Matahari Sempurna (Completed)...

By kazza_05

50.9K 1.9K 257

[PART MASIH LENGKAP] ~~SEGERA PRIVATE SECARA ACAK~~ Terbitnya sang matahari membuat semua sadar bahwa hari ba... More

Prolog
Matahari Ke-2 : Menghindar Selagi Bisa
Matahari ke-3 : Penolakan
Matahari ke-4 : Hal Baru untuk 'VanKy'
Matahari ke-5 : Terbilang Tak Cinta
Matahari ke-6 : Salah (?)
Matahari ke-7 : Lagu Pertama
Matahari ke-8 : Mencari dan Menemukan
Matahari ke-9 : Hukuman dan Kesengajaan
Matahari ke- 10 : Pertengkaran
Matahari ke-11 : Bimbang
Matahari ke-12 : Untuk Yang Pernah Ada
Matahari ke-13 : Bersama Alaric
Matahari ke-14 : Berhenti Untuk Segalanya
Matahari ke-15 : Ke(putus)an
Matahari ke-16 : Tak Seperti Biasanya
Matahari ke-17 : Berbeda Tapi Terlihat Sama
Matahari ke-18 : Pelangi dan Matahari
Matahari ke-19 : Keterbalikan
Matahari ke-20 : Nothin on You
Matahari ke-21 : Istri Baru
Matahari ke- 22 : Demi Cinta
Matahari ke-23 : Mustahil Tuk Bersama
Matahari ke-24 : Darah di Dua Pria Berbeda
Matahari ke-25 : Permintaan Untuk Mencintai
Matahari ke-26 : Surat
Matahari ke-27 : Menemui Alaric
Matahari ke-28 : Menemui Alaric (part 2)
Matahari ke-29 : Teman Tapi Musuhan (TTM)
Matahari ke-30 : Terluka
Matahari ke-31 : Rumah Sakit Cinta
Matahari ke-32 : Pengakuan
Matahari ke-33 : Membesuk Cinta Hilang
Matahari ke-34 : Tak Akan Baik-Baik Saja
Matahari ke-35 : Di Balik Kebencian Terdapat Kesalahan
Matahari ke-36 : Mengungkap Rahasia Besar
Matahari ke-37 : Pelukan Membuka Hati
Matahari ke-38 : Titik Terang
Matahari ke-39 : Graduation
Matahari ke-40 : Terakhir Kalinya (END)
kata manis

Matahari Pertama : Kejutan untuk Vania

6.1K 226 76
By kazza_05

Bahagia itu sederhana, cukup tersenyum dan anggap semua yang terjadi adalah kejutan untuk kita.

¤¤¤

"Ini serius?"

Vania kembali menolehkan pandangannya ke samping, melihat raut wajah tak percaya dari sahabatnya yang bernama Sita. Itu bukan pertanyaannya yang pertama ataupun kedua, karena sedari tadi dia selalu saja menanyakan hal yang sama pada Vania. Vania bosan mendengarnya.

Mata Vania bergerak liar melihat keadaan di sekitar ruang kelasnya, lalu matanya menengadah ke atas dan terlihat bagaimana awan telah berwarna kelabu. Sepertinya memang akan turun hujan dan Vania harus bergegas pergi meninggalkan sekolah.

"Gue serius, Sit." Vania bangkit dari duduknya dengan mengenakan tas punggung yang sudah rapi di belakang punggungnya. "Gue pulang ya, udah mendung takut keburu hujan."

Vania melangkahkan kakinya melewati Sita yang ikut bangkit saat itu juga, tapi Sita tak membiarkan Vania pergi begitu saja. Dia  berlari kecil untuk menyeimbangkan langkahnya dengan Vania lalu menahan pergelangan tangannya agar Vania berhenti berjalan menjauhinya.

"Oke, dengerin gue ngomong dulu ...," pinta Sita dengan suara yang sudah sedikit lebih tenang
"satu minggu yang lalu apa lo lagi berantem sama dia?" Sita tak menyerah untuk menanyai Vania perihal kejadian yang masih tak bisa dipercaya menurutnya.

Meski suara Sita yang sudah berubah menjadi lebih lembut dan tenang, tetap saja Vania merasa risih dengan tatapan mata Sita yang seperti sedang mengintimidasinya.

