apaan itu?! Tidak! Aku tidak mau. Lebih baik aku tidak dibelikan mobil olehmu.”

“Kenapa? Kau tidak kasihan pada Woomin? Dia sendirian. Dia kesepian.” Ucap Hyomin dengan nada yang dibuat dramatis.

“Kalau kesepian berikan saja dia adik, bukan memintaku untuk memberikannya sepupu!”

“Kau... Ish... sudah! Aku datang kesini bukan untuk bertengkar denganmu.” Ucap Hyomin. “Jadi bagaimana kau mau tidak menjaga Woomin?”

Jiyeon terdiam sambil mempoutkan bibirnya. “Memangnya eonni dengan Woohyun oppa mau pergi kemana sampai menitipkan Woomin padaku?”

Alih-alih menjawab, Hyomin malah tersenyum malu.

“Eonni, jangan-jangan… jangan-jangan eonni mau membuat adik untuk Woomin, ya?” terka Jiyeon dan semburat merah menghiasi wajah kakaknya.

“Benar itu eonni? Eonni mau membuat hmmppphhh…” Hyomin menghentikan ucapan sang adik dengan membekap mulutnya. Pasalnya dia melihat Sehun berjalan kearah mereka.

Jiyeon menarik tangan Hyomin dari mulutnya “Eonni apa-apaan sih?!”

Hyomin terkekeh sembari menggedikan bahunya.

“Ah, annyonghaseyo noona.” Sapa Sehun begitu melihat sosok sang kakak ipar duduk bersama istrinya.

“Hai Sehun-ah. Maaf pagi-pagi aku datang kemari dan mengganggu kalian.”

Sehun menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa.”

Hyomin tersenyum untuk menanggapi ucapan Sehun dan tiba-tiba dia mempunyai ide untuk menjahili adiknya itu.

“Sehun-ah.” Panggilnya.

“Ne noona.”

“Kau tidak kasihan pada Woomin?”

Sehun mengerenyitkan dahinya, bingung, ketika mendengar pertanyaan Hyomin. Sedangkan Jiyeon nampak memasang wajah was-was.

“Eonni, kau mau apa?”

Hyomin melirik Jiyeon sekilas sebelum kembali menatap Sehun. “Setiap kesini (Hyomin dan Woohyun itu tinggal di Jepang) Woomin selalu sendirian, dia kesepian.” Hyomin memasang wajah pura-pura sedihnya.

“Eonni, hentikan. Jangan mengatakan hal yang tidak-tidak.” Peringat Jiyeon namun Hyomin mengabaikannya.

Sementara itu Sehun terlihat semakin bingung, karena tidak mengerti kenapa tiba-tiba kakak iparnya mengatakan hal itu dengan wajah sedih. Tetapi kebingungannya menghilang ketika Hyomin mengatakan lanjutannya.

“Berikan Woomin sepupu.”

“EONNI!” Jiyeon memekik keras lalu memukul-mukul lengan Hyomin sedangkan yang dipukul malah tertawa. Pasalnya semburat merah kini mewarnai wajah adik iparnya itu.

“Hei, jangan dengarkan kakakku!” Ujar Jiyeon pada Sehun yang terdiam.

“Tidak tidak. Dengarkan aku. Berikan Woomin sepupu. Ya? Ya? Ya?”

Sehun tersenyum kikuk kemudian masuk ke dalam kamar.

“Eonni! Kau ini apa-apaan sih?” protes Jiyeon yang sudah berhenti memukuli kakaknya. Dan Hyomin melihat wajah Jiyeon tak jauh beda dengan wajah Sehun tadi.

“Hahahaha.. lihat wajah kalian lucu sekali.” Hyomin tertawa puas.

“Ish... Aku membencimu eonni!” seru Jiyeon, dan entah sadar atau tidak Jiyeon masuk ke kamar dimana Sehun sudah terlebih dahulu ada di dalam.

“Aigo~ gawat. Kalau dia marah bisa-bisa dia tidak mau dititipi Woomin.” Gumam Hyomin.

Sementara itu Sehun yang sedang mengganti bajunya terkejut saat Jiyeon tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Begitupun dengan Jiyeon, dia terkejut melihat Sehun yang tidak memakai baju alias topless.

“KYAAAA....” Jiyeon berteriak dengan mata membulat lucu. Dan karena posisi Sehun memunggungi Jiyeon, kedua manik perempuan itu melihat luka lebam dibahu belakang sebelah kanan. Jiyeon seketika menghentikan teriakannya dan telunjuk lentiknya menunjuk ke arah luka itu. “Itu…”

Menyadari ke arah mana Jiyeon menunjuk, Sehun cepat-cepat memakai kemejanya dan berbalik menghadap Jiyeon.

“Apa itu gara-gara aku mendorongmu?” tanya Jiyeon dengan kaki yang melangkah, menghampiri Sehun.

Sehun menggelengkan kepalanya. “Bukan.”

