Journal: The Seasons

By kenzaputrilia

105K 15.6K 3.9K

[BOOK #1 OF THE JOURNAL SERIES] Mendapatkan beasiswa selama setahun di Inggris pastinya diterima baik oleh Ze... More

The Squad
Prologue
Journal
1 | Hello
2 | Work
3 | School
4 | Squad
5 | Partner
6 | Sport
7 | Letter
8 | Dream
9 | Outlaw
10 | Match
11 | Interview
12 | Faded
13 | Music
14 | Books
15 | Brother
16 | Slaying
17 | Newbie
18 | Magazine
19 | College
20 | Akira
21 | London
22 | Song
23 | Party
24 | Accident
25 | Death
26 | Tribute
27 | Winter
29 | Shocked
30 | News
31 | Kafka
32 | Sleepover
33 | Ships
34 | Friendship
35 | Dinner
36 | Movies
37 | Gifts
38 | Chances
39 | Nightmare
40 | Record
41 | Lose
42 | Disaster
43 | Rumor
44 | Birthday
45 | Surprises
46 | Festival
47 | Shopping
48 | Leavers
49 | Prom
50 | Goodbye
Epilogue
Journal's Characters' Biography
Playlist & Fun Facts
Q&A
Last Part : The Answers
Journal #2
Sequal aka Journal: The Reasons
3rd book aka Journal: The Lessons

28 | Wonderland

1.2K 239 34
By kenzaputrilia

Harga tiket masuk untuk memasuki Magical Ice Kingdom sebesar 7.00 poundsterling atau sekitar 140.000 rupiah dan itu mahal sekali. Aku sempat menolak karena aku baru ingat uang sakuku masih dipegang Annika, akan tetapi Andrew bilang biar dia yang membayarnya.

Namun, 140.000 itu nominal yang terlalu besar hanya untuk satu wahana. Setidaknya itu menurut pandanganku. Mungkin ini juga diakibatkan oleh nilai tukar poundsterling ke rupiah yang sangat jauh.

Dalam antrean, aku memberitahu Andrew perihal itu semua dan ia malah bilang, "Kalau kau merasa tidak enak, kau bisa menggantinya setelah bertemu Annika." Dan ia sudah keburu membayarnya ke loket yang sudah berada di depan mata kami.

Apa boleh buat? Pada akhirnya kami memasuki Magical Ice Kingdom. Baru sekitar dua langkah dari pintu masuk yang megah bak istana es milik Elsa, aku langsung merasakan hawa dingin yang menusuk hingga tulang. "Berapa suhu di sini?" Aku berbisik pada lelaki yang membawaku ke kulkas raksasa ini.

"Minus delapan derajat celcius," jawab Andrew seolah ia sudah menyiapkan jawabannya dan telah hapal di luar kepala. Ia menggiringku memasuki istana es ini semakin dalam.

Minus delapan derajat? Aku hampir mati mendengarnya.

Sebuah patung kuda dan prajuritnya menyambut kami. Dalam keadaan menggigil, aku masih bisa mengungkapkan rasa kagumku meski hanya dalam sebuah gumaman seperti, "Wah!". Dan yang lebih keren lagi adalah mulutku yang mengeluarkan asap seperti di film-film.

Di tengah ruangan, terdapat sebuah patung es naga dengan ukuran tubuh lumayan besar. Naga itu seperti baru saja dikutuk sehingga membeku. Sayapnya mengepak di udara dengan eloknya di udara. Matanya menyala seolah naga itu benar-benar hidup dan siap menyerangmu kapan pun yang ia mau.

Dan seperti namanya, Magical Ice Kingdom, suasana di dalam sini memang seperti di sebuah kerajaan es. Banyak patung-patung kuda, prajurit kerajaan, bahkan ada juga dua kursi yang mirip seperti kursi seorang raja di sebuah kerajaan. Semuanya tentu saja terbuat dari es.

Untuk sesaat, aku mengingat tempat buah-buahan seperti semangka dan melon, yang terbuat dari es dan diukir sedemikian rupa saat menghadiri acara resepsi pernikahan di Indonesia. Es itu tak bertahan lama karena meleleh di tengah suhu panas di Indonesia, berbeda dengan yang ada di sini. Hyde Park pasti kebanjiran apabila es-es di Magical Ice Kingdom meleleh.

"Mau kuambilkan foto?" tawar Andrew saat aku memerhatikan dua gadis yang berfoto di kursi raja itu.

