Bad Boy CEO And I [#MFFS 3]

By Anindana

11.4M 734K 20.6K

Megan Penelope dimata Alceo Tyler adalah seorang perempuan yang sangat menyebalkan di kehidupannya. Disaat se... More

Prolog
BadBoy 2
BadBoy 3
BadBoy 4
BadBoy 5
BadBoy 6
BadBoy 7
BadBoy 8
Badboy 9
BadBoy 10 (1)
BadBoy 10 (2)
OPEN PO FATED!!!
BadBoy 11
BadBoy 12
BadBoy 13
BadBoy 14
BadBoy 15
BadBoy 16
BadBoy 17
BadBoy 18
BadBoy 19
BadBoy 20
BadBoy 21 (1)
BadBoy 21 (2)
BadBoy 22
BadBoy 23
BadBoy 24
BadBoy 25
BadBoy 26 (1)
BadBoy 26 (2)
BadBoy 27
BadBoy 28
BadBoy 29
BadBoy 30
BadBoy 31 (1)
BadBoy 31 (2)
BadBoy 32
BadBoy 33
BadBoy 34 (1)
BadBoy 34 (2)
BadBoy 35
BadBoy 36
BadBoy 37
BadBoy 38
Badboy 39
BadBoy 40
BadBoy 41
BadBoy 42
BadBoy 43
BadBoy 44
Epilog (End super End!)

BadBoy 1

472K 21.9K 1K
By Anindana

Gadis berambut pirang terang terlihat tergesa-gesa berjalan menyalip setiap orang yang dirasa menghalangi jalannya. Sepatu hak tinggi yang dikenakan gadis itu nampaknya tidak menjadi penghambatnya untuk segera menghampiri mesin jam digital yang sebentar lagi akan menunjukan pukul 8:00 pagi, dan lebih dari itu, gadis itu akan terhitung terlambat.

Hal yang tidak gadis itu inginkan untuk mempengaruhi laporan magangnya pada bulan ketiga ia magang di perusahaan besar dan berkompeten itu.

"Yak... Touch down!!!" Serunya begitu ia berhasil meletakkan ibu jarinya di mesin sidik jari, tepat 1 detik sebelum jam berubah menjadi angka 8.

"Pada dasarnya, kita masih diberikan toleransi 15 menit untuk terlambat punch in, Meg. Kau baru saja menyia-nyiakan semangat kerjamu untuk berlari."

Gadis yang disebut Meg tersebut menoleh kearah kanan begitu bunyi Bip yang menandakan kalau absennya sudah masuk terdengar.

"Dan pada dasarnya, aku adalah calon karyawan teladan yang menjunjung tinggi ketepatan waktu," balas Gadis itu sambil menyingkir agar laki-laki yang merupakan seniornya, dapat melakukan absen.

"Oh, apa tadi kau tidak lihat? Mesin mendaftarmu pukul 8:00 lewat 3 detik. So, basically, kau sudah terlambat." Laki-laki itu terkekeh ketika melihat gadis di sampingnya merutuk. "Megan Penelope tenang saja, sebagai senior yang baik, aku akan pura-pura tutup mata akan hal itu."

Perlahan senyum diwajah Megan mulai terlihat. "Aku tahu kau tidak akan tega kepadaku, Bos."

Laki-laki itu berdesis. "Aku berubah pikiran. Aku akan memasukan keterlambatanmu pada laporan bulan ini." Begitu selesai mengabsen, laki-laki itu berjalan melalui Megan kedalam ruang kerjanya.

Megan terkejut dan ia langsung mengekori langkah laki-laki itu dengan cepat. "Ah, maaf, Ed. Aku lupa akan aturan yang satu itu. Ed, kan? Aku berjanji tidak akan memanggilmu bos lagi. Jadi please, lepaskan kesalahanku yang satu itu, ya?"

Kedatangan dua orang itu cukup mengundang tatapan setiap orang yang sedang sibuk di kubikelnya masing-masing. Sebagian ada yang tertawa, ada yang memilih mencuekinya.

