It's your light

Galing kay deae16

6.4K 641 84

aksi penyelamatan berujung pada sebuah permintaan, akan dipertemukannya kembali dua orang asing menanti masa... Higit pa

-prolog-
-welcome back-
-siluet-
-understanding-
realize
clue
show up
relieved
little angle
prepare

-familiar-

471 56 1
Galing kay deae16

 Seorang pemuda berkacamata mengecek ponselnya yang baru ia hidupkan kembali selepas turun dari pesawat. Ada satu notif pesan terpampang di layar ponselnya, mengatakan kalau ia sudah ditunggu oleh yang menjemputnya.

 "Haah..." hela napas panjang pemuda itu keluarkan sebelum memasukkan kembali ponsel pintar itu ke dalam saku celananya.

 "Okay, let see what I can do for you here, By. Lo beneran ninggalin sesuatu yang sangat berharga di sini. Dan gue bakalan nepatin janji gue sama lo," gumamnya pelan. Merapikan jaket yang dikenakannya, pemuda itu pun menyeret koper sambil mengedarkan pandangan.

 Tak perlu mencari karena tak lama, ia merasakan seseorang menepuk pundaknya. Pemuda itu pun berbalik, menangkat satu alisnya. Agak kaget melihat siapa yang datang menjemput.

 "Welcome, Boby!"

----

 Vino termenung memperhatikan layar ponsel yang menampilkan sebuah sketsa seorang gadis. Tak terlalu menampakkan rupa asli si gadis, tapi ini adalah lukisan paling 'jelas' dari segala coretan yang telah dibuat Shania. Setidaknya menyamai sketsa orang hilang.

 Keningnya kembali berkerut saat mengingat kembali cerita Shania.

 Yaah, Shania akhirnya menyerah dan bercerita juga pada anggota keluarganya. Kecuali Gracia, karena tentu saja gadis kecil itu dilarang untuk ikut terlibat.

 Nama gadis itu Beby. Seorang gadis manis yang mempunyai lesung pipit. Berbadan kurus tinggi dan jidat lebar yang tertutup poni. Shania mengaku pernah beberapa kali mencoba untuk mencari gadis itu. Tapi seberapa pun ia mencarinya, tidak pernah ketemu. Sering kali ia kembali ke jembatan yang katanya sering gadis itu lewati pun, tapi tetap tidak ada. Mau bertanya juga, dia tidak tahu harus pada siapa karena daerah tempat mereka bertemu cukup jauh dari pemukiman.

 Vino kali ini menghela napas kasar dan mengusap wajahnya lelah. Cukup sulit untuk mencari orang dengan informasi yang sangat sedikit seperti ini.

Tok-tok-tok

 Ketukan di pintu menyadarkan Vino dari lamunannya.

 "Masuk!"

 Pintu pun terbuka, memperlihatkan seorang wanita cantik berkacamata. "Pak Vino, ada tamu."

 "Siapa, Kak Nat? Dan jangan panggil aku pake 'Pak', aku masih muda tau!" ujar Vino sambil berdiri dan berjalan keluar dari balik meja.

 Natalia memutar matanya malas mendengar nada manja anak bosnya itu. "Prosedur. Ini ada teman kamu. Ayo, masuk aja."

 Natalia menggeser badannya ke samping mempersilahkan seorang pemuda tinggi untuk masuk.

 "Yo, Boscil! Lama gak ketemu!" sapa pemuda itu pada Vino.

 "Eh, Dyo! Buset, sohib gue."

 Kedua pemuda itu pun saling merangkul dan menepuk punggung masing-masing. "Sehat, bro?" tanya Vino tertawa kecil pada sahabat yang cukup lama tak ia jumpai ini.

 "Sehatlah hehe...lo gimana? Sama orang rumah, aman?" tanya Dyo atau nama lengkapnya Maulidyo Djuhandar. Mereka sudah bersahabat sejak sama-sama kelas 1 SMA.

 "Yaah, begitulah, aman kok hehe..." balas Vino sambil nyengir.

 "Vin!"

