Would You Still Love Me The S...

By xcumbag

174K 9.9K 309

Asya Shakila Gibran Cewek berpipi gembul yang hidupnya nggak mau menye-menye kayak perempuan yang biasanya a... More

Prolog
[Satu] Hah? Sayang?
[Dua] Asya dan Dunianya
[Tiga] Something in The Past
[Empat] Arza Hilang, Asya Tobat
[Lima] Kok Dia Lagi Sih?
[Enam] Mas? Masalah buat Asya!
[Tujuh] Kemunculan Arza dan Si Buaya Darat
[Delapan] Perasaan Apa Ini?
[Sembilan] Kata Rayhan, Resmi!
[Sepuluh] Distant Lover
[Sebelas] Wisuda Jurit
[Dua Belas] Mabuk Cinta
[Tiga Belas] Antara Gundah dan Bahagia
[Empat Belas] Sebatas Teman
[Enam Belas] Pernyataan Cinta
Spoiler!
[Tujuh Belas] Keraguan
Lagi Ngoceh
[Delapan Belas] Wanita dan Egonya
[Sembilan Belas] Pengajuan Nikah
[Dua Puluh] H-1 Pernikahan? Asya Ambruk!
[XXI Bagian 1] Hari Bahagia
[XXI Bagian 2] Hari Bahagia
[XXII] Seoul in Love
Dream Cast
[XXIII] Pinky Promise?
[XXIV] Bitter, sweet...
[XXV] For Better and For Worse
[XXVI] Suami Idaman?

[Lima Belas] Sebuah Teka-Teki!

4.1K 283 11
By xcumbag


Asya lupa kalau rumah Eyangnya ini satu deret dengan rumah sesepuh keluarga Rayhan. Sepertinya Yang Kuasa tak ingin Asya untuk melupakan mantan yang sekarang menjadi temannya itu. Namun, bukan Rayhan yang kini dia permasalahkan, tetapi Gendis. Wanita berambut hitam legam dengan poni yang menambah kesan manis dan ayu di wajahnya itu sekarang ada di pelataran rumah Eyang Asya. Asya, yang masih ada di rumah Eyangnya pun menyambut kedatangan tamu tak terduga tersebut.

Asya tersenyum kikuk, "Mau masuk ke dalam, Mbak?" tawarnya sopan.

Gendis hanya menggerakkan tangannya, membuat gestur menolak dengan menggelengkan kepala pula. "Nggak usah. Ini cuma mau ngantar undangan. Kamu juga datang, ya," ujarnya melempar senyum tipis pada Asya.

Tunggu dulu, undangan? Apa mungkin Mbak Gendis dan Mas Re? Asya menerka-nerka. Dia pun membalas senyum Gendis dan mempersilakan sang tamu untuk berpamitan.

Tangan Asya bergetar memegang undangan dengan dominasi warna peach itu. Kiranya berjuta tanya ada dalam otak Asya kali ini. Dia menggigit bibir bawah, gugup.

"Rakyan Gendis... Lettu Inf Bayu..." gumam Asya seperti mengeja huruf. Matanya berubah berkilat cerah.

Dia menyimpulkan apa yang dikatakan Rayhan tempo hari tentang kesepakatan dengan Gendis adalah suatu kebenaran. Bukan lagi omong kosong yang ditelan Asya beberapa tahun terakhir. Beban di hatinya seakan tercuil separuh. Sedikit lega ketika mendapati gadis yang menjadi momok dalam hubungannya dengan Rayhan itu sudah dipersunting oleh Bayu. Asya harap pernikahan mereka benar atas dasar cinta bukan keterpaksaan belaka.

Asya sedikit berlari menuju ke ruang keluarga, dia menyerahkan undangan pernikahan Gendis kepada Eyang Putrinya. Kila langsung ikut menengok memenuhi rasa penasarannya.

"Ini kok pada nikah semua, si Embul belum ini gimana toh," cetus Eyang Putri menyindir Asya.

