Bad Boy CEO And I [#MFFS 3]

By Anindana

11.4M 734K 20.6K

Megan Penelope dimata Alceo Tyler adalah seorang perempuan yang sangat menyebalkan di kehidupannya. Disaat se... More

Prolog
BadBoy 1
BadBoy 2
BadBoy 3
BadBoy 4
BadBoy 5
BadBoy 6
BadBoy 7
BadBoy 8
Badboy 9
BadBoy 10 (1)
BadBoy 10 (2)
OPEN PO FATED!!!
BadBoy 11
BadBoy 12
BadBoy 13
BadBoy 14
BadBoy 15
BadBoy 16
BadBoy 17
BadBoy 18
BadBoy 19
BadBoy 20
BadBoy 21 (1)
BadBoy 21 (2)
BadBoy 22
BadBoy 23
BadBoy 24
BadBoy 25
BadBoy 26 (1)
BadBoy 26 (2)
BadBoy 27
BadBoy 28
BadBoy 29
BadBoy 30
BadBoy 31 (1)
BadBoy 31 (2)
BadBoy 32
BadBoy 33
BadBoy 34 (1)
BadBoy 35
BadBoy 36
BadBoy 37
BadBoy 38
Badboy 39
BadBoy 40
BadBoy 41
BadBoy 42
BadBoy 43
BadBoy 44
Epilog (End super End!)

BadBoy 34 (2)

175K 13.2K 441
By Anindana

Double as so many of you request 😊

Cie yang galau mau ada di tim mana 😂😂😂 kalo aku sih tim Barbara aja. Soalnya dia cuman korban dari keegoisan Alceo. Tapi aku tetap cinta kok sama Almeg ❤

Selamat membaca, Kesayangan 😊😊 jangan lupa Vote dan Comment di chapter sebelah yaaaa ❤

Megan menatap jas di pangkuannya dengan tatapan kosong. Niatnya untuk menemani Alceo hilang setelah melihat kedinginan laki-laki itu tadi.

Bukan karena ia menuruti kata-kata Alceo untuk pergi. Tapi ia hanya ingin memberi Alceo ruang. Ia tahu kalau ini pasti berat untuk Alceo disaat ia harus kehilangan anaknya. Begitu juga Barbara.

Sebenarnya ia ingin sekali pergi, berlari, dan menangis saat Alceo mengusirnya dan mengatakan kalimat menyakitkan tadi. Tapi hati kecil Megan memintanya untuk tidak melakukan itu. Megan yakin semuanya akan semakin rumit kalau tidak di selesaikan. Meski Megan tidak yakin, apa lagi yang harus ia selesaikan?

Suara derap langkah menyadarkan Megan dari kekosongannya. Ia menoleh dan melihat Alceo yang semakin terlihat kacau dibandingkan saat terakhir ia melihatnya tadi.

Alceo terlihat terkejut mendapati Megan yang masih berada di lorong yang sama, tempat terakhir ia meninggalkannya.

Megan berdiri dan menunggu Alceo berjalan melaluinya. Ia berusaha tersenyum meskipun jelas-jelas ia melihat Alceo seakan mengabaikan kehadirannya.

"Kau sudah mau pulang?" Tanya Megan.

Alceo berhenti tepat di depan Megan. Tanpa menoleh, ia kembali bersuara dengan sama dinginnya. "Kenapa kau masih ada disini? Ucapanku kurang jelas?"

"Aku tahu kau sedang bersedih. Aku tidak akan meninggalkanmu hanya karena kau memintaku," ucap Megan yakin. Ia menatap sisi wajah Alceo, berharap laki-laki itu menoleh dan melihat keseriusannya.

Tetapi tidak. Alceo melanjutkan langkahnya tanpa menanggapi ucapan Megan.

Megan menghela nafas dan memutuskan untuk mengikuti langkah Alceo, kemanapun itu.