 "Ya, Kak?"

 "Bukan maksud ganggu acara reuni kamu. Tapi nanti ada meeting setengah jam lagi," kata Natalia mengingatkan.

 "Oh, iya. Duh, gimana, ya...ini meeting penting lagi."

 "Udah gak papa. Habis gue ini mau ke rumah lo. Kebetulan Mami minta tolong buat jemput Gre pas gue bilang mau ke rumah buat jengukin Shania," ujar Dyo. "Lo tumben nelpon gue. Karena gue pikir ada hal penting, jadi gue mampir ke sini dulu." Lanjutnya.

 "Yaudah, Kak Nat tolong siapin aja semuanya dulu. Ntar kalau urusanku sama Dyo udah kelar, aku langsung nyusul ke ruang meeting."

 "Oh, oke," Natalia kembali menutup pintu, meninggalkan dua sahabat itu.

 "Eh, duduk Yo."

 "Jadi, lo mau gue nyari siapa nih?" tanya Dyo langsung ke inti ketika mereka sudah duduk di sofa.

 "Ini," Vino memperlihatkan foto sketsa dari ponselnya pada Dyo.

 "Gue minta tolong sama lo buat nyari ni cewek. Walau agak blur-blur gitu, tapi lo bisa, kan? Namanya Beby dan Shania terakhir ketemu sama dia sekitar delapan bulan yang lalu di Jogja," jelas Vino.

  "Hee..." Dyo memandang serius foto sketsa itu. Entah kenapa sepertinya dia pernah bertemu dengan gadis itu.

 "Kayak pernah ketemu, deh...tapi dimana, ya...?" gumam Dyo ragu.

 "Eh, lo pernah ketemu?" tanya Vino kaget mendengar gumaman pelan sahabatnya itu. Secercah harapan muncul untuknya.

 Dyo mengerutkan kening, kembali mengingat-ingat. "Ck, gue lupa, astaga! Tapi beneran, gue pernah ketemu ama ni cewek. Kalau gak salah waktu ada event lomba dance gitu di Jogja. Gue gak terlalu merhatiin karena gue gak sengaja ngenyenggol dia."

 "Waahhh thanks Yo! Thanks banget! Setidaknya kita bisa mulai dari informasi ini. Jadi, lo pasti bisa kan, nyari ni cewek?"

 "Gue usahain. Tapi lo juga ikut."

 "Iya, iya. Lo tenang aja. Papi dua hari lagi balik dari luar kota, jadi kita bisa ke Jogja dan cari tuh cewek sampai dapat!"

 "Sip! Kalau gitu gue langsung cabut, deh. Kangen gadis kecil gue," ucap Dyo sambil bangkit berdiri.

 "Eh, Dyo. Lo langsung bawa dia pulang ke rumah, ya. Kalau dia minta es krim, abaikan saja. Kemarin ngeluh sakit gigi, gak dibolehin makan makanan yang manis-manis sama es krim sama Mami."

 "Oke, boscil. Gue cabut dulu!"

 Vino menghela napas senang. Akhirnya ada petunjuk juga untuk mencari gadis itu. Semoga mereka dapat segera menemukannya dan membawanya pada Shania.

-----

 Vino baru saja berangkat ke Jogja bareng Dyo. Semua keluarga berharap kedua pemuda itu bisa menemukan Beby secepatnya. Sementara itu, Shania kembali berdiam diri di ruangan lukisnya.

 Sudah delapan bulan lebih sejak kejadian itu. Kenangan singkat dengan laki-laki yang sangat ia cintai. Sejak Beby muncul di hadapannya malam itu, tanpa ia sadari hati dan pikirannya hanya di penuhi oleh bayang-bayang gadis cungkring itu. Bahkan ia sempat lupa pada laki-laki itu saking fokusnya ia pada janji mereka dan menjaga janin yang ada dalam tubuhnya.

 Belakangan ini, sejak ia kembali memimpikan kecelakaan itu, bayangan laki-laki itu pun ikut muncul lagi. Seperti mengingatkannya bahwa tak seharusnya ia melupakan dia. Meskipun sudah ada yang baru.