"Gue rasa enggak," desah Vania pelan, "emangnya kenapa?"

"Gue rasa lo udah tahu semua tentang dia dan kehidupan dia, 'kan? Dia bukan cowok baik-baik buat lo, lo juga tahu itu, Va. Lo tahu ketika gosip yang beredar tentang dia? Dia suka mainin perasaan cewek dan dia tinggalin gitu aja. Apa lo mau jadi cewek yang siap buat disakitin?"

Perkataan Sita benar-benar membuat Vania bungkam dan perlahan menghayatinya. Ya, Vania tahu kebenaran itu semua. Akan tetapi, itu sudah menjadi keputusan yang diambil Vania dan dia tak bisa merubahnya.

"Tapi Sit, lo juga tahu gimana perlakuan dia terhadap gue akhir-akhir ini, gimana gue bisa nolak? Dia udah baik sama gue Sit dan gue akui kalau gue baper. Gue yakin dia pasti bakal berubah," ucap Vania dengan tatapan meyakinkannya pada Sita.

"Berubah? Iya kah? Lalu yang gue lihat minggu lalu itu apa? Perubahan dia?"

"Maksud lo?"

Sita tersenyum miring pada Vania. "Gue lihat dia godain cewek anak SMA sebelah waktu di acara jalan santai minggu lalu, itu yang namanya berubah?"

Hebat, satu kata yang terlintas di pikiran Vania saat ini. Dia memang belum menaruh kepercayaan lebih terhadap pria itu, dan Sita juga tak mungkin membohonginya. Tapi mengingat pria itu yang selalu berlaku seperti menyayanginya, apa mungkin dia setega itu?

"Masih mau bela dia?" Sita melipat kedua tangannya seakan menantang Vania. "Sebenarnya ada apa sih sama lo? Lo tahu dia gak bener tapi masih aja lo ladenin. Gue yakin, pasti ada sesuatu yang lo sembunyiin."

"Lo bohong 'kan, Sit? Dia gak mungkin hianatin gue sampe segitunya," ujar Vania sembari memalingkan wajahnya dari hadapan Sita. "Lagipula, kita baru jadian, mana mungkin dia selingkuh."

"Gue gak bohong, gue serius."

Dengan tatapan yang benar-benar membuat Vania semakin yakin, dia tak kuat untuk mendengar perkataan Sita lagi.

Vania mengedipkan kedua matanya, dia akan segera pergi dari hadapan Sita dan mengakhiri obrolannya kali ini. Vania tak sempat menoleh terlebih dahulu untuk melihat keberadaan Sita, dia langsung berlari dengan kencang untuk meninggalkan pekarangan sekolah.

Baru saja kemarin dia menerima pernyataan cinta, dan hari ini dia harus merasakan bagaimana sakitnya? Ini bukan cinta. Jika pria itu benar-benar mencintainya mana mungkin dia tega menggoda gadis lain di belakangnya. Sungguh, perasaan Vania benar-benar tak beraturan lagi saat ini.

"Pulang, Va?" tanya Genta saat mendapati Vania berlari kecil ke arah ruang tunggu sekolah yang berada tepat di depan gerbang sekolah.

Vania yang saat itu melihat Genta langsung mengalihkan pandangannya, tak ingin ada yang melihat bahwa dia sedang menangis.

"Kok dikunci, Ta?" tanya Vania saat tangannya sedang memegangi knop pintu ruang tunggu.

Genta yang saat itu tengah terbaring dengan santai di sofa ruang tunggu langsung bangkit dan menghampiri Vania.

"Emangnya mau ke mana? Buru-buru banget." Genta berucap sembari merapihkan baju seragamnya yang dikeluarkan dan sedikit kusut.

"Pulang."

"Jalan samping aja, yok!"

Tanpa menunggu persetujuan dari Vania, Genta langsung menarik lembut pergelangan tangan kanan Vania sehingga dia mengikuti langkah kakinya.

"Mau bawa gue ke mana?" tanya Vania yang tangannya masih berada di dalam genggaman Genta.

"Udah lo ngikut aja!"

Genta sedikit mempercepat langkahnya menelusuri koridor sekolah yang memang sudah sepi dan sedikit gelap karena awan mendung di atas sana. Dia bukan membawa Vania ke halaman samping sekolah agar Vania dapat pulang dengan cepat, melainkan membawa Vania ke dalam sekolah lagi.

