Would You Still Love Me The S...

By xcumbag

174K 9.9K 309

Asya Shakila Gibran Cewek berpipi gembul yang hidupnya nggak mau menye-menye kayak perempuan yang biasanya a... More

Prolog
[Satu] Hah? Sayang?
[Dua] Asya dan Dunianya
[Tiga] Something in The Past
[Empat] Arza Hilang, Asya Tobat
[Lima] Kok Dia Lagi Sih?
[Enam] Mas? Masalah buat Asya!
[Tujuh] Kemunculan Arza dan Si Buaya Darat
[Delapan] Perasaan Apa Ini?
[Sembilan] Kata Rayhan, Resmi!
[Sepuluh] Distant Lover
[Sebelas] Wisuda Jurit
[Dua Belas] Mabuk Cinta
[Tiga Belas] Antara Gundah dan Bahagia
[Lima Belas] Sebuah Teka-Teki!
[Enam Belas] Pernyataan Cinta
Spoiler!
[Tujuh Belas] Keraguan
Lagi Ngoceh
[Delapan Belas] Wanita dan Egonya
[Sembilan Belas] Pengajuan Nikah
[Dua Puluh] H-1 Pernikahan? Asya Ambruk!
[XXI Bagian 1] Hari Bahagia
[XXI Bagian 2] Hari Bahagia
[XXII] Seoul in Love
Dream Cast
[XXIII] Pinky Promise?
[XXIV] Bitter, sweet...
[XXV] For Better and For Worse
[XXVI] Suami Idaman?

[Empat Belas] Sebatas Teman

4.5K 320 10
By xcumbag

Coba sambil dengerin lagu di mulmed, kayaknya cocok sih sama perasaan Asya sekarang. Aku juga lagi suka sama lagunya Isyana yang judulnya Terpesona ini<3

Bola matamu
Memancarkan harum tubuhmu
Mengalirkan getaran, membuatku terpaku
Unik senyummu dihiasi lesung pipimu
Menambahkan asmara saat ku menatapmu
Banyak pesan
Tak memberi kesan
Kau bukanlah
Yang aku dambakan
Namun hati
Berkata bukan
Kau s'lalu datang
Di mimpiku
Setiap minggu
Aku tak peduli
Berapa lama
Ku menunggumu
Rindu
Tak ragu setia
Di setiap waktu
Siapapun dirimu itu
Mewarnai hidupku
Terpesona, pandanganmu
Kamu...

Enjoy reading, semuanyaa~

***

Asya kira hubungannya dengan Rayhan sudah menunjukkan tanda keseriusan. Pria itu selalu berandai-andai akan dibawa ke arah mana hubungan mereka. Rayhan akan menggoda Asya habis-habisan apabila gadisnya itu merengek untuk menghentikan obrolan ke jenjang pernikahan. Namun, itu semua terjadi jauh sebelum badai datang dalam hubungan mereka. Masa kelam Rayhan itu kembali hadir di hari-harinya. Setelah dilantik menjadi perwira kavaleri berpangkat Letnan Dua, fokus Rayhan seakan terpecah. Dia jarang lagi menghubungi Asya, dengan alasan dia harus menyelesaikan pendidikan dasarnya di Pusdikkav. Asya mengatakan itu semua hanya alasan. Sebab, dia tahu bahwa Rayhan sempat mendapat izin bermalam selama satu hari, Kayra memberitahukannya perihal Rayhan yang berkunjung ke kediaman Gendis.

Di hari itu juga, Asya langsung menghubungi Rayhan, mengirimkan pesan kepada pria itu untuk menghentikan hubungan mereka. Sempat Asya membuang ponselnya ke laci, menguncinya rapat-rapat dengan keadaan ponsel mati. Dia butuh menenangkan diri. Alhasil, dia yang tinggal dengan Eyangnya itu mendapat omelan karena lupa memberi kabar pada Papa Mamanya di Malang. Akhirnya, mau tak mau dia membuka kembali ponselnya. Mengabari sang Mama dengan nada sesenggukan kalau dia mengakhiri hubungannya dengan Rayhan. Kila hanya dapat memberikan ungkapan halus untuk menguatkan hati anaknya yang terlanjur hancur lebur itu.

