TRS (3) - Mika on Fire

By wulanfadi

2.5M 190K 26K

Mika, cowok aneh, suka berbicara sendiri, bertingkah konyol dan berturut-turut menjadi badut kelas ternyata m... More

TRS [3] - Mika on Fire
M-J :: (1) Jam 12
M-J :: (2) Sarapan
M-J :: (3) Kenapa?
M-J :: (4) Jatuh
M-J :: (5) Bertukar
M-J :: (6) Dekat
M-J :: (8) Tertangkap
M-J :: (9) Pesta
M-J :: (10) Pukulan
M-J :: (11) Berita
M-J :: (12) Ngobrol
M-J :: (13) Tau
M-J :: (14) Nyaris
M-J :: (15) Rencana
M-J :: (16) Sistem
M-J :: (17) Kejar
M-J :: (18) Kenapa?
M-J :: (19) Lagi
M-J :: (20) Makan
M-J :: (21) Pertunjukkan
M-J :: (22) After
M-J :: (23) Akhir
TRS (3) - Epilog
One-Shot

M-J :: (7) Rasa

87.9K 7.3K 1.7K
By wulanfadi

a.n

haii! siang semua

akhirnya UN udah selesai, sekarang gue digantungin sebulan sama UN.

thankies buat semua yang udah read-vote-comment (rvc), moodboster banget. dulu gue pesimis ini cerita bakal gagal, alhamdullilah sampe sekarang belum stuck, makasih semua♡

enjoy reading!

============

M-J :: (7) Rasa

============

M I K A

Gue mengucek mata, menguap, lalu merenggangkan badan. Berguling sebentar di sofa, akhirnya gue mendongak. Duh, si Faren lagi tidur juga ternyata di sebrang gue. Mana deket-deket lagi. Macem homo aja ini anak. Gue mendorong kepala Faren yang jaraknya deket banget, lalu berguling menjauh.

Aduh, malah jatoh.

Gue mengusap pantat yang sakit karena jatuh. Merangkak, gue berusaha mengambil buku sejarah Eddenick untuk dibaca lagi. Tadi ketiduran jadinya baru baca sebagian.

Sebagian kecil maksudnya.

Mungkin gen Bokap, gue gak bisa baca cepet. Gue harus ngebayangin dulu baru ngerti. Baca soal di UN tahun lalu aja lima menitan. Udah tiga jam baca sejarah Eddenick, tapi baru di halaman tiga puluh. Sedih.

Untungnya lagi, buku Eddenick pake bahasa Indonesia, bukan bahasa aneh-aneh.

"Mik," panggil Faren tiba-tiba dengan suara serak khas tidur.

Gue menengok ke arah Faren. Cowok itu mengucek matanya, lalu terduduk di sofa. "Ngapain lu baca buku kebalik?"

Tatapan gue beralih dari Faren ke buku sejarah Eddenick. Oiya, kebalik. Gue nyengir kocak sembari membetulkan letak buku di tangan gue. Faren berdiri sambil menggaruk rambutnya, dia menuju dapur sebentar, lalu membawakan dua gelas.

Begitu dua gelas ia taruh di meja, Faren bertanya. "Perasaan lo ke Ana gimana, Mik?"

"Hah?" gue melongo, ini anak kalo nanya kadang tiba-tiba.

"Ya, katanya perbedaan love sama lust cuman dipisahin garis tipis. Dan gue mau nanya, perasaan lo ke Ana gimana?" tanya Faren, matanya bersinar serius.

Rasa panas menjalar punggung gue. Biasanya ini karena gue marah besar. Gue menghembuskan nafas berkali-kali, berusaha meredakan rasa marah. Gak guna juga marah gak jelas. Apalagi sama Faren. Dia cuman nanya doang.

"Coba kita cek," gue mengetukkan jari ke dagu. "Ana adalah orang pertama dan terakhir yang gue pikirin di waktu gue bangun dan mau tidur. Gue mengesampingkan kebutuhan gue, dan lebih mementingkan kebutuhan dia. Gue gak peduli dia selalu bilang gemukan lah, jelekan lah, bagi gue dia cantik bagaimanapun adanya. Gue selalu tau apa kebiasaan dia. Gue nenangin dia waktu dia PMS, bawain dia cokelat dan film-film yang ngebuat perasaannya membaik. Gue gak pernah chat ngalor-ngidul nebar janji nebar sayang tapi tiap Minggu gue selalu naro mawar di depan rumah dia. Gue selalu tau kapan dia marah, dan jika dia marah, gue minta maaf sampe dia mau maafin. Gue bela-belain manjat ke balkonnya cuman buat ngucapin selamat ulang tahun tepat jam 12 malem, gak peduli banyak setan yang ngikutin gue waktu itu. Jadi," gue tersenyum sarkastik. "Udah pasti gue cuman nafsu doang ke dia."

