TRS (3) - Mika on Fire

By wulanfadi

2.5M 190K 26K

Mika, cowok aneh, suka berbicara sendiri, bertingkah konyol dan berturut-turut menjadi badut kelas ternyata m... More

TRS [3] - Mika on Fire
M-J :: (1) Jam 12
M-J :: (2) Sarapan
M-J :: (3) Kenapa?
M-J :: (4) Jatuh
M-J :: (5) Bertukar
M-J :: (6) Dekat
M-J :: (7) Rasa
M-J :: (8) Tertangkap
M-J :: (9) Pesta
M-J :: (10) Pukulan
M-J :: (11) Berita
M-J :: (12) Ngobrol
M-J :: (13) Tau
M-J :: (14) Nyaris
M-J :: (15) Rencana
M-J :: (17) Kejar
M-J :: (18) Kenapa?
M-J :: (19) Lagi
M-J :: (20) Makan
M-J :: (21) Pertunjukkan
M-J :: (22) After
M-J :: (23) Akhir
TRS (3) - Epilog
One-Shot

M-J :: (16) Sistem

72.2K 6.9K 1.2K
By wulanfadi

a.n

haiiii!!

gue gatau harus bilang gimana lagi selain makasih sebanyak-banyaknya. makasih udah ngikutin cerita ini sampe sini. makasih buat vommentsnyaa!

btw, di chapter ini bakal ... gatau deh. imajinasi gue terlalu jauh. jadi gue harap kalian mau tinggalin komentar gimana perasaan kalian waktu baca bagian Mika. biar kalo ada yang aneh gue ubah ehehehe

dan di sini ada nama mason karena gue keabisan nama ...

happy readinggg!!

==============

M-J :: (16) Sistem

==============

M I K A

Yang terakhir jatuh di bantalan jelly adalah Ana.

Gue membantu Ana berdiri, sementara Juna dan yang lain terpana melihat rimbunnya hutan di Eddenick, persis waktu pertama kali gue ke sini. Faren melempar jubah hitam pada keempatnya, begitupun gue, Ana, dan Revon.

"Jubahnya dipake biar ga ketauan. Terutama Juna-Julian-Seth-Alvaro. Kembaran kalian bisa-bisa muncul saat kita berjalan menuju pusat kota. Bahaya. Kita bisa ditangkep," ucap Faren, membuat Juna dan yang lain buru-buru memakai jubahnya. Faren mengikat tali sepatu seraya berbicara. "Tepat lima belas menit lagi, eksekusinya dimulai. Seperti yang direncanain, Juna-Julian-Seth-Alvaro di belakang layar. Karena Revon jago buka kunci, jadi lo yang buka kunci Miles-Jules-Fortles. Dan kita bertiga," Faren berdiri sambil melihat gue dan Ana. "Kita yang mendongkrak sistem."

Ucapan Faren bener-bener membuat semangat gue naik. Mendongkrak sistem, gue aja gak kepikiran bakal ada kata itu.

"Ayo, semuanya ikut gue. Kita ke pusat kota tempat eksekusi berlangsung," Faren mengedikkan bahunya, dia berjalan di depan bak pemimpin kami.

Kami mengikuti Faren. Cowok itu berjalan sangat cepat. Sosok-sosok kami tampak berbayang karena tengah malam. Ana tidak kuat berlari, dengan sigap gue menggendongnya. Sesekali Julian bersedia membantu gue bergantian menggendong Ana.

"Lo gak apa-apa?" tanya gue, sekilas gue melihat wajah Ana tampak bersemu karena demam. Ana menggeleng lemah sambil memejamkan matanya. Dia bersandar di bahu Julian.

Seharusnya gue memaksa Ana menetap di rumah.

Tak sampai sepuluh menit, kami sampai di pusat kota. Di tengah kota, panggung eksekusi tampak dikerubungi penduduk. Sekilas gue melihat Miles di sana.

