TRS (3) - Mika on Fire

By wulanfadi

2.5M 190K 26K

Mika, cowok aneh, suka berbicara sendiri, bertingkah konyol dan berturut-turut menjadi badut kelas ternyata m... More

TRS [3] - Mika on Fire
M-J :: (1) Jam 12
M-J :: (2) Sarapan
M-J :: (3) Kenapa?
M-J :: (4) Jatuh
M-J :: (5) Bertukar
M-J :: (6) Dekat
M-J :: (7) Rasa
M-J :: (8) Tertangkap
M-J :: (9) Pesta
M-J :: (10) Pukulan
M-J :: (11) Berita
M-J :: (12) Ngobrol
M-J :: (13) Tau
M-J :: (14) Nyaris
M-J :: (15) Rencana
M-J :: (16) Sistem
M-J :: (17) Kejar
M-J :: (19) Lagi
M-J :: (20) Makan
M-J :: (21) Pertunjukkan
M-J :: (22) After
M-J :: (23) Akhir
TRS (3) - Epilog
One-Shot

M-J :: (18) Kenapa?

70.1K 6.9K 1.1K
By wulanfadi

M-J :: (18) Kenapa?

===============

M I K A

Sepanjang gue hidup, gak sekalipun orang terdekat yang gue percaya 'mengkhianati' gue. Meski backstabber bertebaran di dunia, gue gak pernah nemu spesies itu di dekat gue. Lambat laun, gue gak percaya dengan backstabber.

Tapi, malam ini gue percaya.

Pake banget.

Revon, kembaran laknat gue, dengan mata angkuhnya, bersiap membidik pistol itu, tepat di jantung gue.

Sumpah si Revon backstabber level klimaks.

"Rev, lo gak mau kena semprot pilox gue 'kan?" tanya gue, mendesis dan mengusap-usap bokong untuk mengejeknya.

Revon berdecih sambil memalingkan mukanya. "Lo kira pilox lo guna?"

"Yah, seengaknya karena si pilox, perbedaan di Eddenick terhapuskan dan Eddenick makmur lagi, yeay," jawab gue santai.

Gue sadar. Posisi gue berbahaya. Bisa-bisa kalo gue asal gerak, gue mati ditembak. Mungkin gue harus kayak Spiderman ya, pinter ngomong. Tapi gue gak punya jaring laba-laba, jadi agak susah.

Seorang Mika hanya memiliki pilox warna merah ngejreng.

Miles dan Faren malah kena heart attack. Kasusnya beda, Miles; gara-gara Ibunya ternyata telah lama meninggal. Faren; Sahabat dekatnya ternyata pengkhianat.

Oh, hidup ini penuh drama. Penuh misteri. Gue tak sanggup lagi. Mending gue mending kopi. Di atas kenopi. Gak tau kenapa ujungnya pantun gini.

"Lo jangan sok bercanda gitu, jir, muak gue liatnya," ucap Revon, mendesis sinis.

Gue tersenyum tipis. "Siapa juga yang nyuruh lo liat? Lo mau nembak gue? Silahkan. Yang dosa lo. Tapi bilangin ke Nyokap kita, ya. Gue sayang sama dia. Bilangin ke Ana, gue cinta sama dia. Dan kalo lo gak berani bilang itu ke mereka, lo juga gak berani narik pelatuk itu 'kan?"

Mata angkuh Revon perlahan berubah. Cowok itu tersenyum. Gue gak mau langsung mengambil kesimpulan, tapi, sepersekian detik setelahnya, Revon malah mengubah haluan.

Dia bersiap membidik Reeveles.

Oh, Revon, pantes lo banyak yang suka. Lo penuh misteri.

"Sandiwara gue cuman sampe sini, ya? Sekarang gue bisa nunjukkin diri gue yang sebenarnya 'kan?" Revon tertawa mengejek pada Reeveles, membuat wajah kembaran-nya itu memucat.

Wajah Reeveles yang memucat kian berubah merah. Matanya penuh kebencian. Dia berteriak sekuat tenaga. Jemari dengan untaian es bekunya mengangkat barang-barang di rumah tua dengan mudahnya. Revon menarik tangan gue kala kursi kayu melayang.

"Thankies," gue tercengir, Revon hanya membalasnya dengan senyum. "Bahasa lo apaan 'thankies-thankies', geli, Mik."

Dari ekor mata, gue bisa melihat Faren berusaha membuat Miles sadar. Gue berlari ke arah Miles, sedikit merunduk kala meja dan kursi berterbangan (jujur, jangan buat Reeveles murka, cowok itu psikopat parah). Gue menampar pipi Miles berkali-kali dengan tak berperasaan, bahkan sampai pipi Miles memerah, cowok itu masih larut dalam kubangan kesedihannya.