Jiyeon mengerenyitkan dahinya “Bukan? Lalu gara-gara apa?” Tanpa sadar Jiyeon kembali bertanya. Kakinya berhenti melangkah ketika jaraknya dengan Sehun kurang dari satu meter.

“Aku harus pergi ke kantor, kau tidak apa-apa ‘kan aku tinggal?” Alih-alih menjawab, Sehun lebih memilih untuk mengubah topik pembicaraan. “Aku janji hanya sebentar setelah itu__.”

“Jangan mengalihkan pembicaraan. Jawab pertanyaanku.” Jiyeon memotong ucapan Sehun, membuat pria itu cukup terkejut dan terdiam beberapa saat.

“Apa kau sedang mengkhawatirkanku?” tanya Sehun tiba-tiba.

“Ya? Ah itu....” Jiyeon menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Dia sepertinya baru sadar kalau sudah melakukan hal-hal yang Sehun anggap sebuah kekhawatiran. “Aku hanya....”

“Kau mengkhawatirkanku?” tanya Sehun lagi.

Kedua manik Jiyeon bergulir ke kanan dan ke kiri. “Itu... Hhh, sudah lupakan.” Jiyeon berbalik hendak pergi keluar kamar namun Sehun dengan sigap menahannya.

“Jawab pertanyaanku.” Ucap Sehun sembari menatap Jiyeon tepat dikedua maniknya.

“Apa? Menjawab apa? Lepaskan.” Jiyeon berpura-pura tidak mengerti.

“Kau mengkhawatirkanku, ‘kan?” ulang Sehun.

“Ada apa denganmu? Kenapa kau memintaku untuk menjawabnya? Lepaskan.”

“Aku ingin mendengarnya. Apa itu salah?”

Jiyeon terdiam. Tidak salah sih, tapi mengapa kau ingin mendengarnya dariku?, batinnya.

“Lepas, Hyomin eonni menungguku diluar.” Jiyeon melepaskan tangan Sehun yang menahannya kemudian berjalan ke arah pintu tanpa berniat menjawab pertanyaan pria itu.

“Aku ingin kau mengkhawatirkanku, karena aku...”

Jiyeon menghentikan langkahnya saat tepat di depan pintu.

“Karena aku menc__.”

“Jiyeo~n!”

“Ne~” Jiyeon yang awalnya fokus menunggu ucapan Sehun, langsung menyahut begitu mendengar panggilan Hyomin dari luar kamar.

Dia membuka pintu kemudian keluar kamar.

Blam!

Dan bersamaan dengan pintu yang tertutup Sehun melanjutkan ucapannya yang sempat terinterupsi. “Karena aku mencintaimu.”

---

---

---

@Kantor Polisi

Sehun sedikit berlari ketika memasuki kantor polisi dan tanpa sengaja dia menubruk seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya.

Sehun berhenti sejenak dan meminta maaf pada seorang pria yang ditabraknya. “Maafkan saya.” Ucapnya seraya membungkukkan badannya sedikit.

“Ah ya, tidak apa-apa.” Sahut orang itu lalu pergi meninggalkan Sehun. Begitupun dengan Sehun, dia kembali melanjutkan langkahnya menuju sebuah ruangan dimana Kyungsoo, Suho, dan Kai menunggunya.

“Maaf aku terlambat.” Ucap Sehun setelah membuka pintu itu.

“Tidak masalah.” Sahut Suho.

Sehun menutup pintu ruangan itu lalu menghampiri Suho, Kyungsoo, juga Kai yang duduk dimeja dengan berkas-berkas kasus menghiasi meja.

“Ini.” Sehun meletakkan secarik kertas berisi nama di atas meja.

Kai mengambil kertas itu. “Jang Dongwoo.” Bacanya dengan suara nyaring.

“Siapa dia?” tanya Kyungsoo, mengalihkan perhatiannya dari Kai pada Sehun yang baru saja mendudukan diri di samping Suho.

“Dia yang akan menjadi petunjuk kita selanjutnya hyung.” Jawab Sehun.

“Maksudmu dia ada hubungannya dengan Harry?” Suho menatapnya dengan dahi mengernyit.

“Sepertinya begitu hyung. Tapi aku masih belum yakin karena aku belum sempat mencari informasi detail tentang dirinya.” Ucap Sehun kemudian.

“Kau mendapatkan ini dari mana?” Kai meletakan kembali kertas itu dimeja dan memusatkan penuh perhatiannya pada Sehun yang duduk bersebrangan dengannya.

“Istri Seunghyun. Saat kita akan pulang dari rumahnya dia memberiku itu, dan dia juga bilang kalau kertas itu digenggam erat oleh Seunghyun saat dia meninggal.”

“Digenggam erat?” Kyungsoo kembali bersuara. “Kalau begitu ada kemungkinan yang bernama Dongwoo ini ada hubungannya dengan Harry, bukan?” Kyungsoo menatap satu persatu rekan kerjanya.

“Kalau begitu kita harus menemuinya.” Ucap Kai dan Suho mengangguk setuju.

“Geure, kita harus menemuinya. Lebih cepat lebih baik.” Ucap Suho.