Mereka hanya saling berdiam seakan mereka hanya orang asing yang tidak sengaja berada dalam satu lift yang sama. Megan terus setia mengekori Alceo hingga laki-laki itu sampai di mobil yang terparkir di lantai basement. Melihat Alceo yang masuk kedalam mobil, Megan bergegas untuk masuk ke sisi penumpang mobil itu tanpa menunggu persetujuan pemiliknya.

Megan terdiam sejenak ketika melihat ponsel laki-laki itu tergeletak begitu saja di atas kursi. Mungkin itu sebabnya Alceo tidak menjawab panggilan teleponnya.

Tanpa membuang waktu lama, Megan meraih ponsel itu dan masuk kedalam dan mengenakan sabuk pengaman. Alceo sama sekali tidak menoleh sedikitpun kearahnya.

Begitu sabuknya terpasang sempurna, deru mesin mobil sport milik Alceo langsung menggema kencang. Megan sempat takut kalau Alceo bertindak gila dengan kebut-kebutan di jalanan. Ia menggenggam sabuk pengamannya dengan kencang ketika mobil Alceo akhirnya melaju dengan kecepatan cukup tinggi di Basement.

Apa yang sebenarnya terjadi pada laki-laki itu? Megan sama sekali tidak mengerti. Ia ingin bertanya, tapi ia yakin Alceo akan kembali mengabaikannya seakan ia tidak berada satu mobil dengannya.

Mata Megan menatap awas ke jalanan. Ia bahkan terpekik kecil ketika Alceo menyalip kendaraan yang sangat sempit jaraknya.

Apa Alceo sedang berusaha membuatnya takut? Karena kalau iya, maka Alceo berhasil. Namun itu tidak akan menjadi alasannya untuk pergi.

Terbukti ketika mereka akhirnya sampai di basement Apartemen laki-laki itu, Alceo kembali bertanya dengan nada dingin tanpa menoleh kearahnya. "Masih tidak mau pergi?"

Megan menggeleng. Meninggalkan Alceo dalam kondisi seperti ini memang bukan ide baik. Meski tangan dan kakinya sudah bergetar hebat, ia masih memaksakan dua anggota tubuhnya itu untuk keluar dan berlari mengejar langkah Alceo yang sudah keluar meninggalkannya lagi.

Ini adalah kedua kalinya ia datang ke Apartemen Alceo. Tidak banyak yang berubah memang. Masih sama rapi dan klasik seperti terakhir kali ia lihat.

Tanpa sadar, Megan terus mengikuti langkah Alceo hingga laki-laki itu masuk kedalam kamar tidurnya dan berhenti.

"Sampai kapan kau akan terus mengikutiku?" Tanya Alceo dingin.

"A-ah..." Megan melarikan pandangannya lagi ke kamar klasik yang di penuhi kaca itu kemudian ia menggaruk pelipisnya.

Alceo berbalik membuat Megan semakin salah tingkah. Wanita itu sama sekali tidak berencana mengikuti Alceo sampai kesana. Bahkan wanita itu sama sekali tidak ada rencana mengikuti Alceo ke Apartemennya. Ia hanya ingin memastikan kalau Alceo baik-baik saja.

"Apa yang kau inginkan?" Tanya Alceo. "Uang?"

Topik ini lagi. Megan memutar bola matanya lelah. "Kau tahu jelas kalau aku tidak menginginkan hartamu, Alceo!" Desis Megan.

"Semua wanita yang mendekatiku hanya mengincar harta kekayaanku!" Sahut Alceo tegas. "Kau bukan pengecualian!"

"Ok, kau tahu apa, Mr.Tyler?" Megan menghela nafas lelah dan melempar jas Alceo yang sedari tadi ia bawa ke sembarang arah. "Aku akan berada di depan sampai kepalamu cukup waras untuk berpikir. Aku akan bicara denganmu lagi setelahnya!"