Reeveles bejat.

"Astaga, Miles, sadar!! Gue pilox juga ni--"

"Mik, awas!" Faren merunduk, gue pun ingin merunduk. Namun telat. Sebuah kursi mengenai belakang kepala gue. Membuat sesuatu seolah berguncang dan pandangan gue mengabur.

Sakit. Seolah dilindas sesuatu. Bahkan gue yakin ada tulang gue yang retak.

Gue ambruk di lantai.

Dan kesadaran gue menghilang.

===M i K a===

A N A

"Katanya, setelah Mika kehilangan kesadaran, Miles mengamuk dan menghabisi Reeveles. Kau tidak tahu seberapa mengerikannya jika Miles mengamuk. Bahkan sulur tanaman berduri yang Miles buat sampai ke Eddenick, membuatku langsung ke Dunia Nyata cepat-cepat karena tahu ada hal aneh terjadi yang berhubungan dengan Miles. Untung saja Reeveles masih selamat. Meski sekarang dia di penjara. Baguslah, cowok itu gila. Meski dia kembar Miles, sifatnya berbanding terbalik. Mungkin gen baik Raja Edden tidak terwariskan pada Reeveles. Dan oh ya, Ana, jangan menjaga Mika terus. Kau juga butuh tidur. Aku tidak enak melihatmu terus terduduk di samping tempat tidur Mika tanpa makan tanpa tidur. Aku sayang padamu, see you!"

Aku menatap Mika yang terbaring tak sadarkan diri di ruang rawat. Kuhembuskan napas berat sambil memainkan ujung rambutnya. Kejadian yang membuat Mika seperti ini sudah lewat dua hari. Namun Mika tidak juga terbangun. Padahal masalah Reeveles sudah beres. Ibu Mika telah sehat.

Semuanya sudah baik-baik saja.

Kecuali Mika.

"Mik, bangun kenapa? Gak bosen apa tidur mulu. Gue bosen nih nunggunya. Kata Miles, cuman lo yang bisa ngebuat Nyokap lo inget tentang Eddenick lagi, makanya cepet bangun! Biar portalnya ketutup. Tapi, gak itu doang sih. Gue mau lo bangun biar bisa jahilin gue lagi. Ah, bangun dong!" aku telah menganggap diriku sendiri gila karena berbicara sendiri. Sudah pasti Mika tidak bangun. Cowok itu kayak koma saja. Padahal dokter bilang dia hanya kelelahan. Tapi kenapa selama ini, sih?

Kalau di dongeng Putri Salju, putri yang tertidur lama akan terbangun jika dicium seorang pangeran. Namun, masalahnya Mika bukan seorang putri dan aku bukan pangeran. Aku tidak mungkin mencium Mika yang tertidur seperti bayi dan berharap jika aku melakukannya, Mika terbangun. Sangat teramat tidak mungkin.

"Mikaaa! Bangun, ish! Malesin lo ah. Nyebelin," aku terus menggerutu, biasanya Mika akan membalas gerutuanku dengan candanya. Tapi dia terdiam dengan mata terpejam dan bibir terkatup rapat.

"Mik, ish," mengacak rambut, aku merebahkan kepala di tepi tempat tidur Mika. Menatap kosong ke arah kakinya yang tak terlalu jauh dari tempatku merebah. Kaki Mika putih, mungil, ukuran sepatunya berapa ya? 36? 38? Unyu.

Aku menyelipkan tangan di punggung Mika karena kedinginan. Seperti biasa, suhu tubuh Mika hangat. Macem kucing gitu. Enak kalo dipeluk.

Kulingkarkan kedua lengan ke pinggang Mika. Mumpung orangnya gak nyadar, jadi dia gak GR. Kurebahkan kepala di perut Mika, terdengar bunyi-bunyi di sana. Seperti suara kruyuk, atau kruk, dan suara-suara lainnya yang lucu. Aku terkekeh geli.

