Nikah?

By gitlicious

702K 23.2K 1.9K

Memiliki calon suami dengan dua adik laki-laki yang berkelakuan absurd membuat Brigita harus banyak bersabar... More

Cast
01.
02.
04.
05
06
07
08
9
10
11
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

03.

13.8K 2.7K 208
By gitlicious

Toyota Harrier berwarna putih milik Yiraga membelah jalanan Ibu Kota yang cukup padat. Selama perjalanan Leo terus mengoceh tentang teman les biolanya yang bernama Nindy. Mengetahui Leo mempunyai teman untuk berinteraksi selain keluarganya membuat Yiraga terlihat begitu senang sehingga percakapan kami di dalam mobil menjadi lebih berwarna.

Mobil yang kami tumpangi pun akhirnya sampai di salah satu mall terbesar di bilangan Senayan. Setelah beranjak ke toilet untuk kembali merapihkan riasan, akhirnya kami pun menjelajahi gerai toko perhiasan yang ada di sana.

"Kak, guna cincin itu apa sih?" tanya Leo saat gue mulai memilah-milah cincin yang berjajar di etalase. Saking beragamnya, gue sampai pusing untuk memilih.

Gue memilih diam dan melirik Yiraga dengan sudut mata, ia kelihatan kebingungan menjawab pertanyaan Leo yang begitu sederhana, namun berbahaya jika salah menjawab.

"Buat ngiket," jawab Yiraga dengan tidak yakin.

"Kalau ngiket, kenapa nggak pakai tali aja?" jawaban Leo sontak membuat gue tergelak. Beberapa karyawan toko bahkan menyembunyikan tawa mereka mendengar balasan Leo untuk Yiraga. Sedangkan gue tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum.

"Emm..." Yiraga menggaruk tengkuknya dan melihat ke arah gue, meminta pertolongan untuk menjawab. Ia bukanlah seorang ahli dalam menghadapi anak-anak, termasuk adik dan sepupunya sendiri. "Tanya Kak Brigita aja ya?"

Leo pun mendekati gue dengan wajah penasarannya. Untuk anak berumur lima belas tahun, Leo tergolong ke dalam anak yang cukup tinggi. Gue bahkan hampir terkalahkan.

"Kenapa harus beli cincin?" tanya Leo masih dengan pertanyaan yang sama.

"Jawaban Abang kamu bener kok, buat ngiket." Leo menunjukan ketidakpuasan akan jawaban yang gue berikan lewat ekspresi wajahnya yang muram. "Kenapa ngiketnya nggak pake tali? Karena hati yang diiket," lanjut gue sambil menunjuk bagian dada Leo.

"Sekarang kakak tanya sama Leo, hati yang nggak keliatan di dalam sana, apa bisa diiket sama tali?"

Leo menggeleng, tapi ekspresi wajahnya masih menyimpan banyak pertanyaan.

Gue pun menggenggam tangan Yiraga dan membuat jarinya bersanding dengan jemari gue. "Tali itu nyambung di antara jari kami, cuma nggak keliatan karena yang diiket pun nggak keliatan. Cincin yang kakak beli itu sebagai simbol tali yang terhubung di antara tangan kami."

Leo termenung sesaat sebelum mengeluarkan cengirannya kembali. "Berarti kalau Leo beliin cincin buat Nindy, boleh?"

Gue tercengang mendengar penuturan Leo yang begitu tiba-tiba. Sementara Yiraga terlihat menghela napas, mencoba mengumpulkan kesabarannya.

"Belom saatnya, suatu saat akan ada perempuan yang akan Leo belikan cincin sebagai simbol pengikat. Tapi nggak sekarang." Yiraga kini menimpali omongan Leo.

Berkutat selama bertahun-tahun dalam ruang lingkup homeshooling membuat Leo sedikit terhambat untuk bersosialisasi dan mengerti akan nilai-nilai sederhana akan sebuah hubungan. Orangtua Leo mungkin begitu menyayanginya, tapi secara tidak langsung itu juga yang membuat Leo terkurung dari dunia luar. Yiraga adalah satu-satunya yang dapat Leo andalkan jika dibandingkan dengan Jun dan Gatra, kedua sepupunya yang lain.

Kadang yang terbaik menurut orangtua, belum tentu yang terbaik bagi anak mereka bukan?

***

Hari pertunangan gue pun tiba, gue didandani oleh Kiky, pacar Khairi bos gue sekaligus teman gue saat kuliah dulu. Kiky mempunyai usaha sampingan di akhir minggu sebagai MUA atau make up artist. Berhubung harga yang ditawarkan Kiky adalah harga pertemanan, gue pun tidak segan untuk memakai jasanya yang memang patut untuk diacungi jempol itu.