Megan berbalik meninggalkan Alceo begitu saja. Dalam hati, Megan cukup puas karena bisa membalas perlakuan Alceo tadi. Tapi ketika langkahnya hendak melewati pintu, lengannya sudah ditarik oleh seseorang di sampingnya dan bahunya membentur tembok cukup kencang ketika laki-laki yang terus menerus mengusirnya sejak tadi menciumnya secara kasar.

Megan membesarkan bola matanya tidak percaya. Sebelah tangan laki-laki itu mengurungnya dengan menahan tembok di belakangnya. Sementara tangan yang tadi menariknya masih menggenggam lengannya dengan kencang.

Megan memang menyukai ciuman Alceo, tapi bukan dalam keadaan seperti ini.

Dengan sisa kewarasannya, Megan mendorong Alceo sekuat tenaga.

"Masih tidak mau pergi?" Tanya Alceo sedikit menggeram. Megan menggeleng kecil. Ia memang tidak berencana pergi jika masalahnya belum berakhir.

"Aku akan melakukan hal yang lebih dari sekedar ciuman kalau kau masih tidak mau pergi. Jangan menyesal setelahnya," ancam Alceo dengan tatapan tajam yang terarah ke manik mata Megan.

"Aku tahu kau tidak akan melakukannya," bisik Megan tenang. Berlainan dengan kaki dan tangannya yang sudah saling mengepal dan bergetar ketakutan.

"I'm a jerk, Megan. I can do anything to you." Alceo terkekeh meremehkan.

"You was a jerk once, Alceo. Kau bukan lagi laki-laki itu," gumam Megan mulai terintimidasi oleh kekehan Alceo.

"Once a jerk, he'll always be a jerk. Kau sendiri yang mengatakannya, kan?"

"Kau pengecualian." Megan menatap sendu Alceo. Melihat kekacauan itu dari dekat semakin membuat hati Megan terluka.

"Aku bukan pengecualian. Aku masih laki-laki brengsek yang sama. Laki-laki brengsek yang tega mengabaikan nyawa anaknya sampai anak itu meninggal!!!" Teriak Alceo. Tangannya menunjuk ke arah luar sebagai bentuk rasa frustasinya.

"Itu bukan salahmu, Alceo..." tanpa bisa dicegah, air mata Megan mulai mengalir lagi. Ia bisa merasakan teriakan frustasi dari bibir Alceo.

Alceo menatap tajam kearah Megan kemudian ia mendekatkan wajahnya. "Aku memberimu kesempatan terakhir untuk pergi sebelum kau menyesal," bisiknya.

"Kau tidak akan melakukannya." Megan berkata dengan yakin.

"Aku akan melakukannya."

"Kau tidak akan melakukannya, Alceo."

"Mau bertaruh?" Tanya Alceo sambil tersenyum miring.

"Kalau kau mau aku membencimu seumur hidupku, dan menghilang dari hidupmu sebagaimana anakmu, maka lakukan," tantang Megan terdengar lirih. Air matanya mengalir bebas. Bibirnya melengkungkan senyum kecil. "Lakukan kalau kau mengira itu bisa menyelesaikan masalahmu," tambahnya.

Alceo mengepalkan kedua tangannya. Ia merapatkan giginya, menahan emosi yang bergejolak dan ia langsung melumat bibir Megan dengan kasar. Kedua tangannya yang pasif, bergerak aktif di kedua dada Megan hingga rasa asin dari air mata Megan yang di cecap Alceo menghentikan kegilaannya.

Ia gila. Ia brengsek. Ia monster.

Perlahan Alceo melepas kedua tangan dan juga lumatannya dan membuka kedua matanya untuk melihat derai air mata dan ekspresi ketakutan penuh kesedihan di wajah cantik Megan.

Alceo melangkah mundur. What did i do?

Suara isakkan Megan seakan menampar dirinya lebih keras. Wanita itu kehilangan tenaga di kedua kakinya dan tubuhnya meluruh kelantai.