Faren mengerjapkan mata. Sekali. Dua kali. Yang ketiga gue gaplok pipinya pelan sambil berucap "apa sih". Faren tersenyum malu, dia gak berani ngeliat gue sewaktu bilang. "Gue berarti salah ngira."

"Ngira ape emang?" tanya gue.

Faren menyodorkan gelas berisi air mineral pada gue seraya menjawab. "Gue kira perasaan lo ke Ana gak sedalem itu."

"Kenapa lo mikir gitu?"

"Karena gue suka Ana."

"Oh, suka Ana," gue manggut-manggut.

Faren mengerutkan alisnya. "Lo gak apa-apa gue suka Ana?"

"Kenapa gue harus marah? Itu hak lo. Kalo lo suka dia, selamat. Harusnya kita bersyukur 'kan dikasih rasa unik macem suka? Jadi, selamat," gue tersenyum kocak melihat muka Faren bingung. "Gak usah bingung gitu, makin jelek lu."

"Gue gak pernah ketemu orang yang pikirannya seterbuka lo," gumam Faren.

Gue melotot. "Open-minded gimana? Gue aja masih bingung kenapa harus ke toilet buat pipis kalo ada popok?"

"Dan, Mika kembali seperti semula," Faren tertawa. "Kayaknya efek open-minded lo cuman keluar waktu bangun tidur doang, ya."

"Ya-ya-ya," gue ngangguk-ngangguk. "Btw, Ana mana?"

Gue gak manggil Ana sebagai Jules lagi. Rasanya aneh. Gue takut dia marah kalo gue manggil Jules. Jadi, biarkan Ana sekarang sering terucap mulut gue.

"Bukannya dia pergi ke pusat kota, ya?" tanya Faren, alisnya tertaut bingung. Tepat pada saat itu, suara gedoran pintu terdengar riuh. Gue dan Faren saling tatap. Gak mungkin Ana gedor-gedor sekenceng itu.

Faren perlahan berdiri, dia menaruh gelas di meja sepelan mungkin. Gue turut melakukan gerakan pelannya. Setelah kami berjalan pelan ke koridor panjang, Faren langsung berlari. Adrenalin rasanya memenuhi tubuh gue seiring laju lari kami dipercepat. Faren menarik tangan gue ke salah satu ruangan. Tepat saat itu, gue denger pintu utama didobrak.

Kayaknya Para Petinggi udah tau tempat persembunyian ini.

Ngeri abis.

Ngeri klimaks.

Mana Miles, Jules, Fortles? Jangan-jangan mereka lagi ngaso di kamar masing-masing.

"Gue baca di denah rumah ini, ruangan ini jadi tempat kabur mereka," ucap Faren sambil memencet beberapa tombol di dinding.

Bunyi 'ding' terdengar keras. Setelahnya suatu pintu terbuka. Faren lagi-lagi menarik tangan gue yang masih bengong liatin pintu. Kami berlari secepat mungkin menelusuri lorong demi lorong. Waktu gue menengok ke belakang, pintu tersebut perlahan tertutup sendiri. Keren juga ya ini rumah, ada tempat buat kabur juga. Macem agen FBI aja.

Kami sampai di ujung lorong. Faren memencet beberapa tombol lagi. Pintu terbuka menampakkan alam luar. Pohon rimbun di mana-mana. Faren lagi-lagi berlari.

Begitu kami berbelok di tikungan, gue dan Faren menabrak seseorang.

"Ouch," orang itu mengaduh. Mata gue melebar. Ternyata Ana.

Tanpa ba-bi-bu, Faren menarik tangan Ana juga. Kami berlari entah kemana. Tapi kayaknya si Faren tau mau kemana. Dia mah kayak dukun aja dah. Padahal gak sampe 24 jam di sini, tapi lagaknya kayak preman pasar yang tau seluk-beluk pasarnya.

Dan bener aja, cowok itu tiba-tiba memukul pohon berwarna cokelat muda. Mata gue melotot kaget sewaktu pohon itu berubah bentuk menjadi pintu. Faren menarik kami masuk, lalu dia menutup pintunya.

Hal yang pertama gue lakukan; bernafas.

Hal kedua; bernafas.

Ketiga; napas.

"Kok lo berdua bisa kabur?" tanya Ana bingung, dia membuka tudung cokelatnya.

Gue dan Faren menatap Ana sambil cemberut. "Ya bagus dong bisa kabur, daripada ketangkep," gerutu gue.

"Nanya doang," desis Ana.

Ih, sensi.

