Bad Boy CEO And I [#MFFS 3]

By Anindana

11.4M 734K 20.6K

Megan Penelope dimata Alceo Tyler adalah seorang perempuan yang sangat menyebalkan di kehidupannya. Disaat se... More

Prolog
BadBoy 1
BadBoy 2
BadBoy 3
BadBoy 5
BadBoy 6
BadBoy 7
BadBoy 8
Badboy 9
BadBoy 10 (1)
BadBoy 10 (2)
OPEN PO FATED!!!
BadBoy 11
BadBoy 12
BadBoy 13
BadBoy 14
BadBoy 15
BadBoy 16
BadBoy 17
BadBoy 18
BadBoy 19
BadBoy 20
BadBoy 21 (1)
BadBoy 21 (2)
BadBoy 22
BadBoy 23
BadBoy 24
BadBoy 25
BadBoy 26 (1)
BadBoy 26 (2)
BadBoy 27
BadBoy 28
BadBoy 29
BadBoy 30
BadBoy 31 (1)
BadBoy 31 (2)
BadBoy 32
BadBoy 33
BadBoy 34 (1)
BadBoy 34 (2)
BadBoy 35
BadBoy 36
BadBoy 37
BadBoy 38
Badboy 39
BadBoy 40
BadBoy 41
BadBoy 42
BadBoy 43
BadBoy 44
Epilog (End super End!)

BadBoy 4

264K 18.4K 894
By Anindana

Jangan lupa Vote dan Commentnya ya :) sedikit apresiasi dari kalian itu sangat berarti.

Selamat membaca

***

"Mam, saya mohon dengan sangat..." Suara memelas Megan terdengar di sepenjuru lorong kampusnya yang sepi.

"Ms.Penelope, ini sudah 3 bulan. Anda tidak bisa seenaknya mengganti tempat kerja anda begitu saja. Kampus ini sudah memiliki ketentuannya sendiri."

"Mam, tapi..."

"Tidak ada tempat kerja yang nyaman, Ms.Penelope. Saya kira anda sudah tahu itu," Seru dosen yang bertanggung jawab atas kerja magang Megan sambil membalikkan tubuhnya.

Ia tidak berharap banyak ketika melihat mahasiswinya datang ke kampus disaat ia seharusnya tidak berada disana.

Megan mengatupkan kedua jemarinya di depan dada lalu kembali memohon. "Bantu saya sekali ini saja, Mam. Saya tidak bisa lagi bekerja disana." Apalagi setelah aku menendang bokong dan juga menampar atasannya atasan dari atasan atasan ku itu. Sambungnya dalam hati.

Dorothy, dosen pembimbing yang sedang berhadapan dengan Megan, berkacak pinggang. "Kalaupun saya bisa membantumu, Ms.Penelope, saya tidak akan melakukan itu. Kenapa?" Serunya ketika Megan kembali membuka mulutnya. "Karena itu bukan akan menolongmu, melainkan menghancurkan masa depanmu. Bagaimana kalau suatu saat kau tidak betah dengan tempat kerjamu? Kau akan terus melakukan ini? Lompat dari satu perusahaan ke perusahaan lain?"

Megan menelan salivanya perlahan. "B-bukan begitu, Mam," lirihnya.

"Lalu apa masalahmu? Atasanmu berbuat kasar padamu sampai kau tidak sanggup lagi melanjutkan magang disana?" Tanya Dorothy berusaha sabar.

Tepatnya aku yang berbuat kasar pada atasanku, ralat Megan dalam hati. Megan menggeleng karena memang yang ditanyakan barusan bukan kenyataan.

"Lalu? Kau diperlakukan tidak adil? Diancam?" Tanyanya lagi.

Megan kembali menggeleng. Laporanku yang sedang terancam sekarang. Mungkin juga diriku... entahlah. Megan kembali membatin.

"Kalau begitu tidak ada alasan untuk pindah. Diskusi selesai, Ms.Penelope." Dosen itu berbalik meninggalkan Megan yang sudaj berdiri lemas menatap kepergian dosennya.

Megan berbalik dan menyandarkan keningnya di dinding terdekat sambil bergumam kecil, "bodoh! Bodoh! Bodoh, Megan! Kau dan laporan magangmu, akan segera mati!"

***

Megan Penelope.

Nama itu terus terngiang di kepala Alceo sejak pertama kali Alceo mengetahui nama itu.

Mengingat wajah pucat yang sangat kontras dengan rambut pirang wanita itu ketika melihatnya, merupakan hiburan tersendiri bagi Alceo.