“Tapi aku masih belum mengetahui keberadaannya, hyung.” Sehun kemudian beralih menatap Kai. “Kai.” Panggilnya.

“Ada apa?”

“Aku minta tolong padamu untuk mencari keberadaannya, karena aku tidak bisa.” Ucap Sehun. “Ada seseorang yang harus aku lindungi.”

Kai mengernyitkan dahinya, tidak biasanya Sehun menyuruh orang lain untuk mencari keberadaan seseorang karena biasanya dia sendirilah yang akan mencarinya. Karena diantara mereka berempat Sehun adalah yang paling ahli dalam menemukan seseorang.

“Baiklah tapi aku tidak yakin akan menemukannya dengan cepat, karena aku bukanlah dirimu yang ahli dalam menemukan seseorang.” ucap Kai.

“Terima kasih Kai.” ucap Sehun sambil tersenyum tipis.

“Tapi siapa yang harus kau lindungi itu?” tanya Kai, penasaran akan sosok yang mampu membuat Sehun menomorduakan pekerjaannya.

“Seseorang. Seseorang yang baru kusadari bahwa dia sangat penting bagiku.”

Mendengar jawaban Sehun, Kai mengulas senyumannya karena dia tahu siapa ‘seseorang’ yang dimaksud oleh temannya itu.

....

Someone POV
To: Harry
Jang Dongwoo. Sesuatu yang diberikan oleh istri Seunghyun pada temanku adalah secarik kertas dengan nama itu di atasnya.

Hhhh… aku menghela nafas setelah mengirim pesan itu. Sungguh sebenarnya aku tidak mau melakukan ini, mengkhianti teman-temanku. Tapi pria brengsek itu mengancamku akan membunuhnya jika aku tidak melakukan apa yang dia perintahkan padaku.

Drrrrt Drrrrrrrt

From: Harry
Kau tidak berbohong? Tidak ada informasi lain yang kau dapatkan? Ah benar, bukankah kau berjanji akan membantuku untuk mengeluarkan Alex hyung? Ku harap kau tidak mengingkari janjimu. Karena jika tidak aku tidak segan-segan membunuhnya.

DEG.

Sial! Harry brengsek!

To: Harry
Aku tidak berbohong dan aku tidak akan mengingkari janjiku. Tapi berikan aku waktu. Jika aku melakukannya sekarang, mereka akan curiga padaku. Dan jangan berani-beraninya kau menyentuhnya atau aku akan membunuh kakakmu itu.

---

---

Saat ini Jiyeon dan Hyomin sedang berada disebuah pusat perbelanjaan terbesar dikota. Mereka, terutama Jiyeon, terlihat bahagia ketika memasuki satu persatu toko pakaian atau sepatu yang ada di sana.

“Eonni, aku mau dress ini.” Jiyeon menunjuk sebuah dress yang dipakai oleh mannequin.

“Kau masih mau membelinya? Lihat kau sudah membeli banyak.” Ucap Hyomin sembari menunjuk kantong belanjaan yang ada dikedua tangan adiknya. Sungguh, adiknya ini benar-benar sangat pintar memanfaatkan keadaan.

“Baiklah. Kalau begitu aku tidak mau menjaga Woomin.” Jiyeon menggedikan bahunya tak acuh.

“Aigo~ sekarang kau berani mengancam eonni-mu ini eoh?”

Jiyeon tersenyum sok manis menanggapi ucapan kakaknya.

“Bagaimana? Mau membelikanku atau tidak?” tanyanya.

“Geure geure, beli saja. Kalau perlu tokonya sekalian kau beli.” Ujar Hyomin dengan nada menyindir, namun yang disindir malah terlihat tidak peduli dan memilih untuk memanggil pegawai toko itu lalu menunjuk dress yang dipakai oleh mannequin.

“Eonni bayar.” Ucap Jiyeon kemudian berjalan menuju kasir untuk mengambil dress yang kini resmi menjadi miliknya.

Hyomin menghela napas jengah kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah ini dia akan meminta Woo Hyun untuk mengganti semua uang yang dia keluarkan untuk adiknya itu.

~ Le Samedi ~

Jiyeon beberapa kali menengokan kepalanya ke belakang ketika merasakan ada seseorang yang mengikuti dirinya dan sang kakak.

“Eonni, apa eonni tidak merasa ada yang mengikuti kita?” Tanya Jiyeon setelah menengok ke belakang.

Hyomin menengok ke belakang, memperhatikan sekitar dalam sekejap, kembali menatap ke depan lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak.”

“Benarkah? Tapi aku merasa ada yang mengikuti kita.” Untuk yang ke sekian kalinya Jiyeon menengokan kepalanya ke belakang.

Ya Tuhan, bagaimana ini? Kenapa aku merasa ada seseorang yang mengikutiku? Apa jangan-jangan seseorang itu adalah orang yang ingin membunuhku?

“... yeon Jiyeon.”

“Ah ya eonni, ada apa?”