"Mik, inget gak sih pertama kita ketemu di mana? Waktu itu lagi siang panas terik gitu, terus aku ngeluh-ngeluh gitu karena kepanasan, tapi aku harus tetep di situ karena nunggu Julian beli es krim. Aku sampe ngehentakkin kaki di trotoar. Terus kamu tiba-tiba dateng sambil ngelempar minuman kaleng. Kamu bilang, 'nih, daripada ngeluh terus kayak gitu, mending minum dolo, Mbak', aku kan kesel kamu panggil Mbak, aku ngomel-ngomel sambil gak nyadar minum minuman kaleng yang kamu kasih. Pas aku selesai ngomelnya, kamu senyum dan bilang 'wah, pinter diabisin. Gitu dong, jadi gak mubazir'. Sumpah ya, aku kaget waktu Julian bilang kamu sahabat dia. Aku jahat banget dulu gak tau apa-apa tentang Julian, padahal kalo sedikit aja aku peduli tentang Adikku, mungkin dari dulu aku ketemu cowok kayak kamu," cerocosku saking frustasinya. Kapan, sih, mata Mika terbuka dan aku bisa melihat iris cokelatnya itu?

Dasar, ngangenin doang bisanya.

"Terus inget gak kedua kalinya kita ketemu? Waktu itu aku lagi sama pacar--uh, oke, mantan pacar aku. Dan tiba-tiba aja kamu dateng lagi. Macem stalker. Kamu cuman bilang kalo aku cantik pake gaun biru yang waktu itu. Terus kamu pergi gitu aja. Aku nganggep kamu aneh waktu itu," sambungku sambil menggelitik perut Mika, tetap, cowok itu tidak merespon.

"Ketiga kalinya. Aku lagi teriak ketakutan karena di koridor tiba-tiba ada setan ngesot gede, tapi aku kaget waktu kamu juga ikutan teriak di samping aku, sampe-sampe buku yang kamu bawa jatoh. Kamu ngeliat aku teriak, kamu berhenti teriak, dan kamu langsung nenangin aku seolah kamu ... seolah kamu gak takut. Kamu menutupi ketakutan kamu supaya bisa nenangin aku, dan mengetahui itu, aku gak nganggep kamu cowok aneh lagi," meski aku menahannya, air mata yang bergumul di pelupuk langsug jatuh mengenai selimut Mika.

"Lambat laun kita jadi deket. Mungkin karena kita sama-sama indigo. Memiliki mata yang sama. Aku curhat ke kamu soal mantan aku, kamu langsung meluk aku. Aku nangis sesegukan karena dilabrak, kamu langsung beliin cokelat batangan dan bawain film-film yang aku suka, padahal kamu gak suka film itu sama sekali. Tiga bulan kemudian, kamu nembak aku. Dengan cara yang bikin aku ketakutan sekaligus terharu. Kamu nyuruh setan-setan yang minta tolong ke kamu ngasih surat kecil ke aku. Dan isi surat itu hal-hal yang kamu suka tentang aku. Terus di surat ke-99, kamu bilang kamu mau bahagiain aku terus," aku terus bercerita meski yakin Mika tidak mendengarnya.

"Tiga tahun aku jadi orang yang bahagia karena bisa bareng kamu. Tiga tahun itu juga yang ngebuat aku susah ngelepasin kamu. Butuh waktu lama buat aku ngelupain semuanya. Ngelupain kalo aku sama kamu pernah ngerjain setan bareng, pernah travel ke Jepang buat ngeliat Hanako dan kawan-kawan, pernah buat kue dari melon bareng. Dan segala keunikan yang kamu kasih ke aku. Aku susah lupa."

Aku telah menangis sesegukan, seolah aku bayi yang baru lahir.

"Trus aku mutusin kamu. Kamu cuman diem dan nanya alesannya. Tapi aku ninggalin kamu gitu aja.

"Waktu kita gak sengaja ketemu di busway, aku langsung tau kalo aku gak bisa lupa iris cokelat kamu. Aku langsung berpikir, apa kamu emang buat aku? Atau enggak? Atau ini cuman perasaan labil aku doang? Tapi aku udah 18, kamu 17, perasaan ini bukan diatur hormon lagi.

"Mik, bangun dong," aku memukul-mukuli perut Mika saking gemasnya.

Reeveles bejat, si Mikong sampe gak bangun-bangun.

"Udah bangun kok."

Aksi memukuli perut Mika terhenti. Tanganku berada di udara. Kepalaku langsung menoleh ke arah Mika yang tampak letih, namun matanya terbuka sempurna.

"Ah, kamu bisa aja sih. Inget tiap detail-nya lagi. Harusnya tadi aku videoin aja, ya?" tanya Mika jahil, namun suaranya parau efek bangun tidur.

Aku buru-buru mengambil segelas air mineral di nakas dan membantu Mika minum. Cowok itu minum dengan susah payah, bahkan dia meringis saat duduk tegak.

"Halo, Cantik," ucap Mika setelah air di gelas itu tandas. Pipiku memerah mendengar panggilannya. "Apa sih!" ucapku, mencak-mencak seperti biasa.