"Kepalamu terbentur sesuatu sebelum kemari? Kau tidak berhenti tersenyum sejak tadi." Tanya Gary yang dari tadi terus memperhatikan Alceo.

"Dunia itu sempit ya?" Tanya Alceo retorik sambil terkekeh kecil.

Gary menatap ragu Alceo sesaat sebelum ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Kenapa kau berkata seperti itu?" Tanya Gary.

Alceo masih terkekeh kemudian menggeleng. "Ini akan sangat menarik. Apa menurutmu sebaiknya aku manfaatkan saja laporannya? Hitung-hitung itu sebagai pembalasan karena ia sudah berani menantangku. Ah! Sepertinya itu ide yang bagus. Begitu saja!" Seru Alceo berbicara sendiri. Ia bahkan menepuk kedua tangannya secara tiba-tiba menyebabkan Gary terkejut.

"Siapa yang sedang kau bicarakan?" Tanya Gary bingung.

Alceo menoleh kearah Gary kemudian ia bertanya, "apa wanita itu kemari?"

"Wanita? Wanita yang mana?" Gary mengernyit.

"Wanita berambut pirang," jawab Alceo tidak sabar.

Gary terdiam lalu berpikir sebentar. "Wanita berambut pirang yang mana?"

Alceo memutar bola matanya lalu menggeram. "Memangnya ada berapa wanita pirang yang aku tahu?"

"Banyak. Kalau itu yang bersangkutan denganmu," jawab Gary sambil terkekeh. Kemudian seperti mengerti siapa yang sedang Alceo bicarakan, karena wanita berambut pirang yang belakangan sedang gencar berkeliling di kehidupan Alceo hanya yang itu, mata Gary melebar. "Jangan katakan, dari tadi kau sedang membicarakan wanita pirang yang menendang bokongmu itu?"

Alceo meringis. Tapi memang itulah cara yang menurutnya normal untuk Gary menggambarkan sosok Megan.

Mendengar ringisan Alceo, Gary kemudian terbahak ketika merasakan kalau tebakannya benar. "Kau senyum-senyum seperti penghuni rumah sakit jiwa sejak tadi, karena wanita itu?"

Alceo mencibir, namun tidak mau memungkirinya. "Namanya Megan."

Gary mengangguk sambil berusaha mengontrol tawanya yang sepertinya mengusik ego Alceo. "Oh, kau sudah tahu namanya sekarang?" Tanya Gary berharap pertanyaannya tidak menyindir Alceo.

Alceo mengangguk, kemudian senyumnya kembali tersungging. Gary mengernyit melihat perubahan ekspresi Alceo yang dirasanya cukup mengherankan karena Alceo tidak pernah seperti ini jika berbicara mengenai perempuan sebelumnya.

"Dia karyawan magang di kantor. Dan masa depannya..." Alceo mengangkat tangannya hingga sejajar dengan matanya lalu perlahan mengepalkan jemarinya, "...berada di tanganku sekarang."

Alceo kemudian tertawa dengan kencang, mengabaikan tatapan bingung dari orang-orang sekitarnya, termasuk Gary.

Kita lihat, Megan. Apa kau masih bisa mempertahankan keangkuhanmu di depanku?

***

"Kau terlihat lesu. Kau sakit?" Tanya Claire sambil menempelkan telapak tangannya ke kening Megan.

Megan menghela nafas lesu tanpa mengangkat wajahnya dari atas meja.

"Claire, bisa kau bunuh aku sekarang juga?" Tanya Megan lirih.

Claire terkejut dan langsung berlutut di sebelah Megan dengan raut khawatir. "Ada apa? Kau ada masalah? Uang bulananmu belum dikirim?"

"Bukan..."

"Ah, apa Ed memarahimu karena kau terlambat mengumpulkan laporan? Atau Ed memberi komentar buruk di laporan bulananmu?"

Megan mengangkat wajahnya lalu menggeleng. "Lebih buruk dari itu semua. Aku-"

"Hai, maaf mengintrupsi. Meg, Kau di panggil ke lantai 30." Ed muncul tiba-tiba di antara mereka.

Jantung Megan langsung berdegup dengan kencang mendengar ucapan Ed barusan. Dan seakan belum cukup,  Claire membuat jantung Megan terjun bebas dengan pertanyaannya.

"Lantai 30? Bukankah itu lantai tempat ruang kerja CEO?"

Sedikit harapan Megan ingin melihat gelengan dari Ed, namun sedikit harapan itu sepertinya mustahil karena Ed mengangguk dengan wajah khawatirnya.

"Kenapa Megan dipanggil CEO? Kau mengenal CEO kita, Meg?" Tanya Claire sambil menatap Megan, meminta jawaban.

