TRS (3) - Mika on Fire

By wulanfadi

2.5M 190K 26K

Mika, cowok aneh, suka berbicara sendiri, bertingkah konyol dan berturut-turut menjadi badut kelas ternyata m... More

TRS [3] - Mika on Fire
M-J :: (1) Jam 12
M-J :: (2) Sarapan
M-J :: (3) Kenapa?
M-J :: (4) Jatuh
M-J :: (5) Bertukar
M-J :: (6) Dekat
M-J :: (7) Rasa
M-J :: (8) Tertangkap
M-J :: (9) Pesta
M-J :: (10) Pukulan
M-J :: (11) Berita
M-J :: (13) Tau
M-J :: (14) Nyaris
M-J :: (15) Rencana
M-J :: (16) Sistem
M-J :: (17) Kejar
M-J :: (18) Kenapa?
M-J :: (19) Lagi
M-J :: (20) Makan
M-J :: (21) Pertunjukkan
M-J :: (22) After
M-J :: (23) Akhir
TRS (3) - Epilog
One-Shot

M-J :: (12) Ngobrol

70.3K 6.7K 499
By wulanfadi

M-J :: (12) Ngobrol 

===============  

M I K A  

"Gue tau siapa yang masuk ke portal secara ilegal," ucap Ana dengan sangat lirih.  

Mata gue melebar, jantung gue mendadak berdetak lebih cepat. Darimana Ana tau? Gue melepas genggaman tangan kami perlahan, lalu gue menengok ke arah Mello. Mello mengangguk mengerti. Dengan tangkas, gue menarik Ana ke mobil.  

Berbagai pikiran memenuhi kepala gue tentang orang itu. Apa dia ada di deket gue? Atau orang yang sama sekali gak gue kenal? Gimana kalo sebenarnya orang itu ada di sekitar gue, tapi berpura-pura gak tau?  

Gak sampai sepuluh menit menyetir, kami sampai di kafe Alaska. Ya, gue gak mungkin ngobrolin hal ini di tempat les musik.  

Gue membuka pintu untuk Ana , cewek itu mengernyit. "Gue bisa buka sendiri kali."   Alis gue naik sebelah. "Waktu pacaran paling demen tuh dibukain pintu."  

Ana gak membalas ucapan gue. Kami masuk beriringan ke dalam kafe Alaska. Kafe yang biasa ditongkrongi mahasiswa kampus. Itulah kenapa Matthew sering ke sini, dia 'kan pikirannya udah dewasa. Ditambah hobinya nulis. Bisa sampe lima jam duduk di salah satu sudut kafe.  

Begitu pintu kafe gue buka, berbagai aroma menggungah selera (ini bahasa geli amat) tercium hidung gue. Kami duduk di salah satu sofa. Pelayan datang tak lama kemudian. Gue memesan caramell machiatto sementara Ana memesan hot capuchinno.  

"Lo udah hot, mesennya yang dingin-dingin aja," komentar gue iseng. Ana langsung mencubit bahu gue, membuat pelayan di depan kami hanya tertawa salah tingkah.   "Keluar deh jurus modusnya," mata Ana memutar, jengkel.  

Gue hanya tersenyum.  

Bukannya gue mau modus atau apa, tapi kadang semuanya terucap begitu aja. Mungkin alamiah. Karena dari dulu gue selalu ... begitulah. Bukan cowok romantis atau apa, tapi cuman cowok yang humornya kelebihan.  

Setelah pelayan pergi, Ana mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah buku usang. Tangannya mulai sibuk membuka-buka lembaran buku. Dengan wajah serius, Ana menatap gue sambil berbicara.   

"Di sini ditulis kalo lo punya kembar. Dan bukan Miles maksudnya. Tapi kembaran asli," ucap Ana. Gue mengangguk. "Soal itu, gue udah tau."  

"Dan," Ana berhenti di salah satu lembar buku. Dia menunjuk sesuatu yang janggal. Seperti lembaran buku yang dilipat. "Gue kira buku ini sampe sini doang. Tapi pas gue teliti. Di tengah-tengah buku ternyata ada lipetan. Pas gue buka," Ana membuka lipatan lembar tadi, membuat luas buku bertambah dua kali lipat. Tepat di tengah lembaran yang tersembunyi, terdapat surat kecil. "Di dalemnya ada surat." Ucap Ana sambil memamerkan surat itu pada gue.  

"Lo jadi tambah cantik kalo serius kayak gitu," ucap gue, lagi-lagi keceplosan.  