"Lo apaan sih Ta, gue mau pulang!" Vania terus berusaha meloloskan diri, tapi tak bisa karena tenaga Genta yang jauh lebih kuat dari dirinya.

"Masuk!" perintah Genta dengan tatapan matanya yang mulai menajam bersamaan dengan langkah kaki mereka yang terhenti di depan suatu ruangan.

Vania yang melihat itu langsung menarik paksa tangannya dari cekalan tangan Genta, lalu bola matanya bergerak cemas karena Genta yang menatapnya
begitu horor. Dia takut dipandang seperti itu.

"Gue bilang masuk!" Genta kembali bersuara dengan suara kerasnya, "kalau enggak ... gue perkosa lo saat ini juga!"

Vania melototkan matanya karena kaget dengan penuturan Genta, berani-beraninya dia mengancam Vania seperti tadi.

Namun, kembali Vania menoleh kanan-kiri melihat keadaan di sekolah memang sangat sepi. Dia jadi takut jika Genta tidak main-main, tapi jika dia masuk dan di dalam sudah disediakan jebakan untuknya, bagaimana?

"Satu ... dua ...."

Genta mulai berhitung dengan jari-jari tangannya yang ikut mengacung ke udara. Vania pun semakin cemas, kakinya bergerak tak karuan di atas lantai yang ia pijak saat ini.

"Hujan ...," lirih Vania ketika menoleh ke halaman sekolah dan mulai terlihat ada rintik-rintik air yang turun dari atas awan.

"Masuk!"

Vania kembali menoleh kepada Genta, lalu kepalanya mengangguk kecil dengan sisa-sisa keberaniannya.

Tangannya bergerak dengan cepat membuka knop pintu, bahkan saking terburu-burunya dia sampai tersandung dan alhasil menjadi tengkurap di hadapan Genta yang saat itu berdiri di belakangnya.

"Ayo bangun!" Genta menepuk kaki Vania yang terbalut sepatu berwarna hitamnya.

Tubuh Vania bergetar, lalu dengan sisa-sisa tenaganya dia langsung mencoba bangkit dan langsung bisa melihat apa yang ada di dalam ruangan saat itu juga.

Semuanya gelap. Gorden yang biasanya masih terbuka saat ini sudah tertutup rapat semua, bahkan lampu yang biasanya sudah menyala dari sore hari saat ini masih belum dinyalakan juga.

Vania memberanikan diri melangkahkan kakinya jauh lebih dalam lagi, tapi tangannya tak pernah lepas dari rok abu yang sudah ia remas sedari tadi karena ketakutan. Matanya bergerak liar mencari penerangan, tapi sepertinya memang tidak ada.

Namun, tepat ketika Vania perkirakan sudah berada di tengah ruangan, dia merasa ada hal aneh yang bergerak di sekitar kakinya, seperti menggelitik dan membuat bulu-bulu di kaki dan tangannya bergidik ngeri.

Karena rasa penasaran, akhirnya Vania menunduk dan memperhatikan apa yang berada di bawahnya saat ini.

Vania berjongkok dengan tangan yang terulur ke depan untuk meraba benda apa yang saat ini berada di bawahnya.

Meowwww

Vania yang saat itu sedang dilanda ketakutan langsung bisa menghembuskan napasnya dengan lega.

"Gue kira apa," dengus Vania sembari manarik kembali tangannya dari kucing yang bersuara tadi.

Dia kembali bangun dan mengabaikan keberadaan kucing liar yang sempat membuatnya ketakutan, tapi saat ini dia melihat ada orang lain selain dirinya di dalam ruangan, apa itu Genta? Vania tak bisa melihat dengan jelas dalam keadaan gelap seperti ini. Tapi saat Vania menyipitkan matanya lagi ternyata bukan satu orang, tapi banyak, artinya lebih dari dua orang. Meskipun hanya terlihat samar-samar tapi Vania yakin akan hal itu.

Akhirnya Vania berjalan lagi menghampiri siluet yang membuatnya penasaran, dan betapa terkejutnya dia ketika mendengar lagu Happy Birthday dilantunkan oleh beberapa pasang temannya detik itu juga.

Happy birthday to you

Happy birthday to you

Happy birthday, happy birthday ....

