"Benci sama cinta itu cuma terpisahkan sama selaput tipis. Itu masalah klasik. Hati-hati!"
※※※※※
Suasana siang ini terasa begitu tenang. Setelah kembali dari kantin, jam istirahat ternyata masih tersisa sekitar 15 menit lagi dan Davka memutuskan untuk berdiam diri di dalam ruang OSIS. Ia duduk di mejanya dan menumpukan kepalanya di atas meja.
Hembusan angin yang masuk ke dalam melalui jendela seakan membuat hati Davka menjadi semakin damai. Kedua matanya kini terasa begitu berat hingga akhirnya tertutup dan membawanya ke alam mimpi.
"DAVKA ADHIKARI!"
Dan mimpi itu pun usai, secepat itu...
Davka membuka matanya malas dan menoleh ke arah pintu yang sudah terbuka lebar dan menampilkan sesosok cewek berambut panjang dengan tatapan tajam ke arahnya.
"Ada apa sih, Af? Hasil foto kemarin jelek?"
Afreen mendekati Davka dengan langkah yang berderap dan memperlihatkan ponselnya ke hadapan Davka yang masih berada di ambang kesadarannya.
From : OSIS SMA Kusuma Bakti
Congratulation Afreen Neisya!
Kamu terpilih sebagai panitia Pensi tahun ini pada tim Humas. Siapkan dirimu untuk mengikuti rapat hari ini sepulang sekolah di ruang OSIS.
Don't miss it!
________________________________________
Membaca chat itu Davka hampir saja tergelak jika saja ia tidak menutup mulutnya rapat-rapat.
"Ini pasti ulah lo, kan?"
"Okay, Sherlock. Mari kita coba pikirkan. Darimana lo bisa narik kesimpulan dengan pikiran sependek itu? Maksud gue, dari sekian banyak pengurus OSIS, kenapa lo bisa nuduh gue jadi si pelaku chat itu?"
Afreen menarik ponselnya dan meletakkannya ke dalam saku rok abu-abunya kemudian menghela napasnya kasar.
"Lo ketua OSIS dan chat ini atas nama OSIS. Gak mungkin, kan dalam keputusan gini lo sebagai ketua gak tahu tentang hal ini?"
Davka menegakkan tubuhnya dan memasang senyuman miring andalan kakaknya setiap kali ia ingin meremehkan musuhnya. "Well, gimana kalo gue memberikan kebebasan buat pengurus gue untuk rekrut siapa aja yang mereka mau? Bisa, kan? Gue ketuanya, kalo lo lupa."
"Dan gue gak yakin akan hal itu. Lo bukan ketua yang sebodoh itu untuk gak tau aturan semacam itu."
Mendengar kalimat terakhir itu, Davka seketika tertegun. Ternyata di mata Afreen, ia tidaklah seburuk itu. Senyum Davka seketika mengembang. Dipuji oleh seorang Afreen baginya adalah hal yang amat langka. Davka merasa sangat bahagia hingga terasa dadanya seperti akan meledak.
"Napa lo senyum aneh gitu?" tanya Afreen yang mulai merasa ketakutan.
"Makasih loh ya Af. Gue gak nyangka kalo gue sekeren itu."
Mendengar pernyataan itu, Afreen seakan tersadar atas apa yanh telah terlontar dari mulutnya. Ia memejamkan matanya dan merutuki mulutnya yang tidak sejalan dengan perintah otaknya. Kedua pipinya secara perlahan memerah. Ia malu. Sangat malu! Rasanya ia ingin menggali lubang yang sangat dalam kemudian mengubur dirinya di sana.
Di lain sisi, Davka tertawa terbahak,-bahak. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Afreen akan bertingkah seperti itu. Benar-benar menggemaskan!
"Ah bodo. Pokoknya gue gak mau ikutan!" ujarnya seraya berbalik dan segera melangkah keluar dari ruang OSIS.
"Gue sih, terserah lo aja. Tapi Pak Sulaiman kayaknya gak suka lo nolak posisi itu." Mendengar hal itu, Afreen seketika menghentikan langkahnya dan melirik tajam ke arah Davka yang tersenyum licik.
"Gue gak takut!" desisnya. Ia pun melanjutkan langkahnya keluar namun terhalang oleh seseorang yang sudah muncul di depannya.
"Wah, kebetulan banget ada Afreen. Makasih banget loh ya, Af. Bapak seneng kamu bisa ikut gabung di kepanitiaan pensi ini," ujar Pak Sulaiman sambil memamerkan senyuman lebar dibalik lebatnya kumis miliknya.
