LUNA; The Beautiful Moon [Dee...

By BundanyaBae

13.3K 2.1K 751

Mendapat keberkahan dari Goddess of Selene, Bae Jinyoung di berikan kekuatan terkuat di antara seluruh Pack y... More

First
Three; Heartbreak
Explain
Four; Luna
Five; Hurt
Six;Defeat in victory
Seven; My Mate
Eight; My Mate(2)
Nine; Wedding
Ten; The Night[WARNING]

Two; Decision

1.7K 309 130
By BundanyaBae

Langkah tegas sosok tinggi itu membawa nya memasuki kastil megah itu, di ikuti aura suram yang membuat orang-orang yang ingin berpapasan dengannya harus mengurungkan niat mereka dan memilih menyingkir dan membungkuk sopan pada calon pemimpin mereka di masa depan itu.

Melewati pilar pilar tinggi dengan ukiran rumit yang memperindah tampilan pilar tersebut, sosok tinggi itu mempercepat langkahnya.

Mata setajam elang itu menatap lurus ke arah depan, tatapannya terlihat kalut dan bingung namun raut wajahnya tetap datar seperti biasa, begitu mudah mengontrol ekspresi wajahnya.

Kreaat

Pintu kayu hitam itu terbuka sedikit kasar, sosok lelaki itu melangkah masuk kedalam ruangan yang dia tuju dengan mantap, metapa sosok lain yang berada di dalam ruangan yang sedang memunggunginya.

"Aku menemukannya Ayah." terdengar kekalutan di dalam nada bicaranya, sosok yang di panggil ayah tadi pun membalik tubuhnya, menatap Putra semata wayangnya.

"Lalu?"

Sedangkan yang di tatap hanya menunduk, tangannya terkepal menahan emosi. "Aku tidak bisa."

Alis lawan bicaranya mengerut, "tidak bisa?"

"Aku hanya menatap matanya, dan di sini.." lelaki bersurai coklat keemasan itu mengangkat tangan kanannya, menekan tepat di dada kirinya, merasakan bagaimana organ penopang hidupnya berpacu di sana, bahkan hanya mengingat bagaimana mata berhiaskan manik shappire itu. "Rasanya aku tidak bisa menjelaskannya, aku tidak bisa membunuhnya bagaimana ini?"

Helaan napas berat keluar dari sosok sang Ayah, masih menatap putranya yang tidak mengubah posisi menunduknya.

"Maka terimalah Nak." sebuah suara lain muncul dari arah pintu masuk.

Lelaki tampan itu mengangkat kepalanya yang sejak tadi merunduk lalu menoleh ke arah sumber suara yang sedang berjalan mendekatinya.

Sosok lelaki itu berjalan begitu anggun, dengan jubah berbulu yang terlihat begitu mewah di padukan dengan sulaman kain sutra berwarna coklat membuat sosoknya semakin Indah, jangan lupakan manik kembar berwarna biru muda itu begitu cantik, pertanda posisinya yang adalah seorang Luna di Pack ini.

"Tapi ibu, dialah penyebab kematianku nanti, aku satu-satunya penerus Ayah jika ibu lupa." terdengar nada sedikit kesal di dalamnya, lelaki itu menatap sosok ibunya dan di hadiahi sebuah senyuman menenangkan.

"Lalu kau akan apa Jinyoungie? Bahkan kau lemah hanya menatap matanya."

Jinyoung, lelaki bersurai coklat keemasan dengan manik kembar senada dengan langit malam itu terdiam, kembali menunduk menghindari tatapan mata sang ibu yang menatapnya begitu lembut.

"Bantulah aku ibu." suara Jinyoung terdengar memohon penuh putus asa, kentara sekali dia sedang kalut saat ini, bagaimana tidak kalut jika kematianmu sudah jelas di depan mata? Bahkan Jinyoung yang notabennya adalah calon Alpha terkuat pun ketakutan karenanya.

Usapan lembut Jinyoung dapatkan pada pipinya, membuatnya merasa sedikit tenang meski hanya sedikit.

"Ibu tidak pernah menyarankanmu untuk membunuhnya sayang tidak, kau sudah terlalu banyak membunuh kau tau itu." suara lembut sang Ibu kembali mengalun, Jinyoung kembali menundukan kepalanya.

"Aku hanya ketakutan." lirih Jinyoung, sang Ibu tersenyum maklum dia paham betul ketakutan putranya itu.

"Jika kau memang tidak bisa membunuhnya, kenapa tidak mencoba menjaganya? Dia seorang Luna benar?"

Jinyoung mengangguk, tidak heran dari mana ibunya tau status Mate-nya, karena kemampuan langka yang ibunya punya sebagai seorang Luna di packnya membuatnya dengan mudah membaca isi hati anaknya, "Dia Luna Ibu, matanya sangat Indah sama seperti mata Ibu, tapi jauh lebih indah."

