Bad Boy CEO And I [#MFFS 3]

By Anindana

11.5M 736K 20.7K

Megan Penelope dimata Alceo Tyler adalah seorang perempuan yang sangat menyebalkan di kehidupannya. Disaat se... More

Prolog
BadBoy 1
BadBoy 2
BadBoy 3
BadBoy 4
BadBoy 5
BadBoy 7
BadBoy 8
Badboy 9
BadBoy 10 (1)
BadBoy 10 (2)
OPEN PO FATED!!!
BadBoy 11
BadBoy 12
BadBoy 13
BadBoy 14
BadBoy 15
BadBoy 16
BadBoy 17
BadBoy 18
BadBoy 19
BadBoy 20
BadBoy 21 (1)
BadBoy 21 (2)
BadBoy 22
BadBoy 23
BadBoy 24
BadBoy 25
BadBoy 26 (1)
BadBoy 26 (2)
BadBoy 27
BadBoy 28
BadBoy 29
BadBoy 30
BadBoy 31 (1)
BadBoy 31 (2)
BadBoy 32
BadBoy 33
BadBoy 34 (1)
BadBoy 34 (2)
BadBoy 35
BadBoy 36
BadBoy 37
BadBoy 38
Badboy 39
BadBoy 40
BadBoy 41
BadBoy 42
BadBoy 43
BadBoy 44
Epilog (End super End!)

BadBoy 6

250K 16.5K 163
By Anindana

Jangan lupa Vote dan Commentnya ya :)

Selamat membaca! 😚

***

"Kau tidak melapor saja ke Mdm.Dorothy kalau kau dilecehkan?" Desak David sambil menatap ketiga wanita di mejanya bergantian. "Aku rasa Mdm.Dorothy pasti akan mengerti dan meluluskan permintaan pindah magangmu, Meg."

"Aku setuju dengan David, Meg. Setidaknya kau harus melaporkan perbuatan atasanmu itu pada seseorang," sahut Tania sambil menatap Meg.

"Itu yang sedang kulakukan sekarang, kan? Aku sedang melaporkannya pada kalian." Megan menatap ketiga sahabatnya bergantian, lalu ia menghela nafas. "Lagipula sepertinya percuma melaporkan seseorang seperti itu. Bahkan aku rasa, kalau ia mau, ia bisa membeli kampus kita dengan sekali kedipan mata." Megan menggidikkan bahunya. "Aku hanya sanggup berurusan dengannya hingga 3 bulan kedepan, bukan sampai akhir kelulusanku."

Mereka berempat terdiam. Hanya ada suara musik yang kencang yang mengisi keheningan di antara mereka sebelum Claire berbicara, "aku setuju dengan Meg. Mr.Tyler bukan mustahil untuk berbuat sejauh itu demi menjaga nama baiknya, kurasa."

Megan tahu akan itu. Tapi mendengarnya lagi dari bibir orang lain malah membuatnya semakin stress akan nasib pekerjaan magangnya di perusahaan Tyler Enterprise.

"Tapi harus aku akui, Mr.Tyler sangat tampan. Aku rasa dengan wajahnya itu, semua orang akan memaklumi keliarannya." Megan melotot menatap Claire dengan tatapan tidak percaya. Bahkan Claire juga ikut-ikutan?

"Semua orang, tapi bukan aku!" Tegas Megan. "Bagiku, ia hanya anak manja yang terbiasa mandi dengan emas juga berlian, dan selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan hanya dengan menunjuk." Megan mendengus lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Dan itu menyebalkan. Aku rasa dia tidak tahu apa itu namanya usaha."

Ketiga sahabatnya menatap Megan kemudian saling menatap dan bertukar pikiran dalam diam.

"Kenapa aku merasa kau terdengar seperti pacar yang sedang merajuk? Apa itu hanya perasaanku?" Tanya Tania sambil menatap kedua sahabatnya bergantian.

"Yang benar saja!" Gerutu Megan gemas.

Kedua sahabatnya yang lain memilih tidak berkomentar. Claire lebih dulu mengalihkan topik pembicaraan sebelum Megan dan Tania mulai berdebat kalau opini Tania benar.

"Jadi bagaimana dengan laporan magangmu? Mr.Tyler sudah menandatanganinya?" Tanya Claire.