Bukan rahasia lagi memang kalau Ed, atau Edward, Marketing Manager perusahaan itu tidak suka kalau dipanggil dengan sebutan Bos yang menurutnya terdengar sangat otoriter. Semua orang tahu, bahkan hal itulah yang pertama kali Ed tekankan saat perkenalannya dengan karyawan magang, termasuk Megan.

Sementara itu, Megan sendiri juga memang dikenal friendly pada siapapun dan apapun kedudukan mereka, termasuk Ed sendiri yang notabene adalah Atasannya.

Ed menatap gemas kearah Megan dan memutuskan untuk menyentil kening gadis itu. "Kembali ke mejamu."

"Tapi kau berjanji tidak akan-"

"Kalau kau tetap berbicara di depanku, maka aku akan benar-benar memasukan keterlambatan 3 detikmu ke dalam laporan," potong Edward sambil berkacak pinggang. Ia berhenti tepat di depan ruang kerja pribadinya sebelum Megan mengekori lebih jauh.

Tanpa berbicara lagi, Megan langsung berbalik dan berlari dari hadapan Edward yang tertawa melihat tingkahnya.

Megan kembali ke meja kerjanya lalu menyalakan komputer miliknya.

"Jam berapa kau pulang semalam?"

Megan menoleh ke sebelah kirinya, mendapati Claire, rekan kerja yang juga teman kuliah yang melakukan magang bersama di perusahaan itu sedang menatap penuh selidik kearahnya.

"Kau pulang terlalu cepat semalam dan melewatkan keseruannya," desis Megan tidak menjawab pertanyaan temannya secara langsung.

"Well, itu sudah jam 11 malam, -aku berani jamin itu sama sekali bukan pagi karena aku sudah mengantuk-, dan aku tidak melihat tanda-tanda kalian akan segera pulang. Maka itu aku-"

"Tania dilamar David, dan David akan merayakannya malam ini di klub. Kau ikut?" Tanya Megan tanpa menunggu Claire menyelesaikan jawabannya.

"He what??" Pekik Claire terkejut. "Apa dia lupa kalau dia masih harus menyelesaikan magang dalam 3 bulan lagi, dan masih banyak ujian yang menungg- oh ya Tuhan laki-laki itu memang bodoh. Dia menyepelekan segala hal."

Megan memutar bola matanya menanggapi gerutuan Claire yang sudah biasa ia dengar. Dalam lingkungan pertemanannya, Claire dikenal sebagai ibu mereka yang suka melakukan ceramah. David dikenal sebagai bungsu pembuat onar. Tania yang paling innocent di antara mereka. Sedangkan Megan adalah sosok kakak tertua yang selalu bisa di andalkan.

Claire menghela nafas dan kembali ke posisinya di meja kerja ketika Megan bergerak mendekat dengan kursinya dan berbisik, "lalu kau tidak mau ikut malam nanti?"

Claire melirik kearah Megan yang sedang menggodanya dengan menggerakkan kedua alisnya naik turun sambil menyunggingkan senyumnya.

Claire terkekeh sambil mendorong tubuh megan menjauh. "Tentu saja aku ikut, bodoh!"

***

Suara dering ponsel yang nyaring, di sertai dengan getaran yang membuat suara gesekan antara benda pipih dan meja kayu itu beradu mengganggu ketentraman dan ketenangan tidur laki-laki yang enggan membuka matanya pagi itu.

"Babe, your phone." Suara lembut seorang wanita terdengar berbisik di telinganya hingga mau tidak mau ia membuka matanya bersamaan dengan kecupan lembut yang mendarat di bibirnya.

Laki-laki itu sedikit terkejut, namun hanya beberapa detik sebelum ia sadar akan keadaannya.

Ia meraih ponsel yang masih bergetar riang di atas nakas sambil menarik tubuhnya untuk bersandar di kepala ranjang. Wanita yang tadi membangunkannya kini melingkarkan kedua tangannya di perut telanjang laki-laki itu sambil memejamkan mata.

Laki-laki itu masih setengah tersadar ketika ia menjawab panggilan itu.

"Alceo speaking."

"Sir, apa kau akan segera tiba? Rapat akan dimulai dalam 10 menit."