"Kau baik-baik saja? Kau tidak terlihat sehat, Meg," ucap Ed memperhatikan raut Megan dengan seksama.

"Aku hanya berharap ada teroris yang tidak sengaja melembar bom ke gedung ini jadi aku tidak perlu naik ke lantai 30," gumam Megan asal.

"Heh! Hati-hati kalau berbicara, Meg," Seru Claire.

Megan menatap Claire lalu Ed bergantian, lalu ia menghembuskan nafasnya yang terasa lebih berat. "Baiklah... aku harus menemui kematianku dulu. Sampaikan pada orang tuaku di Manhattan kalau aku mencintai mereka."

Megan berlalu dengan langkah lesu meninggalkan Claire dan Ed yang saling berpandangan, bertanya melalui tatapan mata, lalu sama-sama menggidikkan bahu.

3 bulan lalu, Megan pernah ke lantai yang banyak orang menyebutnya lantai keramat ini. Karena di lantai 30 itu, hanya ada satu ruangan yang dari depan saja sudah sangat menguarkan aura intimidasi yang sangat kental. Belum lagi kalau melihat placard bertuliskan CEO di depan pintunya.

Hanya ada beberapa orang yang bekerja di lantai itu. Selain CEO dan sekretarisnya, hanya ada 7 orang yang duduk di meja terbuka di tengah ruangan.

Mereka terlihat serius menekuni pekerjaan mereka. Mungkin juga karena aura intimidasi yang menguar dari ruangan di ujung sana yang menjadi faktor utamanya.

"Selamat pagi. Saya Megan Penelope," sapa Megan di depan laki-laki yang Megan yakin, pasti bukan office boy karena laki-laki itu berpenampilan rapi dengan kemeja dan juga dasi.

Laki-laki itu menoleh kearah Megan dan berseru, "Ah, Mr.Tyler sudah menunggu kedatangan anda didalam, Miss Penelope. Silahkan masuk."

Akan lebih baik kalau Mr.Tylermu tidak menungguku. Megan membatin. Namun yang terucap adalah kata, "terima kasih." Lalu Megan tersenyum kecil.

Megan menarik nafasnya dalam-dalam sebelum mengetuk pintu yang terlihat seperti pintu menuju neraka, dan menunggu hingga malaikat pencabut nyawa di dalamnya menyahut.

"Masuk."

Tuhan, berkati aku. Megan kembali membatin sambil membuka pintu di hadapannya dan menahan nafas begitu mencium wangi maskulin dari dalam.

"Anda memanggil saya, Mr.Tyler?" Tanya Megan berhati-hati sambil mendekati meja kerja Alceo.

Kursi kerja Alceo membelakanginya. Megan menatap was-was sambil membayangkan sosok angkuh yang sebentar lagi akan berbalik dengan senyum licik di bibirnya, lalu kedua kakinya terangkat ke atas meja, dan mungkin kedua tangannya saling berkait di depan dagunya. Tipikal tuan muda sombong seperti yang sering ia lihat di film-film.

Megan terlonjak ketika mendengar suara pintu terkunci di belakangnya. Dengan cepat Megan berbalik, dan matanya bertemu dengan mata dalam Alceo yang entah sejak kapan berada di belakangnya hingga ia bisa mengunci pintu, lalu sekarang, laki-laki itu sedang tersenyum mengejeknya.

Mata Megan menatap horror kearah pintu di belakang punggung Alceo  saat ini.

"Kau tidak keberatan, kan? Kita membutuhkan Privasi untuk membicarakan masalah di antara kita," ujar Alceo sambil menyunggingkan senyumnya dan berjalan mendekati Megan yang spontan memundurkan langkahnya.

"S-saya akan berteriak kalau-"

"Kau lucu sekali. Apa benar kau yang pernah menampar dan juga menendang bokongku?" Sindir Alceo sambil terkekeh.

Langkahnya sudah berada tepat di depan tubuh Megan yang terpojok hingga ke meja kerjanya. Jarak mereka hanya beberapa senti hingga Alceo kini bisa mencium wangi Lemon dari tubuh wanita di hadapannya. Wangi yang Alceo rasa akan menjadi wangi favoritnya.

Megan memejamkan mata ketika dada Alceo sudah tepat berada di hadapannya. Jantungnya berdebar cepat hingga membuatnya takut kalau Alceo bisa mendengarkannya.

Setelah mencoba mengontrol nafas dan juga jantungnya, Megan membuka mata lalu mendongak untuk menatap Alceo yang sialnya lebih tinggi darinya. Mungkin 185cm? Entahlah.