Megan menoleh kearah Claire lalu menggeleng pelan. "Sepertinya aku akan meminta Ed untuk memintanya lusa," jawab Megan. Megan kemudian mendesah lalu menangkupkan kedua tangannya di depan wajah. "Ah bagaimana ini? Aku bahkan berkata tidak peduli apa dia akan menandatangani laporan itu atau tidak. Bagaimana kalau dia menuliskan hal-hal buruk mengenaiku? Bagaimana nasib nilaiku nanti?"

"Aku rasa Mr.Tyler bukan orang yang seperti it-"

"Untuk laki-laki yang sudah melecehkanku berkali-kali, dia pasti akan melakukannya. Harga dirinya tidak pernah terinjak sebelum ini!" Megan langsung menegakkan tubuhnya, membuat ketiga sahabatnya terkejut. Megan menatap ketiga sahabatnya lalu menggeram. "Ah tidak tahu! Aku mau pulang. Ada laporan bulanan yang Ed minta aku kerjakan akhir minggu ini."

Megan menyeruput gelas berisi red winenya, lalu berdiri sambil meraih tas juga jaketnya dari sofa.

Ketiga sahabatnya hanya mengikuti gerak Megan dengan tatapan mata sebelum David ikutan berdiri menggandeng Tania. "Baiklah, ini juga sudah malam. Sebaiknya kita pulang."

Claire berdiri dan mengangguk setuju sambil meraih tasnya.

Megan menghela nafas pelan. Dalam hatinya, ia sedikit merasa bersalah karena sudah mengacaukan akhir pekan mereka yang seharusnya mereka nikmati tanpa membawa masalah pekerjaan.

Mereka berempat berjalan menuju ke pintu keluar kelab secara beriringan.

Sebelum mencapai pintu keluar, ekor mata Megan menangkap sosok yang mulai terasa familiar akibat terlalu seringnya ia bersinggungan dengan laki-laki itu belakangan ini.

Megan masih mengikuti David, Tania, dan Claire hingga ke mobil David. Namun ketika semua sudah siap masuk kedalam mobil, Megan masih berdiri penuh pertimbangan di depan mobil David.

"Ada yang tertinggal?" Tanya David menunggu Megan untuk bereaksi.

Megan bimbang. Entah apa yang sedang ia pertimbangkan, karena akal sehatnya jelas-jelas menolak untuk bertemu lagi dengan laki-laki hidung belang itu dalam kondisi apapun. Namun bagian dirinya yang lain seakan sedang mempertimbangkan untuk menghampiri laki-laki itu dan mencova berbicara baik-baik mengenai laporan magangnya. Biar bagaimanapun, laporan itu adalah milik Megan. Tidak etis rasanya meminta Ed yang menanganinya disaat masalah yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan Ed.

"Meg?" Panggil Claire menyadarkan Megan.

Ahhh... semoga keputusanku tepat. Megan membatin kemudian menghela nafasnya pelan. "Kalian duluan saja, aku masih ada sedikit urusan."

"Urusan?" Tania membeo.

"Ini sudah malam, Meg," Claire mengingatkan. "Kau ada urusan apa lagi semalam ini?"

"Aku antarkan saja," tawar David.

Megan menggeleng. "Tidak perlu. Hanya urusan kecil," kuharap "aku akan mengabari kalian begitu aku sampai rumah nanti. Bye..."

"Eh tapi..." Megan tidak lagi mendengar kelanjutan ucapan Tania yang mengambang karena Megan sudah berbalik dan berlari kearah jalanan, berpura-pura pergi, lalu bersembunyi di antara mobil-mobil yang terparkir sambil menunggu ketiga sahabatnya pergi.

Begitu melihat mobil David melaju pergi, Megan baru berjalan kembali menuju ke dalam Kelab malam yang baru ia tinggalkan.

***

Alceo menghabiskan cairan bening di gelasnya dalam sekali teguk. Ia tidak pernah merasa sekesal dan setidak berharga ini sebelumnya.

Ia hanya pernah dicueki oleh adik kembarnya ketika gadis itu merajuk. Namun untuk ukuran wanita asing yang baru beberapa kali bersinggungan dengan dirinya, ia tidak pernah sama sekali diperlakukan seperti itu.

Sedikit banyak, Megan mengingatkannya pada sosok adiknya. Hanya saja Megan adalah versi lebih kuat dan tegar dari adik kembarnya itu.

"Psst."

Alceo mendongak kearah Gary yang barusan berdesis. Ia mengernyit menatap Gary yang memberikan kode padanya untuk berbalik dengan gerak mata juga bibirnya.