Jun, Gatra dan Leo sudah menyiapkan photo booth yang instagram-able di depan rumah gue. Mereka bahkan sampai memesan dekorasi khusus photo booth tersebut untuk acara hari ini. Semua hanya demi permintaan sepupu mereka yang berjenis kelamin perempuan. Momen pertunangan sepupu laki-laki tertua dalam keluarga besar Yiraga tentunya tidak dilewati begitu saja.

Momen itu juga digunakan Jihan, Ara dan Rizka untuk mengabadikan potret mereka dengan memegang berdera berwarna coklat muda dengan tulisan 'segera menyusul'.

Setelah serangkaian acara yang dimulai oleh pihak keluarga Yiraga dengan mengutarakan maksud dan tujuannya, prosesi diakhiri dengan pemasangan cincin di jari manis kami. Setelah selesai, keluarga kami pun larut dalam kebersamaan di tengah acara makan siang bersama.

Saat yang lain memilih untuk bercengkrama, gue dan Yiraga memilih sudut yang sedikit sepi untuk menghabiskan makanan kami. Sejak awal acara kami bahkan tidak sempat untuk mengobrol karena selalu ditanyai oleh sanak saudara yang hadir mengenai hubungan kami berdua.

"Ini mamah yang masak?" tanya Yiraga yang gue jawab dengan anggukan.

"Mamah kan buka usaha katering Yi, jadi sekalian aja. Enak kan?"

"Enak. Enak banget malah. Kalau kamu bisa masak nggak?" tanya Yiraga yang membuat gue tersipu.

"Mau jawaban jujur atau enggak?"

"Jujur atau enggak jawaban kamu, aku akan temuin jawabannya sendiri saat kita udah serumah nanti."

Pipi gue terasa panas. Membayangkan untuk tinggal satu atap bersama Yiraga terasa sangat menyenangkan. Kami selama ini jarang bertemu karena kesibukan masing-masing. Setelah menikah nanti, pasti kami akan bertemu setiap hari.

"Aku bisa masak kok, sedikit tapi. Aku minta list makanan kesukaan kamu ya biar aku belajar masak sama Mamah?"

Yiraga mengangguk, ia kemudian membersihkan sudut bibir gue yang belepotan karena kuah lontong sayur yang gue makan. Sontak hal itu membuat gue tersenyum malu.

Suara ringtone baby shark yang berbunyi membuat gue menghela napas. Yiraga reflek menoleh ke arah pintu yang berada di belakang tubuhnya dengan mata memicing. Di sana kedua adiknya bersama Leo sedang mengintip kami dengan posisi berususun, mulai Jun yang paling atas, sampai dengan Leo yang berada di bawah.

Jun sedang merekam kebersamaan kami dengan ponselnya, sementara Gatra-- si pemilik ringtone tersebut hanya tersenyum kikuk ke arah kami.

"Ehehe... maaf ya Kak kalau ganggu!" ucap Leo dengan tidak enak.

Hanya butuh satu lirikan maut dari Yiraga, ketiga biang kerok itu pun sudah menghilang dari hadapan kami berdua.

***

Hari ini gue main ke rumah Yiraga karena Ibu dan Ayahnya pergi ke Batam untuk menghadiri pernikahan anak teman mereka. Sebagai calon menantu yang baik, gue pun pergi untuk mengawasi tiga makhluk penuh hormon testoteron itu.

Saat gue mengetuk pintu rumah, Yiraga terlihat sangat terkejut dengan kehadiran gue yang tiba-tiba. Ia kemudian mengecek penampilannya yang bisa dibilang tidak baik saat ini. Rambut berantakan, kaus belel, celana pendek selutut dan juga wajah baru saja bangun tidur menjadi pemandangan gue di jam sepuluh pagi ini.

"Baru bangun?" tanya gue sebagai ganti bentuk sapaan.

"Kamu kok ke sini nggak bilang dulu sih?" tanya Yiraga masih dengan keterkejutannya.

"Ibumu yang nyuruh aku ke sini, apa aku pulang lagi aja?" tanya gue meminta persetujuan.

"Jangan lah!" sahut Yiraga. "Ayo masuk," ajaknya kemudian.

Gue melihat Jun dan Gatra sedang tiduran di ruang tengah dengan stik PS di tangan mereka. Penampilan mereka tidak jauh berbeda dengan Yiraga.