 Gak...mana mungkin gue bisa ngelupain lo. Shania membatin miris. Meski sebenarnya ia sempat lupa, tapi Shania kekeuh tidak mengakuinya.

 "Mungkin karena itu, mimpi buruk itu nyamperin gue," gumamnya kali ini. Mulai merasa bersalah. "Ughh...maaf..."

 Shania menyandarkan punggungnya di sofa. Tangannya terangkat ke atas menutupi wajah yang perlahan basah oleh air mata yang tak mampu ia tahan lebih lama. Perasaan sesak itu kembali memakannya. Sesak akan kerinduan yang tak tercapai. Pada laki-laki itu juga pada gadis itu. Entah apa yang diinginkan oleh hatinya kini. Satu sosok yang tak mungkin ia dapatkan lagi dan sosok lain yang terasa sangat salah untuk bisa ia dapatkan.

 Mengapa perasaan itu harus muncul padanya saat aku merindukanmu, By..?

 Kembali mencoba mengingat rupa tampan itu. Shania merindukannya. Sangat. Tatapan mata tajam namun meneduhkan, rambut hitamnya yang lembut, garis wajah yang tegas, serta lesung pipit menggemaskan ketika ia tersenyum manis.

 Lesung pipit, huh...?

 Tubuh Shania seketika terpaku diam. Memaksa kembali ingatan yang hampir pudar akan rupa sang kekasih yang sudah tiada dan gadis cungkring itu.

 "Non sense."

-----

 "Maaf mas, tapi kami beneran gak tahu Beby lagi ada dimana. Cewek itu hanya datang ke sini jam Dua siang dan pulang jam Sembilan malam setelah dia selesai mengajari anak-anak di sini nari," jelas seorang laki-laki memakai kaos batik pada Vino dan Dyo.

 Vino menghela napas kasar. Harapan yang ia senandungkan sejak mereka berangkat tadi pagi seketika sirna ketika mereka akhirnya menemukan tempat Beby bekerja. Gadis berlesung pipit itu ternyata seorang pelatih nari. Dan hanya bekerja sekitar dua bulanan di pendopo tari ini. Laki-laki itu menjelaskan bahwa gadis yang bernama Beby Chaesara itu merupakan orang yang mudah bergaul apalagi terhadap anak-anak yang diasuhnya. Tapi gadis itu juga orang yang tertutup akan dirinya maupun keluarganya. Mereka bahkan tidak tahu alamat tempat tinggal gadis itu.

 Selain karena skillnya dalam menari dan orangnya yang juga baik, mereka tidak terlalu mengambil pusing dengan latar belakang Beby. Sudah mau mengajar di pendopo ini pun, mereka sudah sangat berterima kasih. Tetapi setelah mereka bubar di pendopo sehabis perform di saah satu acara, gadis itu tidak pernah kembali lagi ke pendopo. Meskipun mereka sudah menghubunginya berkali-kali pun, tetap tak ada kabar dari gadis itu.

 "Alamat, orang terdekat, atau apa pun petunjuk tentang dia...? Oh, ayolah kumohon tolong kami," Vino masih terus mencoba mencari petunjuk tentang gadis yang telah menyelamatkan adiknya itu.

 "Beneran mas, kami tidak tahu."

 "Mas masih ada kontaknya? Boleh kami minta?" tanya Dyo.

 "Ah, ada. Sebentar...ini."

 Dyo segera menyalin kontak Beby ke ponselnya. "Makasih mas. Setidaknya kami dapat sedikit petunjuk tentang dia. Kalau begitu, kami permisi dulu. Maaf sudah mengganggu."

 "Ah, ya, tidak apa-apa. Silahkan."

 Dyo menarik Vino untuk segera pergi dari pendopo itu. Dia melirik pemuda itu yang tampak sangat gusar karena pencarian mereka tidak sesuai ekspektasinya.

