Seharusnya ✔

By kaamuffled

123K 9.7K 2K

"Seharusnya lo gak begini. Seharusnya-" "Seharusnya seharusnya seharusnya. Berhenti bilang seharusnya karena... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Epilog
Davka's Side Story

Bab 25

2.6K 238 65
By kaamuffled

"Ajarin gue cuek sama perasaan gue sendiri dan gue akan ajarin lo gimana caranya tahan sakit hati setiap harinya."

※※※※※

Kata orang, cinta pertama itu paling sulit untuk dilupakan dan akan susah untuk berpaling darinya.

Mungkin seharusnya Afreen bersyukur bahwa cintanya kali ini bukanlah cinta pertamanya. Cintanya ini hanyalah sebuah kesalahan yang dilakukan oleh mulutnya tanpa melibatkan hati, akal dan logika. Cinta yang terucap hanya karena ingin membalas seseorang. Tapi kenapa rasanya tetap menyakitkan?

Hari ini mungkin menjadi hari yang menyebalkan bagi seorang Afreen. Baru saja ia mulai belajar mencintai seseorang itu, tapi dengan mudahnya ia menghancurkan hatinya begitu saja. Afreen menghela napasnya perlahan.

Kilasan demi kilasan saat Raehan memeluk gadis itu masih terekam jelas di pikirannya. Tadi ia langsung berlari begitu saja. Ia belum mendengarkan penjelasan dari Raehan atas hal itu. Mungkin saja hal yang dilakukan oleh Raehan hanyalah didasarkan oleh rasa kasihan? Mungkin iya atau mungkin saja tidak.

Sebagai seorang pacar yang baik, bukankah ia harus percaya dengan Raehan? Mau mendengar dari sudut pandangnya dan tak boleh kalah dengan egonya. Sekali lagi Afreen menghela napas panjangnya. Ia yakin bahwa Raehan pasti tak bermaksud menyakiti hatinya. Ia tahu itu. Satu hal yang harus ia lakukan, yaitu percaya.

Lamunan Afreen terpecahkan oleh suata dentingan bel kecil yang berbunyi akibat terbentur pintu masuk kafe yang dibuka oleh seseorang. Awalnya Afreen tidak menghiraukan hal itu hingga seseorang itu kini sudah duduk tepat di hadapannya.

"Davka?"

"Hay!"

"Lo ngapain di sini?"

"Duduk dan napas."

Afreen merotasikan bola matanya. Lagi-lagi ia harus mendengar jawaban ajaib dari mulutnya.

"Pesen makan dulu dong," pinta Davka yang segera disanggupi oleh Afreen.

Tak menunggu waktu lama, seorang pelayan datang menghampiri mereka berdua kemudian ia memberikan sebuah buku menu dan pergi.

"Jadi, lo mau green tea atau vanilla?"

"Gue maunya lo!" sahut Davka yang seketika merubah raut wajahnya menjadi terlihat lebih serius.

Melihat hal itu, Afreen menatap wajah Davka dengan banyak tanya di kepalanya. Sebenarnya Davka ini kenapa?

"Apaan sih? Gak lucu tau, gak?" sahut Afreen tanpa melihat Davka dan mengalihkan perhatiannya kepada buku menu yang diberikan oleh sang pelayan beberapa saat yang lalu. Jari telunjuknya bergerak mengetuk dagunya beberapa kali sembari terus menimang-nimang kue apa yang hendak ia pesan.

"Gue serius!" ucap Davka yang menaikkan sedikit nada bicaranya supaya Afreen tahu bahwa ia tak ingin bercanda saat ini.

Mendengar ucapan Davka, Afreen menurunkan buku menu tersebut dan melipat kedua tangannya di depan dada. Kedua matanya menatap malas ke arah Davka namun ia berusaha menumpukan atensi sepenuhnya kepada Davka.

"Mau lo apa?"

"Berapa kali lagi harus gue bilang, kalo gue maunya lo."

Afreen kembali menghela napasnya kasar dan menyenderkan tubuhnya pada sandaran kursinya. Tak berniat menjawab, ia mengalihkan tatapannya ke arah titik air yang mulai bergulir di kaca kafe yang berada di sebelah kanannya. Ternyata sudah hujan, pikirnya.

Tak kunjung mendapatkan jawaban dari Afreen, Davka kembali mengeluarkan suaranya. "Kalo gitu, ajarin gue!"

Mendengar ucapan itu, Afreen kembali menatap Davka dengan tatapan menuntut sebuah penjelasan dari Davka.

Davka yang ditatap seperti itu, hanya tersenyum. Sebuah senyum cerah nan tulus yang selalu ia suka sejak dulu. Senyum yang mampu mengubah dunianya.