“Kau kenapa? Kau terlihat sangat ketakutan.”

“Eonni, aku merasa ada yang mengikuti kita. Aku takut eonni.”

“Apa? Mengikuti kita?” Hyomin kembali menengokkan kepalanya ke belakang, namun dia tidak melihat seseorang yang mencurigakan atau seseorang yang mengikuti mereka. “Mungkin itu hanya perasaanmu saja. Tidak ada orang yang mencurigakan atau mengikuti kita.” Ujar Hyomin.

Memang saat aku melihat kebelakang tidak ada orang yang mencurigakan tapi entah kenapa aku merasa ada yang mengikutiku dan eonni daritadi, batin Jiyeon.

“Jiyeon, aku pergi ke toilet sebentar. Kau tunggu disini ya?”

Jiyeon menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku ikut.”

“Huh? Baiklah. Ayo.”

...

..

.

Masih dengan rasa takut dan langkah yang was was, Jiyeon berjalan mengikuti Hyomin yang berada di depannya. Dia sesekali melihat ke sekitar ketika merasakan kembali kehadiran seseorang yang mengikutinya.

“Eonni, kita berjalan bersama.” Ucapnya pada sang kakak, namun sepertinya Hyomin tidak mendengar hal itu karena memang suara yang dikeluarkan Jiyeon cukup pelan.

Jiyeon menelan salivanya, kemudian melirik ke belakang dengan ekor matanya.

Ada.

Ada seseorang lain yang berjalan di belakangnya.

Jiyeon memejamkan matanya dan mempercepat langkahnya. Tangannya berniat meraih tangan sang kakak namun sayang belum sempat meraihnya seseorang itu membekap mulutnya dengan sebuah saputangan beraroma kuat yang membuat kepalanya seketika didera rasa pusing dan tak lama kesadarannya menghilang.

Seseorang yang berhasil melumpuhkan Jiyeon buru-buru menggendong dan membawanya pergi, sebelum ada orang yang menyadari dengan apa yang baru saja dilakukannya.

“Jiy, kau__.” Hyomin menghentikan ucapannya saat tidak melihat Jiyeon dibelakangnya. “Kemana dia?” Dia bergumam sembari mengambil ponselnya dari dalam tas dan menghubungi sang adik.

Tuuuuuuuuut Tuuuuuuuuuuutt Tuuuuuuuuuut

Maaf nomor yang anda tuju__.

Jiyeon tidak mengangkat teleponnya.

“Kenapa dia tidak menjawab? Apa mungkin dia sudah pulang? Kalau iya, lalu bagaimana dengan Woomin? Bukankah setelah dari sini seharusnya dia membawa Woomin bersamanya? Ish....”

---

Le Samedi

---

@ Other Place, 16.40 KST

Jiyeon mengerang pelan ketika terbangun dari pingsannya. Hal yang dia rasakan pertama kali adalah rasa pusing dikepalanya.

“Ugh...” Jiyeon berniat memegang kepalanya, namun dia tidak bisa karena tangannya  seperti sedang diikat. Dan hal itu membuatnya seakan ditarik ke alam sadarnya.

Jiyeon mencoba membuka matanya, namun hanya kegelapan yang dia lihat karena memang saat ini matanya ditutupi oleh sebuah kain hitam.

Tidak! Saat ini dia sedang diculik.
Bagaimana ini? Apa yang harus dia lakukan? Bagaimana jika seseorang yang menculiknya itu adalah seseorang yang sama dengan yang ingin membunuhnya? Bagaimana ini?

Tolong aku...

Tap Tap Tap Tap

Dalam keheningan tiba-tiba Jiyeon mendengar suara derap langkah berjalan mendekatinya.

Jiyeon tanpa sadar menelan salivanya.“Si..siapa kau?” tanyanya dengan suara yang bergetar.

Suara langkah itu terhenti dan Jiyeon yakin seseorang itu kini berada tepat di hadapannya.

“Aku? Kau tidak mengenalku Park Jiyeon sayang?” Seorang pria memakai pakaian formal yang terlihat mahal membelai pipi mulus Jiyeon membuat perempuan itu semakin ketakutan dan berusaha menjauhkan wajahnya dari belaian tangan pria itu.

“Kau sudah melupakanku hm?” Kesal karena Jiyeon berusaha menghindarinya, pria itu itu kini mencengkram kuat pipinya dengan tangannya yang besar membuat erangan sakit meluncur dari bibir Jiyeon.

“Aigo~ kau benar-benar tidak berubah. Masih cantik seperti dulu.” Pria itu menggerak-gerakkan wajah Jiyeon ke kanan dan ke kiri sembari menyeringai.

TES

Air mata mulai jatuh dari kedua maniknya, membasahi kain penutup matanya dan pipinya.

“Aigo, kenapa menangis sayang?” Ujar pria itu dengan nada yang dibuat perhatian. “Kau takut hmm? Jangan takut aku tidak akan menyakitimu. Percayalah. Tapi temani aku bermain sebentar ne?”