Melihat Megan diliputi ketakutan semakin membuat Alceo tertampar. Ia tidak mengerti apa yang ia pikirkan dan apa yang ia lakukan. Dunianya menggelap mendengar anaknya meninggal. Ia marah pada keadaan. Ia kecewa karena mengira Megan kembali menghindarinya. Ia kecewa pada dirinya sendiri yang tidak bisa melakukan hal benar selain membuat masalah.

Alceo berteriak dengan kencang. Entah sejak kapan air matanya juga sudah mengalir. Ia tidak tahu. Ia berbalik menuju ke meja kerja yang berada di pojok ruangan dan membanting seluruh benda yang ada disana hingga menimbulkan bunyi bising yang saling bersahutan.

Ia bertumpu pada meja, membiarkan airmatanya mengalir lagi untuk kesekian kalinya hari itu. Hingga ia merasakan dua tangan kecil yang bergetar melingkar di belakang tubuhnya. Isakan-isakan kecil juga kembali masuk ke indra pendengarannya.

"Jangan menyalahkan dirimu, Alceo. Jangan membenci dirimu karena itu. Tidak ada yang menginginkan anakmu untuk meninggal, tidak ada." Megan berkata lirih di tengah isakkannya. Ia menggeleng kecil seraya mengeratkan pelukannya.

"Dia hanya anak yang tidak berdosa..."

"Aku tahu."

"Kenapa tidak aku saja yang mati? Kenapa harus anakku?" Tanya Alceo lirih.

Megan memutar tubuh Alceo perlahan hingga ia bisa melihat kekacauan nyata itu dengan jelas. Alceo yang selalu terlihat berwibawa, suka menggodanya dan bertubuh tegap kini hilang dari bayangan Megan. Yang ia lihat hanya laki-laki lemah, hancur, dan membutuhkan sandaran untuk menopang beban di punggungnya.

Alceo langsung memeluk Megan dengan erat. Ia merundukkan kepalanya ke bahu wanita itu dan kembali menangis. "Maafkan aku, Megan. Maaf..."

"Shhht... shht... shht... you're okay now," Bisik Megan kembali menangis mendengar isakkan Alceo.

"I'm sorry... i'm so sorry..."

Megan menenangkan Alceo dengan tepukan pelan. Ia berbisik, "aku sudah memaafkanmu. Jangan pernah usir aku lagi karena aku pasti akan tetap kembali."

Alceo menguraikan pelukannya untuk menatap wajah penuh air mata Megan. Ia membingkai kedua pipi Megan dan menghapus jejak air mata wanita itu sebisanya.

"Aku mencintaimu, Alceo. Jangan usir aku pergi lagi..," bisik Megan lirih.

Mata Alceo melebar. Senyumnya terbit di tengah kegelisahan yang terpancar di wajahnya. Mungkin ini yang orang-orang sebut dengan mata air di tengah gurun pasir, berkah di tengah musibah.

Sebuah pengakuan yang sulit Alceo dengar dan mungkin tidak akan pernah ia dengar kalau ia masih menjadi laki-laki brengsek yang menyentuh bukan hanya dada, melainkan seluruh tubuh Megan.

Alceo kembali mencium bibir Megan, namun kali ini lebih lembut dan tidak mendesak. Gestur yang menyalurkan emosi dan rasa cinta tidak bisa diurakan melalui kalimat.

Tbc

Semoga sukaaa ❤

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 113K 54
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
26.5K 4.4K 34
*BODOH* ✔ "Bodoh banget lo masih mau bertahan sama cowok pakboi kek gue," KTH "Bukannya lebih bodoh lo yang nyia-nyiain gue?" JYR Jadi, siapa yang bo...
5.8M 249K 49
CERITA INI SUDAH DITERBITKAN DAN HANYA TERSEDIA 1/2 LINE || #1 in ROMANCE 24.06.17 Rapat di perusahaan orang lain yang sialnya belum pernah dikun...
12.6M 1M 54
Di mata Nara, Bara itu laki-laki dingin dengan wajah datar sedatar-datarnya, dan Bara itu laki-laki tegas yang terlihat kaku saat bercengkrama. tapi...