Sang Mama mengatakan bahwa inilah waktu bagi Asya berbenah diri. Mungkin, Rayhan terlalu baik untuknya. Atau bisa juga, dia yang pantas mendapat pria yang ribuan kali lebih baik dari Rayhan. Perkataan itu menjadi sentilan bagi Asya untuk menghadapi makhluk bernama Rayhan lagi.

"Aca, Mas bisa jelasin. Gendis butuh sosok yang menguatkan dia, Budhe Asni, Ibu Gendis itu sedang koma. Mas juga udah bilang 'kan, Mas sadar kalau cinta Mas yang dulu itu salah. Aku bener-bener pengen berubah, Ca. Percaya aku, tolong..." pinta Rayhan. Suaranya terdengar putus asa di seberang telepon.

Asya kini sudah berbeda. Tak mudah untuk menghancurkan hatinya untuk kesekian kali. Memang masih ada rasa untuk Rayhan, tetapi apabila Rayhan masih bersikap plin-plan dengan pilihannya. Maka Asya pun tidak mau ambil resiko untuk hanyut lebih dalam ke jurang yang dibuat oleh Rayhan.

"Mas, Asya lagi nggak mau ngomongin hal receh kayak cinta. Nggak lagi, Mas. Udah cukup kayaknya cinta pertama Asya diremuk dihabisin kayak gini. Kayaknya memang kita cocok buat temenan aja," sahut Asya terdengar tenang meski hatinya sudah awut-awutan menahan kesal dan amarah.

Rayhan mendengus frustasi, menjatuhkan bolpoin ke lantai dengan keras. Luapan emosi akan kebodohan dari dirinya sendiri. "Aku pegang ucapanmu, Ca. Masih teman, 'kan? Anggap kita mulai dari awal."

Dari situlah pertemanan dengan mantan terjadi. Sebagian orang mungkin tidak akan percaya bahwa Asya bisa dengan tegar untuk kembali mengenal Rayhan dari awal, dengan status sebagai kawan. Asya sudah kebal dengan gombalan yang dilancarkan Rayhan untuk membujuknya kembali agar dapat memulai hubungan. Namun, Asya belum melihat kesungguhan itu. Rayhan masih terjebak dalam cinta masa lalunya. Bukan masa lalu dengan Asya, melainkan dengan gendis. Pernah suatu ketika mereka menghabiskan waktu bersama untuk menjenguk Tante Asni, Ibu Gendis, di rumah sakit. Rayhan dengan luwesnya menenangkan Gendis yang tangisnya pecah ketika mengetahui kehadiran Rayhan.

"Cuma kamu dan keluarga kamu yang aku punya saat ini, Re. Jangan tinggalin aku," Gendis mengeratkan pelukannya ke tubuh Rayhan.

Di mata orang normal, mungkin suatu kewajaran saudara sepupu untuk saling berpelukan. Namun, bagi Asya yang telah mengetahui masa lalu mereka, yang pernah ada cinta di sana, merasa perih ketika melihat mereka. Asya bohong kalau pertemanannya dengan Rayhan murni karena perasaan saling mendukung, nyatanya masih ada sayang terselip di ruang kecil hati Asya yang diperuntukkan bagi Rayhan. Hanya saja, Asya selalu menampik fakta itu.

***

Bagi Asya, kehidupan cintanya yang tidak mulus bukan berarti menghambat segalanya. Benar kata Kila, sang Ibu, bahwa dia malah bisa fokus untuk berbenah diri menjadi pribadi yang lebih baik. Walau masih ada Rayhan di sana, sebagai teman yang mendukungnya. Prestasinya di EDS UGM bisa dibilang cukup memuaskan, dia mendapat predikat N1 Adjudicator terbaik tingkat Kopertis di tahun pertamanya bergabung, kemudian dia juga kerapkali memenangkan perlombaan baik tingkat Provinsi, maupun Nasional. Dia bahkan diundang menjadi juri dalam beberapa kompetisi debat bahasa Inggris.