"Kalau anda ingin saya meminta maaf atas perlakuan saya terhadap anda, anda salah. Anda pantas mendapatkan tendangan dan juga tamparan itu," ucap Megan berusaha agar suaranya tidak bergetar.

Ucapan Megan barusan membuat Alceo menyunggingkan senyumnya lebih lebar lagi. "Kau memang berbeda. Tapi apa kau lupa kalau laporan magangmu belum ku tanda tangani?"

Mata Megan melebar. "Anda sedang mengancam saya?"

Alceo tergelak lalu tertawa. Hanya beberapa detik sebelum tawa itu lenyap, berganti dengan kekehan lalu ia kembali berbicara, "aku tidak tahu kalau kau menganggap itu ancaman. Kalau menurutku, itu adalah tawaran."

Tangan Alceo bergerak menyentuh pipi Megan yang mengejutkannya ketika merasakan seberapa halus kulit tersebut. Namun Megan dengan cepat menepis tangan Alceo dengan kasar.

Alceo berusaha menyembunyikan kegeramannya atas tepisan dan penolakan Megan barusan dengan kembali berbicara, "aku akan menandatangani laporan magangmu itu dan juga menuliskan hal-hal baik di dalamnya."

Megan melirik kearah Alceo. Menunggu kelanjutan ucapan laki-laki itu, karena Megan yakin kalau Alceo belum menyelesaikan kalimatnya.

"Sebagai gantinya..." Tubuh Alceo bergerak mendekat membuat Megan terpaksa memundurkan tubuhnya hingga pinggangnya nyeri. Kedua tangan Alceo bertumpu di sisi meja dan wajahnya berhenti tepat di depan wajah Megan. Kemudian Alceo kembali berbisik, "tidur denganku malam ini."

Mata Megan melebar. Ia mengira kalau ciuman paksa secara tiba-tiba ketika ia selesai bernyanyi di kelab malam itu, dan juga ketika Alceo menariknya ke toilet laki-laki untuk kembali di cium paksa sudah merupakan pelecehan terbesarnya. Tapi Megan salah. Idiot satu ini lebih rendah dari yang ia perkirakan.

"Awwww wtf did you just do?!" Teriak Alceo berangsur menjauh sambil memegang alat kelaminnya yang barusan di tendang oleh Megan ketika ia berusaha mencium wanita itu. "It's fucking painful, you fucking idiotic moron!!"

Serentetan sumpah serapah keluar dari bibir Alceo yang merasakan dunianya berhenti saat aset berharganya di tendang.

Megan sedikit terkejut, namun ia dengan cepat berlari menjauhi Alceo yang masih merintih kesakitan setelah bergumam, "well, kurasa kau tidak bisa tidur dengan perempuan malam ini."

Begitu ia hampir mencapai pintu ruangan Alceo, Megan berbalik. Merasa perlu menekankan kalau ia tidak gentar di ancam, ia berkata, "Aku tidak peduli laporan apa yang mau kau tulis mengenaiku nanti. Aku juga tidak peduli apa kau akan menandatanganinya atau tidak. Aku hanya ingin mengingatkan kalau kau akan merasakan kesakitan seperti ini lagi kalau kau berani mengancam dan juga melecehkanku. Permisi!"

Megan membuka kunci pintu ruangan Alceo kemudian berlalu dengan langkah seribu diikuti oleh tatapan mata bingung orang-orang yang ia lalui.

Begitu sampai di lift, Megan langsung merosot lemas ke lantai.

Ia sendiri tidak percaya apa yang baru saja ia lakukan. Ia sudah menyakiti aset masa depan seorang CEO, juga mengancamnya. Megan tahu kalau ia bukan lagi akan berada dalam masalah besar, tapi ia MEMANG sudah berada dalam masalah besar yang ia ciptakan sendiri.

***

Tbc

Semoga suka.

Sudah 4 part, gimana kesan kalian akan cerita ini? :) comment ya!

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 12.4K 9
Warning!!! Sebagian part mengandung 18++!! [Harap bijak dalam memilih bacaan] "Kiara sayang kamu mama jodohkan dengan anak Presdir di perusahaan ter...
5.5M 180K 37
[Cerita Telah Dihapus] Kisah seorang gadis bernama Ana Smith; yang berjuang untuk mempertahankan pernikahanya yang semakin hari semakin rumit dan pe...
2.6M 277K 48
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
1.1M 27.3K 49
Dia (Defran Arie Olvio) menculikku dan memaksaku menandatangani surat perjanjian yang isinyapun aku tak tahu dan dia juga memaksaku untuk menikah d...