DUNKELHEIT [COMPLETED]

By Justgalon

1.9M 44.2K 2.1K

Pernah bergabung dalam program Paid Stories Wattpad dari 27 Mei 2020 sampai dengan 8 Juni 2021. Julio Harding... More

Pengumuman Dunkelheit dan Metanoia
Pengumuman
Prolog
Tentatio
Desafio
Tervezés
Impetum
Proksima
Stormfulde
Erantzun
Pahoitella

Prizorgo

43.5K 3.6K 161
By Justgalon


"Kau tahu betapa bahayanya keluar dari istana?"

Orman Hawthorne menatap Joanna marah. Sang putri tertunduk dengan diam. Dia tidak tahu siapa yang telah memberitahu ayahnya atau bagaimana sang raja tahu tentang kenekatannya kemarin.Yang jelas Joanna yakin itu bukan perbuatan pelayan kemarin. Dia percaya pelayannya itu tidak akan memberitahukan hal seperti ini.

"Kenapa tidak boleh, aku hanya ingin melihat rakyatku," Joanna berkilah.

"Jangan berbohong! Ayah tahu kau berusaha mencari Julio!"

Joanna mengatup mulutnya yang hendak membela diri lagi. Ini yang paling tidak disukainya menjadi seorang putri kerajaan. Penuh kekangan dari ayahnya yang tiada pernah habis. Bukan sekali atau dua kali dia seperti ini. Sudah terlalu sering dan membuat Joanna kecewa. "Aku tidak mencarinya. Untuk apa aku mencari pria itu," dusta Joanna lagi.

"Jangan mencoba berbohong pada ayah. Sudah cukup kau mendekatinya hanya untuk ujian konyol. Kau tidak boleh terjerumus terlalu jauh. Ayah berusaha untuk menghentikanmu sebelum terlambat," nada suaranya rendah, tapi penuh penegasan di setiap kata-katanya. "Ayah sudah memberikan ujian yang pantas untuknya. Jadi jangan pernah kau gunakan cara itu lagi."

"Memangnya kenapa aku tidak boleh dekat dengannya?"

Orman Hawthorne membalikkan tubuhnya ke arah Joanna dan menatap manik Joanna yang menuntut jawaban. Dia persis seperti istrinya. Selalu penuh dengan keingintahuan yang besar. Orman Hawthorne duduk di tempat tidur anaknya sambil mengelus rambut panjang Joanna. Semua yang dia lakukan adalah demi kebaikan Joanna.

"Dia seorang prajurit. Kau tahu apa artinya itu."

"Ayah, kau tidak memahamiku. Yang kaupikirkan tidak seperti itu. Aku tidak menyukai Julio dalam artian yang sebenarnya. Dia baik, sudah menyelamatkanku. Aku hanya ingin berterima kasih kepadanya." Joanna membalas tatapan mata ayahnya yang tengah menyelidik."Lagi pula aku tahu akan dengan siapa aku menghabiskan sisa hidupku nanti," sambung Joanna. Dia menggenggam tangan ayahnya erat. Orman Hawthorne mengalihkan tatapan matanya. Dia tidak sanggup menatap mata putri satu-satunya itu.

"Ayah akan memperketat penjagaan terhadapmu. Jangan coba untuk keluar istana sendirian. Para penyihir dan orang-orang jahat sangat banyak di luar. Kerajaan kita sedang tidak aman." Orman Hawthorne berdiri lalu berjalan menuju pintu. "Minggu depan bibimu akan datang dan pangeran dari kerajaan Nedlog juga akan bertemu denganmu. Kita akan membicarakan mengenai pertunanganmu."