EDS sudah seperti keluarganya sendiri, walau banyak drama di dalamnya. Ups!

Tak terasa sudah hampir empat tahun dia mengukir kenangan bersama teman-temannya di UGM, terutama di EDS. Rasanya berat harus terjun ke dunia sesungguhnya. Dia pasti akan merindukan omelan dosen pembimbingnya yang membuat kepalanya pusing. Antara dosen satu dan dosen dua memiliki pendapat berbeda yang harus membuat Asya merevisi skripsinya mati-matian. Untunglah, semua itu sudah terlewati.

Libur lebaran kali ini Asya bisa bernapas lega sedikit, karena bayang-bayang skripsi tidak lagi menghantuinya. Dia senang karena Arza dapat menghabiskan waktu di hari spesial ini bersama keluarga di Jogja. Setelah tiga hari berturut-turut keliling ke rumah sesepuh keluarganya, Asya dan Arza pun memilih untuk diam di rumah Eyang. Arza sibuk dengan PS4, sedangkan Asya sibuk maraton drama korea. Mereka seperti kembali ke masa-masa nganggur yang dulu mereka gemari.

"Za, udah gede gini nggak ada niatan nikah?" tanya Asya, tangannya sibuk menyuapkan kripik tempe untuknya dan juga Arza.

Pandangan Arza masih fokus dengan layar yang menunjukkan permainan PES, jarinya lincah memainkan joystick, dan mengunyah suapan dari Asya. "Belum lah, belum ada tiga tahun jadi tentara gini mending banyak-banyakin tugas, kalau perlu ntar ikut seleksi Pasukan Perdamaian United Nations," ujar Arza. "Biar kayak Bang Rayhan tuh, udah ke Korsel sama Kongo. Paling abis ini ke Amerika dia."

Asya mengangguk. Memang benar selama beberapa tahun terakhir Rayhan sering dikirim untuk mendapat tugas di luar negeri. Seperti di Kongo selama tiga bulan dan Korea Selatan selama lima bulan. Harus Asya akui, dia sedikit rindu dengan pria yang hanya berstatus temannya itu. Rayhan dan dirinya masih berhubungan dekat, masih dengan mengagungkan kata persahabatan di antara keduanya. Walau Asya sadar, tidak ada persahabatan seperti mereka.

Persahabatan macam apa sebenarnya yang kemana-mana hanya berdua, membicarakan segala macam hal dari yang konyol hingga ke perbincangan pribadi yang bersifat serius. Seperti sore ini, Rayhan yang mendapat cuti lebaran mengajak Asya bertemu di salah satu Rumah Makan Padang kesukaan mereka. Rayhan menawari tumpangan untuk Asya, namun ditolak olehnya. Asya tidak mau keluarganya salah tangkap akan kedekatannya dengan Rayhan. Mereka mungkin akan berpikir bahwa Asya balikan dengan sang mantan, padahal tidak. Apalagi Mamanya sudah menagih terus meminta Asya untuk cepat mencari pacar agar tidak terlihat seperti jomblo ngenes. Huft, Asya harus lebih sabar menghadapi keluarganya yang luar biasa.

"Nona Manis, sendiri aja? Pacarnya mana?" gurau Rayhan dengan menarik kursi di hadapan Asya. Mereka ada di starbucks kali ini, selalu membeli kopi sebelum menikmati makanan utama. "Maaf telat, habis menghadap ke Dandim dulu."

Tidak terasa keduanya telah mengenal satu sama lain dalam hitungan tahunan. Rayhan kini makin terlihat dewasa. Apalagi sekarang Rayhan mengenakan PDH hijau dengan kacamata yang bertengger di hidungnya, membuat kesan matang itu lebih mengena di mata Asya. Dirinya dibuat heran dengan kulit Rayhan yang makin terlihat terawat, tidak lagi dekil seperti awal-awal pertemuannya dengan Asya sebagai seorang taruna. Asya menggelengkan kepalanya, menyadarkan dirinya untuk tidak hanyut dalam tatapan Rayhan.

