"Putus lagi?"
Umji tersenyum melihat Vernon yang datang ke kedai kopinya dengan wajah ditekuk.
"Ada customer tuh ditanyain 'ada yang bisa dibantu?' bukan malah ditanya 'putus lagi?'"
Mendengar gerutuan Vernon, Umji tertawa sambil mengangguk. "Oke, oke. Ada yang bisa dibantu, Tuan Choi?"
"Pacaran, yuk."
Catatan pesanan di tangan Umji sampai jatuh karena Umji kaget mendengar ajakan mendadak Vernon yang terdengar spontan. Baru Umji ingin bawa perasaan tapi setelah melihat wajah Vernon ia urungkan niatnya untuk baper.
"Kamu tuh sukanya tempel sana sini, giliran diputusin aja jadi urakan."
"Kalau urakan tandanya sayang, kan?"
Umji tersenyum kecut. Menghadapi teman yang dimabuk cinta— menghadapi Vernon yang sedang urakan bukanlah hal yang mudah, untung Umji sudah biasa didatangi Vernon saat manusia itu berubah jadi lelaki rewel dan manja.
"Mocaccino satu, kan? Sana duduk. Kamu membuat antrian."
"Tambah strawberry latte satu."
Belum sempat Umji bertanya lebih lanjut, Vernon sudah berbalik dan keluar, duduk di samping kedai seperti biasa. Kalau sudah begini, panggilan selanjutnya adalah
"Umji, antarkan pesanan Vernon. Selanjutnya biar aku saja yang melayani pelanggan."
Umji mendecak dan mengiyakan perintah seniornya. Kebiasaan Vernon saat sedang urakan, seenaknya meminta seniornya untuk memberi Umji jam kosong demi menemaninya, lebih tepatnya mendengarkan curhatan panjang lebar kali tinggi dari Vernon.
"Satu mocaccino, satu strawberry latte. Sudah, ya. Aku mau pulang, banyak tugas."
Umji menaruh pesanan Vernon di meja dan akan berbalik pergi saat Vernon menarik tangannya pelan, walaupun pelan juga Umji sampai jatuh terduduk di samping Vernon.
"Apa, sih, istimewanya si Kang Daniel itu dibanding aku? ..."
Vernon mulai cerita panjang lebar dan Umji seperti biasa setia mendengarkan. Hari ini kasusnya adalah Vernon yang kedua kalinya diputuskan, kali ini oleh Kim Doyeon, demi senior populer si Kang Daniel.
Vernon menghembuskan nafasnya di akhir cerita, sedangkan Umji hanya menyeruput strawberry lattenya. Iya, itu untuk Umji.
"Apa, sih, istimewanya kamu dibanding kak Daniel?"
Vernon menatap Umji tidak percaya. "Aku ini tampan, kapten tim sepak bola, main rapper di klub musik, lead dancer di dance club, akademik bagus. Kurang apa?"
"Kak Daniel juga."
"Kamu kok bukannya belain aku?"
"Waktu kamu putusin Chaeyoung, dia tanya apa istimewanya Yeri dibanding dirinya, terus pas putus sama Yeri, dia tanya apa istimewanya Mina dibanding dirinya, terus Mina tanya apa istimewanya Somi dibanding dia, Somi juga tanya apa istimewanya Yebin dibanding dia. Begitu terus sampai Eunwoo tanya apa istimewanya Doyeon dibanding dia."
Vernon tertegun mendengar ucapan panjang lebar dari Umji.
"Sekarang aku tanya, kamu jawab. Apa istimewanya Yeri sampai kamu putusin Chaeyoung?"
Vernon terdiam.
"Apa istimewanya Mina sampai kamu putusin Yeri?"
Vernon masih diam. Bumerang yang dia lemparkan tadi serasa berbalik ke arah dirinya.
"Apa istimewanya Somi sampai kamu putusin Mina?"
Iya, iya. Vernon sudah tahu kesalahannya.
"Apa istimewanya Yebin sampai kamu putusin Somi?"
"Iya, iya. Aku sadar—"
"Apa istimewanya Eunseo sampai kamu putusin Yebin?"
"Udah, aku ud—"
"Apa istimewanya kak Chaeyeon sampai kamu putusin Eunseo?"
Umji terus bicara sambil menatap lurus ke depan dengan ekspresi polosnya. Jari-jarinya ia manfaatkan untuk menghitung jumlah mantan Vernon.