Juna-Julian-Seth-Alvaro langsung berpencar. Mereka sudah melihat panggung eksekusi, keempat cowok itu dengan sigap menyelip ke belakang layar. Revon berada di barisan penonton, melihat kunci yang melingkar di pergelangan tangan Miles-Fortles-Jules dengan seksama. Sementara gue, Ana, dan Faren menunggu kode dari mereka di kejauhan.

Melihat Miles dan yang lain dikurung dengan kayu seperti itu, membuat rasa bersalah menumpuk di dada gue. Gue mengepalkan kedua tangan. Kalau aja gue gak nyoret dinding itu.

"Merasa bersalah?" tanya Ana di gendongan gue. Berbisik tepat di telinga. Gue mengangguk pelan. Ana bersandar di bahu gue sambil berbicara, dengan amat pelan. "Kalo kamu gak nyoret dinding itu, mungkin sampe sekarang kita dan Faren masih musuhan."

Ana ada benarnya juga.

Gue tersenyum sekilas pada Ana. Cewek itu membalas senyum gue.

"Itu kodenya," Faren yang duduk di bawah pohon langsung berdiri dan berlari menuju panggung. Gue mengekori di belakangnya. Jantung gue rasanya berdentum saking gugupnya. Apa bakal gagal? Atau berhasil? Apa ini bakal jadi lelucon bagi mereka?

Kami menaiki panggung setelah Faren mendorong seorang algojo yang menjaga di tangga. Gue menurunkan Ana dan membantu Faren menghabisi algojo-algojo lain. Penonton eksekusi langsung berbisik bingung. Suasana yang awalnya tegang sekarang semakin mencekam.

Revon memanjat menuju panggung, lalu membuka kunci di pergelangan tangan Miles-Fortles-Jules dengan kawat yang dibentuk sedemikian rupa.

Kain putih lebar membentang di dinding panggung setelah semua gembok dilepas Revon. Pas. Alvaro-Julian berhasil menancapkan ujung kainnya di sudut-sudut yang tidak terjamah.

Kami berenam berdiri sejajar. Revon berdiri di sebelah Faren. Gue, Ana, dan Faren membuka tudung jubah. Membuat penonton terkesiap. Raja dan Ratu dari kerajaan peri dan manusia langsung berdiri dari duduknya.

"Makasih sudah menolong kami," bisik Miles di sela-sela keterkejutannya penduduk Eddenick.

"Kalian salah sasaran," ucap Faren dengan lantang. "Jika kalian ingin menyalahkan orang lain atas perbuataan kalian. Kami lah yang harus disalahkan. Bukan Pangeran Miles dan Fortles, juga Putri Jules."

"Bukannya ..." salah satu penduduk saling tatap.

"Kami, kembar dari Miles-Fortles-Jules kabur menuju Dunia Nyata lagi. Kami kembali pada posisi kami lagi setelah Mika mencoret dinding di kamar Miles. Kalian mengeksekusi orang yang salah," Faren lagi-lagi berkata lantang. "Tapi sebelum itu, apa kalian tidak berpikir alasan kami bertukar posisi? Apa kalian tidak menanyakannya terlebih dahulu pada Miles dan yang lain?"

"Rasanya tidak enak berada di dua pilihan yang tidak kita suka keduanya namun dunia memaksa kita untuk memilih," ucap gue seraya menatap Ana, membuat beberapa orang saling tatap.

"Miles-Fortles-Jules meminta kami untuk bertukar posisi karena perselisihan kalian. Mereka tidak suka berada di posisi itu. Mereka ingin semuanya rukun lagi. Tanpa ada perbedaan antara Peri dan Manusia," cetus Ana.

Setelahnya, lampu-lampu jalan padam. Membuat suasana malam semakin gelap. Bentangan kain putih itu langsung terkena gambar dari cahaya LCD yang dibawa Julian. Kami berenam dan juga Faren langsung terduduk agar penonton melihat layar.

Miles berbisik. "Alat yang canggih."

"Ya, kami terpikir untuk membuat presentasi setelah melihat guru Geografi selalu mempresentasikan pelajarannya," gue tercengir.