Kemudian dia mendengus geli. "Nggak ada pacar. Langsung kawin aja Asya mah," sahutnya sambil menjulurkan lidah untuk mengejek Rayhan.

Bertingkah konyol, Rayhan memegang dadanya berpura-pura kaget. "Nikah dulu, Ca, baru kawin. Minat nikah sama mantan nggak?" ucapnya sambil berjalan mengikuti Asya menyeberang hingga sampai di Rumah Makan Padang yang dituju.

Asya menoleh sekilas dan mengangkat kedua alisnya bergantian. "Mantan Asya gagal move on sama mantannya lagi. Hadeh, rumit ya," keluhnya menghela napas berat.

Mereka memang sering melempar kode-kode yang sebenarnya mereka sendiri dapat pahami. Bukan lagi waktunya untuk baper atau galau hanya karena kode sebagai gurauan yang dilontarkan Rayhan tadi. Asya paham betul apa yang mereka perbincangkan murni candaan sebagai sahabat yang suka mengolok satu sama lain. Jadi, dia hanya akan tertawa menanggapinya.

"Ca, sini. Maaf banget," Rayhan mengisyaratkan Asya untuk mendekatkan wajahnya ke arah Rayhan. Tangan Rayhan yang memegang tisu terulur untuk membersihkan sisa sambal hijau yang ada di pinggir mulut Asya. "Udah kece gini sekarang, makannya masih aja belepotan."

Asya menunduk malu. "Nggak semuanya bisa diubah instantly," sahutnya tak mau kalah.

Rayhan mengangkat kedua tangannya, menyerah menimpali adu mulut itu. Dia kemudian berdehem, "Gimana, Ca? Udah apply kerja di mana aja?" tanyanya.

Asya masih berkutat dengan kamera mirrorless baru milik Rayhan. Dia membidik foto Rayhan dengan tampang serius dan ketika melihat hasilnya, Asya cekikikan sendiri. Hampir lupa dengan pertanyaan lelaki di depannya itu. "Oh, itu. Aku udah diterima sih sebenernya, di Zomato. Kantornya di Jakarta," cetusnya.

"Jauh, Ca," tukas Rayhan. Dia membuat wajahnya semelas mungkin. Berharap Asya termakan keluhannya.

Ternyata Asya malah mengibaskan tangannya di udara, memutar bola matanya kesal. "Lha situ malah dinas di Aceh. Plis deh," sahut Asya sambil menepuk jidatnya sendiri.

Rayhan sekarang menjabat sebagai Komandan Kompi berpangkay Lettu di Batalyon Kavaleri 11, Macan Setia Cakti. Dia dikirim untuk dinas di Aceh setelah dua tahun bertugas di Muara Enim, Sumatera Selatan. Asya masih ingat Rayhan memekik senang di ujung telepon karena mendapat satuan tempur di Aceh itu. Dirinya dibuat keheranan, sepertinya Rayhan jatuh cinta setengah mati dengan Macan. Apapun yang berbau Macan, agaknya pria itu akan girang jika terlibat.

Selanjutnya mereka berbincang ringan, sampai pada akhirnya Rayhan menyuarakan rasa penasarannya. "Sya, sekarang ada pacar?"

Asya menyedot es jeruknya sambil menatap Rayhan, dia menggeleng. "Dibilangin nggak ada. Lagian, Asya udah kapok pacaran," gumamnya. "Gimana Mbak Gendis, Mas? Ibunya sehat?"

Lelaki itu membenarkan posisi kacamatanya, mengangguk menjawab pertanyaan Asya. "Iya, alhamdulillah Budhe Asni baikan. Gendis yah, gitu lah." Mengendikkan bahu tanda bingung harus menjawab seperti apa.