Ana menjambak rambutnya frustasi karena gue. Gue tercengir, sementara Ana mencubit kedua pipi gue gemas.  

Gue mengaduh. "Aw! Sakit, Sayaaang."  

Sofa yang kami duduki membuat jarak kami tipis. Hingga Ana bebas mencubit pipi gue semau dia. Duh, ini pipi bisa-bisa melorot ke bawah.  

"Miiikaaa seeeriiiuuus diiikiiit, dooong," ucap Ana dengan wajah memerah.  

Kalo blushing makin manis mukanya. Eh.  

Gue memperhatikan Ana. Seperti biasa, rambut hitam halusnya diikat menjadi kuncir kuda dengan ujung rambut yang bergelombang. Postur tubuhnya yang mungil membuat siapapun ingin memeluknya. Pasti anget kayak bakpau. Duh, jadi laper.  

"Mika, woy!" Ana mulai kesal, sekarang dia menampar-nampar pipi gue. Mengerjap, gue akhirnya menangkap tangan Ana. "Udah, dong. Sakit pipiku."  

Mengetahui gue menangkap tangannya, wajah Ana makin memerah. Wah, lucu. Makin manis.  

Bibir merah mudanya mengerucut. "Gue gak mau tau lagi!"  

Malah ngambek.  

Gue mengangkat bahu seraya mengambil surat itu dari lembaran buku. Surat itu telah menguning dimakan usia. Gue membuka surat itu, mengambil secarik kertas di dalamnya, dan membaca tulisan yang tertera. Tulisan miring ini mirip tulisan Nyokap.  

Atau memang ini ditulis Nyokap.  

Eddenick, 1 Mei 1997  

Ini kesalahanku karena tidak membawanya ikut serta. Aku hanya membawa Mika dan segala kesedihanku yang larut karenanya. Aku menaruh segala rasa percayaku pada Mika, hingga aku menaruh portal menuju Dunia Nyata di kamar tidurnya. Aku tahu tindakanku mengandung konsekuensi yang dapat menyakiti Mika dan dia. Namun, aku tidak bisa melakukan apa-apa.  
Aku tahu kedepannya, dia menaruh dendam pada Mika. Aku tahu, dia yang akan menerobos portal secara ilegal untuk mencari Mika dan membawanya pada kegelapan. Namun, lagi-lagi aku tidak sanggup. Aku harus melakukan ini.  

Aku akan melupakan hal ini, menikah lagi, dan menjadi keluarga kecil yang normal. Aku akan melupakan Eddenick, melupakan sejarah itu, dan kemampuanku menutup portal.  

Ini surat terakhirku. Kusisipkan di kertas yang tersembunyi. Mungkin, hingga waktunya tiba, aku akan mengingat hal ini lagi, mempelajarinya perlahan. Namun tidak untuk saat ini, aku tak sanggup menerimanya lagi.  

Maaf membuatmu kecewa.  

Seseorang yang mencintaimu, Ayana.  

Gue pusing. Rasanya isi perut gue mau keluar. Mual. Semuanya terjadi tiba-tiba di bulan Mei. Membuat semua dunia gue terbalik ke bawah.

Gue on fire.

"Jadi," gue mengusap wajah dengan tangan kanan, sementara tangan kiri gue masih memegang kaku surat itu. "Jadi, dia kembaran gue? Yang nerobos portal itu dia?"

Ana mengangguk pelan.

"Tapi, kenapa?" tanya gue frustasi.

"Mungkin karena dia iri sama lo, Mik?" Ana menatap gue intens. "Dia iri sama hidup lo, hidup kembaran dia."

Gue terdiam. Kepala gue dikit lagi pecah. Semua info yang diberi Mello, Ana, dan Faren yang menjebak gue membuat gue, entahlah, sulit diungkap kata-kata.

"Surat ... surat ini ditujukan ke siapa?" tanya gue dengan alis tertaut samar.

Ana termangu, sama sekali gak nyangka gue bakal bertanya seperti itu. Pandangannya mengabur, dia membuang mukanya.

"Lo tau gak sih, Mik, kenapa nama lo Mika?" tanya Ana balik.

Meski bingung kenapa Ana bertanya seperti itu, gue menggeleng.

"Karena nama Ayah gue ... Dika."

Bohong.

"Maksud lo ... orangtua kita ..." gue gak berani meneruskan kata-kata.

Ana mengangguk pelan.