Mulut gue belum terbuka untuk membalas ucapan Ana sewaktu Faren tiba-tiba membuka lemari yang ada di sudut ruangan dan mengambil beberapa buku.

Buku lagi?

"Kita harus baca seluk-beluk Eddenick, kelemahan Kerajaan Eddenick dan sejarah Pangeran Peri-Manusia," cerocos Faren panjang lebar.

Gue yakin, Faren ini tipe cowok populer yang ceweknya bejibun. Dia juga setia, setiap tikungan ada.

Tapi gue baru tau.

Faren macem kutu-buku nyasar.

===M i K a===

A N A

Aku gak bisa tidur.

Bukan, bukannya aku insomnia atau apa. Tapi aku jarang bisa tidur di tempat baru. Susah beradaptasi. Apalagi di tempat pengungsian kayak gini. Lebih enak mungkin kalo di masih di rumah persembunyian Miles dan lainnya.

Masalahnya, di sini ruangan yang dibatasi oleh sekat hanya kamar mandi.

Kau tahu?

Aku harus tidur di samping Mika.

Gak, gak sesuai yang kau bayangkan sih. Aku tidur di kantung tidur sendiri. Mika juga. Faren juga. Tapi tetep aja. Kata Mika, dia takut ada apa-apa, jadi dia maksa aku buat di samping dia.

Anaknya udah molor padahal.

Sambil menjejalkan kepala lebih dalam ke kantung tidur, aku melirik wajah Mika. Mata cowok itu tertutup rapat. Aku baru sadar, wajahnya tampak lelah. Kayak banyak pikiran. Padahal waktu kami pacaran, wajahnya gak selelah itu. Waktu kami pacaran, dia nyebarin bahagia di mana-mana, sampe-sampe bayi tante aku berhenti nangis waktu liat wajah konyol Mika.

Aku kangen Mika.

Kangen candanya. Kangen senyumnya. Kangen pelukannya waktu aku sedih. Kangen waktu dia manjat balkon kamar cuman buat bilang "selamat ulang tahun" ke aku. Kangen dia yang dulu.

Di sela-sela tidurnya, tiba-tiba tangan Mika keluar dari kantung tidur. Dia memeluk pinggangku.

Ya Tuhan.

Dia ngelindur pasti.

Bikin jantungan.

"Jules ..." igau Mika. "Mika ... kangen ... Jules ... juga."

Aku gak kuat.

"Mungkin," Mika batuk. "Mungkin kita ... emang gak ... nyam-nyam ... emang gak ditakdirin bareng tapi ...."

Tapi apa?

"Aku cinta Jules ...."

Aku tipe orang yang gampang mewek. Mendengar igauan Mika aja air mata aku langsung memproduksi besar-besaran. Kapan aku ketemu cowok macem Mika? Udah unik, bisa liat setan, suka ngocak, dan yang penting, dia sayang aku.

"Semoga ..." Mika melanjutkan igauannya. "Gimanapun ... nyam-nyam, pizza. Gimanapun akhirnya ... kita bisa rela ...."

Aku menengok ke arah Mika, pelan, kucium ujung hidungnya.

"Amin."

Dan malam itu, aku tidak bermimpi buruk lagi.

===M i K a===

Ini hari pertama Miles sekolah sebagai Mika.

Cowok itu menatap seragamnya, dahinya mengerut samar. Seragam ini terlalu terbuka di bagian lengan. Miles biasa memakai pakaian yang dari atas sampai bawah tertutup.

Tapi, Miles harus beradaptasi.

Begitu Miles membuka pintu kamar Mika, bertepatan dengan itu Mello keluar kamar.

Adik Mika itu nyengir pada Miles, menyangka Miles adalah Kakaknya. "Bang, besok anterin Mello les musik, ya!!"

"Iya," jawab Miles singkat sambil mengangguk. Mello mengerutkan alis, merasa ada yang beda dari Kakaknya. Cewek berumur 15 itu langsung berhadapan dengan Miles. Matanya memicing. "Bang, ada yang beda dari lo."

Miles menelan ludah.

"Apa?"

"Jadi ngirit ngomong," Mello mengangkat bahunya. "Ya udahlahya, bukan urusan Mello juga."

Miles menghembuskan nafas lega.

Setelah Miles sarapan dengan nuansa canggung yang terasa, cowok itu berjalan menuju pintu utama. Jantungnya lari dari atas sampai bawah begitu membuka pintu terdapat empat cowok berada di dalam mobil jeep hitam. Terparkir di samping halaman rumah Mika.

Seseorang yang memakai topi bundar langsung melambaikan tangan pada Miles. "MIK! CEPET BURU SINI, GUE MAU MAKAN BUBUR DULU!"