 Hari sudah sore ketika mereka mampir ke sebuah restoran. Dyo mengeluh lapar karena belum makan sejak tadi siang, hanya pagi sebelum mereka berangka tadi. Setelah memarkir mobilnya, Dyo menghela napas melihat Vino masih diam sejak tadi.

 "Turun gih. Gue laper banget nih."

 "Hm."

 Dyo melahap makanannya sementara Vino hanya mengaduk-aduk susu coklatnya yang sudah dingin. "Vin, makan dulu."

 "Hhh....kita harus cari kemana tuh cewek? Duh, bingung gue!" Vino mengacak rambutnya kesal.

 "Ah elah, tenangin otak lo bentar napa. Kalau bingung kek gitu mana bisa mikir. Lo gak asyik kalo lagi laper," canda Dyo dan nyengir geli sambil menaikkan dua cari damai pada tatapan tajam Vino.

 "Eh, tapi beneran. Lo tenang dulu, abisin makan lo cepet. Gue mau ngajak lo ketemu kenalan gue di sini. Dia juga pelatih nari dan cukup dikenal juga di daerah ini. Moga aja dia tahu tentang gadis yang kita cari ini," ujar Dyo.

 Vino yang mendengarnya mengangkat kepala yang kembali menunduk. "Eh, lo beneran? Kenapa gak bilang dari tadi!"

 "Gue laper! Makanya baru kepikiran sekarang. Udah ah. Cepet abisin makanan lo," suruh Dyo dan Vino dengan harapan baru segera mengisi perutnya yang ternyata juga sangat kelaparan.

 Dyo hanya berdecak pelan melihat tingkah sahabatnya ini. Semoga dia tahu siapa gadis yang tengah mereka cari ini.

-----

 Vino dan Dyo menunggu di depan pintu sebuah apartemen yang cukup mewah. Sebelum ke sini Dyo sempat menghubungi kenalannya itu dan mereka cukup beruntung orang itu sedang berada di tempat dan ada waktu luang. Jadi mereka tidak merasa menganggu. Meskipun orang itu tidak masalah jika kawan lama datang berkunjung sekalipun.

 Pintu pun terbuka, memperlihatkan seorang pemuda yang setara dengan mereka berdua. Tampan, walau hanya mengenakan kaos oblong dan jelana jeans sedengkul.

 "Dyo! Wah, udah lama banget. Ayo masuk," ajak pemuda berkacamata itu, membuka pintu lebih lebar untuk mempersilahkan tamunya masuk.

 "Thanks Nob, gue beneran gak ganggu ni, kan? Yaah...orang sibuk, nih," ujar Dyo dengan nada bergurau.

 "Gak papa, elah. Kayak sama siapa aja lo. Kebetulan gue lagi free satu hari ini."

 "Bagus deh. Oh ya, kenalin ini sahabat gue, Vino. Vin, ini Nobi," Dyo memperkenalkan mereka berdua.

 "Vino."

 "Nobi," Nobi menyambut baik uluran tangan Vino. "Jadi, ada perlu apa nih?"

 "Oh, ini...lo kenal cewek ini gak? Kami udah nyari dia ke salah satu pendopo tari di sini, tapi kami gak nemuin pentunjuk berarti selain dia pernah kerja ngelatih nari di sana. Lo kan cukup dikenal nih, di kalangan penari di sini, siapa tau aja lo kenal ama ni cewek," jelas Dyo langsung ke inti, menjelaskan maksud kunjungan mereka ke tempat Nobi.

 Nobi memperhatikan sebuah sketsa dari ponsel Vino dan mengerutkan keningnya ketika ia ingat pernah berkenalan dengan gadis itu.

 "Hmm...walaupun gambarnya kurang jelas, tapi kayaknya gue pernah ketemu ama nih cewek deh. Udah lama juga, sih. Kalau gak salah namanya Beby. Dia jago nge-dance, lebih dari gue malah," ucap Nobi.

 "Lo kenal dia? Lo tau dia dimana sekarang?" tanya Vino penasaran.