Alceo berbalik masih sambil bertanya-tanya dan seketika itu juga pertanyaan tidak berbentuk di kepalanya terjawab.

Speaking of devil, she's here. Kenyataan kalau Megan menghampirinya sedikit membuat luka gores di harga dirinya terobati. Wanita itu tidak benar-benar mengabaikannya.

"Mr.Tyler, saya ingin berbicara."

"Oh ya?" Senyum jahil terbit di wajah Alceo. Ia menopang sisi kepalanya dengan sebelah tangan sambil terus menatapi Megan. Wanita itu terlihat cantik malam ini dengan gaun blink-blink simple berwarna merahnya. Oh apa itu merah? Atau pink? Yang jelas megan terlihat simple dan juga elegan.

"Bicaralah," ucap Alceo menatap Megan dari bawah hingga keatas.

Megan merasa risih di tatapi seperti itu, apalagi oleh pria hidung belang di depannya ini. Tapi mau bagaimana lagi? Megan harus mengumpulkan laporan magangnya paling lambat minggu depan, atau ia akan mendapat nilai buruk.

Mata Megan bertemu dengan Gary yang berdiri di seberang Alceo. Alceo mengikuti arah pandang Megan, kemudian ia berbalik untuk berbicara dengan Gary. "Layani pelangganmu. Kami ingin berbicara." Alceo senyum penuh arti kepada Gary. Kemudian ia berbalik lagi menatap Megan. "Atau kau mau kita berbicara ditempat yang lebih sepi?" Tawarnya.

Megan bergidik dan langsung menolak. "Tidak. Disini lebih baik." Megan mengambil tempat duduk di samping Alceo di depan meja bar.

"Baiklah... kau mau memesan minum?" Tawar Alceo kembali memutar posisinya, namun matanya tidak melepas wajah Megan sama sekali.

Megan menggeleng. "Aku kemari hanya untuk berbicara dengan singkat tanpa basa-basi," sahut Megan.

"Apa? Kau berubah pikiran atas penawaranku?" Tanya Alceo.

"In your dream!" Gerutu Megan langsung. "Saya sudah katakan, tanpa basa-basi, Mr.Tyler," ucap Megan gemas. Kemudian ia melanjutkan ucapannya dalam tarikan nafas pertama. "Saya tahu anda membenci saya, tapi saya minta anda untuk tidak mencampur-adukkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Saya mohon dengan hormat kepada anda untuk-"

"Siapa yang mengatakan aku membencimu?" Sela Alceo. Ia menatap Megan sambil tersenyum.

"Saya serius, Mr.Tyler," desis Megan.

"Saya juga serius," Alceo memutuskan untuk menyudahi tatapannya pada Megan sebelum ia menerkam Megan dan membuat wanita itu semakin membencinya. Ia menatap kearah gelas kosong di tangannya sambil menikmati lantunan lagu yang mengalun mengisi kekosongan di antara mereka.

Megan sendiri terdiam. Atau lebih tepatnya, ia terkejut.

"Begini saja." Suara Alceo menarik Megan dari keterkejutannya. "Temani aku minum malam ini, maka aku akan mempertimbangkan untuk menandatangani laporanmu?"

"Mr.Tyler, bisakah anda serius-"

"Atau kau lebih memilih tawaran pertama untuk tidur denganku?" Sela Alceo cepat sambil menyeringai.

Alceo merasa puas melihat Megan terdiam tanpa bisa membantahnya. Alceo menepuk tangannya untuk memanggil Gary.

Gary dengan sigap langsung menghampiri Alceo. "Ada apa?"

"Sediakan shotmix terbaikmu untuk kami," perintah Alceo.

"Sekarang?" Tanya Gary bingung.

"Menurutmu kapan? Tahun depan?" Tanya Alceo sarkastik.

Gary terkekeh dan langsung melakukan perintah Alceo.

Megan terlihat ragu kearah gelas-gelas kecil di hadapannya. Berbeda dengan Gary yang menuangkan cairan bening itu tanpa ragu, dan juga Alceo yang dengan percaya diri meraih gelas berisikan cairan bening sambil menatap Megan dan mengkodenya untuk ikut mengambil gelas yang sama.