Untung saja mata Jiyeon ditutup oleh kain, karena jika tidak perempuan itu pasti akan semakin ketakutan melihat seringaian dan raut ‘lapar’ yang ditampilkan pria itu. Tapi sepertinya keberuntungan itu tidak berlaku lagi. Karena ketakutannya semakin bertambah ketika pria itu mulai melepas satu persatu kancing kemeja yang digunakannya.

“Apa yang kau lakukan?” Mencoba melawan rasa takutnya, Jiyeon membentak pria yang masih melepas kancing kemejanya.

“Aigo~ jangan membentakku sayang, jika tidak aku akan bermain kasar.” Pria itu membelai Jiyeon mulai dari wajahnya kemudian turun ke leher menuju tulang selangka, dan berhenti didada.

Jiyeon menggeleng-gelengkan kepalanya sedang kedua tangannya bergerak-gerak mencoba melepaskan diri dari jeratan tali, membuat kedua pergelangan tangannya memerah bahkan lecet dengan darah yang mulai keluar dari luka lecet itu.

Hembusan napas yang menyentuh lehernya membuat air mata itu semakin deras mengalir. Dia benar-benar ketakutan sekarang.

Tinggal dua sentimeter lagi bibir itu menyentuh leher Jiyeon. Namun gagal karena seseorang tiba-tiba datang dan menginterupsi kegiatannya.

“Bos dia datang.” Ucap orang  yang baru datang itu.

Pria itu mendengus kecewa kemudian menarik dirinya dan berdiri. “Kita tunda permainan kita sayang.” Dengan kurang ajar pria itu mengelus bibir Jiyeon dengan ibu jarinya. “Jangan khawatir. Hanya sebentar. Bersabarlah.” Pria itu mengecup ibu jarinya yang mengelus bibir Jiyeon tadi kemudian menyeringai puas. Setelahnya dia melangkah pergi dari sana.

BLAM

Bersamaan dengan suara pintu tertutup tangis Jiyeon pecah.

“Huwaaa… hiks.. hiks… tolong aku… siapapun tolong aku.. hiks.. hiks… Sehuuun….”

...

DEG.

Sehun yang sedang dalam perjalanan pulang entah kenapa tiba-tiba saja perasaannya berubah menjadi tidak enak. Jantungnya berdegup cepat dan terasa tidak nyaman.

“Ada apa ini?” Sehun menepikan mobilnya mencoba menghilangkan perasaan tidak enak itu namun bukannya menghilang justru perasaan tidak enak itu semakin kuat.

Sehun menurunkan sedikit jendelanya, membiarkan udara luar masuk ke dalam mobilnya kemudian dia menarik dan membuang napasnya berkali-kali.

Jiyeon

Nama sang istri tiba-tiba saja melintas dikepalanya.

Apa mungkin perasaan tidak enaknya ini ada hubungannya dengan Jiyeon?, pikirnya.

Sehun kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi Jiyeon.

Tuuuuuuut Tuuuuuuuuut Tuuuuuuut

Dipanggilan pertama dia tidak mendapat jawaban. Lantas Sehun kembali menghubunginya lagi namun tetap tidak ada jawaban.

.

*Jiyeon Side
Jiyeon merasakan ponselnya yang ada disaku celana jeans-nya bergetar. Dan itu adalah getaran panjang yang artinya ada sebuah panggilan masuk. Ingin sekali dia menjawabnya tetapi tangannya yang terikat membuatnya tidak bisa melakukan hal itu.

.

*Sehun Side
Lima kali menghubungi dan tidak mendapat jawaban tanpa sadar membuat pria itu melempar ponselnya kekursi yang di samping kemudian dengan perasaan kalut dia kembali melajukan mobilnya menuju rumah, dan kali ini dengan laju kecepatan yang tinggi agar cepat sampai.

Selama diperjalanan pulang, dia terus meyakinkan diri bahwa Jiyeon baik-baik saja. Perempuan itu tidak menjawab panggilannya karena mungkin sedang sibuk membaca majalah fashionnya, atau menonton televisi, atau sibuk mengobrol dengan sahabat-sahabatnya, atau memang perempuan itu enggan menjawab panggilannya.

---

Sehun turun dari mobil dengan tergesa-gesa begitu sampai di depan pagar rumah. Dia kemudian berjalan cepat menuju rumah dan terkejut mendapati Hyomin dan Woo Hyun (serta Woomin yang berada digendongan Woo Hyun) di depan pintu rumahnya.

“Noona? Hyung?”

Mendengar pertanyaan dari belakang, baik Hyomin dan Woo Hyun membalikkan tubuhnya,
“Sehun, kau baru pulang?” tanya Hyomin dan sebuah anggukan Sehun berikan sebagai jawaban.

“Noona kenapa tidak masuk?” tanya Sehun kemudian.

“Ah itu. Daritadi aku sudah menekan bel tapi tidak ada yang membukanya.” jawab Hyomin. “Apa Jiyeon belum pulang ya?” gumamnya pelan namun masih terdengar oleh Sehun yang sedang membuka pintu rumah.