Setelah mengatakan itu, Orman Hawthorne keluar dari kamar Joanna. Joanna menatap langit luas dari jendela kamarnya. Sedikit mendung di luar. Sama seperti yang dia rasakan saat ini. Hatinya mendung dan hidupnya selalu diatur oleh tangan dingin ayahnya. Dia menghela napas kemudian berbaring sambil terus menatap langit luas. Hujan mungkin sebentar lagi akan turun dan Joanna ingin sekali bermandi hujan di luar sana sesekali. Tepat saat Joanna masih melamun. Pelayannya yang kemarin membantu Joanna mengetuk pintu dan meminta izin masuk. Tampak sekali wajah takutnya yang tidak bisa disembunyikan.

"Maafkan saya, Tuan Putri. Harusnya saya lebih hati-hati lagi. Saya tidak tahu jika akan jadi seperti ini," dia menunduk untuk meminta maaf. Joanna duduk lalu melihat sang pelayan yang masih ketakutan.

"Ini bukan salahmu. Aku tahu ada yang memberitahu ayah. Kurasa itu salah satu warga desa. Kembalilah bekerja, aku ingin istirahat."

Setelah mengatakan itu Joanna kembali berbaring. Sang pelayan menatap iba Joanna. Dia merasa sangat kasihan terhadap sang putri yang kadang-kadang terkekang hidup di dalam istana. Tapi dia bisa apa untuk membantu, dia bahkan hanya pelayan di sana. Joanna dalam diamnya melihat pergelangan tangan yang dihiasi gelang pemberian Julio. Besok dia akan bertemu dengan Julio sesuai janjinya. Dia tidak tahu apakah Julio akan datang ke tempat perjanjian atau tidak, jika pun Julio tidak datang, Joanna akan mendatanginya. Tapi untuk apa Joanna melakukan semua ini hanya demi menyenangkan hatinya yang kosong?

➴➵➶

Tengah hari sudah di puncak. Matahari bersinar terik membakar rambut dan gersang tanah menghasilkan butiran debu yang beterbangan ke sana kemari. Kuda hitam milik Julio berjalan pelan melewati bebatuan terjal. Hujan kemarin tidak mengenai tempatnya berpijak sekarang. Sejauh mata memandang, Julio melihat istana yang kian mendekat seiring berjalannya kuda. Sebentar lagi palang pembatas desa akan terlihat dan tidak jauh dari sana ada sebuah pub cukup besar milik warga desa yang sering didatangi para perompak. Entah sudah kerasukan setan apa Joanna mengajaknya untuk bertemu di sana. Di tempat itu juga banyak berdiri rumah bordil yang menjajakan kenikmatan dunia bagi para pria.

Dia menimang cukup lama memutuskan untuk datang atau tidak menemui Joanna di sana. Tiga kali dia berpikir untuk tidak datang dan empat kali keputusannya jatuh pada kata datang. Dia datang karena tahu Joanna cukup nekat. Berbahaya bagi seorang putri kerajaan berada di tempat seperti itu. Lebih baik dia datang meskipun dengan berat hati ketimbang sang putri dalam bahaya. Julio datang dengan kepala tertutup. Dia sudah biasa seperti itu dan itu juga cukup baik untuk menyembunyikan identitasnya. Siapa yang tidak tahu dengan Julio sekarang semenjak insiden di bar desa. Beritanya sudah tersebar luas dan dirinya yang diambil oleh kerajaan pun sudah bukan rahasia umum.

Tibalah dia di sebuah pub besar yang dimaksud Joanna. Suasana cukup ramai dengan pria mendominasi di tempat itu. Aroma rum menguar menusuk hidung. Banyak perompak yang sedang mampir hanya untuk duduk-duduk atau mencari wanita. Baik itu bangsa Viking yang sedang singgah atau juga bangsa Lleber yang menetap lalu mencari hiburan. Kehadiran Julio jelas mencolok dan menjadi bahan bisik-bisikan. Namun, mereka semua seolah tidak peduli karena mereka cukup waras untuk mengganggu orang seperti Julio yang jelas berbeda aura dari kebanyakan orang. Julio langsung menuju kursi kosong di sudut ruangan sambil mengawasi sosok-sosok di sana satu per satu. Mencari keberadaan Joanna yang mungkin tengah menyamar. Ditunggunya dalam diam sambil menyesap minuman yang dibelinya.