Asya mengernyitkan dahinya, meringis karena ucapan Eyangnya itu menyentilnya. "Sama siapa Yangtiiii? Asya belum kerja juga. Beda sama Mbak Gendis, bisnis butiknya sukses gitu," ucapnya membela diri. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa, tepat di sebelah sang Papa. "Nanti Papa kangen Asya diambil orang,"

Gibran menjitak jidat putrinya gemas. "Siapa yang mau ngambil kamu? Rayhan aja kamu bikin kabur gitu," cerocosnya. Sorotan tajam dari Kila langsung membuat Gibran mengunci mulutnya.

"Paps, anaknya patah hati malah diejekkin. Ntar beneran nggak mau nikah jadi perawan tua 'kan bahaya juga," kilah sang Mama. Dia mengedipkan beberapa kali matanya ke arah Gibran. Asya tidak mengerti juga apa maksud kode-kodean antara kedua orangtuanya itu.

"Patah hati apa sih, Ma..." Asya mulai merengek, menggelayuti tubuh Kila. "Lagian Asya sama Mas Rayhan sekarang temenan. Nggak ada lagi sakit hati gitu-gitu. Udah gede," bangganya seolah dirinya memang layak disebut wanita dewasa. Asya terkikik geli.

Arza ikut menyerobot obrolan tersebut. "Gede apaan, putus masalah salah paham ecek-ecek aja nangis. Basi!"

Bluk! Bantal sofa mendarat tepat di wajah Arza, ulah siapa lagi kalau bukan Asya yang sudah geram dengan mulut kembarannya. Kalau sudah menganga, mulut Arza itu sangat berbisa. "Kurangin dikit lah ceriwisnya mulutnya Bang Aja. Bisa-bisa dibunuh anggotamu, digantung pula. Komandannya kayak gini, ngeselin kuadrat," Asya manyun.

"Apalah diriku jika dibandingkan Bang Rayhan yang bikin Saudari Asya Sapi Gembul susah move on," cetus Arza kemudian. Asya langsung menyipitkan matanya, menelisik dengan kejam ke arah kembarannya.

Asya menghela napas pasrah. "Emang si Kampret,"

***

Sorot mata bahagia itu membuat Asya ikut bersemi, ternyata Gendis benar-benar bahagia dengan pernikahannya. Asya dibuat iri karena tatapan Bayu yang penuh cinta kepada Gendis itu tak ada hentinya. Gendis juga bersilauan bahagia ketika tradisi upacara pedang pora usai. Asya mendengarkan pidato yang dibuat Gendis untuk sang suami, Bayu. Di sana Gendis membaca pidatonya dengan tangis gembira, karena Bayu yang rela menunggunya selama bertahun-tahun tak mudah menyerah akan dirinya.

Asya sangat bodoh menilai Gendis adalah wanita ular yang tidak tahu diri. Ada rasa sesal mulut pedasnya mengolok Rayhan, mengumpatnya dalam hati, mengatakan bahwa hubungan cinta masa lalu Rayhan sangat menjijikkan. Nyatanya, mereka berdua hanya terjebak dalam sesuatu yang mereka sendiri tidak inginkan. Satu persatu kejadian mulai Asya pahami, mungkin untuk selanjutnya dia akan mendengarkan curahan dari sang tertuduh, Rayhan.

"Ca, tadi nggak ikut nangkep buket bunganya Gendis, ya?" tanya sebuah suara yang sangat dikenali Asya, siapa lagi kalau bukan Rayhan? Pria yang mengajaknya untuk datang kemari. Meskipun Asya menghadiri pernikahan ini bersama keluarganya.

Asya menoleh ke sekelilingnya, takut keberadaan Rayhan dan dirinya tertangkap oleh keluarganya. Untunglah orangtuanya sibuk berbincang dengan Pangkostrad di seberang sana. "Ngapain? Kalau emang belum waktunya nyusul nikah, ya udah. Kalau pun aku nangkep yang ada malu, ntar dikira tanda nyusul nikah, padahal calon aja nggak ada." Selorohnya.