Tawaran yang kuakui cukup menggiurkan karena aku juga ingin merasakan duduk di atas kursi yang terbuat dari es. Tapi aku malu. Entah mengapa aku merasa sangat malu apabila difoto oleh orang yang tidak terlalu kukenal atau bukan teman dekatku.

Terlebih orang itu adalah Andrew.

"Kaubawa ponsel, kan? Atau menggunakan ponselku?"

Aku menggelengkan kepala sambil menggigit bibir. "Tidak perlu, terima kasih."

"Kau serius?"

Aku mengangguk mantap. Aku bukan tipikal orang yang hobi difoto, sih. Foto memang dapat mengulang kembali kenangan kita, tetapi memori ingatan di kepala seorang manusia jauh lebih baik dari memori kemera. Aku hanya memotret beberapa bagian dari Magical Ice Kingdom yang menurutku keren dan memiliki wow factor. Selebihnya, aku hanya melihat-lihat dan menyimpannya dalam ingatanku.

Kemudian, Andrew melanjutkan tur keliling istana es ini dan kami berdua tidak saling bicara. Mendadak ini semua terasa aneh bagiku. Beberapa waktu yang lalu pasca kematian Dave, sikap Andrew padaku benar-benar asing. Baik aku, maupun dia, tidak ada yang memulai percakapan atau bahkan tidak saling menyapa. Seperti tidak kenal satu sama lain.

Kemarin di pentas musik, aku juga tidak memberi selamat padanya, hanya kepada Emre dan Annika—tentu saja keduanya kulakukan tanpa kehadiran Andrew. Aku mau saja melakukan demikian, akan tetapi Andrew terlihat sibuk mengobrol tentang musik dengan Keira. Membuatku enggan untuk mengganggu mereka berdua.

Dan kini, siapa yang menyangka aku akan memasuki Magical Ice Kingdom bersama Andrew? Maksudku, benar-benar berdua. Aku bersumpah tidak akan terkejut apabila setelah ini, Andrew akan bersikap asing bagiku. Semuanya mulai terasa biasa saja dan aku sudah dapat beradaptasi dengan baik.

Atau apakah Andrew memiliki kepribadian ganda? Patut kucurigai.

Setelah entah berapa lama kami mengelilingi istana es ini dalam diam, akhirnya aku meminta Andrew untuk menyudahi tur ini—meski aku sebenarnya suka berada di sini—pasalnya, jari-jariku terasa mati rasa dan barangkali sebentar lagi darah akan mengalir keluar dari hidungku walaupun sebenarnya aku tidak pernah memiliki riwayat mimisan dalam hidupku.

Andrew juga sepertinya mengerti alasanku ingin segera keluar dari sini. Mungkin dalam benaknya juga ia khawatir aku akan mati kedinginan di sini dan itu akan sangat merepotkan baginya.

Kami keluar melalui pintu keluar dan mendadak suhu satu sampai dua derajat celsius di London tidak menggangguku sama sekali sebagai gadis tropis. Suhu dingin di London tidak ada apa-apanya dibandingkan Magical Ice Kingdom. Aku jadi ingin merasakan suhu di bawah nol derajat lainnya di belahan dunia lain. Finlandia, misalnya, seperti yang selalu dibicarakan oleh Annika.

"Do ya both wanna take a picture?" Seorang pria yang mengenakan pakaian berwarna hijau seperti Peter Pan—yang kedinginan sehingga tubuhnya dibalut mantel—datang menghampiri kami. Ia memegangi sebuah kamera unik. "Polaroid for free!"

Andrew dan aku saling tatap, seperti meminta persetujuan satu sama lain hingga akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Kami berfoto dengan latar Magical Ice Kingdom. Andrew di sebelah kanan dan aku sebelah kiri. Aku tidak tahu harus berpose apa jadi aku putuskan hanya tersenyum saja. Telapak tangan kananku menggenggam sikut kiriku.

"One, two, three! Okay!" kata si Peter Pan itu setelah mengambil foto kami. Selang beberapa detik, dua lembar foto keluar dari kamera itu. Peter Pan memberikan satu untukku dan satu lagi untuk Andrew. Ia juga meminta kami mengepakkan foto itu sampai keluar hasil fotonya.

"Setelah ini kita mau ke mana?" tanya Andrew sambil melakukan apa yang disuruh Peter Pan. Aku penasaran foto apa yang dipegangnya. Maksudku, aku tahu itu foto kami berdua, tetapi dengan pose yang berbeda.

