Down There Is What You Called...

By Atikribo

91.9K 10K 2.6K

Kepergian sahabatnya meninggalkan sebuah tanda tanya besar dalam diri Raka. Ketika semua orang mengatakan pen... More

Sebelum Menjelajah
Chara Profile
Surface - 1
Surface - 2
Surface - 3
Surface - 4
14 Years Ago, Capital City
Somewhere - 1
Somewhere - 2
Surface - 5
Surface - 6
1st Floor
2nd Floor
3rd Floor
4th Floor
5th Floor
At The Corner Of His Memories
6th Floor
10K READS: GIVE-FRICKIN-AWAY!! (Closed)
7th Floor
GIVEAWAY CLOSED
GIVE-FRICKIN-AWAY WINNER
8th Floor
9th Floor
10th Floor
11th Floor
12th Floor
13th Floor
14th Floor
15th Floor
Somewhere - 3
16th Floor
17th Floor
18th Floor
19th Floor
20th Floor
Antarkasma - 4
Antarkasma - 5
21st Floor
Antarkasma - 6
Antarkasma - 7
22nd Floor
23rd Floor
Orenda, 14 Years Before
Orenda - 7 Years Before
24th Floor
Antarkasma - 8
25th Floor
26th Floor
27th Floor
28th Floor
Antarkasma - 9
29th Floor
30th Floor
31st Floor
Epilog
Afterwords & Surat Cinta
Bincang Ubin Vol.1
Bincang Ubin Vol. 2
Maps & Glossarium

FLOOR NEW YEAR SPECIAL: College AU

990 63 4
By Atikribo

KALA SI BURGUNDI MELINTAS

※For better experience, please set your reading format to scroll ※



"Nova, kamu yakin enggak mau diantar?" tanya Ravi di kemudi. Mobil yang mereka kendarai tengah berhenti di pinggir jalan, dibarengi dengan bunyi detik lampu sen yang tak kunjung henti.

Akhir pekan ini bisa jadi merupakan akhir pekan yang ditunggu mahasiswa baru. Seminggu setelah masa orientasi dan pertemuan massa kampus, minggu pertama berkuliah ini diakhiri dengan pendaftaran unit-unit kegiatan mahasiswa. Para maba akan berkumpul, menambah teman, memperluas kenalan, dan pamannya ingin menemani Nova di saat penting seperti ini?

"Tidak," jawab Nova jutek.

Ravi memeluk keponakannya bagaikan seorang ayah yang tak tega melepas anak perempuan satu-satunya ditinggal kawin, "Ponakanku yang ini sudah besar, Kirana pasti bangga punya anak sepertimu!"

Gemas, gadis itu mendorong pamannya, dengan tangan di gagang pintu mobil, siap keluar dari sana, "Papa aja enggak pernah ngomong kayak gitu ke aku," gerutu Nova, merasa heran dengan sikap Ravi padanya, "Sana nikah dan cepet punya anak biar bukan aku terus yang jadi bahan uyel-uyel seperti ini!"

"Heh, kamu tuh—"

Terlambat; pintu sudah dibanting, dan Nova sudah berdiri di luar mobil. Ravi menurunkan jendelanya dan mengingatkan untuk menelponnya jika sudah mau dijemput nanti. Mengerling, Nova melambaikan tangannya, menyuruh pamannya itu untuk pergi saja duluan dan tak usah repot memikirkan bagaimana dia pulang nantinya.

Tepat pada saat itu juga ponselnya berbunyi. Nama Keiran tertera di layar, memberikan pesan yang menanyakan keberadaannya.

Meskipun hitungannya ia baru berkuliah satu minggu, daerah itu seringkali menjadi lokasi tempat bertemunya orang-orang. Nova melihat Keiran dan kembarannya Aidan beserta tujuh belas mahasiswa yang satu kelompok dengannya. Kedua pemuda itu melambalikan tangan, meskipun kembarannya tak tampak sesemangat Keiran. Mereka bertemu dengan kakak pembimbing mereka semasa masa orientasi yang memberikan satu pamflet untuk menempel stiker dan berisikan keterangan seluruh unit yang ada di kampus itu.