"Orangtua kita pernah pacaran. Dan mereka putus, karena alasan yang sama. Disebutkan di situ, portal dikasih ke anak yang paling dipercaya, yang berarti Bokap percaya sama gue. Karena itu, gue, gue mutusin lo," bahu Ana melemas, dia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

Gue menghela napas panjang. Rasanya rumit. Dari orang yang masuk ke portal secara ilegal ternyata kembaran gue, tentang hubungan gue dan Ana ternyata dulu terjadi pada orangtua kami, kepergian Miles ke Eddenick, Faren menjebak kami, dan perselisihan Para Petinggi. Apa gue udah menyebutkan semuanya? Mungkin ada yang belom. Lo bisa nyebutin apa lagi masalah yang gue hadapi saat ini.

Rasanya gue mau meledak saking pusingnya.

"Mik," panggil Ana.

Gue menengok ke arah cewek itu dengan lemas. Tangan Ana meraup tangan gue yang tergeletak lemas di meja. Iris hitam Ana menatap gue dalam.

"Kita emang gak ditakdirin bareng, tapi lo harus tau, Mik. Lo orang paling berjasa di hidup gue selama ini, yah, setelah Ayah dan Julian tentunya. Lo urutan ketiga. Sama seperti urutan di The Rules. Lo yang ketiga. Tapi itu bukan berarti lo terlupa," Ana tersenyum samar. "Bagi gue, lo berharga."

Perlahan, kerutan di dahi gue menghilang, berganti senyum yang tak mudah padam.

"Gue seneng denger itu langsung dari lo, Jules."

===M i K a===

A N A

Aku dan Mika mengobrol, bukan hal penting, apalagi hal rumit seperti Eddenick.

Suatu hal yang jarang kami lakukan mengingat banyak kejadian aneh terjadi belakangan ini. Kami tertawa. Membuka topik apapun. Dari sekolah, teman-teman, ask.fm, hingga muncul pertanyaan seperti "gimana caranya gajah masuk ke dalam kulkas?".

Sudah bercangkir-cangkir minuman kami habiskan. Tapi kami masih duduk. Mengobrol dan tertawa lepas. Aku bahkan memotret Mika saat wajahnya sedang nista. Dia membalasnya dengan memotret wajahku yang bengong klimaks.

Mungkin kami tidak menyadarinya dulu, tapi kami, entah bagaimana caranya, membuat satu sama lain menjadi nyaman dengan cara yang tidak biasa. Aku; jutek, cepat panik, dan sering membuat orang merasa terpojok. Bersama Mika; hangat, suka tertawa, mengambil hal positif dari suatu masalah.

Jika kisahku ini teenlit, mungkin Mika adalah tokoh protagonis. Aku? Antagonis.

Siapa sih cewek yang dikejar cowok selucu Mika bisa menolaknya? Cuman aku.

"Yeay, Jules bengong!"

Terdengat suara kamera memotret objek. Aku tersadar telah melamun. Dengan rasa malu, aku langsung mencubit pipi Mika.

"Dasar iseng!" aku cemberut.

Dengan wajah setannya, Mika membuka galeri di kamera. Sesaat kemudian, derai tawanya terdengar. Dia menunjuk fotoku. Posenya memang gak banget. Aku sedang melamun, lalu ujung sedotan malah masuk hidung bukannya mulut.

Jadi inget waktu Mika makan brownies bukannya dimasukkin ke mulut malah ke hidung.

"MIKA IH!" aku berusaha mengambil kamera digital yang dibawa Mika, cowok itu dengan tangkas mengangkat kameranya tinggi-tinggi sehingga aku tidak dapat menggapainya.

Mika tersenyum. "Na, tau gak, sih? Posisi lo yang berusaha ngegapai kamera itu mirip gue yang berusaha ngegapai lo. Gak mungkin bisa."

Itu nyesek, Bro.

Aku membalas senyumnya.

"Masa gue baca di ask.fm, kita emang gak saling memiliki tapi kita saling menikmati," ucapku jahil.

Mika langsung mendorong bahuku kencang-kencang. "Hush, ngomongnya."

"Becandaaa," aku tertawa lagi melihat wajah Mika memerah.

"Kamu liat dari mana sih yang gitu-gitu? Awas buka yang jorok-jorok. Aku omelin," cerocos Mika, mirip Ibu-Ibu rempong. "Kalo kamu buka yang jorok kayak gitu, entar otak kamu terkontaminasi. Terus kamu gak bisa konsentrasi lagi. Terus kamu jadi jorok terus mikirnya. Aku gak suka kamu ngomongnya gitu. Jangan ngomong gitu lagi."