"Apa istime—"
Jangan berpikiran macam-macam. Umji bukan berhenti bicara karena dicium Vernon. Tapi mulutnya dibekap Vernon yang kesal sekaligus gemas karena Umji tidak mau berhenti bicara.
"Anak orang itu, woy. Pacaran jangan di tempat kerja, dong."
Jackson, senior Umji di kampus sekaligus pemilik kedai kopi tempatnya bekerja, juga sepupu Vernon, berteriak menggoda dari balik jendela tempat Vernon dan Umji duduk.
Umji buru-buru melepaskan tangan Vernon dari wajahnya dan merapikan rambutnya.
"Ish!"
Beberapa detik wajah kesal Umji berganti jadi senyuman manis. Vernon tahu kalau begini pasti Umji akan mengeluarkan seribu jurus agar Vernon tersenyum. Padahal tidak usah repot-repot. Lihat senyum Umji saja sudah membuat Vernon tersenyum.
"Hansol ganteng."
"Geli."
"Pacaran, yuk."
Vernon yang sedang meminum mocaccinonya terbatuk.
"Kan Hansol ganteng, baik hati, tidak sombong, rajin menabung, terus kalau ngegombal tuh ya perempuan mana sih yang tahan. Biar tiap pagi aku disms selamat pagi, terus malamnya diucapin selamat malam lewat telepon. Tiap minggu dikasih bunga, dibawa kencan ke tempat-tempat menyenangkan. Selalu nyemangatin kalau pacar lagi susah. Duh, boyfriend goals banget, deh!"
Biasanya Vernon akan tertawa mendengar celotehan Umji. Tapi kali ini dia malah tertegun. Ada perasaan seperti cahaya masuk dari jendela yang terbuka setelah dibiarkan tertutup terlalu lama.
Mendengar Umji berbicara begitu, Vernon bertanya-tanya. Bagaimana perasaan Umji saat Vernon bercerita tentang kisah putusnya? Apa hal-hal tadi adalah hal yang diinginkan Umji darinya? Apa Umji menyukainya?
Yang terpenting, apa yang merasuki pikirannya selama ini sampai ia baru sadar sekarang kalau gadis di sampingnya ini lebih banyak ada dalam pikirannya dibanding kenangan dengan jumlah total mantannya?
"Yah, gak ketawa."
Umji terlihat kecewa dan mengambil lattenya untuk diminum.
"Ayo, Ye."
"Pulang? Yuk. Mau mampir ke taman TK dulu? Siapa tahu suasana hatimu jadi baik."
"Bukan. Pacaran denganku."
Kali ini Umji yang terbatuk. Niatnya menatap Vernon diurungkan, ia sibuk mencari-cari tisu dalam tas kecilnya. Tapi gerakannya terhenti saat Vernon dengan lembutnya memberishkan latte di wajah Umji dengan sapu tangannya.
"Sebelum kamu tanya. Aku gak bercanda, ya. Aku serius."
"Cieee akhirnya setelah sekian lama ditembak juga!"
"BERISIK JACKSON WANG!"
Vernon kembali mengalihkan perhatiannya pada Umji. Begitupun Umji yang menatap Vernon, menelisik setiap senti wajahnya, mencari tanda-tanda kebohongan. Nihil. Vernon memang sedang serius.
"Kamu juga bilang serius setiap kali kamu mau tembak mereka."
Vernon menghela nafasnya. Dia tahu, mengejar Umji pasti akan jadi sangat sulit setelah semua yang terjadi. Sejurus kemudian, ekspresi Vernon berganti senyuman. Diusapnya rambut Umji dan dirapikannya rambut yang mengganggu pemandangan Vernon dari wajahnya.
"Ya udah. Gak usah dijawab sekarang. Yuk, pulang."
Tanpa aba-aba, Vernon menggandeng Umji dan berjalan santai dalam diam sampai ke depan rumah Umji.
"Masuk sana. Aku ingatkan lagi, Ye. Aku gak bercanda, dan aku gak akan berhenti bahkan sampai tua nanti kalau perlu. Kamu itu bagian hilang yang selama ini aku cari. Kedengaran seperti gombalan, ya? Memang gombal sih, tapi itu gombalan pertamaku yang jujur. Dan itu baru satu."
Kalau Jackson ada di sini, pasti dia akan berkata, "Dengan ini resmi sudah dimulainya perjuangan Vernon mendapatkan cinta pertamanya."
∞∞∞∞∞
Hnggg menggeliat.
Reposted: July 2020