Seharusnya ✔

By kaamuffled

123K 9.7K 2K

"Seharusnya lo gak begini. Seharusnya-" "Seharusnya seharusnya seharusnya. Berhenti bilang seharusnya karena... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Epilog
Davka's Side Story

Bab 16

2.9K 270 72
By kaamuffled

"Terkadang lo harus menulikan telinga lo dari semua hal yang bikin lo sedih. Tapi jangan terlalu lama."

※※※※※

Pagi ini kediaman Afreen kembali terguncang kala sang papa tirinya baru saja pulang dengan keadaan yang jauh dari kata baik. Wajah serta matanya memerah. Bajunya sudah tidak beraturan serta rambut yang terlihat acak-acakan.

Ia membanting keras pintu rumah Afreen hingga membuat semua orang terlonjak kaget. Tak lama kemudian terdengar suara teriakan keras memanggil nama sang istri yang sudah tergopoh-gopoh menuju ke arah suaminya yang masih meneriakkan namanya dengan penuh amarah.

Biasanya di Sabtu pagi ini, Afreen masih bergelung di atas kasur. Ia memang merupakan siswi pasif di sekolah sehingga ia tidak perlu repot-repot untuk pergi mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya pada Sabtu pagi.

Namun pagi ini sepertinya ia tidak diizinkan untuk beristirahat lebih lama lagi. Suara teriakan, benda yang dibanting, hingga pecahan benda pecah belah mulai memenuhi gendang telinganya. Benar-benar mengganggu, pikirnya.

Tanpa pikir panjang lagi, ia segera berjalan menuju kamar mandinya untuk mandi dan mengganti pakaiannya. Hanya butuh waktu 15 menit hingga ia siap dengan pakaian santainya. Ia meraih ponsel dan dompetnya kemudian ia letakkan di dalam tas kecil.

Setelah dirasanya cukup, ia segera membuka jendela kamarnya dan berjalan menuju balkonnya. Ia memanjat dahan pohon besar yang tumbuh di dekat balkonnya sehingga membuatnya mudah untuk keluar dari rumah tanpa harus melewati ruang keluarga yang sudah berubah fungsi menjadi arena pertempuran.

Afreen mengendap-endap berjalan menuju pagar rumahnya. Dan secara perlahan membuka pagar rumahnya kemudian menutupnya lagi.

Hari ini ia akan pergi menuju taman yang sering ia kunjungi sebagai pelarian dari kehidupan memuakkannya.

*****

Terdengar suara bola oranye memantul beberapa kali memecah kesunyian pagi ini. Seorang anak lelaki nampak serius memantulkan bola itu dan kemudian melemparkannya ke dalam ring.

"Yes!" pekik lelaki itu ketika ia berhasil ke sekian kalinya memasukkan bola itu dengan mulus.

Saat ia hendak mengambil bola itu lagi, tiba-tiba sepasang tangan lain sudah melakukan hal tersebut terlebih dahulu. Lelaki itu, Raehan menaikkan pandangannya kepada si pemilik tangan tersebut.

"Ada masalah lagi, 'kan?" tanya Raehan dengan menunjukkan senyuman liciknya.

"Hmm bisa jadi," ujar cewek itu sembari memutar-mutarkan bola itu pada jari telunjuk lentiknya.

"Afreen, wanna play this game? Mungkin lo bisa ngelupain masalah lo di sini."

"I hope so," ucap Afreen yang tanpa berpikir panjang lagi segera memantulkan bola basket itu dan dengan gesitnya, ia melemparkannya ke dalam ring.

Raehan terkekeh kemudian ia segera berlari dan mengambil bola tersebut. Ia melakukan pivot yang membuat Afreen terkecoh sehingga dengan mudahnya memasukkan bola ke dalam ring. Kemampuan seorang kapten basket di sekolah memang tidak bisa diragukan, bukan?

Sudah lebih dari satu jam mereka habiskan dengan bermain basket dan tertawa. Hal ini cukup membuat Afreen bahagia. Meskipun beberapa kali suara pertengakaran kedua orang tuanya seakan tak henti-hentinya berputar di otaknya.

"Stop, Rin! Gue capek. Istirahat dulu lah," ujar Raehan sembari berjalan ke pinggir lapangan kemudian ia duduk di rumput hijau yang tumbuh subur disana.

