Seharusnya ✔

Von kaamuffled

123K 9.7K 2K

"Seharusnya lo gak begini. Seharusnya-" "Seharusnya seharusnya seharusnya. Berhenti bilang seharusnya karena... Mehr

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Epilog
Davka's Side Story

Bab 22

2.5K 278 50
Von kaamuffled

"Gue gak apa-apa dan akan selalu gak apa-apa."

※※※※※

Pagi ini menjadi hari yang berbeda bagi Afreen. Biasanya sebelum berangkat, ia akan membuka gorden kamarnya dan melihat ke arah pintu pagar. Biasanya, saat Afreen melakukan hal itu ia bisa melihat Davka yang tengah berdiri di sana sembari sesekali memainkan skateboard miliknya. Dan biasanya, saat Afreen melihat semua itu paginya seketika menjadi ceria.

Tapi pagi ini berbeda. Pagi ini tak ada skateboard. Yang ada hanyalah kendaraan besi beroda empat. Ia bisa melihat seorang cowok keluar dari sana dan melambai ke arahnya. Afreen tersenyum manis membalas sapaan cowok itu dan segera berjalan keluar rumah.

Saat Afreen bergerak memasuki mobil itu, ternyata ada satu lagi penumpang di kursi belakang. Siapa lagi kalau bukan—

"Davka?" ujar Afreen tak percaya yang segera dibalas lambaian tangan dari Davka serta cengiran lebarnya.

"Tumben lo mau bareng abang lo naik mobil," ujar Afreen yang masih keheranan.

Mendengar hal itu, Davka memberengut kesal. Ia kembali memasang headphone yang ia letakkan di belakang kursinya dan merebahkan tubuhnya di kursinya kemudian memejamkan kedua matanya.

"Dia gak boleh naik skate lagi sama bunda," sahut Raehan dari balik kemudinya.

Afreen yang sejak tadi memandangi Davka kini pandangannya beralih kepada Raehan yang tengah berada di sebelahnya. "Loh, kenapa?"

"Lo gak lihat kalo di bagasi belakang ada tongkat?"

Afreen kembali melirik ke belakang dan mendapati keberadaan tongkat yang diletakkan di bagasi belakang.

"Kemarin waktu dia ke Seaworld sama bunda, dia nyelamatin anak kecil yang hampir jatoh. Sialnya, dia gak memperhatikan langkahnya sendiri dan akhirnya ya gitu. Pergelangan kakinya patah."

"Patah? Seserius itu?"

"Gak juga, sih. Ya, retak dikit deh. Gak parah banget. Kata dokter gitu, sih," sahut Raehan santai. "Ini aja aslinya gak diijinin sekolah sama bunda. Tapi dia ngeyel."

"Ceroboh banget ya, dia."

"Iya. Gue sampe susah jagain dia."

Dan suasanya seketika menjadi hening. Raehan yang fokus dengan jalanan, Afreen yang masih terpaku pada ponselnya serta Davka yang entah sejak kapan benar-benar tertidur pulas.

"Gue sayang banget sama dia," ujar Raehan tiba-tiba yang membuat Afreen menoleh ke arahnya dengan kedua mata yang membulat.

Raehan melirik ke arah Afreen dan terkekeh. Sejak pertama kali ia mengenal cewek dingin ini, baru kali ini ia melihat wajah Afreen yang begitu lugu dan nampak menggemaskan. Tangan kiri Raehan menarik pipi Afreen sehingga membuat cewek itu mengaduh kesakitan.

"Pipinya dikondisikan dong, neng."

"Ih apaan sih? Sakit tau!" ucap Afreen sembari mengelus pipinya yang memerah.

Sedangkan Raehan masih tetap tertawa. Apalagi wajah Afreen kini semakin terlihat lucu di matanya. 'Gue beruntung bisa dapetin lo,' gumamnya.

"Ehem! Kalo pacaran bisa nanti aja, gak? Sekolah udah kelewatan, by the way," sahut Davka yang ternyata sudah terjaga dan seketika membuat Raehan panik.

Afreen pun bereaksi tak jauh dari Raehan. Ia menjadi salah tingkah. Terutama bila ia memikirkan apa yang mungkin Davka pikirkan bila ia melihat hal tadi.

Setelah Raehan memutar mobilnya dan memarkirkannya di dalam sekolah, Raehan berjalan memutar dan membukakan pintu untuk Afreen.

"Selamat datang, my princess," ucapnya dengan gaya ala-ala kerajaan.

Afreen hanya mengikuti permainan Raehan dan tersenyun kecil. Raehan benar-benar berlebihan.

Setelah memastikan pacarnya sudah keluar dari mobil, Raehan membukakan pintu belakang dan terlihatlah Davka dengan wajah muramnya.

"Kenapa sih mukanya gitu? Bikin polusi aja."

"Lo lebay! Pake manggil  princess segala"

"Jomblo mah diem aja!" ucapan itu rasanya bagai belati yang menembus jantungnya. Sakit.

Davka semakin memberengut kesal. Membuat Raehan merasa gemas dan mengacak-acak rambutnya. "Ayo turun!" ucap Raehan yang ternyata sudah berjongkok di depan Davka.

Davka memandangi punggung Raehan dengan ragu. Untuk apa kakaknya melakukan hal itu? Apakah kakaknya tidak akan keberatan bila menggendongnya? Apakah kakaknya nanti tidak akan kelelahan? Apakah kakaknya sanggup menggendongnya hingga ke kelasnya yang berada di lantai 2?