Oh, teman Mika, gumam Miles dalam hati. Cowok itu melangkahkan kakinya pada mobil jeep. Setelah masuk ke dalam mobil, dia duduk di samping cowok yang menurutnya agak normal.

Namun begitu cowok yang Miles kira normal itu bersuara, Miles kaget bukan main.

"ASTAGA, MIKAAA! LO HARUS TAU, REVON NEMBAK NAIRA!!" cerocos cowok itu.

Cowok yang menyetir langsung menegurnya. "SETH, BACOT LU."

"TAPI ALVARO MEREKA KAN KATANYA GAK BAKAL JADIAN TAPI TAUNYA," cowok yang Miles kira agak normal bernama Seth itu masih heboh.

Cowok di sebelah Seth menceletuk. "Paling bulan depan putus."

"Kayak Julian sama si itu ya?" tanya cowok yang duduk di sebelah Alvaro.

Cowok yang menceletuk tadi langsung menatap cowok yang bertanya dengan sinis. "Apa sih, sandar-sindir. Juna sama si itu juga akhirnya putus kan."

Miles pusing sendiri.

Jadi, cowok yang duduk di sebelah Alvaro bernama Juna. Cowok yang menceletuk Julian. Dan yang di sebelah Miles bernama Seth.

Sampai sekarang, untungnya Miles mengetahui nama mereka.

"Mik, lo udah nentuin target belom?" tanya Seth tiba-tiba.

Mik? Miles sadar maksud Seth adalah dia, cowok itu langsung tergagap. "Eh? Target?"

"Iya-iya, The Rules. Masa lupa?" Juna menengok ke arah Miles dengan muka oh-come-on.

"Aku--eh, gue. Gue inget kok," jawab Miles dengan yakin.

Julian menyipitkan matanya pada Miles, namun tidak mengatakan apa-apa. Alvaro yang penasaran langsung menceletuk. "Trus siapa?"

"Siapa? Uhm, nanti lo semua juga tau kok," Miles melihat pemandangam lewat kaca mobil, untung di Eddenick sudah ada mobil meski tak secanggih dan sebagus ini, jadi Miles tak terlalu kaget.

Julian akhirnya tak sabar untuk berbicara. "Kakak gue tadi pagi aneh. Gue jailin cuman senyum. Sekarang Mika yang aneh. Biasanya koar-koar kayak bayi panda kelaperan. Tapi sekarang irit omong. Gue curiga ada sesuatu."

Keempat cowok itu langsung menengok ke arah Miles. Alvaro menepikan mobilnya. Jantung Miles langsung lari dari atas ke bawah begitu melihat wajah keempat cowok yang menurutnya sadis itu, seolah-olah menyeleksinya.

"Lo bukan Mika," tandas Juna langsung.

Alvaro mengangguk. "Lo kemanain Mika?"

"Jangan bilang lo nyulik dia?" Julian menginterogasi.

"Dan ada hubungannya sama Juliana," sambung Seth.

Miles menahan nafas.

Mik, kamu tidak bilang padaku bahwa teman-temanmu lebih menyeramkan dari singa 'kan? Jahat sekali, kau, Miles membatin.

"KEMBALIKAN MIKA!!" koor Alvaro.

"DASAR CABUL," Juna ikut-ikutan berkoor.

Kenapa jadi cabul? Astaga, aku kira dunia nyata tidak seberbahaya ini. Apa manusia-manusia ini tidak tahu sopan-santun ya? Aku tidak mengerti lagi. Semoga aku bisa menemukan orang jahat itu dan kembali ke Eddenick secepat mungkin.

Dunia nyata terlalu menyeramkan.

Seth tiba-tiba menggoyangkan bahu Miles. "Woi, diem aje lu!"

Refleks, Miles mengucapkan mantra dan sulur tanaman membelit leher Seth. Miles yang terkaget langsung melepas mantranya. "Eh, k--kau tidak apa-apa?"

Seth mengerang kesakitan, Miles langsung mengucap mantra lagi untuk menyembuhkan Seth. Setelah fase tegang berlalu, Alvaro bertanya, dengan suara yang amat pelan.

"Lo bukan dari dunia nyata 'kan?"

===M i K a===

08-05-14

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.7M 319K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
103K 13K 51
Ayasa yang tomboy bersahabat dengan Adriel yang menjadi idola cewek-cewek di kampus. Bosan diteror terus-menerus karena kedekatannya dengan Adriel, A...
2.7M 64.3K 22
[WattysID 2017 Winner: The Originals] Sudah Terbit ✨ . [written in lowercase] percayalah. bukan hanya anak perempuan yang suka menulis. karena gadis...
1.3M 97.7K 19
Disclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [2] : MIkayla Cher Plea...