Layar menampilkan video tentang persahabatan antar suku, antar ras, bagaimana mereka tertawa bersama sambil bergandeng tangan. Si odong Julian menampilkan video berikutnya dengan video One Direction yang One Way or Another. Video berikutnya juga seputar perbedaan yang membuat semuanya kompak.

Juna dan Alvaro muncul dari balik layar begitu video-video itu selesai.

"Kalo kata orang Indonesia sih," ucap Juna, Alvaro meneruskan. "Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu."

Keduanya ber-toss begitu melihat reaksi penonton yang terpana. Entah karena omongan mereka atau wajah mereka. Gue gak ngerti lagi.

Melihat situasi memungkinkan, Miles berdiri. "Dengan ini, Saya sebagai Pangeran dari Kerajaan Peri memutuskan untuk menghapus perbedaan kasta antara Peri dan Manusia, serta menggabungkan kerajan Peri-Manusia. Raja dan Ratu yang dinobatkan adalah hasil dari pemilihan Rakyat. Tidak ada kasta, tidak ada perbedaan. Semua sama."

Fortles dan Jules berdiri susah payah. Mereka mengacungkan tangan tanda setuju. Begitupun gue, Ana, dan Faren. Kami melihat para penduduk Eddenick, berharap ada yang mengacungkan tangan juga.

Betapa terkejutnya gue saat melihat Raja Edden mengancungkan tangan. Beberapa saat kemudian, Ratu Deni ikut mengancungkan tangan bersamaan dengan Raja Nick.

Secara bertahap, semua orang mengacungkan tangan mereka.

Gue saling pandang dengan Faren dan Ana sambil tersenyum sumringah. Begitupun mereka. Beberapa detik kemudian, kembang api meluncur di udara. Berwarna-warni menghias gelapnya malam. Perlahan kembang api itu bertuliskan 'congratulation', membuat para penduduk Eddenick bertepuk tangan meriah.

Semuanya tampak benar. Semuanya berada di posisi masing-masing. Gue tertawa kecil melihat para Penduduk berhamburan dan berpelukan. Para Peri-Peri kecil dipeluk kuat-kuat oleh para Algojo, wah, si Algojo hati rinto juga ternyata.

Masa tegang itu telah lewat, berganti oleh masa bahagia.

"Sana," Fortles melirik Jules yang seolah melirik Miles dari jauh. Gue mengamati mereka. "Kau mencintainya 'kan? Kejar dia," senyum di bibir Fortles membuat Jules menatapnya penuh rasa terimakasih.

Jules melepas kaitan tangannya dengan Fortles perlahan, lalu dia berlari menuju Miles. Memeluk laki-laki itu erat hingga mereka berputar di udara dengan derai tawa.

Andai gue adalah Miles.

===M i K a===

A N A

Kami makan malam di Kerajaan Peri. Bercanda tawa dengan Raja Edden, Nick, dan Ratu Deni. Kami menceritakan segala hal yang membuat kami nekat bertukar posisi. Edden, Deni, Nick bercerita tentang masa lalu mereka. Makan malam ini berlangsung meriah.

Aku tidak pernah menyangka, hanya karena kami berpidato di depan sambil mempresentasikan video tentang kebersamaan, semua hal menjadi lebih baik. Kalau begitu, dari dulu aja deh LCD digotong ke sini terus dikasih presentasi.

"Mik, jangan rakus gitu dong!" aku terkejut melihat piring Mika penuh dengan makanan. Cowok itu tercengir sambil duduk di sebelahku. "Abis, enak semua."

"Ah gila, banyak banget," ucapku sambil geleng-geleng kepala. Miles tertawa melihat kami. "Tak apa, Ana. Gizi Mika harus terpenuhi."

"Tuh, dengerin," Mika berbicara dengan mulut penuh. Aku mendelik. "Ih, Mika. Jorok!"

Alvaro dan Juna malah berebut paha kalkun. Julian makan dengan tenang di sebelahku. Sementara Seth menggambar wajah pelayan yang menurutnya cakep.

Aku gak ngerti lagi sama temen-temen Julian.

"Lempar sini!" Revon mengangkat tangannya tinggi-tinggi di kejauhan. Juna melempar paha kalkun gede itu. Raja Edden yang dilewati paha kalkun di atasnya hanya terbahak dan ikut-ikutan melempar paha kalkun.