➴➵➶

"Buka pintunya! Ini perintahku!"

Joanna memukul-mukul daun pintu dengan keras. Dia sudah seperti itu semenjak dua jam yang lalu. Langit di luar sudah semakin terik. Matahari sudah mulai miring dan menimbulkan bayangan pada objek benda. Dia harus pergi. Dia punya janji dengan Julio untuk bertemu di pub dekat perbatasan desa, tetapi penjagaan padanya sungguh luar biasa menyebalkan. Joanna tidak bisa keluar kamar semenjak pagi. Sarapan pagi dan siangnya pun diantar oleh para pelayan. Dia tidak mengerti jalan pikiran ayahnya yang sudah sangat keterlaluan mengekangnya.

Joanna sempat berpikir untuk keluar dari jendela kamarnya. Namun, dia segera mengurungkan niat itu ketika dia sadar jarak kamarnya sangat tinggi dari tanah dan para penjaga pasti akan langsung tahu dengan kegilaannya jika dia nekat. Joanna akhirnya terduduk sambil bersandar di daun pintu. Gaun indah berwarna biru langit itu tidak bisa menutupi kesedihan yang Joanna rasakan. Tidak bisa ditahannya air mata mulai turun perlahan lalu menjadi semakin banyak.

➴➵➶

"Kau akan aman jika kau memercayai tuan kami." Szandor menatap mata mangsa di depannya dengan kilatan jahat yang dia sembunyikan. "Dia bisa membuat semua keturunanmu kaya tanpa perlu bekerja keras. Kau ingin menghabiskan sisa hidupmu menjadi prajurit istana? Itu sangat rendahan. Kenapa kau ingin susah payah jika ada cara yang gampang. Istana dan kerajaan tidak menjamin uang banyak untukmu. Kau susah payah berdiri di bawah terik sinar matahari, sementara mereka menikmati kekayaan sendirian. Oh, aku sungguh kasihan padamu, oleh karena itu kutawarkan hal ini."

Prajurit yang tadi diculik Szandor menatap mata kelam sang utusan setan itu dengan rasa takut. Dia sudah sering diperingatkan untuk tidak terpengaruh ajaran sesat yang ditawarkan Szandor.

"Tidak! Aku tidak akan memercayai orang sepertimu!"

Szandor tersenyum tenang. Mencoba berbaikan dengan keadaan yang mengharuskannya tetap terlihat baik. Awalnya semua orang memang menolak dengan keras ajakannya, tetapi dia mampu meyakinkan mereka perlahan.

"Jawabanmu bisa diganti. Tidak apa-apa jika menolakku sekarang. Aku senang orang yang bisa sadar sendiri lalu mengganti ucapannya dan memilih pilihan yang tepat," sang prajurit menodongkan pedangnya pada Szandor. "Oh sesungguhnya kekerasan itu sangat dilarang. Kami cinta kedamaian," dia menurunkan pedang sang prajurit dengan perlahan.

"Pergilah! Atau aku akan membunuhmu!"

Szandor tersenyum menyeringai. Dia lebih terlihat seperti iblis yang sangat jahat. "Kau sudah membuang banyak waktuku."

Tidak butuh waktu lama untuknya melenyapkan sang prajurit. Cukup dengan menusukkan tangannya ke jantung lalu meremasnya kuat. Pekikan kesakitan sang prajurit membahana. Namun, tidak ada yang mendengarnya karena itu terjadi di semak-semak belakang istana. Setelah membunuh prajurit, Szandor mengambil jantungnya lalu ia simpan di balik jubahnya. Darah sang prajurit dijilatinya dengan rakus.

