His Darkest Side

By Winnyraca

886K 123K 8.7K

Menjadi mantan wanita malam membuat Kania merasa tak pantas jatuh cinta pada Theo, si pria istimewa pengidap... More

PENGANTAR, KENAPA BERTEMA SINDROM ASPERGER DAN WANITA MALAM?
2. Bintang di Langit
3. Yang Tak Terjelaskan
4. Kai jangan takut...
5. Jangan bicara kasar, Kai.
6. Jatuh Cinta
7. Kucing kecil tidak suka?
8. Saya salah apa?
9. Oke ... barusan itu apa?
10. Bukan Kucing Kecil
11. Yang Melecehkan Dan Dilecehkan
12. Kenapa Dia Menjauh?
13. Patah Hati
14. Kita Teman, Ya?
15. Apakah dia pantas?
16. Katering Khusus
17. Aduh, Daddy!
18. Abang pernah?
19. Astaga! Apa-apaan ini?
20. Bagaimana ini?
21. Dia sejahat itu, ya?
22. Kamu mau meninggalkan semua?
23. Mencuri-curi kebahagiaan
24. Sampai waktunya habis.
25. Mengambil apa yang perlu
26. Yang Terpenting
27. Kupu-kupu Kertas
28. Maafkan Adek, Bunda
29. Terbakar bersamanya
30. Siapa nama kamu, Cantik?
31. Andai Kamu Masih Ada
32. Ini sangat menyakitkan
33. A song for Mama
34. Kenapa?
35. Punyaku!
36. Apa yang dia lihat ....
37. The Dark Comes Out
38. Kekecewaan Bunda
39. Segalanya menghilang
40. Karena dia tidak lengkap
41. Menjalani konsekuensi
42. Cara Yang Lebih Baik.
43. Kembali
44. Epilog
Extra Part 1 (Melakukan Yang Terbaik)
Extra Part 2 (Rasa Bersalah)
Extra Part 3 (Diremehkan)
Extra Part 4 (Kania Yang Luar Biasa)
Extra Part 5 (Beruntung)

1. Prolog

58.9K 3.7K 69
By Winnyraca

Ada darah di telapak tangannya. Bukan cuma darah, tapi juga gumpalan. Ya, Tuhan ....

Panik, Kania melemparkan gumpalan darah di tangannya, tapi benda lengket itu tidak mau lepas sama sekali. Lalu sebuah suara dingin dan kejam terdengar. Mula-mula lirih, tapi semakin lama semakin jelas dan membuatnya gemetar.

Pelacur! Pelacur! Pelacur!

Tangis Kania pun pecah. Dia mulai histeris dan berteriak keras.

"Aku bukan pelacur!"

Kania susah payah mengatur napasnya yang memburu. Tubuhnya basah kuyup oleh keringat saat dia terbangun dengan cara menyakitkan.

Barusan itu hanya mimpi, gumamnya, mimpi yang benar-benar buruk. Gemetaran dia mengangkat kedua tangannya dan dengan saksama mengamati. Tidak ada darah atau gumpalan di situ. Hanya keringat. Syukurlah.

"Mimpi buruk lagi lo, Kai?" Suara Veby terdengar dari arah pintu.

Kania menoleh dan tersenyum pahit. Sahabat Kania itu terlihat mengantuk dengan rambut dan pakaian kusut, tapi kecemasan di wajahnya membuat hati Kania menghangat.

"Iya, Ve. Sori, gue jadi bangunin lo, ya?" sahutnya penuh sesal.

Veby tersenyum. "Enggak pa-pa, kok. Lo mau gue temani?"

Kania menggeleng. "Enggak usah, makasih. Gue oke, kok. Lagian besok lo harus kerja. Gih, balik sana."

Veby menatapnya lama. "Yakin?"

"Yakin. Makasih, Ve."

Veby tersenyum. "Ya udah. Gue balik, ya."

Kania mengangguk sambil memaksakan sebuah senyum balasan untuk Veby. Saat pintu tertutup dan langkah Veby sudah tidak terdengar lagi, dia langsung mengembuskan napas keras-keras.

Hampir enam tahun berlalu, tapi mimpi yang sama masih terus mengganggunya. Bukan, bukan sekadar mimpi buruk sebenarnya, tapi ingatan tentang hidupnya di masa lalu. Masa-masa yang begitu ingin dia lupakan.

Susah payah, Kania turun dari ranjang dan melangkah ke meja kecil di sisi lain kamar kosnya yang sempit. Dituangnya air ke gelas dan diminumnya, tapi gemetar di tangan membuat dia tergesa-gesa meletakkan gelas itu kembali ke meja.

Lalu hal itu terjadi, tubuhnya gemetar hebat, dan dia luruh ke lantai sambil menangis.

***

"Bunda udah sering enggak sehat, Dek. Kita harus bisa jaga suasana hatinya." Grace berkata sambil menutup pintu kamar sang bunda, Gail, yang baru saja terlelap. Dia berjalan mendekati Sebastian, suaminya, yang sedang membuai putri mereka.