"Aku ketinggalan sesuatu yang penting, gak?" tanya Mika.

Aku menggeleng, bungkam.

"Eh, kok kamu diem gitu sih? Udah susah payah nih aku bangun. Padahal masih ngantuk," sekarang, malah Mika yang mencerocos.

"Jules?" panggil Mika ragu.

"Kamu ... bener, nyerang Reeveles pake pilox?" tanyaku.

Mata Mika melebar, wajahnya memerah sampai ke cuping hidungnya. Dia sekarang mencak-mencak tanpa peduli selang infusnya nyaris copot.

"SIAPA YANG EMBER, ISH!" jerit Mika.

"Heh, jangan jerat-jerit," aku memutar booa mata.

Mika menjambak rambutnya gemas, dia menatapku cemas. "Kamu ilfeel gak?"

Aku tersenyum.

"Dari pertama ketemu aku udah ilfeel sama kamu, tapi itu yang buat aku jatuh cinta."

===M i K a===

Sashi histeris, sepanjang hidupnya baru pertama kalinya ia berteriak sekencang ini.

Semuanya karena Mika.

"AH ASTAGA LO SAMA ANA KENAPA CUTE LEVEL KLIMAKS ASTAGFIR ITU-ITU-ITU ADUH GUE GAK KUAT KENAPA KENAPA KENAPA?!?!"

Mika menutup telinganya rapat-rapat. Volume suara di laptopnya sudah minimum, namun jeritan Sashi terdengar jelas.

"Sushi, ini jam lima, lo ngalahin rekor jam weker orang-orang," Mika tercengir. Sementara Sashi makin histeris dengan kantung matanya yang terlihat jelas. "MIK PLEASE KAPAN SIH LO SAMA ANA GAK LUCU?! KENAPA SIH DUNIA INI GAK ADIL?! INI HATI SASHI SAKIT TAU GAK SIH, BERASA JOMBLO BANGET LIAT KALIAN!"

"Calm," Mika berusaha membuat Sashi tenang, namun apapun yang ia lakukan malah membuat Sashi semakin histeris.

Histeris, histeris, dan histeris.

Hingga Sashi kelelahan.

"Gue capek," cetus Sashi.

Mika bernapas lega. "Akhirnya ..."

"Trus jadinya gimana? Reples--eh, Reeveles itu udah ke penjara? Terus masalah portal yang belum ketutup gimana? Nyokap lo kan harus inget. Bokap Faren sama Ana juga."

"Ya, makanya itu. Gue harus ngebuat Nyokap inget lagi tentang Eddenick," tukas Mika sambil menganggukan kepalanya.

Sashi mengusap dagunya. "Gimana caranya?"

"Gue ceritain entar. Gue mau mandi sama ibadah dulu. Berhubung lo lagi PMS, sono cepet ganti itunya, gak baik tau kalo--" ucapan Mika dipotong Sashi dengan cepat.

"Nah, too much information. Gue juga tau kali," Sashi memutar bola matanya pelan, cewek itu beranjak dari kursinya bertepatan dengan Mika.

"Brb yak!" ucap keduanya serempak.

Dan mereka, dengan terpaksa, harus melakukan kewajiban mereka terlebih dahulu.

===M i K a===

a.n

Halloooh.

Info sedikit, gue buat trailer Mika. Go check it out and leave some comments, nyaw! Trailernya bisa diliat langsung di Youtube.

Dan yaaa gue gak terlalu banyak ngebuat adegan berantem karena gue gak apa ya ... masih buta genre action, takutnya entar malah garing kriuk.

Semoga chapter ini gaa meegecewakan!! Makasih juga buat vommentssnya, gilss gue bener-bener bingung mau bales apa, padahal pas baca komennya gue senyum-senyum gaje #iniserius #bukanhanyakata.

dan yeay! update bareng sushiii.

19-05-14

Continue Reading

You'll Also Like

2.7M 64.3K 22
[WattysID 2017 Winner: The Originals] Sudah Terbit ✨ . [written in lowercase] percayalah. bukan hanya anak perempuan yang suka menulis. karena gadis...
147K 12.1K 20
Takdir memang selalu saja bisa mempermainkan manusia. Siapa sangka akan bertemu lagi dengan orang yang pernah singgah di masa lalu setelah 5 tahun ti...
6.9M 291K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
435K 77.7K 26
[READ REGRET FIRST, please] Ini adalah kumpulan surat lelaki ceria, yang bernama Deeka. Untuk seorang perempuan yang diam-diam ia cinta. Surat terak...