Suara dari seberang sana cukup membuat Alceo mengernyit dan menggaruk pelipisnya sebelum tangannya kembali membelai punggung telanjang wanita di sebelahnya yang sudah mulai menyentuh setiap jengkal tubuh tegapnya dan membangunkan kembali nafsunya.

"Pukul berapa ini?" Tanya Alceo.

"P-pukul 9 lewat 35 menit, sir," jawab laki-laki di seberang sana sedikit gugup.

"Pagi?" Tanya Alceo tidak penting. Begitu sadar kalau pertanyaannya sama sekali tidak bermutu, ia kembali bersuara. "Undur rapatnya 1 jam lagi."

"S-sir, saya rasa tidak bisa..."

Alceo mengernyit. Sedikit terkejut ketika ia merasakan tangan wanita disebelahnya sudah menyentuh bagian bawahnya yang tidak tertutup apapun sisa dari perbuatan mereka semalam.

Seperti bisikan, Alceo bertanya, "kenapa?"

"Ayah anda sedang berada disini. Dan beliau ingin memantau jalannya rapat hari ini-"

Alceo seperti disiram air dingin begitu mendengar penuturan sekretatisnya barusan. Nafsunya langsung padam, tubuhnya menegap, dan matanya melotot. "APA?!"

***

Alceo tidak tahu bagaimana caranya ia bisa sampai di kantor 15 menit kemudian. Ia berjalan cepat tanpa menghiraukan tatapan mata pegawai yang mengarah kearahnya dengan tatapan menelanjangi yang biasa ia dapatkan.

Kalau biasanya Alceo akan menyempatkan diri untuk sekedar berkedip, melambai, atau mengirim kecupan bayangan ke karyawan perempuannya, kali ini ia tidak memiliki waktu itu.

Van, Sekretarisnya yang terlihat gelisah berdiri mondar mandir di depan pintu lift menghela nafas lega begitu melihat Alceo keluar dari dalam sana.

"Sir, meeting hari ini-" Van mengekori langkah besar Alceo hingga ke depan pintu ruangannya.

"Biarkan aku ke ruanganku dulu untuk mengambil beberapa berkas. Kau bisa-" Alceo tidak melanjutkan ucapannya ketika ia melihat punggung laki-laki yang ia kenali sedang membelakanginya di dalam ruang kerjanya yang dulu merupakan ruang kerja laki-laki itu sebelum memutuskan untuk menyerahkan kuasanya pada Alceo.

"Meeting sudah saya undur sampai makan siang nanti." Suara penuh wibawa dari laki-laki yang masih memunggungi Alceo mampu membuat dua laki-laki muda itu merinding.

Van memilih untuk mundur dan tidak ikut campur dalam masalah yang sepertinya tidak akan berhubungan dengan pekerjaannya kali ini.

Ia cukup bingung ketika mantan bos besar perusahaan itu memundurkan jadwal secara tiba-tiba tadi dengan mengatakan kalau ia dan Bos mudanya perlu berbicara. Dan sepertinya Van tidak memiliki keinginan terlibat di dalam pembicaraan itu kalau masih mau bekerja disana.

Alceo sedikit membeku sebelum berhasil menemukan nafasnya dan mengontrol wibawanya dengan menutup pintu dan menghampiri punggung ayahnya.

Selangkah sebelum ia sampai, ayahnya sudah berbalik sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Laki-laki itu mengernyit, memperhatikan penampilan putranya dari bawah hingga ke atas.

"M-maaf, Dad. Aku... bangun kesiangan." Seperti anak kecil yang ketahuan menyembunyikan hasil ulangannya yang jelek, Alceo tidak berani menatap mata ayahnya.

"Sebutkan alasan kenapa aku membiarkanmu untuk tinggal terpisah dari kami?" Tanyanya dengan nada penuh intimidasi.

"Agar aku bisa mandiri," jawab Alceo pelan.

"Lalu?"

"Agar aku bisa belajar bertanggung jawab," sambungnya.

"Lalu?"

"Agar aku- oh ayo lah, dad. Aku hanya terlambat..." Alceo menatap arloji di pergelangan tangannya, "...8 menit. Jangan memperlakukanku seperti anak kecil, Dad," rengek Alceo.