"Tidak lama lagi darah sang putri perawan akan mengalir di tubuhku," dia berkata sambil melihat istana yang berdiri tegak di depannya. Dia akan menyamar untuk memasuki istana. Sudah terlalu lama dia menunggu sang putri matang sempurna. Saat semua yang ada di diri Joanna Theodora Hawthorne memenuhi kriteria dari sang tuannya.

➴➵➶

Pangeran kerajaan Nedlog tidak kurang apa pun, dia tampan dengan tubuh yang gagah sempurna. Senyumnya menawan dan mampu memikat siapa saja yang melihat. Calon raja di kerajaan Nedlog dan juga calon suami dari putri Joanna Theodora Hawthorne. Ini bukan kali pertama dia datang ke kerajaan Mazahs, sudah sering kali dia ke sana untuk urusan kerajaan dan sudah jatuh hati pada Joanna semenjak lama. Gayung bersambut ketika dia mengutarakan keinginannya untuk meminang sang putri. Raja Orman Hawthorne amat senang dan setuju dengan pinangan itu. Lalu bagaimana dengan orang yang akan dipinang? Joanna Theodora Hawthorne tidak pernah menolak atau menerima karena dia tahu semua keputusan ayahnya mutlak.

"Sangat menyenangkan bisa makan siang dengan Anda, Raja Orman Hawthorne," ucap pangeran Luke Gremoory Jr. dengan hormat.

"Saya juga sangat merasa terhormat. Sudah cukup lama Anda tidak berkunjung."

Joanna duduk tepat di depan pangeran Luke. Dia sama sekali tidak suka basa-basi yang dilakukan keduanya. Matanya hanya menatap piring yang berisi makanan. Pikirannya melanglang buana entah ke mana. Yang jelas dia melakukannya karena tidak tertarik sedikit pun dengan kunjungan pangeran kerajaan Nedlog.

"Nona Joanna Theodora Hawthorne, bersediahkan Anda untuk berbincang dengan saya setelah makan selesai?"

Tidak ada jawaban dari Joanna karena dia masih melayangkan jauh-jauh pikirannya. Joanna baru sadar ketika ayahnya berdehem keras. Pangeran Luke tampak memperhatikan kediaman Joanna lalu mengulang pertanyaannya.

"Ya, baiklah."

Hanya itu yang mampu diterima Luke atas jawaban Joanna, tapi dia cukup tersenyum senang karena Joanna menyanggupi permintaannya.

"Dia hanya malu untuk menerima ajakan Anda," kata Orman Hawthorne yang membuat hati Luke melayang di udara. Joanna menggigit bibirnya menahan kesal. Ayahnya selalu bertindak sesuka hatinya. Dia ingin acara makan siang yang konyol dan obrolan dengan Luke segera berakhir secepatnya. Dia tidak suka situasi ini.

Di luar istana Julio berjalan dengan pelan. Seperti perintah sang raja, dia boleh pulang ke istana satu minggu sekali untuk mengambil perbekalan. Dia juga akan memberikan laporan kepada sang raja. Tapi langkahnya terhenti ketika dia ditahan oleh prajurit istana yang mengatakan raja sedang ada tamu. Julio memilih untuk menunggu di ruangan lain sembari membaca beberapa buku. Dia harus memberitahu sang raja secepatnya mengenai sosok yang dia lihat di hutan.

➴➵➶

Acara makan siang sudah berakhir. Joanna tetap saja tidak bersemangat karena setelah ini dia masih akan menghabiskan waktu bersama Luke hanya untuk berbincang yang entah mengenai apa. Saat keluar dari ruang makan, seorang prajurit menghampiri sang raja dan memberitahu bahwa Julio sudah datang dan tengah menunggunya di ruang lain. Joanna sontak kaget. Dia melupakan hari ini, hari kepulangan Julio ke istana. Dia harus bertemu dengan Julio secepatnya dan mengatakan alasannya tidak datang di acara perjanjian mereka.