Aku mengangkat bahu tak tahu sebagai jawaban. "Kurasa sebaiknya kita mencari Annika dan Emre dan yang lainnya." Kulihat hasil fotonya. Andrew tampak tersenyum kalem, sementara aku lebih terlihat seperti menahan lapar. Ya ampun, rasanya ingin mencuri foto yang dipegang Andrew dan memusnahkannya.

Andrew menyetujui usulku—mencari Annika dan Emre—dan kami melangkahkan kaki menjauhi area Magical Ice Kingdom, yang ternyata bertambah banyak antrean masuknya.

Mata-gadis-tropisku terpana menyaksikan beberapa orang yang tengah bermain ice skating dengan lihainya. Kemudian, tampak seorang gadis berambut oranye berdiri membelakangiku sambil memainkan ponselnya—seperti sedang membuat vlog. Pikiranku langsung tertuju pada Ashley secara otomatis

"Itu bukannya... Ash—Andrew, mereka di sana!" Aku menarik tangan Andrew secara spontan dan menunjuk ke arah arena ice skating outdoor itu.

"Itu bukannya... Ash—Andrew, mereka di sana!" Aku menarik tangan Andrew secara spontan dan menunjuk ke arah arena ice skating outdoor itu. sahut Andrew dan memang benar, Emre juga ada di sana. Kami bergegas berlari ke arena itu.

"Annika!" Aku berteriak dari pembatas di pinggir arena yang setinggi pinggangku. Tampaknya suasana di sekitarku terlalu bising hingga Annika tidak mendengar teriakanku. Ditambah musik yang diputar guna meramaikan para pengunjung. "Annika! Ashley!"

"Emre!" Kali ini Andrew yang berteriak. Well, tidak terlalu berteriak juga sih. Namun, ia berhasil membuat Emre dan Annika menoleh. Kulihat kedua wajah mereka nampak kebingungan. Sesaat kemudian sebuah senyuman terukir di wajah keduanya begitu melihat keberadaan kami di pinggir arena ini.

Annika dan Emre menghampiri kami dengan menggerakkan sepatu ice skating mereka. "Oh Gosh, Zevania, kami sudah mencarimu ke mana-mana hingga akhirnya bertemu Emre dan ya... kami istirahat sejenak di sini."

"Aku juga mencarimu—"

"Dan bertemu Andrew?" Annika memotong ucapanku. Ia menatapku dan Andrew yang berdiri di sampingku secara bergantian. Secercah senyuman terukir pada wajah gadis pirang itu. "Emre, bukankah sebaiknya kita mengajak mereka berdua untuk bermain ice skating bersama?"


Dear, Journal. Kali ini isi dari jurnalku diperutukkan untuk Andrew. Jadi...

Dear, Andrew...

Musim dingin pertamaku benar-benar terasa tidak nyata. Aku menutup akhir tahun ini di Winter Wonderland bersama teman-teman terbaikku dan juga kamu. Selain ke London Eye, dari dulu aku juga ingin pergi ke Winter Wonderland. Aku bahkan mengecek di Instagram setiap postingan orang-orang di Winter Wonderland.

Dan sekarang aku menjadi bagian dari orang-orang itu!

Awalnya Annika mengajakku pergi ke suatu tempat, dia ngga ngasih tahu aku tempat apa itu dan siapa sangka ternyata Annika, Ashley, Dylan, dan Tyler merencanakan hal ini—datang ke Winter Wonderland.

Kemudian aku tersesat, Annika dan yang lainnya menghilang hingga akhirnya aku bertemu denganmu. Dari sekian ribu orang di Winter Wonderland, kenapa orang yang detik itu juga ada di sana harus kamu, Andrew?

Kita berdua mengunjungi Magical Ice Kingdom yang dingin banget. Foto bareng kamu juga. Setelah itu, kita ke arena ice skating. Aku memang sibuk belajar cara main ice skating sama Annika dan Ashley, tapi sebenernya aku merhatiin kamu dari jauh. Aku iri sama kamu, Andrew. Kenapa kamu lancar banget main ice skating-nya?

Setelah itu kita juga ke Haunted Mansion. Menurut aku, ini yang paling terkenang. Aku pikir aku bakal takut dan malu-maluin diri di depan kamu. Ternyata hantunya ngga seram sama sekali. Lebih seram hantu di Indonesia. Kapan-kapan, coba kamu main ke rumah hantu di Indonesia deh. Aku penasaran kamu bakalan ketawa kayak aku atau sama takutnya hehehehe

Btw, kamu lucu pas takut sama hantu. Aku pikir Andrew Stanley ngga takut apapun.