"Then stop acting like one, Alceo!" Gerutu ayahnya, Nicholas Tyler, sambil berkacak pinggang.

Alceo ingin membela dirinya, namun tidak ada kalimat yang bisa ia keluarkan. Alhasil ia kembali diam menerima ceramah sang ayah tercinta.

"Kau bukan anak kecil lagi, Alceo. Kau memiliki tanggung jawab atas perusahaan beserta nasib seluruh pegawai yang bekerja di sini," tutur Nicholas. "Kau anak tertua dari adik-adik kembarmu, tapi kenapa kau tidak sama sekali bisa memberi contoh yang baik untuk adik-adikmu?"

Alceo memutar bola matanya. Ia paling tidak suka dibanding-bandingkan dengan kembarannya. Lagipula ia hanya terlambat 8 menit, bukan 8 bulan yang dimana harus di khawatirkan kalau ia adalah seorang wanita dan ia terlambat 8 bulan, yang berarti -oke, ia mulai ngaco.

"Lihat Austin. Kenapa Mommy dan Daddy membiarkan Austin untuk mengurus perusahaaan Grandpa di Indonesia? Karena dia bertanggung jawab. Lalu adikmu, Auryn, dia sekarang sedang magang menjadi dokter-"

"Dad aku mengerti. Aku hanya terlambat 8 menit, dan kau tidak perlu membanding-bandingkan anak-anakmu seakan aku sangat tidak berguna sama sekali," sungut Alceo.

"8 menit dan ini bukan pertama kalinya, Alceo." Nicholas melembutkan suaranya. "Daddy tidak bermaksud membandingkanmu, tetapi aku mau kau mulai bertanggung jawab dan berhenti bermain-main."

Mata Nicholas menyipit kearah Alceo. Kemudian ia menghela nafasnya yang terdengar lelah. Ia memijat pelipisnya yang dirasanya berdenyut. "Dad tidak akan terkejut kalau suatu saat ada satu atau beberapa wanita yang datang ke rumah dan mengatakan kalau mereka sedang mengandung cucuku yang merupakan anakmu."

Alceo terkejut. Ia langsung menoleh kearah Nicholas. Kenapa ayahnya tiba-tiba bisa membahas masalah itu? Dan ketakutan itu sebenarnya tidak mendasar karena selama ini Alceo selalu bermain aman. Sangat aman hingga Alceo yakin kalau kenakalannya itu tidak diketahui siapapun.

Nicholas kembali menghela nafas sambil menggerakkan dagunya kearah Alceo, "kalau kau mau mempermalukan dirimu, lakukan di tempat lain, jangan disini. Ada tanda kemerahan di lehermu yang aku yakin bukan berasal dari gigitan nyamuk."

Tangan Alceo sontak langsung menutupi kedua lehernya dengan wajah terkejut. Apa wanita kemarin -yang Alceo lupa siapa namanya- meninggalkan bekas disana? Hal yang selama ini Alceo larang ke setiap wanita yang tidur dengannya.

Lalu dagu Nicholas kembali menunjuk bagian bawah Alceo. "Kau juga lupa mereseleting celana kerjamu," sambung Nicholas.

Mata Alceo melotot dan langsung menatap bagian bawahnya yang dengan cerobohnya belum ia tutup dengan baik.

Apa ini alasan orang-orang menatapnya tadi? Dan apa ini alasan ayahnya marah? Sepertinya iya.

Bagaimanapun ia membela diri, ia hanya akan terlihat bodoh dengan dua hal ini yang sedang mengejeknya.

***
Tbc

Maaf yang tadi kepencet publish, padahal belom selesai heheheh

Semoga suka 🙏🙏🙏

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 53.1K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
9.5K 727 18
The Last Love adalah sequel dari We Got Merried. Jangan lupa baca We Got Merried untuk tau cerita mereka sebelumnya.
7.8K 526 20
[15+] Miyawaki Sakura atau biasa dipanggil Sakura, si gadis cantik yang tersesat dihutan, ia selalu mencari cara untuk keluar dari hutan tersebut Cha...
3.3M 179K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...