"Ah, lemah banget lo. Gue gak percaya kalo orang disamping gue ini kapten basket," sahut Afreen sembari duduk.

Mendengar celotehan ketus dari Afreen, Raehan hanya mengangguk sembari tersenyum tipis. Tentu saja cowok berperawakan atletis itu tidak merasa lelah sedikitpun. Baginya, basket adalah separuh dari hidupnya. Ia mampu bermain basket berjam-jam secara nonstop.

Sebenarnya Raehan sudah menyadari raut wajah Afreen yang terlihat begitu kelelahan. Irama bermainnya sejak tadi bukan karena untuk bersenang-senang melainkan sebagai pengalihan emosinya. Ia bermain dengan penuh emosi. Raehan dapat merasakan emosi yang berkobar di hati cewek itu setiap kali tangan mungilnya membenturkan bola itu ke tanah.

Tak tega melihat napas Afreen yang semakin tersengal, akhirnya ia memutuskan untuk 'mengajak' cewek itu beristirahat.

Dan mereka berdua pun berakhir dengan saling terdiam satu sama lain. Hening, hanya itulah kata yang mampu menggambarkan keadaan mereka sekarang. Masing-masing dari mereka sibuk memikirkan hal lain.

Raehan melirik ke arah Afreen yang terlihat sibuk dengan pikirannya sendiri. Sesekali Afreen terlihat sedang memejamkan matanya dan menghela napasnya dalam. Cewek dingin itu sepertinya benar-benar sedang berada dalam masalah besar.

Raehan rasanya ingin sekali merengkuh tubuh rapuh itu dalam dekapannya dan menguatkannya. Ingin sekali rasanya melakukan apapun untuk membuat gadia di sebelahnya ini kembali terlihat seperti biasanya.

Raehan terkesiap kala objek pandangannya kini sudah berdiri dan menatapnya. "Gue harus pergi. Thanks, han. Good luck buat turnamennya."

Dan Afreen pun berjalan pergi begitu saja. Sekali lagi Raehan menghela napasnya dan merebahkan tubuhnya pada rerumputan taman yang sedari tadi ia duduki. Kedua matanya menerawang ke langit biru yang kini sudah tertutupi oleh gumpalan awan kumolonimbus yang siap menurunkan tetesan hujan.

"Padahal gue deket sama lo. Tapi kenapa rasanya lo jauh banget sama gue?"

*****

Afreen meremas rambutnya kesal. Ia kabur dari rumahnya serta bermain basket dengan Raehan. Tapi tetap saja tak mampu mengalihkan pikirannya dari kejadian di rumahnya beberapa saat lalu.

Angin mulai berhembus kencang dan suasana seketika sunyi. Beberapa orang terlihat terburu-buru untuk tiba ke tenpat tujuannya mengingat cuaca hari ini kurang bersahabat. Namun hal itu tidak berpengaruh bagi Afreen. Ia masih enggan untuk kembali ke rumahnya yang ia yakin masih menjadi arena pertempuran.

Tetes demi tetes hujan mulai berjatuhan dan kini berubah menjadi hujan yang cukup deras. Namun tak membuat Afreen bergeming dari tempatnya. Ia berharap hujan ini mampu meluruhkan bayangan pahit yang sedari tadi menggelayuti otaknya.

"Ahahahaha!"

Tiba-tiba terdengar suara tertawa di sela suara rinai hujan dari arah belakang Afreen. Ia memutar tubuhnya dan menemukan seseorang yang sudah tidak asing baginya.

Cowok bertubuh tinggi dengan rambut yang sedikit panjang hingga menutupi setengah daun telinganya kini tengah bermain sambil tertawa dibawah rinai hujan. Kedua matanya tertutup dan tubuhnya tak henti-hentinya bergerak kesana kemari.

Davka, ketua OSIS nya yang aneh ini memang selalu melakukan hal yang tak pernah ia duga. Lihat saja, ia bahkan mengabaikan sekitarnya dan terus saja menari, berteriak dan tertawa di taman kota. Meskipun taman ini sepi dan tidak terdapat siapapun, tetap saja kelakuan Davka kali ini benar-benar membuat Afreen malu sendiri.