"Dek, ada Kak Brigita tuh," ungkap Yiraga yang hanya membuat kedua adiknya menoleh ke arah gue dengan sudut matanya. Sopan sekali.

"Pagi kak!" sapa Gatra dengan cengirannya. Tidak berapa lama layar TV menujukan kata game over yang membuat Jun mengumpat.

"Sialan!"

"Kalah kan lo! Nggak usah songong sama master kayak gue!" balas Gatra.

Yiraga hanya menghela napas dan melempar kedua adiknya dengan bantal sofa. "Mandi sana! Malu sama kakak ipar kalian!" perintah Yiraga yang membuat Jun berdecak.

"Masih calon elah Bang, lagian Abang yang harusnya malu. Kan kita mah nggak diliat sama Kak Git," timpal Jun yang membuat Yiraga menggeleng dan beranjak untuk pergi ke kamarnya.

Ini bukan pertama kalinya gue ke rumah Yiraga, sebelumnya gue udah sering main ke sini yang membuat gue sudah hapal betul seluk beluknya. Gue memilih untuk beranjak ke dapur dan menemukan kekacauan di tempat cucian piring yang menumpuk.

Sambil menunggu Yiraga mandi, akhirnya gue memilih untuk mencuci piring yang jumlahnya cukup banyak itu.

Suara kulkas yang dibuka membuat gue menoleh, dan Gatra sedang mengambil jus kemasan dari dalam kulkas.

"Dek, ini nggak nyuci piring berapa hari sampe sebanyak ini?"

"Empat kak. Dari awal Ibu ke Batam," jawab Gatra yang membuat gue menghela napas.

Tiga laki-laki berada di rumah tanpa perempuan ternyata bisa berefek sebesar ini.

"Kakak rajin ya, pantes aja Bang Aga nggak ragu serius sama kakak," tukas Gatra yang membuat gue mengerutkan alis.

Di dalam otak gue, lampu imajiner pun menyala. Jika tidak mendapat info dari Jun, maka gue akan mencaritahu lewat Gatra. "Emang mantan Bang Aga nggak rajin?" tanya gue mencoba memancing.

"Kak Kristi mah nyonya rumah Kak, mana mau dia berurusan sama dapur!"

Kristi? Akhirnya gue dapet petunjuk.

"Gatra, kamu nyimpen foto Kak Kristi nggak?"

Gatra mengeluarkan ponselnya dan jemarinya bergerak lincah untuk mencari. Foto Yiraga yang sedang merangkul seorang perempuan yang sangat cantik pun ditunjukan Gatra.


"Wah, cantik ya," puji gue dengan getir. Ya, gue memang jujur mengakui jika perempuan itu memang cantik, tetapi sebagian hati gue merasa tercubit melihat sosok Yiraga yang bersanding dengan begitu serasi dengan Kristi.

"Itu di mana? Kok kayaknya Abangmu pakaiannya formal banget," timpal gue dengan nada sumbang.

Sebetulnya seperti yang Rizka bilang, ini namanya cari penyakit hati. Tetapi gue mengalah dengan rasa ingin tahu yang begitu besar.

"Waktu wisudaan Kak Kristi. Kan ada pameran karya pas acara kelulusannya."

Alis gue menyerit merasa sedikit heran. "Kak Kristi emang lulusan apa?"

"LaSalle College kak, jurusan Fashion Design. Pas kelulusan sekalian ada fashion show gitu. Gatra sih nggak tau pasti. Tapi Bang Jun yang ikut bareng Bang Aga waktu itu."

Jadi mantannya designer?

Wah, kalau dibandingin sama gue yang bahkan selalu memakai pakaian monoton saat kerja tentu aja gue kalah telak. Ibaratnya dia gula batu yang susah larut meski disiram air panas, lah gue cuma buih sabun yang kena angin saja hilang.

Gue menggelengkan kepala gue dan mencoba menampik perasaan gelisah karena mantan pacar calon suami gue se 'wah' itu.

Gak apa apa mantan pacanya indah, toh nama yang ditulis di undangan pada akhirnya nama gue.

Continue Reading

You'll Also Like

My sekretaris (21+) By L

General Fiction

284K 2.8K 20
Penghibur untuk boss sendiri! _ Sheerin Gabriella Gavin Mahendra
142K 8.9K 25
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
85K 467 5
cerita-cerita pendek tentang kehamilan dan melahirkan. wattpad by bensollo (2024).
91.9K 7.3K 83
Ini hanya sebuah fiksi dan jangan sangkut pautkan kepada real life. Selamat membaca. Jangan lupa untuk votenya.