“Maksud noona?” tanya Sehun.

“Tadi setelah sarapan bersama di cafe kami pergi berbelanja. Dan saat kami pergi ke toilet tiba-tiba Jiyeon yang berjalan di belakangku menghilang, ku kira dia sudah pulang.” Hyomin mengulum kedua bibirnya.

“Tunggu!” Wajah Hyomin tiba-tiba berubah menjadi cemas. “Apa sesuatu yang buruk terjadi padanya?”

Dahi Sehun mengernyit.

“Maksudku, tadi Jiyeon terus mengatakan padaku kalau dia merasa ada seseorang yang mengikuti kami tapi__.”

Sehun tidak mendengarkan ucapan Hyomin sampai selesai. Karena begitu mendengar kata ‘mengikuti’, dia langsung berlari menuju mobilnya.

Satu tangannya menyetir dan satu tangannya lagi berusaha menghubungi Jiyeon. Tapi lagi-lagi teleponnya tidak dijawab.

Sehun kembali menghubungi seseorang namun bukan Jiyeon melainkan...

“Kai.” ucap Sehun saat teleponnya dijawab.

“Hm, ada apa?” tanya Kai.

“Kau masih dikantor?”

“Ya, aku masih dikantor, ada apa?”

“Tolong lacak keberadaan Jiyeon.”

“Eh?”

“Jiyeon dalam bahaya, jadi tolong lacak keberadaannya.”

“Ah baiklah. Nanti aku akan menghubungimu saat sudah menemukan keberadaannya.” Ucap Kai dan Sehun memutuskan sambungan telepon itu.

---

@Other Place
Tap Tap Tap
Pria berpakaian formal itu menghampiri seorang pria lain yang berdiri membelakanginya dengan kedua tangan masing-masing berada disaku celananya.

“Harry, kau sudah datang.” Ucap pria itu.

Harry membalikkan badannya dan menatap datar pria yang baru saja menyapanya dengan suara riang.

“Ada apa kau menyuruhku kemari?” tanya Harry to the point.

“Aku ingin mengajakmu bersenang-senang.” Jawab pria itu santai. Tangannya mengambil gelas berisi wine kemudian meneguknya sedikit. Sedangkan Harry mengerenyitkan dahinya, nampak sedikit bingung.

“Apa maksudmu?”

“Aku ingin menawarimu untuk bermain-main dengan targetku sebelum kau membunuhnya.” Ucap pria itu kemudian tersenyum.

“Apa? Maksudmu perempuan itu?” Jika didengar dengan baik, ada nada keterkejutan di dalam ucapannya. Namun pria yang menjadi lawan bicara Harry sama sekali tidak menyadarinya.

“Aku tidak berminat.” Harry melangkahkan kakinya, berniat pergi dari sana.

“Kau serius? Padahal dia benar-benar cantik.” Ujar pria itu membuat langkah Harry terhenti kemudian berjalan menghampirinya.

“Aku tahu dia cantik. Tapi aku benar-benar tidak berminat. Jika mau bermain, bermainlah sendiri. Jangan mengajaku dan membuang-buang waktu berhargaku.” Harry kemudian berlalu meninggalkan pria itu.

---

“Kenapa dia menyuruhmu ke sini hyung?” tanya JB saat Harry masuk ke dalam mobil.

“Dia mengajakku bermain-main dengan perempuan itu.” Jawab Harry sambil memejamkan matanya. “Aish… Benar-benar membuang waktuku saja. Aku kira ada hal penting.” Gerutunya.

“JB-ah.” Panggilnya kemudian.

“Ne hyung.”

“Kita ke club biasa.” Ucap Harry dan langsung diangguki oleh JB. JB yang memang bertugas membawa mobil itu langsung menyalakan mesin kemudian melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.

---

JB tiba-tiba menghentikan laju mobilnya membuat Harry yang masih memejamkan matanya, kini membuka mata dan menatapnya bingung.

“Kenapa kau menghentikan mobilnya?”

“Hyung itu Sehun. Pria yang menangkap Alex hyung.” JB menunjuk sebuah mobil yang berlawanan arah dengannya dan hendak melintasi mereka.

Harry mengikuti arah yang ditunjuk JB. Kemudian dia menyeringai.
"Sepertinya kita akan bermain-main sebentar.”

..

.

Setelah mendapat kabar mengenai keberadaan Jiyeon saat ini, Sehun melajukan mobilnya menuju tempat itu.

Saat sedikit lagi sampai ditempat yang dituju tiba-tiba sebuah mobil menghadang mobilnya. Membuat Sehun menginjak kuat pedal remnya, sehingga menimbulkan suara decitan yang cukup memekakan telinga.

“Aish, ada apa ini?” geramnya ketika melihat sebuah mobil hitam menghadang jalan yang akan dilaluinya.

Terlihat 5 orang pria turun dari mobil itu. Beberapa dari mereka membawa tongkat pemukul.

Tanpa ada rasa takut, Sehun turun dari mobilnya.