"Mari kita ke taman belakang, Nona Joanna Theodora Hawthorne," ajak Luke. Joanna menatap Luke sebentar lalu mengangguk dengan setengah hati. Jika bisa dia ingin mengikuti ayahnya dan bertemu dengan sang petarung secepatnya.

Orman Hawthorne duduk di kursi lalu menatap Julio dengan teliti. Pria di depannya itu tidak berubah sama sekali. Dia masih terlihat sama tanpa cacat. Karena dari yang didengar dan dilihatnya langsung, orang-orang yang berada di sekitar hutan Dunkelheit selalu tidak bisa menahan godaan untuk masuk ke dalam hutan. Tubuh mereka tercabik-cabik lalu hilang ditelan tanah. Julio tidak terlihat mengalami itu semua.

"Jadi apa yang ingin kau sampaikan kepadaku?"

Julio sejenak menatap mata sang raja yang dia tahu jelas tengah menelitinya.

"Ada seseorang di hutan itu."

Mata sang raja menyipit menyiratkan ketidakpercayaan.

"Manusia?"

"Saya tidak yakin jika dia manusia. Dia tidak menampakkan sosoknya jelas, tetapi warna matanya merah menyala dengan seluruh tubuh ditutupi jubah hitam. Selama satu minggu ini tiga kali dia menampakkan diri pada saya," dia bisa melihat sang raja tengah berpikir mengenai sosok yang diceritakannya. "Apakah Anda sudah mengetahui ini sebelumnya?" tanya Julio.

"Tidak. Ini pertama kalinya ada yang mengatakan melihat sosok itu."

"Dia tidak mengganggu saya." Orman Hawthorne terheran dengan kata-kata Julio. "Tapi dia jelas menginginkan sang putri."

Kata-kata terakhir Julio membuat sang raja mencengkram erat pegangan kursi.

"Apa maksudmu? Menginginkan anakku?"

Dapat ditangkap jelas oleh Julio nada takut bercampur khawatir dari sang raja. Dia harus mengatakan ini jika ingin Joanna selamat.

"Ya," jawab Julio yakin. "Awalnya saya mengira jika dia ingin mengganggu saya untuk menggoda saya masuk ke sana, tetapi dua kali dia menampakkan sosoknya, dia hanya melihat saya. Lalu saat di mana Putri Joanna Theodora Hawthorne datang menemui saya, hutan Dunkelheit menggila. Sosok itu muncul semakin mendekat dan dari sanalah saya yakin mereka menginginkan sang putri," cerita Julio.

"Hari itu dia datang menemuimu?" Julio mengangguk dan membuat wajah sang raja semakin mengeras. Dia tidak menyangka putrinya bertemu dengan Julio. Dia kira Joanna tidak akan tahu keberadaan Julio. "Lalu setelah anakku pergi dari sana, hutan menjadi tenang kembali?" tanya sang raja untuk meyakinkan.

"Hutan tetap menggoda, tetapi tidak segila ketika tuan putri di sana. Saya bisa merasakan bulu kuduk saya meremang saat itu. Tuan putri juga mudah sekali tergoda untuk mendekatinya. Selama dua kali dia mendekati hutan Dunkelheit, dua kali pula hutan itu menggila."

Orman Hawthorne semakin takut dengan kenyataan yang baru diterimanya. Ketakutannya menjadi nyata bahwa hutan itu memang menginginkan darah murni bangsawan. "Ini tidak baik," gumamnya.

"Yang Mulia, Anda jangan khawatir. Saya akan berusaha untuk mencari tahu siapa sosok itu dan melindungi keluarga kerajaan. Akan saya selesaikan tugas yang Anda berikan dan mengamankan kerajaan kita dari semua kejahatan di luar sana. Mohon terima janji saya pada Anda, Yang Mulia."

