TRS (3) - Mika on Fire

By wulanfadi

2.5M 190K 26K

Mika, cowok aneh, suka berbicara sendiri, bertingkah konyol dan berturut-turut menjadi badut kelas ternyata m... More

TRS [3] - Mika on Fire
M-J :: (1) Jam 12
M-J :: (2) Sarapan
M-J :: (3) Kenapa?
M-J :: (4) Jatuh
M-J :: (5) Bertukar
M-J :: (6) Dekat
M-J :: (7) Rasa
M-J :: (8) Tertangkap
M-J :: (9) Pesta
M-J :: (10) Pukulan
M-J :: (12) Ngobrol
M-J :: (13) Tau
M-J :: (14) Nyaris
M-J :: (15) Rencana
M-J :: (16) Sistem
M-J :: (17) Kejar
M-J :: (18) Kenapa?
M-J :: (19) Lagi
M-J :: (20) Makan
M-J :: (21) Pertunjukkan
M-J :: (22) After
M-J :: (23) Akhir
TRS (3) - Epilog
One-Shot

M-J :: (11) Berita

70.3K 6.9K 616
By wulanfadi

M-J :: (11) Berita

==============

Sudah tiga minggu berlalu sejak kepergian Miles, Fortles, dan Jules. Ketiganya kembali ke Eddenick lagi. Tak ada kabar apapun dari mereka. Karin juga tidak muncul di hadapan gue lagi. Hidup gue kembali seperti semula. Makan-tidur-makan-jahit-tidur. Gak ada hal menarik apapun.

Gue menghembuskan napas berat. Perasaan gue belum tenang sebelum tau kabar dari Eddenick.

Melihat langit-langit kamar, gue jadi inget punya Miles. Awan-awan tiga dimensi. Gue kangen liat awan-awan itu. Gue berguling ke kanan.

Aduh, jatoh.

Kayaknya galau atau enggak, gue selalu jatoh dari kasur. Kasian ini pala. Kejedug mulu.

Mendengar iPhone gue berbunyi, gue langsung mengeceknya.

LINE dari Juna dan yang lain.

Juno: Baby-kuuu semuaaa. Jalan-jalan yok!

Abang Somad: Lo kapan gak gila, sih, Jun?

Om Roro: Jalan-jalan kemana? Awas lu ya kalo Kafe Alaska, bosen.

Setrong: Plis kalian jangan jalan-jalan mulu, gue kanker, nih.

Liyang: WEY MIKA, DISINI DITULIS 6 READ, LO BACA JUGA GAUSAH SILENT READER DAH

Om Roro: Weitseh, Mikong dilabrak.

Gue menaikkan alis, lalu mengetikkan pesan.

Mika: Apaan?

Juno: Baby-ku, Mikong. Plis deh. Gausah se-desperate itu karena kembaranmu mewek pergi ke alamnya. Masih ada kite-kite. Meski gue tetep kepo Maudy Ayunda di sana kayak gimana, tapi gue bersyukur ma baby Mikong selamet.

Abang Somad: Jun, bahasa lo geli. Kayak ABG salah gaul.

Setrong: Setuju, HAHAHA.

Juno: Wey, canda doang ilah.

Mika: Lo semua gak ngerti.

Setelah gue ngomong gitu, butuh waktu yang lama untuk seseorang membalasnya. Ternyata, Matt yang pertama kali membalas.

Abang Somad: Kita ngerti perasaan lo, Mik. Gue juga sedih denger kabar kalo Faren jebak lo, segala macem. Tapi, lo harus get up. Lo udah bolos sekolah tiga minggu. Kasian Nyokap lo. Lo pasti tau rasanya gak punya Bokap, dan lo tau 'kan gak selamanya Nyokap lo yang jadi tulang punggung keluarga? Ayolah, mana Mikong yang suka teriak-teriak? Yang sering lari-larian karena liat setan?

Juno: Lo gak ikut The Rules gak apa-apa, kok. Asal lo jadi Mikong yang suka bengong.

Mata gue melotot. Juna ngomong gitu? Langka banget. Harus di-capture. Berarti gue bebas dari The Rules. Satu beban langsung terlepas dari bahu gue.

Makasih Juna.

Tau aja gue gak bisa ikutan gituan di situasi gini.

Mika: Iya, besok gue sekolah, deh. Kangen 'kan lo semua sama gue.

Juno: Gayaan. Gak jadi kangen deh. Sono galau sampe nangis darah.

Mika: Pulang lewat mana lo?

Jadilah kami saling bercanda dan mengejek sepanjang siang. Saat gue sedang asyiknya tertawa karena humor Julian, muncul Karin tiba-tiba. Gue berhenti tertawa dan menatap Karin sesaat.

Terdengar ketukan pintu kamar.