"Jadi kita mulai dari mana?" tanya Keiran, "Katanya kalau kita berhasil mengumpulkan stiker dari seluruh unit bakal dapat undian."

"Sebetulnya, aku enggak begitu tertarik dengan undiannya," tutur Nova jujur.

Mendengar perkataan Nova, Keiran tampak kecewa. Akan tetapi, ucapan saudara kembarnya membuatnya jauh lebih kecewa, "Kau mau kita jalan bareng?" Aidan balik bertanya, "Gua ada janji dengan yang lain. Orang-orang yang melihat kita bareng pasti akan langsung bertanya apakah kita ini kembar atau bukan. Aku bosan dapat pertanyaan seperti itu."

Menghela napas, Keiran mengiyakan dengan berat hati, "Berkabar ya kalau lu mau balik."

"Yow," Aidan berjalan jauh sembari melambaikan tangan.

Lapangan yang biasanya menjadi tempat parkir disulap menjadi berjajarnya stand-stand makanan. Meski hitungannya masih pagi, sudah ada saja mahasiswa yang mengantre. Nova tengah membaca pamflet yang diberikan dan tak sadar bahwa Keiran menjadi lebih diam ketika Aidan pergi meninggalkan mereka berdua. Meskipun begitu ia sadar banyak orang yang memerhatikannya. Rambut burgundinya terlalu mencolok untuk dilewatkan.

Beberapa kali sampai di telinganya bisikan orang yang menduga-duga apakah dia seorang maba dari jurusan seni. Ya, Nova memang masuk jurusan itu, tetapi dinilai dari penampilannya saja sedikit tidak menyenangkan. Di satu sisi, Keiran yang juga satu jurusan dengannya tampak tidak jadi bahan omongan.

"Rambutku memangnya semencolok itu ya?" tanya Nova ketika mereka membeli satu botol minuman segar.

"Ya, dilihat-lihat sih kayaknya enggak ada tuh maba yang udah berani mengecat rambutnya dengan merah."

"Ini burgundi," koreksi Nova sembari menyipitkan mata, "Katanya anak SR, masa' enggak bisa bedain warna."

"Ya ampun," Keiran terdengar gemas, meskipun begitu Nova yang terkikik membuatnya senang bukan kepalang.

Untuk mengumpulkan stiker sebetulnya mudah, setiap maba tinggal perlu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh unit-unit yang ada, dan tentu saja jawabannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Satu jalan besar tempat lalu-lalang kendaraan kali ini pun disulap menjadi deretan stand-stand unit yang didekorasi sedemikian rupa untuk menarik para mahasiswa baru. Keiran tampak bersemangat untuk mengumpulkan stiker, sementara Nova baru pada tahap mencari unit apa yang kiranya akan ia masuki.

Jajaran unit kajian, sosial, dan humaniora menyambut mereka. Orang-orang di satu sisi tampak asik sendiri namun ada pula yang memanggil kedua maba yang baru lewat itu. "Kamu, ya! Kamu!" seru seseorang dari salah satu stand.

Dekorasinya didominasi dengan warna hitam namun banyak tulisan serta buku yang dijajarkan. Kakak tingkat yang barusan memanggilnya sekali lagi meyakinkannya sembari mengacungkan jari telunjuk. "Iya kamu yang rambutnya dicat!" serunya.

Keiran tersenyum simpul, mengedikkan dagu pada Nova untuk pergi ke stand itu. Dengan enggan, gadis itu mendekati pemuda yang memanggilnya. Rambutnya juga dicat namun berwarna abu-abu. Senyumannya begitu lebar dan sedikit mengerikan. Lebih mengerikan lagi ketika dia menebak-nebak jurusan Nova, "Kau anak SR kan? Pasti anak SRlah, mana ada yang rambutnya warna-warni gini bukan anak SR."

Sebal, Nova lalu menutupi kepalanya dengan tudung. Belum sempat ia membuka mulut, pemuda itu malah tampak semakin bercanda, "Lho, kok ditutup sih. Rambutnya bagus lho. Itu emangnya ga kering? Omong-omong kalau anak SR mesti masuk unit kita. Lu bakal makin pinter kalau belajar filsafat."