Tuh 'kan. Mika edisi alim.

"Iya, Mama Mikaaa, ngertiii," mendengar nada bicaraku yang ngeyel, Mika langsung gemas. "Awas, ya. Jangan buka yang gitu-gitu. Apaan saling menikmati dari mana. Ciuman aja gak pernah. Kamu jangan mikir yang aneh-aneh!"

Ini Mika ... bener-bener mirip Ibu-Ibu rempong.

"Terus mau gitu ciuman?" tanyaku, jahil.

Untuk kedua kalinya, Mika mendorong bahuku hingga salah satu cangkir nyaris jatuh ke lantai.

"Ana kalo ngomong ih!"

Aku suka jika setiap hari seperti ini.

Tidak usah tebar janji sana-sini.

Hanya duduk dan tertawa.

===M i K a===

Sashi berguling-guling di kasurnya, sementara Mika garuk-garuk kepala melihat sahabatnya heboh sendiri.

"Kenapa," Sashi memberi jeda. "Lo sama Ana," jeda lagi. "SWEET BANGET!!"

"Bikin melt, ya," Mika tertawa jahil.

"Iya, ya ampun. Apalagi pas bagian Ana ngomong ke lo kalo lo ketiga tapi lo gak terlupa. Gue rasanya mau pingsan," ucap Sashi, mata bulatnya bersinar-sinar karena terkena cahaya laptop.

Mika melirik jam di tangannya. "Udah jam 9, nih. Gak tidur dulu. Besok bisa lanjut cerita kok. Lagi liburan ini."

Sashi tampak keberatan. "Jam 9 masih pagi buat seseorang yang ganteng. Lanjut!!"

"Astaga, Sashi," bahu Mika lemas. "Udah sembilan caramell machiatto gue abisin buat cerita-cerita ke lo. Capek ini mulut."

Sashi mulai berpose memohon. "Ayolah, Bang Mikong. Cerita lo itu unforgettable banget. Plis ya pliiis?"

"Capek!"

"Kalo gue ke Jakarta, gue traktir nonton plus jalan-jalan keliling kota, gimana?" tawar Sashi, alisnya turun-naik.

"Janji?" Mika mulai tersenyum lebar, lumayan, nonton bareng Sashi dan keliling kota. Dia bisa menjahili Sashi sepanjang hari. Bayaran impas untuk bercerita semalam suntuk.

"Iya, cepet ilah! Jam 12 gue ada acara," cetus Sashi.

"Acara?" alis Mika tertaut bingung.

"Bikin lagu di studio Bokap," jawab Sashi singkat. "Sekarang, cepet lanjut!"

"Iya."

"GAK PAKE LAMA, MIKONG!"

"YA SABAR NAPA," wajah Mika tampak emosi. "Besoknya, gue sekolah dan ..."

===M i K a===

a.n

haiii! hari ini panjang banget. dan hari ini sinyal putus-nyambung kayak lagu BBB. gue ga sempet balesin komen-komen gara-gara sinyal. hhhh

yap di chap ini mungkin gak terlalu setegang kemarin. gue mau ngajak lo relaksasi aja sama mikana. kayaknya cape dibawa tegang mulu tiap baca MOF HAHAHA

gue udah buat trailer matt and mou! yeay, belom diaplot tapi, kuota abis hiks. sekalian gue mau nanya, cast yang cocok buat Mika on Fire apa? kalo Mika, Logan Lerman. tapi buat yang lain belom nemu. semoga kalian kepikiran siapa yang cucoook

goodnight then!

Continue Reading

You'll Also Like

Lovakarta By Ayii

Teen Fiction

891K 95.2K 71
[COMPLETED] Lovakarta #1 Julukannya Hujan istimewa. Soalnya, Hujan yang satu ini selalu di damba-damba. 999 dari 1000 hati menyatakan ketertarikan pa...
66.3K 1.2K 2
[Series 2] "Dia itu my girl friend bukan my girlfriend. Jaraknya cuma sebatas spasi, tapi beda arti." -Johnatan Ivander- *** "Hukum negara kita terla...
68.2K 9.4K 33
Arina tidak menyangka hidupnya akan berubah 180 derajat. Keresahan pada sulitnya mendapatkan pekerjaan di kota metropolitan hampir membuatnya putus a...
600K 40.5K 41
--FIKSI REMAJA-- COMPLETED. Safira adalah siswi SMA yang bersahabat dengan empat cowok yakni: Elang, Dion, Jerry, dan Ian. Mereka ber...