Gue menengok ke arah sumber suara. Tanpa memperdulikan Karin, gue berjalan menuju pintu dan membukanya. Mello. Adek gue itu tampak rapi dengan sweater hijaunya. Rambut hitam legamnya dikuncir kuda. Mata Mello yang bulat menatap gue penuh harap. Perempuan kedua yang gue sayang setelah Nyokap langsung menempelkan kedua telapak tangannya, pose memohon andalan Mello.

"Plis-plis. Hari ini band Mello kekurangan bassis. Plis-plis-plis, Kak. Sekali ini aja jadi bassis, gimana?" ucap Mello beruntun.

Gue menaikkan satu alis, sesaat gue menatap Karin yang seolah ingin mengatakan sesuatu, lalu kembali melihat Mello.

"Aku ikut. Kamu tunggu di bawah, ya," ucap gue singkat. Mello mengangguk dengan wajah lega, saking senangnya dia mencium pipi gue berkali-kali sambil berucap "makasih". Setelah gue bilang "iya-iya", Mello turun ke lantai satu sambil berjingkrak.

Mello emang gokil.

Gue menutup pintu, lalu mengambil mantel di kapstok. Karin masih melayang di tengah-tengah kamar, menatap gue gak percaya.

"Kamu pasti tahu maksud aku ke sini, Mik?" tanya Karin pelan. Gue menatap pintu kamar berwarna cokelat. Sama sekali gak melihat ke arah Karin. "Mika?"

Gue memakai mantel, membuka pintu, dan gak melihat ke belakang lagi.

Gue udah capek.

Bener kata Faren.

Kita bukan siapa-siapa.

Beberapa menit kemudian, gue sudah menyetir city car milik Nyokap dengan Mello duduk di samping gue.

Kami terdiam. Mello sibuk dengan ponselnya. Mungkin menelepon Rina, salah satu anggota band mereka sekaligus adik Moureta. Mello dan Rina memang membentuk sebuah band kecil-kecilan. Selain mereka, ada tiga cowok di band itu. Awalnya gue gak setuju soal band Mello, tapi karena dia gigih bergelut di bidang musik, gue gak bisa nahan terus menerus.

"Kamu sibuk banget kayaknya?" tanya gue, membuka pembicaraan. Mello melirik gue sebentar sebelum menaruh ponselnya di tas. "Kakak keliatan kacau."

"Sekacau itu?"

"Yap," Mello menghembuskan napas panjang. Seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Perempuan berumur 15 itu menatap gue dalam. "Kak, ada hal yang harus Kakak tau."

"Apa?" tanya gue dengan mata tetap fokus ke depan.

"Kak Mika punya kembaran."

Jawaban Mello membuat gue memberhentikan city car Nyokap dengan mendadak. Membuat mobil di belakang gue mengklakson. Gue menatap Mello seolah dia bercanda. Tapi perempuan itu tampak serius. Dengan perasaan makin kacau, gue menepikan mobil di bahu jalan.

"Kamu kalo ngomong jangan bercanda," sentak gue halus.

"Aku gak bercanda, Kak. Aku baca buku non-fiksi punya Mama yang gak dia terbitin. Dan aku nemuin itu, Kak," ucap Mello meyakinkan. "Mama pernah nikah sama seseorang, dan lahir Kak Mika sama kembaran Kakak. Tapi orang itu ninggalin Mama dan bawa kembaran Kakak pergi bersamanya. Trus Papa sama Mama nikah, lalu, lahir aku."

"Jadi," gue mencengkram kemudi saking kacaunya. "Kita beda ayah, Mell?"

Seolah takut gue akan pergi, Mellody langsung meraup tangan gue dan menaruhnya di pipi. Kebiasaan dia kalau takut sesuatu yang dia sayang pergi.

"Ta--tapi gak ada yang berubah 'kan? Kak Mika tetep jadi Kak Mika yang biasanya?" tanya Mello, mata bulatnya berkilat-kilat penuh harap.

Gue tersenyum miris. "Iya lah, Mell."

===M i K a===

A N A

"Kamu kok bengong?"

"Eh, Ayah?"

Aku bergerak canggung sewaktu menyadari Ayah duduk di sebelahku. Dengan pelan, Ayah tersenyum dan merangkulku. Kebiasaan Ayah kalau tahu anaknya ada masalah. Meski Ayah sibuk sampai-sampai selalu pulang malam, tapi dia tetap memperhatikan anak-anaknya. Satu hal yang membuatku sangat menyayangi Ayah.

"Kamu ... mikirin cowok itu?" tanya Ayah tepat sasaran.

Aku menunduk dalam. "Cowok siapa?"

"Mika Indra Astyan?" pancing Ayah. Mataku langsung melotot. Melihat reaksiku, Ayah tertawa kecil. Ah, aku lupa. Ayah selalu tahu hal apapun yang dirahasiakan anak-anaknya.

Suasana yang hening membuat Ayah menghela napas panjang.

"Kamu tau kenapa cowok itu bernama Mika?" pertanyaan Ayah membuatku menggelengkan kepala. "Karena nama Ayah adalah Dika."