“Apa yang kalian lakukan?” tanya Sehun dengan nada yang kesal.

Kelima pria itu menyeringai. Sedang yang membawa tongkat pemukul, memukul-mukulkan tongkat itu ke telapak tangannya seolah sedang menantang Sehun.

“Kami ingin bermain-main denganmu detektif Oh.” ujar salah satu pria itu, kemudian dia menggedikan kepalanya, memberi perintah pada keempat lainnya untuk mulai menyerang Sehun dan perkelahian pun tak dapat dielakkan.

...

1 lawan 5 benar-benar perkelahian yang tidak seimbang. Tapi untung saja berkat bela diri yang dimilikinya, Sehun bisa melawannya meskipun sebenarnya dia dibuat kewalahan dan beberapa kali sempat terkena pukulan dari mereka.

Saat Sehun sedang menghajar salah satu dari mereka tiba-tiba saja pria lainnya dari arah belakang memukul Sehun tepat dipunggungnya dengan tongkat pemukul yang dibawanya.

Sehun tersungkur dan sebuah pukulan lain mendarat tepat di belakang kepalanya.

Sehun mengerang pelan ketika rasa sakit dan pusing mendera kepalanya. Pria itu bahkan sempat merasakan pandangannya berubah menjadi hitam selama beberapa detik.

Suara sirine terdengar.

Pria pria yang ingin menghajar Sehun, langsung beringsut pergi menuju mobil mereka ketika melihat lima mobil polisi melaju ke arah mereka.

.

“Sehun!” Kai diikuti Kyungsoo dan Suho menghampiri Sehun yang mencoba berdiri.

“Kau baik-baik saja?” tanya Kai.

Sehun menggelengkan kepalanya pelan. Mencoba mengusir rasa pusing dikepalanya.

“Kau baik-baik saja?” itu Suho yang bertanya.

Sehun mengangguk kecil. “Hm, aku baik-baik saja.”

---

Sehun dan teman-temannya serta beberapa polisi sampai ditempat Jiyeon berada. Para polisi dibantu dengan teman-teman Sehun (Kyungsoo, Suho, dan Kai) langsung membekuk orang-orang yang berjaga di depan pintu sebuah gudang yang sudah lama tidak terpakai. Sedangkan Sehun langsung membuka pintu itu dan menemukan Jiyeon dalam keadaan yang cukup mengenaskan. Kemeja yang dikenakannya sudah tidak terkancing, kedua matanya ditutupi oleh kain hitam, kedua tangannya diikat ke belakang kursi, dan kedua kakinya masing-masing diikat dikaki kursi.

“Hiks... tolong aku... hiks hiks...”

“Jiyeon.” Sehun menghampiri Jiyeon dengan langkah pelan. Pasalnya, rasa pusing yang sempat mereda kini kembali menyerang.

“Sehun? Sehun? Itu kau?” tanya Jiyeon dengan suara yang bergetar dan serak.

“Ya, ini aku.” Sehun berjongkok di hadapan Jiyeon, membuka kain yang menutupi mata Jiyeon –hatinya terasa ngilu melihat kedua mata indah itu memerah dan bengkak-, lalu beralih melepas tali yang mengikat kedua tangannya, -hatinya semakin terasa ngilu ketika melihat pergelangan tangan itu dihiasi warna merah, lecet serta darah.

“Sehuuun hiks..hiks..” Jiyeon langsung menghambur, memeluk Sehun begitu kedua tangannya sudah terbebas. Perempuan itu menangis kencang, melampiaskan rasa takutnya. “Hiks… kenapa lama sekali? Hiks… hiks… aku takut… hiks…”

Sehun membalas pelukan Jiyeon dengan erat. “Maaf, maafkan aku.” Bisik Sehun lembut.

“Aku takut.. hiks..hiks…” Jiyeon masih tetap menangis dan Sehun sebenarnya masih ingin memeluk Jiyeon tapi dia teringat soal kemeja Jiyeon yang masih terbuka. Akhirnya dia melepaskan pelukannya kemudian melepas jaketnya untuk menutupi bagian depan tubuh sang istri.

Jiyeon yang sepertinya baru sadar akan keadaan Sehun yang penuh luka, nampak memasang raut terkejutnya.

“Kau kenapa? Kau baik-baik saja?” tanya Jiyeon dengan raut wajah yang khawatir.

“Hmm.. aku__.”

“Darah.”

“?”

“.................” Jiyeon menatap kedua tangannya yang entah sejak kapan dipenuhi oleh noda darah.

Sehun memperhatikan darah ditangan Jiyeon. “Kau terluka?

Masih menatap kedua tangannya, Jiyeon menggelengkan kepalanya. “Aku tidak terluka. Tapi...” Jiyeon menjeda ucapannya kemudian memperhatikan Sehun, dan maniknya menangkap noda darah lainnya dikerah kemeja yang dikenakan pria itu.

“Kau terluka.” Jiyeon mengulurkan tangan kanannya ke belakang leher pria itu dan tangannya bergetar ketika mengetahui bahwa darah itu berasal dari kepala Sehun.