"Asiiik," Revon mengambil dua paha kalkun dan melahapnya. Juna melotot. "Lah, kok malah dimakan?"

Revon berhenti mengunyah. "Loh, tadi 'kan dikasih," wajah Revon berubah jahil.

"Ini masih ada," ucap Jules sambil mendorong piring dengan paha kalkun di atasnya. Juna menatap Jules beberapa detik, dia langsung termehek-mehek. "Ah, makasih. Jadi malu."

Miles, pangeran peri yang biasanya kaku itu, sudah berubah karena Juna dan yang lain. Dia menoyor kepala Juna. "Hush, modus."

Bahkan Miles sudah tau modus.

Alvaro menjambak rambutnya saat melihat Juna memakan paha kalkun itu pelan-pelan, seolah berusaha membuat Alvaro ngiler.

"Eh di sini ada yang mirip Maudy Ayunda gak?" tanya Juna di sela-sela sesi makan.

"Yang kayak gimana?" tanya Fortles, untuk dipertegas, bahasa dia mulai tidak baku. Kerjaan Juna-Alvaro kalo kayak gitu sih.

"Yang rambutnya panjang, senyumnya manis, mukanya cantiiiik banget itu loh," jawab Juna bersemangat.

Alvaro menceletuk. "Itu Lizzy mau dibawa kemana?"

"Om Roro cemburu ya Lizzy pacaran sama Junaaa," tebak Mika, membuatku tersenyum.

Wajah Alvaro memerah. "Apa sih? Enggak! Enak aja."

"Wah," Juna pura-pura menampilkan wajah tersakiti. "Jangan gitu dong, Ro. Lo kan udah ada Anggi."

"APA SIH," Alvaro mulai kelabakan.

Derai tawa kami semua membuat Alvaro makin salah tingkah. Cowok itu manyun lima sentimeter, membuat Miles dengan jahil mencubit pipinya.

"Jangan cubat-cubit!" cetus Alvaro galak. Miles tertawa. "Duh, ini Roro galak amat."

"Ati-ati, hewan buas," timpal Jules. Fortles di sebelahnya langsung berujar. "Dikandangin dulu harusnya."

"Kalian baaaweeel," Alvaro makin manyun.

"Setiap hari ramainya seperti ini?" tanya Raja Edden pada Seth. Seth berhenti menggambar, dia menatap Raja Edden penuh hormat. "Wah, kalau dibilang ramai, ini masih satu per empatnya. Ramai itu kalau Alvaro-Juna sudah adu omong, Mika dan saya bermain video game sambil mencerocos, dan Julian-Matt membicarakan novel. Di ruangan yang sama."

"Matt?" tanya Ratu Deni. "Berarti kalian kekurangan satu orang?"

Juna mengangguk dengan muka sok sedih. "Iya. Matt di Kalimantan. Jadinya kita gak bareng."

"Wajahnya gimana?" Miles bertanya.

"Um, mirip ..." Alvaro membuka ponselnya, mengutak-atik sebentar dan memamerkan foto Andrew Garfield. "Mirip Peter Parker."

Jules menceletuk. "Bukannya itu Mason?"

Juna-Alvaro-Seth-Julian-Mika menengok ke arah Jules. Aku gak ngerti lagi sama kelakuan mereka. "Mason?"

"Iya. Kepala pelayan kami. Orangnya baik loh," Jules berdiri, dia menepuk tangannya kencang sambil memanggil "Mason!".

Cowok bernama Mason, dengan jas dan celana bahan rapi mendatangi meja. Wajahnya sangat mirip dengan Matt. Seperti yang aku duga, Juna dan yang lain berdiri dan memeluk Mason seolah cowok itu Matt.

Poor Mason.

"Aduh Matt, ternyata lo banting tulang ya di sini. Sini-sini cup-cup aku temenin," teriak Alvaro, nyeremin abis.

Mason sesak napas dipeluk oleh kelima cowok. "Aku tidak bisa napas, Tuan-Tuan ..."

