Seharusnya ✔

By kaamuffled

123K 9.7K 2K

"Seharusnya lo gak begini. Seharusnya-" "Seharusnya seharusnya seharusnya. Berhenti bilang seharusnya karena... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Epilog
Davka's Side Story

Bab 17

2.7K 272 55
By kaamuffled

"Lo masih sama suka ngasih harapan dan dengan bodohnya gue percaya atas semua harapan lo."

※※※※※

"HATCHIM!"

Suara bersin terdengar beberapa kali di sela-sela rapat Pensi yang sedang berlangsung. Sudah berkali-kali Diego, selaku pemimpin rapat berhenti berbicara dan menyuruh Davka untuk segera pulang saja namun ditolak mentah-mentah oleh anak itu.

Ia sebagai ketua OSIS tentu saja merasa bertanggungjawab sehingga ia tidak bisa meninggalkan rapat begitu saja. Terlebih lagi di ruangan ini sekarang terdapat Afreen dan tentu saja, ia ingin terlihat sekeren mungkin.

"Nah, untuk masalah anggaran, kit—"

"HATCHIM!"

Lagi-lagi suara bersin kembali terdengar yang seketika membuat Diego segera mengambil ponselnya dari saku celanaya kemudian menelpon seseorang.

"Halo," ujar Diego setelah seseorang di ujung telponnya menyahut.

Diego melirik sekilas ke arah Davka yang tengah sibuk membersihkan hidungnya dengan tisu milik Kailasha.

"Han, tolong ini adeknya disuruh pulang aja. Kalo perlu seret aja. Itu hidung udah kayak hidungnya badut."

Mendengar hal itu, sontak Davka membulatkan kedua matanya dan segera berlari ke arah Diego. Ia bermaksud untuk merebut ponsel milik sahabatnya itu. Bukannya ia tak suka. Hanya saja kakaknya itu pasti akan memarahinya dan mengurungnya seharian bila ia ketahuan sedang flu. Terlebih lagi ia merasakan kedua matanya memanas dan sepertinya ia sedikit terserang demam.

"Kita di ruang OSIS!" ujar Diego dengan cepat dan tepat setelah ia mengucapkannya, ponsel Diego berhasil direbut oleh Davka.

Mengetahui bahwa Diego sudah terlebih dahulu mengatakan keberadaannya, disitulah ia mulai pasrah akan nasibnya beberapa jam kemudian. Suara tawa seketika memenuhi ruangan dimana rapat pensi itu tengah berlangsung.

Baru saja Davka hendak memarahi teman-temannya yang lain, tiba-tiba pintu ruangan OSIS terbuka dengan lebar menampilkan tubuh Raehan dengan penampilannya yang acak-acakan.

"Hello bang!" ujar Davka berbasa basi. Namun dilihat dari kerasnya wajah Raehan saat ini, dapat disimpulkan bahwa hal yang Davka lakukan memang tidaklah cukup.

"Pu-Lang!" Dan titah sang Raja pun mulai terdengar membuat Davka yang selalu merasa menjadi rakyat jelata pun hanya bisa menurut dan pergi begitu saja dari ruangan itu.

Beberapa menit setelah kepergian Davka, ruangan yang tadinya hening kini menjadi riuh. Banyak anak-anak yang menertawakan nasib sang ketua OSIS mereka.

Dan diantara wajah-wajah penuh derai tawa itu terselip sebuah wajah yang memancarkan kesenduan dan sedikit rasa iri di kedua matanya. Afreen menghela napasnya. Betapa sempurnanya kehidupan seorang Davka. Lahir di tengah keluarga yang harmonis dan bahkan ia memiliki seorang kakak yang benar-benar selalu ada untuknya.

Sesungguhnya ia sangat iri kepada Davka yang memiliki sosok seorang kakak seperti Raehan. Bagi Afreen, Raehan adalah sosok kakak yang sempurna. Ia bahkan dapat melupakan segala hal bila terjadi sesuatu kepada adiknya itu. Afreen yakin jika Raehan sebelumnya berada di tengah latihan basketnya namun ia lebih memilih untuk menyeret paksa adiknya supaya pulang dan beristirahat.

Itu semua terlihat dari peluh yang mengucur di seluruh tubuhnya hingga membasahi seragam tim basket kebanggaannya. Terlepas dari segala sikap kasar yang ia perlihatkan, Raehan benar-benar seorang kakak yang sangat baik.

Tawa Diego seketika mereda kala ia mendapati ponselnya bergetar dan menunjukkan notifikasi dari seseorang yang mungkin saat ini tengah merengut kesal di dalam mobil Raehan.