Kembali sosok ibu itu tersenyum teduh, di tatapnya manik mata sang Putra yang benar-benar mirip dengan Ayahnya, begitu tajam penuh wibawah ketegasan dan keangkuhan namun menyimpan suatu rahasia jika kau bisa mengulik tatapan itu lebih dalam lagi, "Kalau begitu lindungi dia, dapatkan hatinya, maka ibu menjamin kutukan ini akan menjadi keuntunganmu sayang."

"Tapi dia membenciku ibu." Jinyoung sedikit frustasi, membunuhnya saja dia tidak bisa apalagi mendapatkan hatinya? Sedangkan pertemuan pertama mereka bukanlah suatu kejadian yang bagus.

"Pack lain akan menggunakan ini sebagai kelemahan Jinyoung, Luhan." Ayah Jinyoung menginstruksi keduanya, suasana mendadak tegang terlihat sang pemimpin nampaknya kurang setuju dengan anjuran yang istrinya itu berikan.

Manik kebiruan Luhan menatap sang suami dengan lembut namun penuh ketegasan. "Maka dari itu aku menyuruhnya melindunginya, Sehun."

Sosok pemimpin itu memasukkan salah satu tangannya kedalam saku celana kain yang dia kenakan, menatap istrinya yang sudah menemaninya lebih dari duapuluh tahun ini.

"Bukan kah itu akan merepotkan??" Sehun kembali menyela.

"Jadi kau yang akan membunuhnya?"

Bungkam, Sehun menatap putranya yang terlihat berpikir, dia bisa saja membunuh Luna itu, tapi bagaimana nasib Jinyoung yang akan kehilangan Matenya? Akan kah dia bisa melihat putranya hidup dalam penderitaan karena kehilangan seorang Mate yang bahkan baru di temuinya sekali?

"Apa Jinyoung akan merelakannya?" Luhan mengalihkan pandangannya pada Jinyoung. "Apa kau ingin dia mati??"

Jinyoung hanya terdiam, pertanyaan Luhan begitu mengganggunya, di dalam dirinya sedang bergulat dengan sisi Wolfnya.

Sisi Wolf Jinyoung tidak menginginkan kematian sang Mate, tapi di sisi lain Jinyoung juga tidak ingin menanggung resiko akan kutukanya.

'Jangan bunuh Mate kita Jinyoung! Dia milik kita takkan melukai kita!'

'Tidak melukai apanya? Kau tidak ingat kutukan itu? Dia adalah satu-satunya yang bisa membunuh kita.'

'Jika kau mati dia akan mati juga Jinyoung, begitu pun sebaliknya.'

'Aishh kenapa semua ini begitu sulit.'

Jinyoung menggeram tertahan setelah perdebatannya dengan Wolf miliknya.

"Tanyakan pada Jiwamu Jinyoung hanya itu." ucap Luhan lagi.

Menghela napas berat Jinyoung memejamkan kelopak matanya sebentar, menyembunyikan manik hitamnya untuk beberapa saat sebelum kembali terbuka dengan kilatan tajam penuh keyakinan.

"Biar aku yang akan membunuhnya dengan tanganku, jangan ada yang menyentuhnya." ucapnya final

"Jinyoungie.." Luhan menatap putranya khawatir, dia benar-benar tidak yakin, kehilangan Mate adalah sebuah ketakutan terbesar kaum Wolf shifter seperti mereka, kehilangan Mate sama saja kematian secara perlahan untuk pasangannya yang masih hidup dan itu akan sangat menyiksa.

"Aku tidak bisa membiarkan kelemahanku hidup ibu, aku tidak ingin Pack kita hancur, aku adalah penerus satu-satunya RedMoon Pack Ibu, ku mohon mengertilah."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bulu mata lentik itu bergerak pelan di ikuti dengan kelopak mata yang mulai terbuka secara perlahan.

Mengerjap dengan perlahan hingga akhirnya benar-benar terbuka mempertontonkan manik biru shappire yang menawan.

Berusaha membiaskan cahaya yang masuk kedalam retina matanya, pemilik mata shappire itu mendudukan tubuhnya sendiri, menatap memendar ke sekelilingnya, tempat dia berada sekarang terasa asing.

Meregangkan tubuhnya sebentar, pemuda manis itu baru menyadari bahwa dia berada di atas sebuah ranjang berukuran king size dengan cover berwarna hitam polos.

Masih dengan pandangan menelisik keseluruh ruangan, warna yang di dominasi hitam dan putihlah yang di dapat pemuda itu.

"Ini bukan kamarku." gumamnya pelan, suaranya terdengar berat dan serak, kerongkongannya terasa kering secara tiba-tiba.

Mencoba ngingat kembali kejadian yang terjadi sebelum kesadarannya menghilang, pemuda manis bermanik biru itu bertanya pada wolfnya.