"KYAAA MATT LO PUNYA JENGGOT UNYU KECIL GITU!" jerit Juna.

Seth menimpali. "AAAA LO MAKIN MISTERIUS YA MUKANYA."

"AH ANJIR RAMBUT LO KOK WANGI? PAKE GEL APA?" Mika mencerocos.

"WOY MATT TERNYATA LO BISA NGANGENIN JUGA YA!" ucap Julian sambil mengacak rambut Mason.

Andai Matt tahu ini, wajah dia pasti berubah horror.

Sudah pasti, jika Matt melihatnya, dia tidak mau pulang ke Jakarta.

===M i K a===

"HAPPY ENDING 'KAN?!" tanya Sashi sambil menggebrak meja. Mengejutkan Mika yang baru bercerita sampai bagian makan malam. "Entar dulu, dong. Masih belom selese ceritanya."

Mata Sashi tampak beler, dia mengucek matanya supaya tidak ngantuk. "Duh, cepet dong ceritainnya. Gue 'kan udah ngantuk ... nyam-nyam, Liyan," Perlahan mata Sashi terpejam dan dia menginggau. Sontak, Mika tertawa. "Wah, manggil-manggil Liyan. Belom move on ternyata."

Mika mengamati wajah Sashi yang tertidur, tangan cewek itu tertelungkup di atas meja, menjadi bantalan bagi pipinya. Mata Mika melotot waktu melihat air liur dengan malu-malu keluar dan nyaris menetes. Mika meng-capture wajah Sashi sambil terkikik geli. Kapan lagi menemukan Sashi tengah ileran dengan posisi unyu?

Ponsel Mika berbunyi. Cowok itu beralih dari laptop ke ponselnya. Dia memerika siapa yang menelepon sedini hari seperti ini. Mika termenung melihat nama yang tertera di Caller ID. Dia menimang-nimang akan menerima panggilan itu atau tidak saat Sashi tiba-tiba terbangun.

"Duh! Gue ketiduran ya?!" tanya Sashi panik, begitu menyadari air liur mengering di sisi bibir mungilnya, dia menjerit tertahan. "Ah, astaga kok bisa ngiler?!"

Mika mengabaikan panggilan masuk itu, dia tercengir pada Sashi. "Udah gue capture."

Sashi seperti terkena bom atom. "Ah, gak lucu lo. Hapus!"

"Gini aja," Mika mulai tawar-menawar. "Gue hapus fotonya kalo tebakan lo berhasil."

"Tebakan apa?" tanya Sashi, alisnya tertaut samar.

"Gue dan Ana bakal balikan lagi atau enggak?" Mika mulai bertanya.

Sashi bertopang dagu, bola mata ping-pongnya berputar-putar. Berpikir keras. Sangat lama Sashi berpikir, hingga dia berkata. "Balikan!"

"Seyakin itu?" tanya Mika, alisnya naik sebelah.

"Iyalah. Lo berdua one true pair banget cuy. Udah-udah sekarang lanjut," Sashi memaksa.

Mika mendesis gemas. "Iya-iya. Tapi udah jam 4 nih, gak tidur lo?"

Sashi menggeleng. "Nanti aja kalo udah selesai cerita lo."

"Iya deh," Mika mengalah. Dia mulai bercerita lagi. "Paginya, kita balik ke Dunia Nyata lagi. Tapi gue nemuin kalo Nyokap gue ...."

===M i K a===

17-05-14

Continue Reading

You'll Also Like

6.9M 292K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.2M 60.2K 25
Disclaimer: Cerita ini adalah cerita pertamaku yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Nina harusnya tahu sejak awal. Sejak...
435K 77.7K 26
[READ REGRET FIRST, please] Ini adalah kumpulan surat lelaki ceria, yang bernama Deeka. Untuk seorang perempuan yang diam-diam ia cinta. Surat terak...
103K 13K 51
Ayasa yang tomboy bersahabat dengan Adriel yang menjadi idola cewek-cewek di kampus. Bosan diteror terus-menerus karena kedekatannya dengan Adriel, A...