"Taruh Rivka di kamar dulu, Bas," lirihnya, yang disahuti anggukan Sebastian. Pria itu beranjak ke kamarnya, sementara Grace mendekati Theo yang sedang duduk di meja dapur dengan gelas air minum di tangannya sambil mendengarkan perkataan kakaknya dengan serius. Ekspresi wajahnya datar meski hatinya dipenuhi kecemasan yang sama dengan Grace. Malah mungkin jauh lebih besar.

"Apa kata dokter, Kak?" tanyanya sambil tercenung.

Grace menghela napas. "Gastritisnya makin mengkhawatirkan. Kemarin ada luka yang lumayan, Bunda sempat muntah sampai warnanya hitam. Kakak sampai takut lihatnya. Belum lagi gula darahnya. Sudah begitu, Bunda susah banget dibilangin," gerutunya. Dia duduk di depan Theo dan menuang air untuk dirinya sendiri.

Theodore Alexander atau Theo berkedip lambat. Bungsu keluarga Alexander itu merasa sangat khawatir sekarang. Dengan gelisah dia meremas-remas jemarinya, sebelum memandang pada sang kakak ipar yang sudah kembali dan kini ikut duduk bersama.

"Abang, Bunda sayang banget sama Abang, kan? Coba, deh, Abang yang ngomong," pintanya.

Sebastian mengerjap, lalu menatap Grace. "Abang takut," jawabnya ragu.

Theo menghela napas. Dia tahu permintaannya terlalu berat.

"Enggak bisa minta Abang juga, Dek. Adek, kan, tahu kalau Bunda pintar main sama psikologinya Abang, kasihan Abang nanti."

Grace menatap adiknya lekat. "Kayaknya Bunda beneran kepingin Adek punya pasangan, deh. Coba, Dek, cari pasangan dulu."

Theo termangu. Dia menatap Grace dan mengembuskan napas berat. "Adek belum ketemu yang cocok, Kak," akunya jujur. "Belum ada yang mirip Bunda atau Kakak."

Grace menghela napas. Di mata sang adik memang tidak ada perempuan sebaik Grace dan ibunda mereka, dan itu benar-benar merepotkan.

"Ya ampun, Dek. Enggak bisa gitu, dong," katanya. "Setiap perempuan itu beda, unik. Coba, deh, Adek dalami langsung karakter perempuan yang Adek kenal, pasti ada keunikan yang akan membuat Adek enggak perlu membandingkan dia dengan Bunda atau Kakak."

Theo tercenung, lalu dia menatap kakak iparnya. "Ada pendapat, Bang?" tanyanya.

Sebastian hanya tersenyum tipis. "Sama dengan Grace," jawabnya pendek.

Theo terkekeh-kekeh geli. Sebastian selalu satu suara dengan Grace, sama persis seperti ayah dan bundanya dulu.

Ah, betapa indah hubungan yang dimiliki ayah dan ibunya, juga yang dilihatnya pada Grace dan Sebastian. Hubungan yang murni, berlandaskan cinta dan semua alasan yang benar untuk diperjuangkan.

Salahkah dia mengharapkan yang sama? Boleh, kan, dia menginginkan tulang rusuknya yang hilang? Dia menginginkan wanita yang tepat dan mampu membuatnya merasa lengkap. Karena meskipun dia dibesarkan dalam kesempurnaan cinta keluarga, tapi tetap saja, ada yang kurang. Dia tidak sempurna. Ada sebuah lubang menganga yang harus ditutup, sebuah gembok yang membutuhkan anak kuncinya, dan sampai saat ini, Theo masih belum punya gambaran kapan dia akan menemukan wanita itu. Wanita yang akan menerimanya dengan seutuhnya, seperti Gail yang menerima Revan, sang ayah, dan Grace yang menerima Sebastian.

Huh ..., siapa bilang Theo tidak ingin cepat-cepat punya pasangan?

Continue Reading

You'll Also Like

350K 16.5K 39
Pemenang wattys 2017 #Highest rank 5 In Poetry [17.12.2017] Rank 52 in Poetry [23.08.2018] Rank 43 in Poetry [29.08.2018] Rank 1 in Tentang Rasa [25...
146K 8.8K 39
Aku terabaikan. *** "Papa, Tara lelah." "Papa minta maaf." "Tara, mama pulang." "Aku suka sama Mbak Tara." *** Aku kehilangan dia yang sebelumnya sel...
1.4K 333 32
Queenala selalu percaya kalau satu-satunya anggota keluarga yang bisa ia pilih adalah pasangannya. Nala masih berusia 18 tahun ketika memutuskan meny...
624K 69.1K 42
Di tengah rencana balas dendam karena kematian keluarganya, Freya Fabian justru mengalami amnesia dan jatuh cinta pada Dean Harshad―target yang sedan...