"Kei!" tegur seorang perempuan berambut panjang dan hitam dari unit yang sama. Wajahnya begitu putih dan cerah dan kakinya begitu ramping. Ia menggeleng geram, "Lu tuh udah alumni ngapain masih di sini sih? Cari kerja sana!"

"Lah, anak-anak kali yang minta. Lu juga bukannya lagi TA, Celene? Ngapain juga lu ke sini pagi-pagi?"

"Setidaknya gua masih ada predikat mahasiswa. Enggak kaya lu!"

Mengabaikan pertengkaran layaknya pasangan suami-itri itu, Nova melihat sebuah akuarium kosong berisikan potongan-potongan stiker. Mencoba meraihnya, tangan Nova tiba-tiba saja ditepis oleh alumni bernama Kei itu. "Kalau mau dapet stiker, kamu harus jawab pertanyaan dulu."

"Aku mau," sahut Keiran di samping Nova terlihat percaya diri.

Kei menyeringai, terasa senang karena antusiasmenya. Ia mengajukan pertanyaan, "Nama unit ini apa? Dan kita biasanya ngapain selama kegiatan unit?"

"Gampang, ini pasti unit filsafat dan pastinya kalian mempertanyakan hal-hal yang bikin pusing."

"Nah betul! Silakan ambil semua stiker—"

"Kei! Bukan itu pertanyaannya!" seru seorang anggota, panik. Celene menoyor si alumni dan menggelengkan kepala. Sementara Keiran menjawab pertanyaan seputar Nietzsche dan absurdis, Nova melihat stand unit filsafat itu dan mengamat koleksi-koleksi buku yang ada di sana. Dia terpana disebabkan buku-buku langka yang katanya tidak diperbolehkan untuk dibaca. Di satu sisi, gadis itu merasa dirinya diamati oleh perempuan bernama Celene itu.

"Rambutmu dicat merah sejak SMA?"

"Burgundi," koreksinya, "dan iya."

"Memangnya boleh?"

Mengerucutkan bibir, ia berkata, "Yang penting kan isi kepalanya, bukan penampilan luarnya."

Celene mengangguk-angguk, tampak puas dengan jawaban itu dan Kei yang curi dengar tiba-tiba saja merangkul Nova dari belakang. "Ini nih," katanya, "ini nih gua suka. Lu mesti masuk sini. Yakin, lu pasti bakal makin pinter."

Nova tidak menjanjikan, tapi Kei memaksa untuk menuliskan namanya di sana. Kunjungan Nova pada unit itu berujung pada anggotanya yang meminta Kei untuk cepat cari kerja. Ternyata memasuki stand-stand unit semenyenangkan itu. Pertemuannya dengan banyak orang, tak habis pikir membuatnya senang. Nova mendapatkan lima buah stiker dari total 30 yang harus ia kumpulkan.

"Aku enggak tahu bakal semudah ini," ucap Nova pada Keiran. Mereka mungkin menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit di unit filsafat itu, berbicara banyak hal yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam hingga khatam.

"Kok curang, aku cuma dapet tiga," gerutu Keiran.

Tak lama mereka bertemu dengan teman-teman satu jurusannya; bertukar informasi unit-unit mana yang bisa 'dicuri' stikernya. Mereka bilang ada stand yang didirikan para senior untuk merekrut panitia di acara bergengsi, Pasar Sen(s)i. Mainkan mini-game-nya, jawab pertanyaannya, daftar menjadi panita, dan dengan senang hati mereka akan memberikan lima buah stiker untuk dikumpulkan.

"Sebetulnya kalau berhasil mengumpulkan stiker akan dapat apa sih?" tanya Nova heran akan orang-orang yang dengan bersemangat pergi dari satu unit ke unit lain untuk mengumpulkan stikernya.

"Hadiah," jawab temannya, "Itu juga kalau menang undian sih. Tapi lumayan, lho. Kampus dapet sponsor Sumsung, kita bisa dapet hape dengan cuma-cuma!"

Terkesan, Nova tak habis pikir dari mana kampus bisa mendapatkan sponsor itu. Sebagai tambahan, mereka mengajak Nova dan Keiran untuk bertemu di lapangan tengah, di mana panggung utama didirikan. Nova mengiykan sembari melihat lagi stand-stand unit yang belum mereka kunjungi.

Stand Pasar Sen(s)i tampak berbeda dengan yang lain. Ketika stand pada umumnya menggunakan panel sewaan, mereka membangun sendiri dari bambu dan membuat atapnya dari jerami. Kursi-kursi panjang disusun, para mahasiswa yang berdiam di sana pun beraturan busana layaknya penghuni pantai: celana pendek, kaos tipis, baju barong, bahkan rangkaian bunga yang dikalungkan di leher. Mata mereka beralih pada Nova ketika gadis itu mendekat.

"Bar, itu cewek yang lu bilang kemaren 'kan?" terdengar seorang pemuda yang mengenakan buff di kepalanya. Sembari menghirup rokok, matanya tampak mengamati Nova dari kepala hingga kaki, "Wah, bisa sih ini. Bening."

"Haduh, ketua angkatanku akhirnya beger juga," goda seorang perempuan berambut pendek, mengenakan kaos tanpa lengan. Ia tersenyum jahil pada seorang pemuda berkulit gelap dan bertubuh besar di sampingnya, menyikutnya main-main.

"Yaela, katanya butuh model buat iklan," Akbar berdecak, "Cepet rekrut, Ka, biar kita bisa gampang ngurus yang lain."

Nova berdiri sekitar dua meter dari tempat Raka dan teman-temannya duduk, waspada. Sepertinya mengecat rambutnya merupakan keputusan yang salah. Gadis itu mengajak temannya untuk pergi saja, tapi Keiran kukuh untuk melihat ke sana dengan iming-iming stiker yang banyak.

"Nanti dikerjain, lho," bisik Nova. Ia merasakan ponselnya bergetar namun mengabaikannya, "aku enggak mau cari masalah, ah."

"Mba, Mas, kalo ke sini kalian bisa dapet stiker banyak lho," ucap si perempuan berambut pendek itu.

Layaknya anjing yang mau diberik makan daging gratisan, Keiran menarik lengan Nova dan berjalan mendekati stand ala Hawaii itu. Manalah perempuan itu cantik pula. Raka menyeringai lebar, mengangkat jempol pada temannya dan bertanya, "Kalian tahu enggak, sebentar lagi ada apa?"

Mengerutkan alis, jawaban Keiran menyebabkan tawa ledak di antara para senior itu, "Acara parade di lapangan basket?"

"Yak! Salah!" seru Raka membuang rokoknya ke jalan. "Satu kesempatan lagi, coba jawab yang betul."

"Pasar Sen(s)i?" Nova mengerutkan alis dan pemuda di hadapannya menjentikkan jari, puas.

"Betul. Lu tahu, acara ini enggak bakal bisa berjalan tanpa adanya bantuan kalian. Kapan lagi coba berkontribusi bikin acara bergengsi tahun ini? Lima taun sekali cuy! Lima tahun!" Raka melebarkan telapak tangannya. Ia mengedikkan dagunya pada Keiran, "Lu laki 'kan? Kalau lu laki, lu seharusnya bisa memanfaatkan kejantanan lu di sini. Mau ngurus yang enggak-enggak waktu hari H? Masuk ke divisi Jaga Malam. Atau lu mau nunjukkin otot tangan lu yang cakep itu? Bikin properti sama divisi Berang-berang. Banyak makna, banyak arti. Nah lu sana ngobrol sama Mba yang itu," kini ia menatap Nova, "Kalau lu sama gua."

Sebisa mungkin Nova tidak memasang wajah menggerutunya. Membulatkan tekad, ia bertanya, "Terus saya ngapain...Kak?"

"Nah kalau lu, lu ada aturan mainnya sendiri," Raka mengambil sebatang rokok dari kotaknya, "Biasanya, yang kaya lu cocok masuk divisi perform, tapi itu sih nanti aja. Lu anak SR 'kan?"

Nova mengangguk.

"Good. Karena kita satu fakultas, lu pertimbangkan baik-baik ya. Tiga minggu lagi, kita ada shooting nih. Butuh orang-orang untuk berkostum. Ngapainnya apa, nanti dikasih tahu, tapi lu harus ikut."

"Harus banget, Kak?" tanya Nova.

"Iyalah!" seru pria berkulit gelap itu, "Soalnya itu kamu!"

Nova merasa berada dalam amukan badai. Omongan serba cepat ini tak memberikan waktu baginya untuk berpikir. Nova diminta memakai kostum yang disedikan di stand dan mengucapkan beberapa kata sembari berpose. Berusaha menolak pun tidak bisa, para senior tampak begitu senang 'menjahili' mereka, tapi di satu sisi semuanya tampak setimpal. Rasanya seperti mencuri stiker lebih banyak lagi dan Nova mendapatkan lebih dari lima.

Mungkin total stiker yang dikumpulkan sekarang sudah lebih dari setengahnya, termasuk dengan unit-unit yang mereka datangi sebelumnya. Keiran tampak senang dan mengatakan bahwa Kak Indhira begitu baik dan cantik. Di satu sisi, Nova hanya memerhatikan pamflet stikernya, mencerna segala hal yang terjadi di stand Pasar Sen(s)i itu.

"Kamu kok, kayak pucat, Nov?" tanya Keiran.

Nova tersenyum lemah, "Ngga, kok. Aku cuma pusing akan kejadian tadi."

Ketika ia megatakan itu, mereka tengah berada di sebuah unit pecinta alam. Kano diberdirikan dengan segala dekorasi berupa artefak-artefak yang dikumpulkan dari perjalanan. Tak luput pula tenda yang terbuka, dapat terlihat beberapa orang tertidur di dalamnya, terlalu menghayati peran. Nova tidak sadar bahwa ada seseorang di depannya, membuat gadis itu tertabrak seorang pria yang bertubuh lumayan kekar. Pria itu botak dan tidak mengenakan topi untuk menutupi kepalanya dari teriknya matahari. Pria botak itu tampak tidak ramah dan memelototi Nova.

"Lihat-lihat dong kalau jalan," desisnya.

Pria itu berbelok ke arah unit pecinta alam itu dan berkeluh kesah akan panasnya cuaca hari ini. Ia menghempaskan bokongnya ke kursi dan meminta minum pada rekan satu unitnya. Mengingat Nova dan Keiran belum mendapatkan stiker dari unit itu, mereka pun datang dan berdiri di hadapan pria botak itu.

Dia menyipitkan mata. Heran akan tidak-tanduk Nova, "Ngapain lu, anak kecil? Mau balik nyolot ke gua ya?"

"Galak banget sama anak orang, buset," sindir perempuan yang mengikatkan jaket berwarna zaitun di pinggangnya. Rambutnya berwarna pasir dan ia meletakkan botol minum di atas meja.

"Panas, Eri, gua jadi panas."

"Iya, Luke, iya," Eri menghela napas, "Sori ya, dia lagi stress sama tugas akhir keluarnya begini. Aslinya baik kok."

"Alah, bacot," Luke mengelap wajahnya dengan kaos, menampilkan otot perutnya yang telah terbentuk, "Kalau kalian mau stiker, kalian cuma harus bongkar pasang bikin tenda."

Keiran dan Nova saling tatap dan menerima tantangan itu. Akan tetapi, ternyata membangun tenda tidaklah semudah yang dikira. Ada partisi-partisi yang sulit untuk dipasang sehingga mereka berdua harus bolak-balik merubuhkan tenda itu. Tentu saja, lamanya mereka membangun tenda membuat Luke gemas bukan kepalang.

"Lama banget sih. Bukan disuruh bikin api pakai batu kan?"

"Kamu bantuin dong, Luke," pinta Eri yang juga memerhatikan bagaimana Nova dan Keiran membangun tenda. Meskipun menggerutu, Luke berjongkok tak jauh dari mereka, memberikan instruksi hingga akhirnya tenda itu berdiri dengan utuh.

Nova tersenyum lebar dan merasa puas dengan kerja kerasnya. Luke tidak berkomentar apa-apa dan langsung kembali duduk di kursinya. Ketika menerima stiker dari Eri, gadis itu berterma kasih sekali lagi pada Luke yang dialas dengan lambaian tangan.

Pertemuan dengan orang-orang unit ini membuatnya bertanya-tanya akan kengerian tugas akhir. Semua orang tampak sensitif dengan kata itu. Keiran mengangkat bahu, mengatakan bahwa mereka masih tingkat pertama, "Mikirin TA sih nanti saja," ucapnya.

