Waktu menunjukan pukul 9 malam dan Anin baru saja sampai rumah. Cape dan kesal becampur menjadi satu. Cape karna sepanjang acara api unggun tadi ia bersama kelompoknya mendapat hukuman. Entah itu memungut sampah, bernyayi tidak jelas, dan sebagainya. Dan kesal karna ulah cowok nyebelin itu Anin harus menerima hukumannya.
Entah siapa nama cowok itu, mau dia kakak kelas atau dia siapapun itu. Anin tentu saja kesal dengannya. Bahkan kalau bisa tidak usah bertemu lagi dengan dia.
Melangkahkan kakinya dengan gontai menuju toilet, ia ingin mandi,ingin berendam untuk menetralkan pikirannya. Wajah cowok itu masih saja terniang dipikirannya. Walaupun Anin hanya melihatnya sekilas, dan kalau Anin boleh jujur, cowok itu memang sangat tampan.
Dia tinggi menjulang, sorot matanya tajam ditambah lagi dengan rambutnya yang hitam legam, membuat tampilannya sedikit menyeramkan tapi tetap saja tampan. Dan Anin tidak bisa mengelak soal ketampanannya itu.
Anin menggelengkan kepalanya, untuk apa juga Anin memikirkan dia. Orang yang sudah membuat hari ini menjadi sial.
*
Anin melihat pantulan dirinya dicermin, ia sudah rapi memakai seragam Readville School. Ini hari pertama dirinya menjadi murid sekolah ternama dikota Bandung. Tentu saja Anin senang, sebenarnya sudah sejak lama Anin meminta kepada Amira -bundanya- untuk pindah ke indonesia, namun Amira selalu menahannya karna harus menemani Ammar-ayahnya. Dan sekarang, ketika Anin sudah SMA akhirnya Amira memutuskan untuk kembali ke indonesia dan meninggalkan Ammar di negara orang. Lagipula Amira akan membangun sebuah usahanya disini. Usaha yang sudah ia rencanakan sejak lama.
"pagi bunda" sapa Anin kepada Amira yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuknya. Dikecupnya pipi Amira.
"semangat sekali anak bunda" ucap Amira pada Anin. Anin tersenyum dan mulai menyantap sarapannya.
Rumah yang ia tinggali saat ini tidak terlalu besar, karna hanya ditinggali oleh 2 orang, yaitu Anin dan Amira. Sebenarnya Anin punya kakak namun kakaknya itu sedang menempuh pendidikan di Belanda dan tinggal bersama ayahnya.
*
Gerbang Readville School sudah terlihat dari dalam mobil. Pagi ini Anin diantar oleh Amira. Awalnya Anin menolak dan bersikeras untuk naik kendaraan umum. Namun Amira tetaplah Amira, dia sangat menjaga Anak gadisnya itu. Lagi pula Aninkan belum tau jalan dikota Bandung ini.
"nanti pulang sekolah bunda jemput" ucap bundanya dari dalam mobil, Anin hanya menjawab dengan mengacungkan dua jempolnya.
Melangkahkan kakinya dengan penuh semangat, melewati gerbang sekolah dengan penuh percaya diri, ia menyapa pak satpam yang sedang berada di pos nya. Anin benar-benar semangat dihari pertamanya menjadi siswi Readville School.
"Anin" langkahnya terhenti ketika ia mendengar seseorang memanggilnya. Dari arah samping Anin melihat Adinda berjalan mendekatnya.
"semangat banget lo ya hari ini" ucap Adinda.
Anin terkekeh "pasti lah, inikan hari pertama sekolah" jawab Anin.
"lo udah tau kelas kita dimana?" tanya Adinda.
Anin menggeleng, ia memang tidak mengetahui keberadaan kelasnya, karna memang belum ada pemberitahuan mengenai pembagian kelas.
"yaudah ayo kita cari kelas" ajak Adinda.
Anin dan Adinda mengambil jurusan yang sama, IPA. Makanya keduanya langsung menuju gedung dimana kelas X IPA itu berada. Mencari namanya dimading sekolah. Namanya berada dikelas X IPA-1 dan Adinda pun masuk kelas yang sama. Itu tandanya mereka satu kelas.
Wajah asing dan saling meneliti satu sama lain. Saling melihat tapi tanpa menyapa. Sudah biasa khas anak baru,sekarang mereka gengsi untuk menyapa dan berkenalan. pasti nanti dengan berjalannya waktu mereka bisa akrab.
Anin dan Adinda memilih tempat duduk dipojok, bukan tanpa alasan. Karna semua meja sudah terisi penuh dan tinggal meja dipojok kelas. Kalau kata Adinda ini merupakan tempat strategis untuk tidur ketika belajar.
Tak lama bel masuk sekolah berbunyi. Semua siswa menempati bangkunya masing-masing. Hari pertama tidak dibuka dengan belajar, Bu Lina selaku wali kelas masuk dan mengenalkan dirinya. Bu Lina ini cantik, masih muda dan memakai kerudung. Bu Lina masuk untuk memberikan jadwal pelajaran dan memilih struktur organisasi kelas. Anin terpilih menjadi sekretaris. Awalnya Anin menolak namun bukan Adinda namanya kalau tidak bisa membujuk Anin. Dan akhirnya Anin pun menerima jabatannya sebagai sekretaris kelas.