Rayhan menggaruk dagunya. Asya dibuat terpaku melihat kegiatan pria di hadapannya itu, sangat maskulin di mata Asya. Kemudian dia menggelengkan kepala. Pikirannya mulai tidak beres.

"Oh, gitu, Ca. Padahal Mas berkali-kali kode sukarela jadi pendamping Asya kalau udah desperate," tukas Rayhan yang dihadiahi pukulan di lengan oleh Asya.

Asya berdecak kesal, "Ih nyebelin banget sih sekarang. Semua aja ngatain Asya depresi, padahal aku bahagia gini," sanggahnya.

"Asik banget ini, Kakak Asuh. Calon?" serobot seorang pria dengan pakaian yang serupa dengan Rayhan, formal dan rapi, mungkin lelaki itu juga bertugas sebagai panitia pernikahan seperti Rayhan.

Lantas Rayhan dan Pria itu saling membenturkan dada dan bersalaman dengan erat. "Bisa aja kau, Lek. Kenalin, ini kawanku, Asya. Sya, adik asuhku, Kenta."

Asya pun melempar senyum kepada Kenta, "Salam kenal, ya, Mas Kenta," ujarnya.

Rayhan merengut sepersekian detik melihat interaksi tersebut. Kenta menyadari kejanggalan di sana, dia pun memilih untuk minggir dari tempat itu. "Ke sana dulu, Suh. Cepet nyusul, lah. Biar nggak jadi pasukan pedang pora atau pengaman nikahan mulu," ejek Kenta. Rayhan hanya dapat mengulum senyumnya.

"Tuh, dengerin. Cepetan nyusul, Bujang Lapuk," ejek Asya sambil menaik-naikkan alisnya. Dia tertawa sendiri karena berhasil membuat wajah Rayhan merah padam. "Asik, marah juga nih yeee."

"Ntar aku nikah, situ nangis lagi. Dikutuk jadi batu bisa-bisa," bela Rayhan tak mau kalah, meski kupingnya sudah memerah karena menahan malu.

Asya tumbuh menjadi wanita dewasa yang mengagumkan. Rayhan tidak bisa mengalihkan pandangannya ke arah lain selain Asya. Dia mendengus frustasi. Percuma dia menyerbu perempuan di depannya ini dengan serentetan kode ataupun gombalan. Tidak akan mempan. Dia pun tahu yang dibutuhkan Asya sekarang adalah aksi pembuktian atas kesungguhannya. Namun, Rayhan masih ketar-ketir untuk mewujudkannya. Banyak pertimbangan untuk itu.

Asya melambaikan tangannya tepat di depan muka Rayhan. "Eh, Mas. Malah ngelamun. Ngelamunin apa?"

"Itu, mikirin masa depan. Oh, ya, Ca. Kamu berangkat ke Jakarta kapan?" tanya Rayhan asal.

"Masih ada kali dua minggu lagi," jawaban Asya itu disahuti Rayhan dengan anggukan saja.

Wajah Rayhan kaku seketika. Melihat Gibran dan Kila, orangtua Asya, melangkah menuju ke arahnya. Tidak mungkin juga dia kabur. Menunjukkan sekali bahwa dia pengecut, bukan? Bertahun-tahun mentalnya ditempa mulai dari taruna hingga menjadi prajurit akan sia-sia jika dia kabur seperti maling. Lebih baik dia diam dan menghadapi segala dampratan kekesalan orangtua yang kecewa anak gadisnya dikecewakan.

"Izin, Komandan." Rayhan memberi hormat kepada Gibran, dibalas dengan hormat pula.

Wajah Gibran yang biasanya terlihat hangat apabila di hadapan Rayhan seakan berubah, tatapannya berkilat marah. "Masih hidup pula kau, Han."