“Hiks...” tanpa disadari Jiyeon kembali terisak.

“Kenapa kau__ ugh...” Sehun refleks memejamkan matanya ketika rasa pusing itu menghantam kuat kepalanya.

“Sehun, hiks...”

Sehun membuka matanya dan pandangannya terasa kabur. Namun meskipun begitu dia mengulas sebuah senyuman dengan tangan mengusap lembut pipi Jiyeon yang kembali basah oleh air mata.

“Jangan menangis. Aku baik-baik saja.”

Jiyeon menggelengkan kepalanya. “Tidak, hiks... maafkan aku, maafkan aku.”

Sehun menarik Jiyeon ke dalam pelukannya. Tangannya menepuk-nepuk lembut punggung Jiyeon, berusaha membuatnya tenang.

Sementara perempuan itu masih saja menangis dengan sesenggukan sambil menggumamkan kata maaf. Dan tangis perempuan itu semakin pecah ketika tepukan lembut dipunggungnya semakin pelan, semakin pelan, kemudian menghilang. Bahkan tangan lainnya yang awalnya merengkuh tubuhnya kini tidak merengkuh tubuhnya lagi.

***

***

Le Samedi

***

***

Beberapa hari kemudian
Jiyeon saat ini tengah menemani Sehun yang masih berada di rumah sakit. Ya, akibat luka-luka yang diterimanya tempo hari mengharuskan pria itu untuk dirawat di rumah sakit. Apalagi Sehun sempat kehilangan kesadaran akibat luka hantaman dikepalanya.

Sehun menatap Jiyeon yang sedang mengupas sebuah apel. Bibirnya membentuk sebuah senyuman saat melihat Jiyeon mem-poutkan bibirnya dan bergumam tidak jelas saat mengupas apel itu.

“Apa kau tidak bisa mengupasnya dengan benar?” tanya Sehun. Jiyeon menghentikan kegiatannya lalu menatap balik Sehun.

“Memangnya ini salah?” Jiyeon mengernyitkan dahinya lalu memandang apelnya sekilas dan kembali menatap Sehun.

“Tidak salah, tapi kau mengupasnya terlalu tebal.”

“Eh terlalu tebal?” Jiyeon kembali melihat apel itu dan benar dia baru sadar kalau bukan hanya kulitnya saja yang dia kupas melainkan dagingnya juga ikut terkupas.

Jiyeon terkekeh kemudian melanjutkan kegiatannya mengupas apel dan kali ini dia berusaha untuk mengupas kulitnya saja namun gagal.

Jiyeon meletakkan apel dan pisau diatas meja dengan sedikit bantingan. “Aku menyerah. Aku tidak bisa meneruskannya.”

Sehun tertawa kecil mendengar itu.
“Ck, kau berani menertawaiku tuan Oh.” Ujar Jiyeon dengan wajah yang kesal.

“Ne nyonya Oh.”

DEG

Jiyeon terkejut saat mendegar Sehun memanggilnya ‘nyonya Oh’.

“Apa?” tanya Jiyeon “Kau memanggilku apa?”

Bukannya menjawab pertanyaan Jiyeon, Sehun malah menarik Jiyeon ke dalam pelukannya.

“Sehun-ah, apa__.”

“Nyonya Oh, aku memanggilmu nyonya Oh. Karena kau adalah istriku jadi aku memanggilmu dengan nyonya Oh.” Sehun terus mengulangi kata ‘nyonya Oh’ disetiap ucapannya.

“Saranghae, saranghae Oh Jiyeon.” ucap Sehun tiba-tiba membuat perempuan yang berada di dalam pelukannya terkejut sekaligus bingung.

Saranghae? Dia mencintaiku?, batin Jiyeon.

Sehun melepaskan pelukannya lalu ditatapnya wajah Jiyeon yang masih menunjukan keterkejutan.
Tangannya mengelus pipi Jiyeon dengan lembut dan...

Chup!

... dia mengecup kening Jiyeon.

“Saranghae.” Ucapnya dan...

Chup!

... kali ini Sehun mencium bibir Jiyeon.

-TBC-
A/n :
Jangan lupa VoMent yaa... Makasih ~

Continue Reading

You'll Also Like

283K 8.5K 93
Daphne Bridgerton might have been the 1813 debutant diamond, but she wasn't the only miss to stand out that season. Behind her was a close second, he...
4.9K 94 12
its what you think it is, love 💋 I love iñaki, like I'm about to blow up my house if he's not under my Christmas tree this year 😡
1.1M 37.4K 63
𝐒𝐓𝐀𝐑𝐆𝐈𝐑𝐋 ──── ❝i just wanna see you shine, 'cause i know you are a stargirl!❞ 𝐈𝐍 𝐖𝐇𝐈𝐂𝐇 jude bellingham finally manages to shoot...
572K 8.7K 86
A text story set place in the golden trio era! You are the it girl of Slytherin, the glue holding your deranged friend group together, the girl no...