Megan bukannya lemah terhadap alkohol. Malahan, tubuhnya cukup kuat mentolerir jumlah alkohol yang masuk. Ia hanya ragu dengan pro kontra yang berada di kepalanya. Bagaimana kalau Alceo lebih kuat daripadanya? Bagaimana kalau ia mabuk nanti? Bagaimana kalau Alceo mengerjainya?

"Atau kau sedang mempertimbangkan opsi pertama sekarang?" Tanya Alceo terdengar meremehkan.

Semoga aku tidak menyesal. Megan membatin sambil meraih gelas kecil itu dan menegaknya hingga tandas.

***

"Kau tahu? Kau adalah wanita pertama yang berani melawanku dan juga menolakku. Tidak pernah ada orang yang berani menginjak-injak harga diriku seperti bagaimana kau menginjak-injaknya." Alceo menunjuk hidung Megan. Kemudian ia terkekeh. "Kau sangat menyebalkan, Megan Penelope. Sangat-sangat menyebalkan."

Megan berdesis dan menepis tangan Alceo dari depan wajahnya.

Alceo terkekeh. "Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat padamu. Apa aku harus mencekikmu, memelukmu, atau menciummu?"

"Kau tahu aku akan membunuhmu kalau kau berani menciumku," ancam Megan.

Alceo tertawa dengan sangat kencang menanggapi ancaman Megan. "Lihat? Kau barusan mengancamku, tapi kenapa aku malah merasa senang? Aku seperti merasa bebas menjadi diriku sendiri," gumam Alceo. Ia kemudian terkekeh dan bergumam, "sepertinya aku akan menciummu karena telah membuatku merasa bebas. Aku bersyukur karena masih ada orang yang tidak melihat kekayaan dan juga ketampananku." Alceo meraih gelas di hadapannya. "Untuk itu, mari kita rayakan!!!!"

"Kau sudah mabuk, Mr.Tyler." Megan menahan laju tangan Alceo sebelum cairan itu kembali diteguknya.

Mereka sudah menghabiskan hampir satu jam di meja bar, dan juga entah berapa puluh gelas alkohol yang diteguknya. Yang jelas Alceo sekarang sudah sangat mabuk.

"Aku tidak mabuk." Alceo terkekeh. Ia menepis tangan Megan dari tangannya dan kembali meneguk cairan itu. Cairan terakhir yang akhirnya membuat Alceo tumbang tidak sadarkan diri di atas meja bar.

Megan bisa saja meninggalkan Alceo. Alceo juga bukan tanggung jawabnya. Satu jam terakhir ini, mereka minum bersama juga bukan sebagai bentuk persahabatan yang mulai terjalin, melainkan karena perintah Alceo.

Dan sampai Alceo mabuk hingga tertidur, Megan tidak merasa perlu bertanggung jawab dengan membawanya pulang, atau paling tidak, memastikan laki-laki itu aman.

Tapi seperti yang Alceo katakan ditengah kesadarannya yang semakin berkurang, Megan melihat sosok lain dari seorang Alceo yang selama ini di ketahuinya.

Megan bisa merasakan kesepian dari dalam diri Alceo. Entah kenapa Megan malah merasa selangkah lebih mengenali Alceo saat ini yang mungkin menjadi Alasan Megan tidak tega meninggalkan Alceo seorang diri di kelab.

Megan menggaruk pelipisnya setelah mengambil sebuah keputusan yang pastinya tidak akan pernah terpikirkan oleh diri Megan 1 jam yang lalu.

"Kau sangat menyusahkan, Mr.Tyler," gumam Megan.

***

Tbc

Semoga suka 🙏

Continue Reading

You'll Also Like

11M 280K 62
TAMAT! PART LENGKAP! [Follow Evathink sebelum membaca, agar mendapat Info update!] "Aku hanya ingin mengenalkan calon istriku pada kedua orangtuaku...
2.1M 10.9K 6
Athalia Anderson, seorang siswi SMA yang sudah berada di tahun terakhir. Kehidupannya yang biasa saja tiba-tiba berubah semenjak ia terbangun di temp...
1.4M 48.9K 46
Anandia Wijayakusuma atau yang akrab disapa Dea begitu bahagia ketika mendapat panggilan kerja dari sekian banyak lamaran yang dia kirim ke berbagai...
2.1K 337 60
R 15+ 《PART LENGKAP》 ~ Genre Spritual ~ Jarak membentang di antara kita. Memutus diri ini untuk berjumpa denganmu. Entah kapan kita bisa bertemu. Kuy...