Hah?

"Kok?" aku menengok ke arah Ayah, membiarkan angin sepoi-sepoi dari angin yang masuk ke jendela kamarku menutupi sebagian wajah.

"Ibu Mika, dulu mencintai Ayah. Jadi, dia menamakan anaknya Mika," Ayah tersenyum simpul. Wajahku memucat karena telah menebak apa yang terjadi dulu. "Kamu tau, kenapa nama kamu Ana?"

Aku lagi-lagi menggeleng.

"Karena nama Ibu Mika adalah Aya," jawab Ayah pelan.

Aku kayak kena serangan jantung.

"Jadi, dulu Ayah sama Tante Aya ..." aku mengerjapkan mata berkali-kali saking tidak percayanya. Ayah hanya tersenyum, lagi. "Dulu kami pernah berpacaran. Dan, ya. Kami putus karena perbedaan itu."

Ouch.

Siapa sangka kejadian Ayah dan Tante Aya berulang pada anak-anaknya?

Aku mengeluarkan buku yang diberi Mello tempo hari. Sudah tiga minggu buku ini ada di tanganku. Tapi aku belum berani membacanya. Ayah seolah mengerti aku ingin sendiri, dia pamit dam mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. Setelahnya, Ayah keluar dari kamarku.

Aku menatap buku usang itu, menimbang-nimbang.

===M i K a===

"MIKA!"

Mereka berhenti memainkan alat musik. Rina dan Mello saling tatap. Sementara yang dipanggil hanya menatap bingung ke sumber suara. Barulah kala pintu studio terayun membuka, Mika membuang muka. Ternyata Juliana.

"Lo harus ikut gue," cetus Ana seolah bumi akan gonjang-ganjing. Ana langsung berderap menuju Mika dan menarik tangan cowok itu. Mika bertahan di posisi duduknya, membuat Ana langsung gemas.

"Ini penting, Mik!" tegas Ana.

Mello dan Rina berdeham. Membuat Mika tersadar. Cowok itu melepas tangan Ana kasar sebelum bertanya pada Mello. "Tadi dari kunci A ke kunci G, ya?"

Ditanya seperti itu, Mello salah tingkah. Antara ingin menjawab dan segan pada Ana. Muka Ana berubah keruh. Cewek itu menggigit bibirnya yang bergetar. Setelah menghembuskan napas berkali-kali, Ana memaksa wajah Mika berhadapan dengan tangannya.

"Alesan kenapa gue ngejar lo waktu itu, karena gue, sejujurnya, masih peduli dan sayang sama lo, Mik. Gue peduli. Tapi gue gak pernah bilang itu ke lo. Gue sayang. Tapi gue tau kita gak bisa bersama. Karena itu gue jauhin lo. Lo ngertiin gue, dong! Gue berusaha. Harusnya lo juga," deru napas Ana semakin tak teratur, begitupun Mika. Hening yang panjang terjadi. Mereka masih berada di posisi itu hingga Mika benar-benar menatap Ana. Cowok itu mendesah lirih sebelum menarik Ana keluar dari studio.

"Apa yang mau lo bilang?" meski Mika bertanya singkat, tangan cowok itu tetap menggenggam tangan Ana, erat.

Ana menjawab, dengan sangat lirih. "Gue tau siapa yang masuk ke portal secara ilegal."

Mata Mika melebar.

===M i K a===

11-05-14

a.n

haiiiii!

di sini chapternya kayaknya galau-galau gitu HAHAHA gatau deh padahal gak lagi galau

dan ending chapter ini ... GAK AKU GAK NGERTI KENAPA JATOHNYA GANTUNG?!?!

sudahlah, mungkin gue, tanpa sadar, suka ngegantungin orang karena digantungin UN sebulan (eh)

oiya, tengkyu buat 3.1 k votesnya nyawww!

goodnighttt!

Continue Reading

You'll Also Like

Lovakarta By Ayii

Teen Fiction

891K 95.2K 71
[COMPLETED] Lovakarta #1 Julukannya Hujan istimewa. Soalnya, Hujan yang satu ini selalu di damba-damba. 999 dari 1000 hati menyatakan ketertarikan pa...
KARSA By Marionette`

Teen Fiction

531K 97.3K 63
[Pemenang Wattys 2021 Kategori Young Adult] Semenjak dikalahkan secara berturut-turut selama 3 semester pertamanya menduduki SMA Bina Bangsa, Karin...
66.3K 1.2K 2
[Series 2] "Dia itu my girl friend bukan my girlfriend. Jaraknya cuma sebatas spasi, tapi beda arti." -Johnatan Ivander- *** "Hukum negara kita terla...
2.6M 350K 34
"Emang kenapa kalau jam sebelas kembar?" "Katanya bisa ngabulin permohonan. Lo nggak tahu?" "Nggak, nggak suka percaya gituan." Jaebi Immanue...