"Kak?" ujar Davka yang dijawab dehaman kecil dari Raehan.

"Yakin?" tanya Davka ragu.

"Iya gak apa-ap— ASTAGHFIRULLAHAL'ADZIM! DAVKA!" pekik Raehan tiba-tiba saat Davka dengan tak berperasaannya melompat di punggung Raehan.

"Ayo pesawat! MAJU!" pekik Davka dengan tangan kiri yang merangkul leher Raehan dan tangan kanan yang menggenggam tongkatnya.

Afreen yang melihat hal itu seketika tertawa terbahak-bahak. Apalagi melihat wajah Raehan yang memerah seperti itu membuatnya semakin lucu. Dan ia pun berjalan mengikuti kedua kakak beradik itu sembari memeluk erat tas milik Raehan diikuti tawa yang tak henti dari wajahnya.

Ternyata pagi ini tidak buruk juga, pikirnya.

*****

"Fix! Cita-cita gue nanti jadi dokter."

Kailasha melirik ke arah Diego yang masih berdiri di sebelah Davka yang tengah sibuk memakan bekalnya. Kali ini Diego berkunjung ke kelas Davka yang mulai sepi karena jam istirahat telah berbunyi.

"Loh, bukannya lo mau jadi pilot, go?" tabya Kailasha bingung. Pasalnya sejak kecil, Diego selalu berambisi menjadi seorang pilot.

"Setelah gue pikir-pikir lagi, enakkan jadi dokter," sahut Diego.

"Enak apanya?" kali ini Davka menimpalinya.

"Ya enak aja gitu. Apalagi kalo pasiennya kayak Davka yang cerobohnya gak ketolongan. Kan gue bisa kaya," ujar Diego yang seketika dihadiahi pukulan dari tongkat Davka.

"Tega lo, ya. Manfaatin sahabat sendiri!" ujar Davka kesal.

"Lagian lo kenapa lagi sih, Dav?" tanya Kailasha sembari melirik ke arah kaki kanan Davka yang terlihat masih terbalut perban putih. Ia diijinkan untuk tidak memakai sepatu karena ia kesulitan untuk menggunakannya.

"Kepeleset, keseleo, ya gitu."

"Kenapa bisa kepeleset?"

"Nolongin bocah."

TAK!

"APAAN SIH LO JITAK GUE MULU?!" pekik Davka kesal akibat ulah Diego.

"Gue bilang apa? Gak usah sok pahlawan kalo gak bisa jaga diri sendiri."

"Ya terus emang gue harus diem aja gitu ngeliatin anak kecil celaka?" sahut Davka kesal.

"Ya kan banyak orang, Dav disana."

"Orang banyak. Yang bantuin ga ada," sahut Davka ketus. Davka kemudian mengalihkan perhatiannya lagi kepada makanan yang baru ia habiskan setengahnya. "Udah ah, ga usah dibahas. Gue emang begini. Gak usah banyakan protes. Gue juga gak parah kok."

Suasana seketika hening. Kailasha diam-diam melirik ke arah Diego seakan ia sedang bertanya sesuatu. Dan Diego pun menaikkan kedua bahunya seakan mengatakan bahwa ia tidak tahu. Melihat respon Diego, Kailasha menghela napasnya kemudian kembali melirik ke arah Davka yang terduduk di hadapannya dan sibuk dengan bekalnya.

"Emm Dav," sahut Kailasha lirih.

Davka melirik ke arah Kailasha dengan tatapan bertanya.

"Emm Raehan beneran udah jadian sama Afreen?"

Davka terdiam sejenak. Namun sedetik kemudian, senyumnya terkembang. "Iya."

"Lo...umm gak papa?"

"Gue?" Tawa Davka meledak saat itu juga. "Emang gue kenapa?"

"Ya... lo kan su—"

"Gue gak suka," ujar Davka cepat memotong ucapan Diego.

"Lo serius sama ucapan lo? Buka karena sifat kelewat baik lo itu, 'kan?" tanya Diego dengan nada sedikit ketus.

"Enggak. Gue serius," ujar Davka dengan senyumnya. Namun siapa sangka bila dibalik ketegaran hati seorang Davka, terdapat begitu banyak luka sayatan yang ditorehkan oleh orang-orang di sekitarnya.

"Gue udah sering bilang 'kan kalo gue gak apa-apa dan akan selalu gak apa-apa." sahut Davka dengan santainya. "Gak usah lebay gitu ah!"

[TBC]
⚫⚫⚫

Hahay!

Makasih ya buat semua yang udah baca^^

Gak nyangka aja gitu udah di part 22 hahaha makasih banyak yaa semua^^

See you 🙋

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

1.4M 123K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
MARSELANA Von kiaa

Jugendliteratur

1.6M 39.1K 17
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
410 38 20
"Hidup hanya memberikan dua pilihan yang pahit, antara perlahan menunggu datangnya kematian atau mati sekarang". ^⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠_⁠^ "Maaf aku gak...
3.1M 242K 38
SUDAH TERBIT DENGAN ENDING BEDA (INDI) PART MASIH FULL Hold, Hold on, Hold up to me Cause I'm a little unsteady A little unsteady Momma, Come here Ap...