Tak di sangka ternyata waktu menunjukkan telah melewati tengah hari dan perut Nova keroncongan. Janji mereka untuk bertemu teman-temannya di lapangan tengah pun sudah tiba. Mereka berdua berjalan sembari mencari makan dan menikmati pertunjukkan musik dari ragam unit yang berkecimpung di bidang musik pula. Tak lama, panggung diisi oleh sepasang pembawa acara yang bernama Liam dan Viviene, memberi tahu rangakaian kegiatan yang akan ada di panggung utama ini.

Pertunjukkan dari unit budaya Jepang menarik perhatian Nova. Sekian belas orang berdiri di panggung memainkan taiko bersamaan. Suara yang menggelegar tanpa adanya pengeras suara membuat para penonton cukup terkesima dengan pertunjukkannya. Keiran mengajak Nova untuk ke tengah panggung dan cukup senang dengan penampilannya. Tiga buah tembang kemudian, panggung beralih dipenuhi dengan sekelompok unit berkabaret, ber-cosplay secara total dan semirip mungkin dengan tayangan-tayangan yang Nova hanya tahu selintas judulnya.

"Kamu mau masuk unit itu?" tanya Keiran.

"Oh, enggak kok. Aku cuma kagum dengan detail yang mereka pasang di kostumnya."

Pertunjukkan selesai, banyak pula mahasiswa maupun orang luar yang hendak mengabadikan momen dengan para cosplayer itu, tak terkecuali Keiran. Setelahnya, mereka berkeliling lagi untuk mengumpulkan stiker lainnya dan mengunjungi stand-stand lain yang mungkin luput dari pandangan.

Hari itu menyenangkan dan Nova lupa betapa sering ponselnya bergetar karena ada pesan masuk. Melihatnya, membuat Nova menghela napas panjang.

"Kenapa, Nov?" tanya Keiran. Mereka kini berada di unit robotika, tengah menonton bagaimana robot-robot mereka bergerak dan melakukan tindakan sederhana seperti mengantarkan mentega.

"Biasa, Ravi yang lebih rewel daripada ibu dan ayahku sendiri."

"Heh, better be grateful."

Tersenyum simpul, Nova berkata, "I know. Lagipula aku seneng gangguin dia."

⸙⸙⸙

//Daaan sayangnya saya akan nge-cut ceritanya sampe di sini karena waktunya ga cukup. Haha pls dun kill me. Silakan tinggalkan pesan jikalau kamu ingin cerita special ini mau ada lanjutannya. Mungkin di waktu lain akan ada lanjutannya, mungkin juga tidak heu.

SELAMAT TAHUN BARU! Saya yakin beberapa di antara kalian lagi main kembang api atau makan daging atau mungkin sedang minum2 hangat di atas atap. Yha, who knows. Anyway, like I promised before, this chapter is the New Year Special! Saya ga bisa masukkin semua tokoh di sini karena, yah you know perbedaan umur mereka jauh-jauh semua haha.

Seneng banget bisa nulis Floor dalam bentuk cerita yang kaya gini. Nova yang sassy jadi primadona dan Keiran yang ngeceng doi malu-malu. hehe. Does anyone still remember him? Resiko kebanyakan tokoh nih, heuheu. (dia muncul di 13th Floor btw)

Saya penasaran apakah kalian bikin resolusi taun baru, betapa sulit berkomitmen terhadap hal ini yah haha. Anyway, ini keisengan belaka. Kasian karena Floor sering dianggurin maka aku bikin ini sebagai penghibur, semoga kamu suka ehehe. Sampai jumpa lagi!//

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 87.7K 35
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
5K 946 44
Setiap orang memiliki benang merah takdir di jari kelingking yang menghubungkan seseorang dengan jodoh masing-masing. Benang merah itu tak dapat dili...
1.9M 148K 103
Status: Completed ***** Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Th...
3.6K 575 60
[Reading List WattpadfantasiID Januari 2024] Diculik sebagai tumbal, Wafir---bocah naif yang selamat dari tenggelamnya separuh daratan bumi---harus m...