Bersamaan dengan suara itu, Afreen menghela napasnya. Ah sebentar lagi ia harus merelakan hari-hari tenangnya!
*****
Kailasha benci hari ini. Ia benar-benar menyesali keputusannya untuk menyuruh kedua cowok itu untuk memilih panitia tambahan untuk bekerja di tim humas. Tindakannya benar-benar bodoh.
Ia kini menatap bayangannya di cermin besar yang terletak di hadapannya. Sejak tadi ia masih belum mengganti seragamnya. Ia hanya duduk termenung di atas ranjang dan menatap kosong cermin itu.
Kedua matanya sembab akibat tangisannya beberapa saat lalu. Kedua tangannya terkepal, meremas bedcover dengan erat. Seakan melampiaskan segala amarahnya disana.
Kepalanya masih dipenuhi oleh bayangan akan kejadian beberapa jam yang lalu saat ia harus berada di dalam satu ruangan dengan Afreen yang duduk di sebelah Davka. Hatinya terasa sedikit nyeri setiap kali ia harus melihat Davka yang tersenyum dan berseda gurau dengan Afreen.
Biasanya dirinyalah yang berada di sebelah Davka. Biasanya dirinyalah yang diberikan senyuman itu. Biasanya dia jugalah yang diajak bercanda seperti itu. Tapi sekarang, dengan mudahnya cewek dingin itu berada di atas puncak gunung yang bahkan tingginya jauh di atasnya.
Lamunan itu akhirnya hancur kala ponselnya bergetar menampilkan sebuah pesan dari seseorang yang sekali lagi sudah mematahkan hatinya. Jika biasanya Kailasha akan gembiara kala melihat hal itu, tapi tidak dengan hari ini. Chat itu bagai sebuah pisau yang tengah menyayat hatinya jauh lebih dalam lagi.
From : Davka Nyebelin❤
Kai? Are u okay?
________________________________________
"Dari sekian banyak orang disana, kenapa cuma lo yang paling peka sih, Dav? Tapi sakit rasanya waktu gue tau kalo perhatian lo lebih ke dia."
*****
"Duh kenapa sih, princess kaka mukanya jelek gitu?"
"Aku tuh sebel tau kak!"
"Sebel kenapa?" tanya seseorang dari layar laptop milik Afreen.
"Sama seseorang. Kesel!"
"Haha cowok ya pasti? Siapa tuh?"
"Gak. Gak ada," ujar Afreen yang seketika mengundang tawa Mona, kakak Afreen.
"Dek, kamu tau gak?" ujar Mona yang hanya dibalas dengan kedua alis adiknya yang terangkat ke atas. "Benci sama cinta itu cuma terpisahkan selaput tipis. Dan seiring berjalannya waktu, kalian akan melewati banyak hal yang mampu buat kalian sadar sama perasaan kalian sendiri, selaput tipis itu akan robek dengan sendirinya. Benci jadi cinta, itu masalah klasik, anak muda. Hati-hati!"
"Ah sok tua."
"Yeh dibilangin juga. Tapi terlepas dari siapapun dia, kakak dukung kalo suatu hari nanti kamu cinta sama dia," ujar Mona dengan tawa yang menggelegar.
"Ih apaan sih ka! Enggak bakal!"
"Liat aja nanti! Lagian kakak suka kamu deket dia. Dia mampu bikin kamu berubah kayak gini," sahut Mona sambil menggerakkan kedua bola matanya seakan memindai adiknya. Entah mengapa adiknya terlihat berbeda dari terakhir kali ia melihatnya 3 minggu yang lalu. Adiknya terlihat lebih hidup.
"Maksud kakak?"
"Ah sudahlah. Lupakan! Intinya kakak merestui dia sebagai calon adik ipar kakak," ujar Mona yang dihadiahi dengusan kasar dari Afreen.
Kalau saat ini Mona berada di sampingnya, dapat dipastikan kakaknya tidak akan selamat. Afreen bergidik ngeri kala tiba-tiba otaknya membayangkan segala kemungkinan akan ucapan kakaknya tadi. Bagaimana kalau ucapan kakaknya benar? Bagaimana kalau pada akhirnya ia akan jatuh kepada Davka?
Afreen mendadak merasa takut hal itu akan terjadi kepadanya.
-TBC-
⚫⚫⚫
Jadi, gimana? Hahaha happy reading all!
Satu kata buat Davka!
Me : Nyebelin!
Kalian? Hahaha