Asya melempar tisu ke arah Rayhan, jawaban menggantung ala Rayhan itu membuat penasarannya tidak tuntas. "Maksud Asya, Mbak Gendis masih ada... ehm, rasa sama Mas?"

"Yah, Mas yang disalahin. Pertanyaanmu yang kurang tepat, tuh. Tinggal nanya to the point aja apa susahnya?" Rayhan cekikikan geli. "Kita udah bikin kesepakatan buat melupakan apa yang pernah terjadi. Aku juga udah jelasin ke Gendis, mungkin rasa itu bukan cinta. Tapi rasa ingin melindungi, rasa sayang kepada saudara."

Selalu jawaban yang bisa ditebak oleh Asya. Dulu saja, ucapan hanya sebatas saudara meluncur dari Rayhan. Nyatanya, Gendis masih saja menempel lekat dengan Rayhan. Kejadian di rumah sakit waktu itu saja setelah ungkapan klarifikasi dari Rayhan. Jadi, Asya bisa menyimpulkan bahwa masih ada kemungkinan Rayhan digelendoti oleh Gendis, seperti yang sudah-sudah.

"Ohh, gitu," sahut Asya. "Ya udah, balik dulu ya Asya."

Dia sudah bangkit dari kursinya. Tangan Rayhan menarik tas milik Asya, menahan kepergian gadis itu. "Mas antar, ya?" tawar Rayhan.

Asya menggeleng, "Jangan. Ntar digebukin sama Papa, gimana? Jangan aneh-aneh, deh." celetuknya.

Rayhan melepas pegangannya pada tas milik Asya dengan pasrah. Dia pun menepuk pundak Asya sekilas, "Yaudah, hati-hati, ya. Kalau bisa, sampein salamku buat Papa Mama di rumah."

Asya melebarkan lubang hidungnya. Menggeram kesal, masih sempat-sempatnya Rayhan berkirim salam kepada orangtuanya. Tidak tahukah dia orangtuanya mungkin masih marah pada dirinya karena telah membuat anak gadis dalam keluarga itu menangis seperti remaja labil yang patah hati? Huft, Asya bisa-bisa gila dengan perlakuan Rayhan yang semakin hari semakin aneh. "Oke, lah. Gampang itu. Assalamualaikum, Mas."

"Waalaikumsalam, Ca," timpal Rayhan.

Suatu kebiasaan baru bagi Asya untuk berkirim pesan dengan Rayhan, tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan dengan label teman itu membuat mereka lebih dekat dari sebelumnya. Asya kini senyum-senyum sendiri ketika menerima whatsapp dari Rayhan. Masih dengan gombalan basi yang membuat Asya ingin memukul kepala pria itu untuk menyadarkan diri bahwa dia hanyalah seorang mantan. Tetapi, Asya menikmati gombalan itu. Dia tertawa terbahak-bahak melihat pesan di ponsel pintarnya.

"Padahal cuma temen," lirihnya.

***

[Hasil jepretannya Asya nih, ngiler dah hayooo.]

[Asya]

[a.n]

Bener-bener beda nggak sih ceritaku ini sama yang sebelum-sebelumnya? Kayaknya konflik mereka aku banyakin di sebelum pernikahan deh, itupun kalau mereka bisa nikah ya. #hehe

Kalau ada yang ngira kayaknya nggak masuk akal deh mantan jadi temen deket banget kayak Asya sama Rayhan. Ada kok, banyak malah di kehidupan nyata. BANYAAAAK TAU. :')

Jadi, ikuti aja alurnya, ya... Makasih buat votenya ya. Aku pun nggak keberatan kalau ada kritik saran di ceritaku ini. Malah pengen banget dikasih tau kekurangan cerita ini apa, hehehe.

Loveeeeee, Sha.

Continue Reading

You'll Also Like

430K 27.1K 55
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...
1.8M 86.8K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
623K 62.3K 47
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
6.3M 326K 59
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...