"Ajarin gue cuek sama perasaan gue sendiri dan gue akan ajarin lo gimana caranya tahan sakit hati setiap harinya. Gimana?"

Afreen terkejut mendengar ucapan Davka. Apa yang sebenernya ingin diucapkan oleh Davka?

"Maksud lo?"

Tanpa menjawab pertanyaan Afreen, Davka kembali tersenyum. Ia meraih tongkatnya yang ia letakkan di sebelah kursinya. Setelah dirasa posisinya sudah pas, ia bangkit dan berdiri di hadapan Afreen. Kemudian ia mengacak pelan rambut Afreen yang masih terpaku menatapnya.

"Karena kita akan sama-sama butuh itu."

Tanpa menunggu reaksi dari Afreen, Davka segera berlalu keluar dari kafe tanpa menghiraukan hujan yang masih deras mengguyur tubuhnya. Ia berjalan perlahan menjauh dari kafe itu.

Davka menengadahkan wajahnya ke atas. Suasana hatinya benar-benar sangat kalut dan pikirannya sedang bingung. Apa yang harus ia lakukan?

*****

"Afreen!" pekik Davka saat ia melihat Afreen yang berlari menjauh.

Teriakan itu ternyata terdengar hingga Raehan. Ia segera melepaskan dekapannya dan menoleh ke belakang dimana ia bisa melihat adiknya yang tengah berteriak sembari menatap seorang cewek berambut panjang, Afreen.

Raehan kembali menatap cewek di depannya. "Kamu pulang duluan aja, ya."

"Tapi—"

"Sekarang, okay?" ucap Raehan yang segera disanggupi oleh cewek itu.

Saat memastikan bahwa cewek itu sudah pergi, Raehan hendak menghampiri Davka, namun ternyata adiknya itu sudah berada di hadapannya dengan kedua tangan terkepal serta wajah yang memerah.

"Umm Dav, gue—" ucapan Raehan terhenti kala secara tiba-tiba pukulan tangan Davka mendarat di tembok tepat beberapa senti disebelah wajahnya.

"Diem, bang!"

"Tap—"

"GUE BILANG DIEM!" bentak Davka. Ia menarik tangannya lagi dan memposisikannya di sebelah tubuhnya.

Davka benar-benar tak habis pikir dengan kakaknya. Apa dia hanya bermain-main?

"Dengerin gue dulu, Dav."

Davka menarik tangannya kemudian ia menutup kedua matanya dan menghela napasnya pelan. Setelah ia merasa bahwa emosinya sudah sedikit menurun, ia kembali membuka kedua matanya dan menatap kedua mata kakaknya tajam.

"Dia itu mantan gue waktu gue SMP dulu. Waktu itu gue putus sama dia karena kesalahan gue. Dan sekarang dia balik lagi dan dia ternyata udah maafin gue. Jadi—"

"Stop! Oke. Gue tau. Jangan dilanjutin lagi."

"Maaf gu"

"Lo gak perlu minta maaf sama gue. Tenang aja. Gue gak marah sama lo. Lo kakak gue dan gue gak berhak marah sama lo. Tapi satu hal yang harus lo tau, bang. Gue kecewa sama lo. Gue gak pernah ngerasa se-kecewa ini. Dan gue gak tau, apa gue masih bisa ngeliat lo dengan tatapan yang sama setelah ini," Davka mulai melangkah menjauh dari Raehan. "Maaf bang, kalo gue jadi adek durhaka. Tapi gue bener-bener gak bisa berpura-pura lagi setelah ini."

Dan Davka pun pergi meninggalkan Raehan dan segala rasa bersalah yang membuncah di hatinya.

'Sorry Af. Ternyata gue bego banget. Ini semua salah gue.' batinnya.

[TBC]
⚫⚫⚫

Ada yang familiar sama bab ini? Ahahahahaha 😳

Hahaha
Kalo adegan ini udah muncul tandanya.......... Davka mau pamit.hehehehe 😆

Continue Reading

You'll Also Like

Dunia Aray By Rain

Teen Fiction

237K 18K 42
Dibalik ketegaran dari seorang Aray Naufal Alam. Kehilangan orangtuanya membuat hidup Aray berubah drastis, dimana dulu hari-harinya diwarnai dengan...
3.5K 689 34
Kata mereka yang tidak tau, hidup Seohyun itu menyenangkan dan selalu diberkati oleh teman-teman nya. Tidak, hidup Seohyun tidak seperti yang kalian...
3.2K 323 25
[SPIN-OFF SPARK] [SUDAH TERBIT] Blurb: Vanko Dickson dikenal seperti pangeran berkuda yang menarik semua mata. Pujian seolah terus tercurahkan padany...
575K 22.4K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...