Beberapa kali mencoba berkomunikasi, namun tak ada jawaban dari sang Wolf hanya keheningan berkepanjangan yang terjadi, dia bahkan tidak bisa merasakan kehadiran wolfnya itu.

Kembali berusaha keras, pemuda itu memutar otaknya, mencari-cari apa yang sekiranya dapat dia ingat sebelum berada di tempat asing ini.

Dan tak berapa lama pun dengan kepala yang sedikit berdenyut nyeri dia mampu menangkap potongan-potongan kejadian yang sempat dia alami sebelumnya.

Bayangan packnya yang di Serang langsung melintas cepat di kepalanya, dan pada akhirnya segala kejadian itu kembali berputar memaksanya untuk terus mengingat kejadian itu hingga akhir.

"Arghhhh!!" Jihoon mengerang kesakitan, pusing melandanya secara tiba-tiba membuat napasnya tercekat ketika suara Wolfnya terdengar di dalam kepalanya mengeluhkan sesuatu.

"Mate kita! Mate kita ada di sini!"

Clek

Jihoon tersentak menoleh ke arah pintu yang terbuka lalu kembali di tutup.

Shapire biru milik Jihoon membelalak melihat sosok itu berdiri di dekat pintu, menatap dirinya dengan manik hitam onix yang seakan menyedotnya dengan tatapan itu.

Deg

Deg

Deg

Jihoon masih terdiam di posisinya saat melihat sosok matenya mengambil langkah mendekat dengannya, tampang dingin dan keras itu seakan mampu menghipnotis Jihoon agar tidak mengalihkan pandangannya barang sedikit pun.

Aroma maskulin dan pinus segar yang berasal dari sosok itu membuatnya tak bisa menahan diri untuk tidak terbuai, mengikuti insting dan nalurinya, Jihoon memejamkan shappirnya lalu menyesap dalam-dalam aroma memabukkan yang menguar di udara itu memenuhi paru-parunya.

Dan ketika maniknya telah terbuka, sosok itu telah berdiri di hadapannya dengan begitu angkuh, wajah tampan tanpa cela itu menatap tanpa ekspresi, Jihoon masih tidak bisa membuang tatapannya kearah lain, matanya terpaku pada onix gelap itu.

Jinyoung, sosok tingginya berdiri tepat di sebelah tempat tidur yang Jihoon gunakan, berusaha memantapka hatinya atas apa yang akan dia lakukan nantinya, berusaha tidak terlalu larut dalam shappire yang menyesatkan itu, berusaha mati-matian agar tidak langsung merengkuh sosok Jihoon yang begitu manis di hadapannya.

Tak ada percakapan di antara keduanya, kegiatan mereka masih saling menatap satu sama lain dengan tatapan menginginkan, namun tak berapa lama ekspresi Jihoon berubah keras ketika mengingat sosok inilah yang membunuh ayahnya di depan matanya sendiri.

Buku-buku jari Jihoon memutih ketika sang empynya mengepalkan tangan erat, aura membunuh itu langsung Jihoon layangkan begitu saja dan hal itu dapat Jinyoung rasakan membuat pandangannya semakin dingin menatap Jihoon seakan tatapannya itu mampu membekukan Jihoon saat itu juga.

Namun ekspresi tegang Jihoon tak berlangsung lama, karena setelah mendengar suara deep itu menyapa indranya yang tajam raut wajahnya mendadak kosong.

"Aku memberimu kesempatan, bertarunglah denganku hingga salah satu di antara kita ada yang mati."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tbc

No coment, ini kacau banget jelek aduh aku gak tau nih mau di bawa kemana ceritanya bingung mau bunuh siapa Jihoon kah Jinyoung kah?

Maaf kalau lama update kesibukan bener-bener menyita banget.

Kritik dan saran sangat di butuhkan untuk kemajuan sebuah cerita, kemarin ada yang kritik ff bunda berasa ftv dan sinetron maaf banget kalau ada yang ngerasa begitu.

Sabar yah tungguin bunda love you all 😘😘😘😘

Continue Reading

You'll Also Like

2.3K 286 10
erine dom jangan salpak
809K 60.7K 57
"Werewolf lemah! Tak berguna! Kau seharusnya tidak lahir ke dunia ini!" Aku sering mendengar kalimat itu tertuju untukku. Menyakitkan memang, tapi it...
655K 57.7K 91
Rate 18+!!! Bagaimana perasaan mu dikejar-kejar oleh pria-pria aneh dan bertemu dengan pria tampan yang ternyata bukan lah manusia. Dan tinggal dirum...
78.7K 5.2K 38
"p-pak, lu cuman mau minta maaf kan? Bukan mau ngelakuin hal macam macam kan?" "Saya ga macam macam kok, hanya satu macam aja" "Mile benar benar menc...