Terus kita jalan-jalan keliling Winter Wonderland. Dylan dan Tyler emang paling ngeselin, mereka ngajak taruhan siapa yang berani naik ke semua roller coaster. Sementara aku ngga berani naik sama sekali. Yang di Dufan aja aku ngga berani. Kamu juga ngga berani karena trauma film Final Destination? Hahaha

Satu lagi, The Hangover. Itu termasuk dalam golongan ekstrem parah tapi aku memberanikan diri. Aku melayang sampai aku bisa memandangi indahnya Winter Wonderland dan London dari ketinggian, kemudian dibuat jatuh begitu saja. Sama kayak kamu, Andrew.

Aku ingin menampar diriku sendiri membaca kalimat terakhir yang kutulis di jurnalku. Terkesan sangat dramatis, tapi memang itu adanya. Andrew benar-benar membuatku merasa menaiki The Hangover, semacam Hysteria. Kemudian, mataku beralih pada foto polaroid-ku di sisi jurnal. Meraihnya dan menempelnya pada lembar yang kutulis spesial ditujukan pada Andrew.

Aku melanjutkan menulisnya.

Meski demikian, terima kasih atas segalanya untuk setengah tahunku berada di London. Terima kasih telah mengajariku tentang makna kehidupan di musim gugur dan juga memberi kenangan indah untuk musim dingin pertamaku. Aku ngga sabar menanti musim semi yang indah layaknya bunga yang bermekaran, juga musim panas yang...

Aku berhenti menulis lagi—lebih tepatnya tidak sanggup menulis kelanjutannya lagi. Musim panas. Aku akan kembali ke Indonesia sekitar bulan Mei-Juni. Tepat saat musim panas dimulai.[]

Just so y'all know that aku nulis chapter ini lumayan sulit and I tried my best, okay? Aku berusaha dapet feel di Winter Wonderland tapi kayaknya gagal ya hehehe. Susah sih karena aku sendiri belum ke sana. Aku riset, riset, riset terus tentang WW ini.

Barusan banget aku abis cek snapgram orang-orang yang lagi di Winter Wonderland. Sekarang kan udah November which means WW udah mulai dibuka sampai awal Januari nanti. Kalian bisa cek aja yang location-nya di Winter Wonderland. Banyak banget dan aku pengen banget ke sana :(

Oh iya, wahana di Winter Wonderland itu banyak banget gengs dan banyak hal yang sebenernya bisa aku jadiin bahan di chapter Winter & Wonderland ini. Tapi saking banyaknya aku jadi pusing sendiri. Mohon maaf banget ya kalo masih kurang. Aku kepikiran nulis chapter di wahana komedi putar gitu tapi nanti jatohnya malah cheesy banget kan ya. Ew sekaleh.

Insyaallah aku bakal revisi dua chapter ini (atau mungkin semua haha) setelah dapet hasil riset terbaru. Tapi nanti sih hehe. Target aku selanjutnya adalah menyelesaikan buku pertama Journal sebelum 2018. Rencananya sih bakal ada sequel-nya yaitu Journal: The Reasons yang diambil dari sudut pandang Andrew. Pada kepo kan? Dia kan cowok labil HAHAHAHA. Aku juga udah bikin cover-nya lhooo. Bisa dicek di akun instagram aku: kenzaputrilia.

Oke deh, itu aja an-nya. Panjang parah ya. Sampai jumpa di chapter selanjutnyaaa!

Continue Reading

You'll Also Like

18.6K 710 14
⚠️DILARANG PLAGIAT ⚠️DILARANG COPY PASTE ⚠️MENGANDUNG KATA KATA KASAR ⚠️MENGANDUNG NEGATIF *#*#*# zeya Friska adalah gadis yang di juluki dengan 'zhi...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

703K 34K 51
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.2K 571 32
[BOOK 2] Seorang Guru Muda haus darah dan kepala preman bersatu untuk mempertahankan klan mereka dari intaian marabahaya yang mengakar. ...
1.4K 543 21
Langit Acacio tidak terasa lengang tanpa kehadiran mereka. Bumi pun tidak merasa tersanjung atas kedatangan kembali mereka. Bahkan tidak banyak yang...