From : Davkasurbuluk

Awas lo! Besok ga selamet lo sama gue. Camkan itu wahai anak muda!
________________________________________

Seketika tawa yang sempat akan mereda itu kembali meledak.

*****

Nit!

Dinar mengambil termometer dari ketiak Davka yang sudah berbaring di atas ranjang hangatnya lengkap dengan stiker penurun panas di keningnya. Tadi sesampainya di rumah, Dinar segera memaksanya mengganti pakaian dengan piyama biru mudanya serta sweater abu-abu. Tak lupa Dinar mengenakan kaus kaki kepada Davka yang terlihat sedikit menggigil.

"38°C, Dav. Ngerasa gak enak badannya dari kapan?"

"Dari subuh, bunda," ujar Davka sejujur mungkin.

"Terus kenapa malah sekolah, hmm?" ujar Dinar yang ternyata dibalik ucapan lembutnya terdapat tatapan tajam yang ke arahnya. "Bagus ya, besok hujan-hujanan aja terus ya Davka!"

"Hehe maafin adek Bunda. Besok adek gak main hujan lagi. Janji."

"Ah jangan percaya sama dia bunda. Davka mah omdo! Omong doang! Ahahaha," pekik Raehan yang ternyata sudah bersandar di pintu kamar Davka sembari tertawa terbahak-bahak.

Davka mendengus kesal dan segera menarik selimut tebalnya tinggi-tinggi hingga menutupi seluruh tubuhnya. Dinar yang melihat tingkah anak bungsunya itu mendadak merasa gemas. Ia menarik selimut itu hingga mencapai dada Davka supaya pernapasan anak itu tidak semakin terganggu.

Saat hendak memarahi anak itu, ternyata anaknya sudah terlelap. Dinar memandangi raut wajah polos Davka yang sangat menggemaskan. Dengan gerakan perlahan, ia membungkukkan tubuhnya dan mencium kening Davka.

"Cepat sembuh ya, sayang," bisiknya.

Raehan yang sejak tadi berada diambang pintu menyunggingkan senyum kepada ibu dan anak itu. Dalam hati ia selalu bersumpah untuk menjaga mereka.

"Cuma bunda dan Davka yang Raehan punya sekarang dan Raehan janji akan selalu jaga kalian."

*****

Hati Kailasha rasanya akan meledak kala ia mendapati Davka kini menghubunginya. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam namun tiba-tiba ponselnya bergetar dan memunculkan notif video call dari Davka. Padahal baru saja Kailasha memikirkan Davka dan ia benar-benar menghubunginya. Apakah ini berarti mereka berjodoh?

Kailasha harap iya.

"Ngapain sih lo nelpon gue malem-malem?"

"Gue nyariin Diego."

"Lo nyariin Diego ngapain video call ke gue?!" Kedua mata Kailasha membelalak tak percaya. Ternyata Davka masih ajaib meskipun dalam keadaan sakit pun.

"Gue kira Diego lagi main ke rumah lo."

"Enggak. Dia disuruh mamanya jemput Nina dari tempat les."

"Nina adeknya Diego?"

"Om lo lagi main ke rumah lo gak?"

Davka menaikkan sebelah alisnya dan menatap heran kepada sahabat kecilnya ini. "Ngapain lo nyariin om gue?"

"Gue mau nanya aja. Emang sekarang demam bisa bikin amnesia ya?"

"Amnesia?"

"Iya, lo. Lo udah lebih dari 10 tahun jadi sahabat Diego. Lo sering main bahkan nginep di rumah Diego. Gimana bisa lo lupa kalo Diego punya adek cewek namanya Nina?!" Oke, Kailasha mulai emosi.

"Haha udah ah jangan marah gitu. Gue kira kan Nina yang lain."

"Bodo Dav. Bodo!"

"Haha yaudah, Kai. Gue ngantuk nih abis minum obat."

"Selamat istirahat, Davka kuuh. Cepet sembuh, ya."

"Makasih Kailasha kuuh cintakuuh maniskuuh."

Dan setelah rentetan ucapan aneh itu panggilan itu pun berakhir. Kailasha tersenyum miris menatap layar pinselnya yang sudah menghitam.

"Dasar. Masih aja suka php in gue."

[TBC]
⚫⚫⚫

Maaf ya baru update.hehehe

Continue Reading

You'll Also Like

764K 21.6K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
1.2K 83 39
Bukan hanya kisah cinta yang biasa dialami oleh hidup manusia, tapi juga tentang arti sebuah perjuangan. Perjuangan yang bukan sia-sia, tapi disia-si...
859K 6.1K 10
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
269 110 4
Derana A. Andromeda. Seorang gadis yang hidup di tengah kebenciannya terhadap kakak laki-laki yang sangat menyayanginya. Entah kesalahan apa yang tel...