Lalu Bu Lina juga menjelas mengenai sekolah ini, mulai dari fasilitas sekolah, eskul, dan terakhir bu Lina mengatakan kalau di Readville School ini memiliki satu kelas akselerasi yang terdiri dari 20 siswa siswi. Mereka adalah murid terpilih. Anin sebenarnya sudah tau mengenai kelas ini, karna pada saat MOS, kak Dinar selaku ketua osis memberikan info ini. Dan kak Dinar sendiri masuk kedalam kelas akselerasi itu. Tidak salah memang ia terpilih menjadi ketua osis.
Mereka juga mengenalkan diri masing-masing kedepan kelas. Dimulai dari Bima sebagai ketua kelas dan berlanjut hingga akhir.
*
Kantin sudah dipenuhi oleh siswa siswi kelaparan. Kantin ini dibagi menjadi 3 bagian, setiap angkatan disekolah ini memiliki kantin yang berbeda. Jadi baik kelas X, XI, XII memiliki kantin masing-masing tetapi masih dalam lingkungan yang sama.
Anin dan Adinda memilih tempat dipojok yang langsung berhadapan dengan lapangan utama sekolah. Entahlah Anin dan Adinda lebih suka duduk dipojok, mungkin karna suasananya bisa lebih sepi dan tenang.
Pandangannya tertuju pada pintu, pintu yang membawanya sampai kehalaman belakang sekolah. Mengingatkannya kembali pada sosok cowok kemarin. Cowok nyebelin yang ada tiba-tiba dibalik pohon besar. Cowok yang Anin kira penunggu pohon besar sekolah.
"kok lo ngelamun si" ucap Adinda membuat Anin terlonjak kaget.
"ngangetin tau ga si" ucapnya.
"lo kenapa ngelamun?" Tanya Adinda, Anin menggeleng sebagai jawaban. "btw kemarin lo kok bisa lama banget cari bendera. Lo cari di sumatra?" lanjutnya. Adinda memang suka bercanda, mungkin kebanyakan orang akan menilai Adinda sebagai cewek galak atau apalah itu sebutannya. Dia memiliki wajah jutek, jarang tersenyum, rambutnya pendek dan suka mengulung lengan bajunya. Dia memang terlihat sangat tomboi. Tapi dibalik semua penampilannya yang super tomboi itu,Adinda memiliki sifat yang menyenangkan dan selalu berkata jujur tentang apa yang ia lihat, kadang Adinda bisa sangat mendumal ketika melihat sesuatu yang tidak ia suka.
"ya enggak lah, Gue cari disana" ucap Anin seraya menunjuk kearah halaman belakang. "cuma benderanya ada disemak-semak" lanjutnya. Dan selesai, ia hanya menjelaskan itu, tidak mengenai cowok yang ia temui disana. Lagi pula tidak penting juga jika Anin membicarakan soal cowok itu.
Baik Anin dan Adinda sama-sama diam. Anin masih memikirkan cowok itu dan Adinda entah lah apa yang sedang ia pikirkan saat itu.
Seketika suasana kantin hening. Dari arah pintu masuk terlihat tiga pria yang bisa dibilang tampan memasuki kawasan kantin kelas X. Semua tergugah, bahkan wanita disini tak henti-hentinya berdecak kagum,ada juga yang sampai tidak mengedipkan matanya karna melihat tiga pria itu.
"cewek kalo udah liat cowok ganteng, langsung kaya orang kelaperan" cibir Adinda. Anin menoleh pada Adinda yang sekarang menatap kedepan. Tatapan Adinda seperti orang tidak suka.
Anin membalikan badannya. Sekarang Anin mengerti maksud Adinda, melihat bagaimana decak kagum wanita ketiga tiga pria itu berdiri. Namun Seketika mulutnya terbuka,kaget. Anin tidak menyangka dan tidak percaya. Seseorang yang sedang dipikirkannya sekarang berada disatu garis lurus. Bahkan orang itu sekarang sedang menatapnya.
Mampus gumamnya. Anin segera membalikan badannya keposisi semula. Menghadap Adinda yang sekarang sedang menatapnya penuh tanda tanya.
Anin berdiri, menarik tangan sahabatnya itu "balik kekelas yuk Din" ucap Anin segera membawa Adinda keluar kawasan kantin sebelum mendapat jawaban dari Adinda.
"lo kenapa si? Kaya liat hantu aja" ucap Adinda dibelakang Anin. Anin masih saja memegang tangan Adinda, membawa pergi jauh dari kantin.
Adinda menghentikan langkahnya dan tentunya langkah Anin ikut terhenti. Adinda melepaskan tangannya dari genggaman Anin.
"lo kenapa?" tanya Adinda,bingung.
Anin menarik nafas dalam sebelum menjawab pertanyaan Adinda. Bukan... Bukan karna Anin takut ketemu cowok itu, bukan sama sekali. Hanya saja Anin merasakan hal aneh ketika mereka saling menatap satu sama lain. Walau hanya beberapa detik,tapi Anin bisa merasakan hal Aneh.
"gue kebelet, ayo ketoilet" ucapnya berbohong. Anin belum bisa cerita pada Adinda. Anin memang penasaran dengan cowok itu, tapi Anin tidak ingin Adinda tau.
Lagi-lagi Anin menarik tangan Adinda, untuk menemaninya ke toilet.
*
Jangan lupa untuk vote dan comment !!!