Happy birthday to you

Semua teman Vania yang berdiri di depannya menyanyikan lagu tersebut secara serempak, dengan suasana yang masih sangat gelap tanpa penerangan sedikit pun Vania menggelengkan kepalanya melihat pertunjukan di depannya. Jadi dari tadi ini semua direncanakan untuknya? Termasuk Genta?

"Selamat ulang tahun ...."

Terdengar suara bisikan yang sangat mencekam ketika semuanya serempak berhenti bernyanyi. Vania keheranan akibat suara yang sempat mendominasi pendengerannya tadi, ditambah dengan suasana di dalam kelas yang masih gelap seperti awal ketika Vania memasukinya.

Di antara beberapa teman Vania, dari belakang perlahan terdapat secercah cahaya berwarna orange yang membuat mata Vania kembali menyipit agar terlihat sedikit jelas, setelah diamati ... ternyata itu adalah sebuah lilin. Lilin yang berada di tangan seorang pria, Vania yakin itu.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga ...."

Terdengar suara lelaki yang menyanyikan bait tersebut seorang diri dan Vania yakin suara itu berasal dari seorang pria yang membawa lilin di belakang sana. Perawakan pria itu jauh lebih tinggi dibanding teman-teman Vania yang berjejer di barisan paling depan, jelas saja Vania dapat menebaknya bahwa cahaya itu berasal dari seorang pria yang bertopi.

"Sekarang juga ...." Barisan yang tepat berada di depan Vania seketika membuka, memberi celah untuk pria yang membawa lilin tersebut berada tepat di dalam pandangan Vania.

Pria itu bukan hanya membawa lilin, akan tetapi satu paket dengan brownies chocolate di bawahnya.

Ketika suasana dalam ruangan gelap gulita dan ada satu lilin yang menyala otomatis wajah pria yang membawa lilin tersebut akan terlihat jelas dalam pandangan Vania. Wajah pria itu tersinari oleh cahaya lilin berwarna orange, dengan senyum khas yang selalu ia pancarkan langsung membuat Vania lupa akan segalanya.

Akan tetapi ....

Vania menggerakkan bola matanya semakin liar mencari Sita, dia harus segera memberitahu hal ini padanya.

Untungnya, tidak perlu menunggu waktu lebih lama lagi Vania langsung menemukan keberadaan Sita, yaitu tepat di samping pria itu. Vania sempat mengerutkan keningnya pada Sita, tapi Sita membalasnya dengan seulas senyuman penuh arti yang membuat Vania mengerti seketika dengan semua yang terjadi sebenarnya.

Pria itu melangkah maju untuk membuang sedikit jarak di antara mereka, lalu mengulurkan kedua tangannya yang membawa brownies beserta lilin di atasnya ke arah Vania.

"Tiup lilinnya, Sayang," ujar pria itu dengan sangat lembut.

Vania sempat melirik tetapan mata pria itu beberapa saat sebelum akhirnya dia mencondongkan tubuhnya dan meniup lilin angka tujuh belas yang menyala.

"Happy birthday, Vania ...."

Doa yang Vania utarakan sebelum meniup lilin adalah; semoga kebahagiaan akan selalu menyertai dan mengiringi di setiap detik dalam hidupnya. Bagi Vania, kebahagiaannya bukan hanya sekedar senyuman atau candaan, tapi kehadiran orang-orang yang menyayanginya adalah kebahagiaan terindah dalam hidupnya.

"This is my sweet seventeen."



Semoga enjoy ya bacanya!
Jangan lupa ... votenya;))

Viia ♥♡

Continue Reading

You'll Also Like

1.9K 1.3K 30
"Kalau suasana hati kita lagi nggak baik, sesuatu hal yang manis bisa buat mood kita jadi baik lagi." Perempuan itu melemparkan senyuman manisnya pad...
849K 12K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
ELANO By gantistatus

Teen Fiction

219K 48.6K 56
"Jangan cinta sama gue." "Kenapa" "Gue rumit." Elano adalah remaja penuh masalah rumit di masa lalu. Walau begitu ia terlanjur menyayangi Nala yang t...
75.9K 5.9K 40
[Young Adult Story] Kamu mungkin belum tahu tentang kekuatan mencintai yang satu itu. Bahwa, kamu akan merasakan dua kali lebih banyak dari orang yan...