Rayhan meringis, menutup matanya sekilas sebelum menjawab dengan tegas. "Siap, Komandan."

Gibran menepuk dada Rayhan cukup keras. "Berani gores luka untuk anak gadisku, habis kau, Han. Awas kau lupa menghadap,"

"Si...Siap, Komandan!" sahut Rayhan tanggap. Kemudian, Asya diseret oleh orangtuanya untuk meninggaalkan perhelatan pernikahan itu. Meninggalkan Rayhan yang berdiri kaku di sana.

***

Sore itu, Arza sudah harus kembali ke kesatuannya, Yonif Raider 700, di Makassar. Asya masih saja merengek tiap kali masa cuti kembarannya itu habis. Memang seperti itu, jika dekat mereka akan bertengkar tiada henti, jika berpisah tidak mau ditinggal. Akhirnya, malam ini pun sepi bagi Asya tanpa mulut tampol-able milik Arza.

Dia memilih menemani Eyang Putrinya menonton drama Turki, meski dia sendiri muak dengan siaran drama Turki dan India yang ada di televisi. Tapi apa daya, remot selalu ada di kuasa Eyang Putri dan Mamanya.

"Mbuuuuul. Mama mau ngomong, sini bentar," Kila muncul dari dapur, anehnya dengan pakaian rapi seperti ingin menghadiri kondangan. "Nanti dulu deh, kamu ganti baju dulu."

Asya menggeleng malas, tubuhnya sudah melekat dengan sofa empuk di ruang keluarga milik Eyangnya. Dia juga sudah menghimpit guling. Sangat nyaman, dia pun enggan untuk beranjak tanpa alasan pasti. "Bilang dulu ada apa," sergahnya. Asya malah menggoyangkan kepalanya ke kanan kiri mempermainkan keseriusan Ibunya.

Kila pun kesal dengan tingkah Asya yang masih saja seperti anak-anak. Padahal, seorang pria beserta keluarganya hendak meminta Asya untuk bagian dari keluarga mereka. "Haduuuuh, bisa pusing kepala Mama ini. Kamu tuh mau dilamar, malah masih leyeh-leyeh di sini."

Asya menganggukkan kepalanya. Hanya sekian detik. Selanjutnya, dia tersedak ludahnya sendiri ketika mencerna ucapan Mamanya. "Apa, Ma? Siapa yang mau ngelamar Asya?"

Kila sudah enggan menjawab, dia pun hanya menepuk pantat Asya untuk bergegas berganti pakaian yang pantas untuk menyambut tamu spesial malam itu.

Asya menaiki tangga menuju kamarnya lemas, dirinya seperti orang linglung. Memang siapa yang mau melamar dirinya? Tuhan, Asya paling tidak suka yang namanya perjodohan. Tapi, dia tahu Papa dan Mamanya bukan orangtua kolot yang memaksakan kehendak anaknya. Dia tahu keputusan akhir selalu ada pada dirinya. Masalahnya, siapa yang datang untuk melamar dirinya? Tidak ada angin, ombak, badai, langsung menyambar lamaran di malam ini.

Nama Rayhan pun muncul di benak Asya. Untuk sesaat, dia ragu. Rayhan dengan jelas menghindari obrolan dengan rekannya perihal pernikahan, jadi Asya berpikir tidak mungkin yang datang di rumah Eyangnya untuk melamar dirinya kali ini adalah Rayhan. Asya merapalkan doa dalam hati, semoga saja yang datang bukan pria tua kiriman karma dari Tuhan karena sudah mengejek Rayhan seorang Bujang Lapuk. Tolong berikan Asya jodoh yang terbaik!

***

[Rayhan]

[Asya]

Bonus foto Mas Re pas lagi unyu-unyu di pendidikan Akmil, ya. Hahaha.

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 54.2K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
17M 755K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2.6M 38.8K 51
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
7.2M 352K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...