Memperhatikan Davka yang sepertinya sangat bahagia membuat Afreen seakan lupa dengan segala masalah yang sedari tadi mengganggunya. Kebahagian Davka bagaikan virus yang mampu menulari siapapun yang berada di sekitarnya.

"YA AMPUN AF! LO SENYUM!" pekik Davka dengan hebohnya sembari berlari kecil ke hadapannya membuat Afreen membelalakkan kedua matanya dan melenyapkan senyuman yang tanpa ia sadari sudah terukir di wajahnya.

"I..ih..ap..apaan si lo!"

"Hahaha lo manis banget sumpah, kalo senyum gitu," ujar Davka yang tak menyadari bahwa perkataannya berpengaruh buruk bagi detak jantung Afreen.

"Lo ngapain sih kayak orang gila disitu?!"

"Gue lagi.... umm...lagiii.....gak tau?" Sungguh jawaban cerdas dari mulut seorang siswa dengan IQ hampir mendekati angka 200 dan Ketua OSIS yang paling dihormati seantero sekolahnya bahkan dikenal oleh sekolah lain.

"Bodo, Dav!" ujar Afreen singkat kemudian ia segera berbalik sebelum Davka menularkan virus lainnya, virus gilanya.

"Eh eh Afreen!" Davka mencengkram pergelangan tangan Afreen dan memutar tubuhnya supaya kembali menghadapnya. "Lo ngapain hujan-hujanan di sini? Nanti lo sakit."

"Lah lo sendiri ngapain ketawa tawa sendirian di sini kayak orang gila?!"

"Gue...ga—"

"Shut up! Gak usah ngomong kalo jawaban lo cuma bikin gue makin gila."

"Af, gue habis nemuin sebuah harta karun!" ujar Davka yang membuat kedua alis Afreen tertaut. Pikirannya mencoba menerka hal aneh apa lagi yang akan Davka hadirkan di depan matanya.

"Sebentar ya," ujar Davka yang terlihat sibuk mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ia benar-benar tidak peduli dengan hujan yang semakin deras mengguyurnya.

"Tara!" pekik Davka sembari memperlihatkan sebuah penutup telinga yang terdapat telinga kelinci putih di atasnya kemudian tanpa meminta ijin terlebih dahulu, ia mengenakannya pada kepala Afreen.

Afreen memandangnya kesal namun tak dihiraukan oleh Davka. Cowok itu bahkan sedang menggerakkan kedua tangannya dan kedua bibirnya seakan tengah mengatakan sesuatu. Afreen segera membuka benda aneh itu dan seketika suara Davka kembali memasuki kedua telinganya sembari terus menggerakkan kedua tangannya yang Afreen yakini bahwa itu adalah bahasa isyarat. Afreen pernah melihatnya ketika mereka sedang berada di Panti Asuhan.

"Afreen! Terkadang lo harus menulikan telinga lo dari semua hal yang bikin lo sedih. Tapi jangan terlalu lama. Hadapi semua masalah lo. Jangan salahkan siapapun atas semua masalah lo. Lo kuat dan lo harus tau itu. Sekarang gue akan bikin lo tuli atas semua masalah lo. Tapi setelah itu, gue gak akan membiarkan lo lari lagi."

Mendengar hal itu, Afreen tertegun. Kilasan perkataan Raehan dan Davka bergantian hadir di dalam pikirannya.

"Mungkin lo bisa ngelupain masalah lo di sini."

"Hadapi semua masalah lo."

Davka memang gila dan Afreen mengakui itu. Tapi Davka pula yang mampu membuatnya kuat.

"Thanks, Dav!" ujarnya dalam hati.

Dan tanpa Afreen sadari, ia telah terlarut begitu jauh di dalam dunia Davka.

-TBC-
⚫⚫⚫

Siapa yang mau ikut ke dunia Davka? Haha 🙋

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
8.8K 2.2K 65
Anak hasil pernikahan siri seorang direktur perusahaan entertainment membuat laki-laki bernama Gian Bramana Alexander disembunyikan dari dunia, tidak...
Sangga By Ririn

Teen Fiction

791K 108K 30
Semenjak kepergian Rigel, Sangga lah yang menggantikan peran Rigel sebagai ketua geng Toxic. Permasalahan demi permasalahan terus datang silih bergan...
1.4M 127K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...