 "Kami sempat ngobrol beberapa kali. Dia orang yang tertutup walau sangat mudah bergaul juga. Gadis yang ceria dan aktif. Gue gak tau banyak tentang dia. Hmm, mungkin dia tau dimana gadis ini sekarang. Bentar, gue ambil ponsel gue dulu," tanpa menunggu respon dari Vino dan Dyo, Nobi langsung bangkit dari sofa dan berlari ke kamarnya.

 Vino menghempaskan punggungnya ke sofa, menghela napas lelah. "Gak segampang yang gue kira ternyata, ck..."

 "Ya, namanya juga nyari orang. Polisi aja belum tentu langsung nemu, bahkan butuh waktu berhari-hari. Ini juga, masih untung kita dapet kenalan yang juga tau ama tu cewek. Kalau enggak, gak tau kemana mau nyari info tentang dia..." Dyo ikut menyandarkan punggungnya.

Drrt...drrt...

 Ponsel Vino bergetar dan dia melihat nama Gege Calling di layarnya. "Ni bocah, napa nelpon?"

 "Eh, siapa?"

 "Gege," balas Vino singkat dan memencet tombol terima. "Ada apa, Ge-"

 "VIIIINNNNOOOO!!"

 Vino refleks menjauhkan ponselnya dari telinganya. Suara keras Gracia memotong sapaannya.

 "Ebuset! Tu bocah napa dah?" Dyo ikut kaget mendengar suara cempreng Gracia memanggil nama Vino.

 "VINO! Vin-Vin-Vin-Vin-"

 "IYA GEGE KENAPA?" Vino yang ketularan kesal balas teriak, seketika menghentikan racauan gadis kecil di seberang.

 "Gre, siniin ponselnya."

 Mereka mendengar suara Deva setelah Vino me-loud speaker ponselnya. Vino dan Dyo saling menatap heran dan penasaran.

 "Papi? Ada apa?"

 "Vin, kamu sama Dyo cepet balik ke Jakarta. Mami nemuin Shania pingsan di ruang lukisnya dan sampai sekarang dia masih belum sadar. Kami saat ini di rumah sakit," ujar Deva dengan suara tenang. Walau terdengar tenang, tapi Vino tahu pasti kalau saat ini papinya itu sedang cemas luar biasa.

 "Oke Pi, kami akan segera pulang," Vino mengakhiri sambungan dan menatap cemas Dyo.

 "Kita pulang sekarang?"

 "Iya."

 "Lo aja deh. Gue biar di sini dulu. Gue yakin siapa yang ditanyain sama Nobi ini bisa ngebantu kita nyari tuh cewek. Gue juga gak mau ngeliat Shania tertekan beban rindu kayak gitu."

 "Makasih banget, Yo."

 Vino dan Dyo bangkit berdiri bersamaan dengan Nobi yang keluar dari kamarnya.

 "Guys, gue udah ngehubungin temen gue. Katanya dia mau bantu dan bakalan ke sini."

 "Makasih, Nobi, tapi kayaknya gue harus segera balik ke Jakarta. Adek gue masuk rumah sakit. Gue bisa minta tolong, kan, buat nyari ni cewek?" pinta Vino.

 "Oh, bisa kok, bisa. Lo bisa percayain ini sama kita. Gue bakal cariin tu cewek sampe ketemu. Lo tenang aja," Nobi memberikan cengiran khasnya.

 "Thanks banget bro."

 "Yaudah, sana pulang, gih."

 "Oke, gue duluan ya."

 "Tiati Vin!"

-------

Upadate~

Duh, rada bingung juga mau gimana ini alurnya...hmm

Btw, makasih yang udah mau baca ya ^^

Yuklah vote+commentnya

D16

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

1.7M 58.5K 72
In which the reader from our universe gets added to the UA staff chat For reasons the humor will be the same in both dimensions Dark Humor- Read at...
98.4K 3K 76
Alastor X Female Reader You and Alastor have been best friends since you were 5 years old. With Alastor being the famous serial killer of your time...
868K 53.3K 117
Kira Kokoa was a completely normal girl... At least that's what she wants you to believe. A brilliant mind-reader that's been masquerading as quirkle...
1.2M 52.1K 98
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC