Would You Still Love Me The S...

By xcumbag

174K 9.9K 309

Asya Shakila Gibran Cewek berpipi gembul yang hidupnya nggak mau menye-menye kayak perempuan yang biasanya a... More

Prolog
[Satu] Hah? Sayang?
[Dua] Asya dan Dunianya
[Tiga] Something in The Past
[Empat] Arza Hilang, Asya Tobat
[Lima] Kok Dia Lagi Sih?
[Enam] Mas? Masalah buat Asya!
[Tujuh] Kemunculan Arza dan Si Buaya Darat
[Delapan] Perasaan Apa Ini?
[Sembilan] Kata Rayhan, Resmi!
[Sepuluh] Distant Lover
[Sebelas] Wisuda Jurit
[Dua Belas] Mabuk Cinta
[Empat Belas] Sebatas Teman
[Lima Belas] Sebuah Teka-Teki!
[Enam Belas] Pernyataan Cinta
Spoiler!
[Tujuh Belas] Keraguan
Lagi Ngoceh
[Delapan Belas] Wanita dan Egonya
[Sembilan Belas] Pengajuan Nikah
[Dua Puluh] H-1 Pernikahan? Asya Ambruk!
[XXI Bagian 1] Hari Bahagia
[XXI Bagian 2] Hari Bahagia
[XXII] Seoul in Love
Dream Cast
[XXIII] Pinky Promise?
[XXIV] Bitter, sweet...
[XXV] For Better and For Worse
[XXVI] Suami Idaman?

[Tiga Belas] Antara Gundah dan Bahagia

4.9K 254 1
By xcumbag

Hubungan Asya dan Rayhan kini semakin dekat. Mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama saat Rayhan mendapat pesiar. Itu semua karena Asya sekarang melanjutkan pendidikannya di Universitas Gadjah Mada, Jogja, dengan jurusan ekonomi dan bisnis. Saat tiba waktu pesiar, Asya akan menjemput Rayhan menggunakan mobil yang diberi oleh Papanya, honda jazz berwarna merah. Waktu mereka berdua yang hanya sedikit digunakan untuk sebaik mungkin. Meski hanya untuk sekadar makan bersama, mengelilingi Magelang, atau nongkrong seperti remaja yang lain di mall.

Asya dan kehidupan kuliahnya berjalan lancar, terlebih minatnya di debat juga tertampung di UGM. Walaupun, untuk menjadi bagian dari EDS UGM cukup susah. Dia harus melalui tes wawancara, tulis, kemampuan, dan sebagainya. Syukurlah Asya berhasil masuk EDS. Dia tidak tahu harus bergabung ke komunitas apalagi selain debat. Toh, debat di dalam dirinya sudah mendarah daging.

Rayhan telah ada di tahun akhir masa pendidikannya. Ditandai dengan serah terima personil Genderang Suling Canka Lokananta dan Resimen Korps Taruna. Sudah purna masa jabatnya sebagai Macan Empat. Ada rasa lega dari dalam dirinya karena sudah tidak lagi latihan fisik super duper keras untuk ketangkasan dan stamina menjadi pemegang bass drum. Latihannya dua kali lipat lebih keras dibanding personil GSCL yang lain. Namun, dia merasa rindu dan tak percaya bahwa gelar Macan Empat itu tidak lagi menempel padanya. Dia harus menurunkannya pada adik-adiknya. Bisa dibilang Rayhan galau karena itu. Asya sudah jengah mendengar keluhan Rayhan karena rasa kangennya pada Macan.

Tetapi Asya sendiri juga kagum melihat Rayhan mengangkat bass drum seberat itu seperti orang gila. Tubuhnya merinding ketika lagu kebanggaan GSCL, yaitu Akabri Darat, dimainkan. Dia menyaksikan Rayhan saat serah terima Genderang Suling Canka Lokananta. Setelah acara itu, Rayhan mengoceh tentang pengalamannya sebagai pemegang bass drum atau macan tidar.

"Masih aja galau, Mas Re? Gila, ya, pesonanya Macan putih lebih kuat daripada aku," kata Asya dengan nada sarkastik di dalamnya.

Rayhan menggelengkan kepala. "Udah nggak kok, Ca. Mas udah rela ngelepas doi. Jangan ngomong sembarangan kamu, macannya Mas ada kekuatan magis. Bisa-bisa kamu dihantuin karena ngomong aneh tentang doi." Sebenarnya Rayhan bercanda, tetapi terdengar menakutkan bagi gadisnya.

Seharusnya Asya ketawa karena gurauan Rayhan, oh atau dia berhak marah karena Rayhan mengagungkan Macan kebanggaannya itu, tetapi sekarang Asya diam. Dia takut karena perkataan Rayhan terdengar seperti ancaman yang nyata. Apalagi, pernah Rayhan mengatakan bahwa ada cerita dibalik performa gila para pemegang bass drum. Tersimpan misteri yang membuat Asya bergidik ngeri ketika mendengar pacarnya bercerita waktu itu. "Ampun, Mas... Nggak lagi-lagi deh Asya ngomong asal tentang Macan putih," Asya menciut menyerah.

Padahal, pacarnya yang cantik itu tidak sedang melawak. Namun, Rayhan terbahak-bahak hingga popcorn yang ada di tangannya melompat dari wadah, berhamburan karena tawa Rayhan yang tidak terkendali. Melihat wajah Asya yang ketakutan karena gurauannya itu sukses membuat dia terkekeh geli. "Padahal Mas cuma gurau tadi," ujarnya sambil menjulurkan lidah.

Asya langsung menghantam punggung Rayhan dengan kepalan tangannya. Hampir membuat Rayhan berteriak mengaduh kesakitan. "Aw, Ca. Udahan ah, anarkis kamu sama pacar sendiri."

"Siapa suruh hobi banget ngerjain Asya? Nih, rasain." Asya memukul lengan Rayhan dengan tas kecil miliknya. Rayhan yang menjadi korban kebrutalan Asya itu hanya bisa pasrah menahan rasa geli dan sakit sekaligus.

"Bulan depan ikut Mas ke Malam Akrab sebelum pelantikan, ya, Ca? Kamu 'kan selalu bilang nggak mau. Jadi, Mas selalu kena omel tahun kemarin karena nggak bawa kenalan."

Memutar bola matanya enggan, Asya masih menggelengkan kepala. "Nggak suka aja. Takut," entah ketakutan apa yang dimaksud Asya. Dia merasa belum siap harus berkenalan dengan lebih banyak tentara, masih ada stereotip negatif dalam dirinya pada tentara, terutama para taruna. Dia menilai bahwa taruna itu seenaknya gonta-ganti cewek. Dia saja masih setengah tidak percaya apa Rayhan bisa setia padanya. Makanya, dia selalu menolak untuk hadir bersama Rayhan ke Pesta Korps, Malam Akrab, dan segala macam pertemuan yang dimaksudkan untuk mempererat hubungan antar calon perwira itu.

"Takut kenapa, Asyaku cintaku manisku? Hilangin pikiranmu yang jelek. Pasti kamu mikir aku bakal lempar kamu ke junior-juniorku atau ke rekanku, begitu 'kan? Masih aja kamu itu pikirannya skeptis mulu," Rayhan mulai terdengar tidak terima.

Asya menghela napasnya berat. Memang benar apa kata Rayhan. Skeptimisme ala Asya terhadap abdi negara memang buruk. Rayhan sudah memecahkan beberapa opini buruknya. Rayhan dengan gemilang muncul di hadapannya sebagai pemuda yang cerdas, satu poin plus yang mengubah pandangan Asya selama ini tentang dunia militer yang berkutat melulu tentang ketahanan fisik. Dengan penjelasan kalem, Rayhan juga menjelaskan dirinya saat liburan masih harus mengenakan seragam bukan karena ingin pamer, tetapi karena kebijakan di lemdiknya. Dia pun masih dinaungi oleh Akmil, bagaimana juga dia harus membawa nama baik lembah tidar.

Tidak ingin terlibat ke pertengkaran hebat, pada akhirnya Asya mengalah. "Oke, oke. Aku ikut," katanya kemudian, mengiyakan ajakan Rayhan.

Senyum di wajah Rayhan pun mengembang. Akhirnya, dia tidak jungkir atau dicemplungin ke kolam lagi.

***

Mungkin Asya belum pernah cerita, kalau Rayhan memiliki adik angkat perempuan yang sangat cantik. Iya, adik angkat. Kayra, adik Mas Rayhan itu adalah anak dari sahabat dekat Tante Wina, yaitu Maura, yang telah meninggal bersama suaminya dalam suatu insiden pesawat. Mereka meninggalkan Kayra yang masih berusia satu tahun. Kayra yang dianggap masih terlalu kecil untuk bepergian menggunakan pesawat akhirnya dititipkan ke Tante Wina, sahabat sekaligus tetangga dekat yang mereka percayai. Tidak tega meninggalkan Kayra tumbuh tanpa pengawasan orang yang disayang, Wina dan Radit pun mengurus segala pengalihan hak asuh untuk mengangkat Kayra menjadi anak.

"Mbak, kok mukanya bete, sih? Bukannya seneng, ya, abis ini Mas Re lulus?" tanya Kayra heran melihat Asya merengut sedari tadi.

Asya mengendikkan bahunya. "Nggak tahu nih, Kay. Bukannya seneng, Mbak malah ngerasa nggak enak terus ini. Mungkin karena deg-degan terus nggak rela kalau seumpama Mas Rayhan ditugasin yang jauh kali ya?" simpulnya. Dia nyaman ngobrol ceplas-ceplos atau curhat labil kepada Kayra, begitupun sebaliknya. Mereka sudah seperti sahabat yang tidak terpisahkan. Apalagi masalah belanja dan kue, mereka klop sekali.

Kayra mengulum senyumnya. Memaklumi calon kakak iparnya yang dimabuk cinta.

"Paham, deh, yang kasmaran mah," godanya.

"Apaan kamu, Ra. Kayak lagi nggak kasmaran aja sekarang, sama siapa itu Landri, Andri, siapa deh," Asya balik mengejek Kayra. Sambil mengacak rambut milik Kayra.

"Andre, Mbak," koreksi Kayra. "Aku harap Mbak langgeng, ya, sama Mas. Jangan kayak yang dulu-dulu, masa iya mantan-mantannya Mas Ray cemburu ngelihat aku sama Mas Ray. Juga ada sesuatu, sih. Eh, nggak." Kayra terlihat keceplosan, salah mengucap sesuatu yang tidak seharusnya terlontar dari bibirnya.

Kalimat ragu-ragu yang keluar dari mulut Kayra itu tertangkap jelas oleh telinga Asya, dia pun menatap Kayra penuh selidik. "Karena apa, Ra? Coba bilang sama Mbak. Sebelum semuanya terlambat, 'kan?" bujuknya kepada Kayra.

"Aku harap Mbak nggak marah," sahut Kayra lirih. "Mas Rayhan orangnya plin-plan. Aku harus blak-blakan sama Mbak sekarang. Dia punya seseorang yang biasa kusebut pelabuhan terakhirnya."

Penjelasan Kayra sama sekali tidak masuk di akal Asya. "Maksudmu? Pelabuhan terakhir gimana sih? Coba lebih jelas, dong."

Kayra mulai menunjukkan gestur panik. Dia bergerak tak nyaman, Asya tahu itu. Dia semakin curiga ada sesuatu pada Rayhan yang belum diketahuinya.

"Gini, Mbak. Meski aku dan Mas Rayhan bukan saudara sedarah, kita udah kayak saudara kandung. Jadi, nggak ada yang namanya cinta berlebih, hanya sebatas saudara. Sedangkan..." Kayra menatap mata Asya ragu, "Sedangkan Mas Rayhan dan Mbak Gendis, sepupunya, mereka pernah saling cinta. Setiap Mas Ray mulai hubungan dengan cewek lain, akhirnya Mas Ray putus dan kembali ke Mbak Gendis lagi. Seperti itu terus siklusnya."

Asya merasa pusing mendengar pernyataan mengejutkan dari Kayra. "Berarti... Mereka bisa aja nikah, dong? Kalau cinta mereka menggebu kayak gitu," ujar Asya dengan suara serak menahan tangis keluar dari matanya.

Kayra menggeleng lemah, "Nggak, Mbak. Mereka seumuran, tumbuh bersama-sama. Ada kejadian yang bikin mereka jadi saudara sepersusuan. Artinya, hubungan mereka sudah seperti saudara kandung. Haram bagi Mas Ray menikahi Mbak Gendis," ucap Kayra menelan ludah gugup. Dia tidak tau akan bagaimana hubungan Asya dengan Rayhan ke depannya setelah Asya mendengar ini semua. Perasaan bersalah karena lancang pun mengusik pikiran Kayra.

"Gitu, ya, Ra. Makasih kamu udah kasih tau aku. Berarti Mas Re nggak bohong sepenuhnya ke aku. Dia bilang dia putus sama pacar-pacarnya yang dulu karena terbelit restu dari keluarga. Ternyata, ini semua lebih dari sekadar restu. Ada cinta terlarang ternyata." Jantung Asya sudah berdebar tak karuan. Terlalu tiba-tiba baginya mendengar hal yang mengerikan ini. Tidak mengira Rayhan akan sekotor itu untuk mencintai saudaranya sendiri.

Kayra pun menarik Asya ke dalam pelukan hangatnya, berusaha menenangkan perempuan di dekatnya yang sedang menangis sesenggukan. "Mbak, udah nangisnya. Nanti pas acara Makrab, mata Mbak malah bengkak. Cantiknya hilang nanti," kata Kayra menenangkan Asya, mengusap pipi perempuan itu yang basah karena air mata.

"Iya, ya. Aku harus jadi cantik. Biar Mas Re nggak jatuh ke dekapan Mbak Gendis lagi," motivasi Asya kepada dirinya sendiri.

Mungkin keadaan berubah. Mungkin saja Rayhan sudah sadar bahwa cintanya itu terlarang dan tidak seharusnya ada. Dia berharap bahwa hati Rayhan hanya berisi namanya, segala tentang dirinya. Bukan sang mantan terselubung yang merupakan sepupu dari Rayhan sendiri, Gendis.

***

Asya mematut dirinya di depan cermin berjam-jam. Dia ingin tampil menarik di hadapan Rayhan. Barangkali dengan penampilannya yang dazzling akan membuat Rayhan melupakan sosok Gendis dan menjadikan Asya satu-satunya perempuan di hatinya. Asya mengenakan dress berwarna soft purple dengan hijab senada. Dia tak suka mengenakan aksesoris berlebih, jadi hanya jam tangan yang dipakai oleh Asya.

"Duh, cantiknya calonnya anakku," puji Wina melihat Asya yang menuruni tangga untuk menghampiri sopir taksi online yang dipesannya.

Asya tersipu mendengar pujian dari Wina. "Makasih, Tante. Masih cantikan juga Tante, udah berumur tapi tetap pesonanya jempol deh," balasnya membuat Wina tersenyum lebar.

Kemudian, Asya berlalu setelah berpamitan kepada Wina dan juga Kayra.

Hatinya sudah amburadul sejak pernyataan Kayra tadi pagi. Tidak ingin membuatnya makin kacau, Asya harus berpikiran positif. Menghilangkan segala prasangka buruk terhadap Rayhan, sebelum dia sendiri yang akan bertanya pada kekasihnya nanti.

Kini dia sudah tiba di kawasan Akademi Militer. Meskipun sudah beberapa kali Asya kemari, dia masih tidak hapal dengan tempat-tempat di Akmil. Terlalu luas dan bangunannya terlihat mirip satu sama lain. Asya yang pelupa itu pun bingung. Mengetahui Asya yang suka linglung, Rayhan pun mengutus Arza yang notabenenya juniornya itu untuk menunggu di gerbang utama menjemput Asya.

"Za!" Panggil Asya, menepuk pelan pundak kembarannya yang telah rapi dengan seragam coklat sehari-harinya.

Arza mencolek dagu Asya gemas. "Cewek banget, nih. Nggak nyangka," ucapnya.

Sepertinya kalimat yang terlontar dari Arza untuk Asya hanya cemoohan atau ejekan. Asya sudah kebal dengan hinaan dari kembarannya yang laknat itu. "Alhamdulillah, situ sendiri udah nemu pasangan berbulu belum? Apa nyerah cari yang ganteng? Cewek nggak ada yang mau, cowok juga kosong peminatnya. Kayaknya Arza dijodohin sama rumput yang bergoyang aja, ya?" ejek Asya panjang lebar.

Helaan napas pasrah karena kalah persiapan bahan hinaan untuk sang adik kembarnya, Arza pun memilih diam dan menlanjutkan langkahnya ke Gedung Sumartal. Rayhan sudah berdiri dengan seragam pesiar malamnya, lengkap dengan pet dan sangkurnya. Lesung pipi yang yang terlihat saat Rayhan tersenyum menatap Asya, membuat ketampanan pria itu bertambah. Matanya lekat menatap kecantikan gadisnya.

Arza memberi hormat pada Rayhan. "Izin, Bang. Balik harus utuh." Ucap Arza. Asya mendengus geli, sempat memukul lengan Arza karena ucapan kembarannya yang mengibaratkan dirinya seperti barang. Harus utuh. Apa-apaan itu?

"Siap, lek. Dah kau balik sana," Rayhan terdengar seperti mengusir Arza. Memang dia ingin menggaet Asya untuk dirinya sendiri saat ini.

Arza tersenyum miring, "Siap, Bang." Pamitnya sebelum berbalik arah meninggalkan sepasang kekasih itu.

Gugup sekali Asya berjalan berdampingan dengan Rayhan melewati karpet merah itu. Dia paksakan senyumnya untuk mengembang, mencoba mengatasi kegugupannya itu agar hasil foto mereka bagus. Riasan wajah Asya terasa redup melihat beberapa rekanita, pacar-pacar taruna yang lain, mengenakan make up yang berlebihan.

"Cantik kamu, Ca." Rayhan berujar pada Asya, menatap penuh minat gadis yang menjadi pasangannya di Malam Akrab kali ini.

Pipi Asya terasa hangat, sepertinya rasa geli dari dalam perutnya perlahan mulai naik ke pipi. "Emang aku cantik, sih." Ucapnya kepedean.

Rayhan kemudian mencarikan tempat untuk mereka berdua duduk. Salah satu rekan Rayhan, bernama Bayu, melambaikan tangan ke arahnya. Mengisyaratkan Rayhan untuk duduk di mejanya.

"Oy, kampret si macan, dapet juga betinamu, lek." Bayu mengepalkan tinjunya dan melakukan tos tangan dengan Rayhan. Keduanya tertawa.

Rayhan menaik-naikkan alisnya sombong. "Iya lah, biar kau tau kalau aku ini normal. Nggak usah kau cemplungin aku ke kolam lagi, lek."

Berdiri dengan kikuk, Asya disambut ramah oleh pacar bayu. Gadis itu mengulurkan tangannya pada Asya, mengajaknya berkenalan. "Rakyan Gendis Rarasati. Panggil aja Gendis, hehe."

Nama yang indah. Terdengar sangat kalem ketika mendengarnya. Asya merasa nama itu seperti cerminan dari sang pemiliknya yang manis, lembut, dan elegan. Sangat berbeda dengan Asya.

Asya memutar otak, nama itu terdengar tidak asing di telinganya. "Asya," dia menyahutinya singkat.

Kemudian, Rayhan mengacak-acak rambut Gendis. Asya pun tersadar akan sesuatu. Gendis ini adalah Gendis yang diceritakan oleh Kayra, bukan? Sebab Rayhan mulai menanyakan keadaan keluarga perempuan itu. "Oh, iya, Ca. Gendis ini, sepupunya Mas. Dari kecil kita udah dekat," timpal Rayhan.

Bayu merangkul Gendis protektif, "Aku kenal Gendis ya dari Rayhan. Makasih, udah ngenalin cewek sebaik dia ke aku, lek."

Asya hanya mengangguk kaku. "Ah, gitu, ya? Aku harap kita jadi teman baik, ya, Mbak."

"Oke, deh. Bisa diatur itu, Asya. Kamu kuliah, kerja?" tanya Gendis memulai percakapan dengan Asya.

"Kuliah, Mbak. UGM," jawab Asya.

Gendis mengangguk singkat. Kemudian mereka berbincang panjang lebar. Asya salah mengira bahwa Gendis adalah saingan yang mudah. Mendengar Gendis berpartisipasi di ajang kecantikan Indonesia membuatnya ciut seketika. Namun, Gendis tidak sombong, jauh seperti perkiraannya yang menduga Gendis sombong dan licik. Nyatanya tidak. Malah itu yang membuat Asya ketar-ketir. Betapa halusnya Gendis, membuat Asya rendah diri untuk bersanding dengan Rayhan.

Kemudian, petang menyambut mereka. Acara dilanjutkan ke dalam gedung. Dengan sambutan Gubernur Akademi Militer beserta Istri, dengan suntikan motivasi kepada perwira remaja yang akan dilantik. Setelah itu, para taruna meneriakkan nama angkatan mereka. "Wirata Lasmana!" sambil merapat dan mengumandangkan lagu kebanggan mereka, Akabri Darat, mars TNI, yel-yel Wirata Lasmana, dan lain-lain. Mereka juga sempat berpelukan satu sama lain untuk mendukung rekannya. Sempat ada momentum haru di mana rekanita menitikkan air mata melepas kekasihnya tugas nun jauh dari pulau Jawa. Untuk Rayhan sendiri, walau dia tidak ditempatkan di kesatuan yang diinginkannya, yaitu Kavaleri, dia harus legowo dengan pembagian tugas itu. Apapun tugas itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Apalagi dia akan menjadi perwira, yang menjadi panutan beberapa anggota dan bawahannya. Tentulah beban moral itu besar.

"Yuk, joget bareng." Ajak Rayhan dengan wajah sumringah, membuat Asya melupakan kekhawatirannya sejenak.

Mereka pun mengikuti gerakan flashmob dengan iringan tawa. Meskipun tidak ada pelukan seperti pasangan yang lain, Rayhan dan Asya sudah merasa bahwa malam ini adalah salah satu malam terindah bagi keduanya. Biarlah untuk saat ini mereka menikmati waktu yang ada.

"Mas, sayang Asya nggak?" Asya bertanya dengan nada lirih, sedikit berjinjit untuk mendekatkan dirinya ke Rayhan.

Rayhan sontak langsung menatap serius mata Asya, tatapan itu dalam, penuh arti di dalamnya. "Kalau kamu tanya itu berkali-kali, makna dari cinta atau sayang itu sendiri bakal hilang, Asya... Jadi cukup kamu percaya kalau aku bakal ada buat kamu, menjadi pelindungmu, teman dan sahabat disaat kamu susah. Percaya dong sama Mas, ya?" katanya membujuk –terdengar seperti meyakinkan- Asya.

Asya tersenyum tipis. Hatinya masih kacau balau karena rangkaian peristiwa yang seolah mengejeknya sebagai pendatang baru di kehidupan Rayhan. "Iya, deh."

Keduanya pun menoleh ke arah alunan musik dari band yang berisikan para taruna. Bayu, pacar dari Gendis, menyumbangkan suaranya di panggung. Kemudian, teman-teman Rayhan meneriakkan Bayu untuk turun, seketika tawa meledak di ruangan itu. Asya tersenyum geli melihat kekonyolan para calon perwira ini. Ternyata di balik wajah sangar yang super seram, tersimpan jutaan canda di dalam diri mereka. Asya sampai heran dibuatnya.

Mungkin, lagu Kau Ajarkan Cinta yang dinyanyikan Bayu hanya bermaksud untuk menghibur kami. Karena lagunya dapat membuat hampir semua yang ada di ruangan bernyanyi bersama. Asya memilih untuk mengabaikan lirik lagunya yang pahit itu. Dia tak mau ambil pusing akan rencana Tuhan yang diperuntukkan baginya dan Rayhan. Kalaupun mereka berdua tidak berjodoh, biarlah mereka menikmati malam ini sebagai satu kenangan indah yang pernah ada.

akhirnya juga harus kurelakan

kehilangan cinta sejatiku

segalanya telah kuberikan

juga semua kekuranganku

jika memang ini yang terbaik

untuk diriku dan dirinya

kan kuterima semua demi cinta

jujur aku tak kuasa

saat terakhir ku genggam tanganmu

namun yang pasti terjadi

kita mungkin tak bersama lagi

bila nanti esok hari

ku temukan dirimu bahagia

ijinkan aku titipkan

kisah cinta kita selamanya

***

[Media]

Genderang Suling Canka Lokananta (GSCL)

Malam Akrab atau Malam Pengantar Tugas

Continue Reading

You'll Also Like

390K 22K 29
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
621K 27.2K 42
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
393K 1.7K 16
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
1.5M 137K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...