Julio menunduk dengan hormat di depan kaki sang raja. Orman Hawthorne menatap kepala Julio yang berada di depannya. Apakah kata-kata Julio dapat dia percaya dan apakah Julio bisa melakukannya? Pertanyaan itu mucul di otaknya, tetapi dalam sekejap dia tepis. Dia lalu menyentuh kepala Julio. "Aku terima janjimu."

Julio berdiri kembali lalu tersenyum kecil. Sang raja bisa melihat keteguhan hati sang petarung yang selalu mengejutkannya itu. Dia boleh jadi menjadi raja paling beruntung karena bertemu dengan petarung semenarik Julio. Nalurinya berkata Julio bisa mengemban janji yang dia buat serta mewujudkannya. Untuk pertama kalinya dia percaya pada orang baru seperti Julio.

➴➵➶

Selama satu jam Joanna menahan diri untuk tidak pergi dari hadapan Luke yang terus bercerita panjang lebar. Dia sama sekali tidak mendengarkan apa yang diucapkan Luke. Pikirannya melayang ke tempat lain, lalu ketika Luke memutuskan untuk pulang, Joanna seperti menemukan udara segar. Dia langsung meninggalkan Luke setelah dia berpamitan. Langkah cepatnya menuntun Joanna ke sebuah tempat yang sudah sangat ingin didatanginya. Dan di sinilah dia sekarang. Berdiri di depan pintu kamar Julio.

"Aku perlu bicara denganmu."

Joanna langsung masuk ketika Julio membukakan pintu. Joanna menutup lalu menguncinya. "Kenapa harus ditutup dan dikunci?" tanya Julio.

"Aku tidak ingin ada yang mengganggu." Joanna duduk di kursi lalu menyuruh Julio untuk duduk di depannya. "Aku-"

Kata-kata Joanna langsung dipotong Julio begitu saja. Joanna mengernyit heran.

"Sebelum melanjutkan ucapan Anda. Lebih baik Anda bercermin terlebih dahulu." Joanna semakin memperdalam kerutan di dahinya mendengar kata-kata Julio. Tidak menunggu waktu lama bagi Joanna untuk menghadap cermin yang berada di sudut ruangan. Oh Tuhan, harusnya dia sadar ada yang aneh. "Tampaknya Anda sangat terburu-buru, Tuan Putri."

Joanna dengan cepat membersihkan riasan matanya yang luntur oleh keringat. Dia memang tergesa-gesa untuk menemui Julio bahkan dia berjalan dengan sangat cepat agar tidak ada yang melihatnya menemui Julio, tapi memang cukup sulit membersihkan noda hitam bekas polesan riasan yang dia gunakan. Joanna menyerah dan tidak peduli dengan wajahnya.

"Aku tetap cantik meskipun ini berantakan," mencoba mengumpulkan kepercayaan dirinya yang tadi sempat runtuh.

"Silakan lanjutkan ucapan Anda."

Joanna menarik napasnya perlahan.

"Ini mengenai janjiku kemarin. Aku tidak bisa datang karena ayah tahu aku keluar istana dan dia menghukumku." Julio mengangguk perlahan. "Lalu apakah kau datang ke sana?" tanya Joanna ingin tahu.

"Tidak, saya tidak datang ke sana."

Joanna menampakkan raut kecewa, tetapi hanya beberapa detik. Dia kemudian menghembuskan napas dengan kasar.

"Aku sudah tahu pasti kau tidak akan menemuiku di sana meskipun aku memaksamu," Joanna mengetuk-ngetukkan jarinya di sandaran kursi. "Meskipun di sana berbahaya dan aku mempertaruhkan nyawaku untuk menemuimu. Kau tetap tidak akan datang."

"Ya, itu membuang-buang waktu saya. Lagi pula Anda sendiri yang memutuskan untuk ke sana sementara raja menyuruh saya menjaga hutan," Julio tidak ingin mengatakan hal yang sebenarnya telah terjadi pada Joanna. Saat itu dia duduk di dalam pub sampai senja menyapa dunia. Tapi gadis itu tidak datang seperti janjinya.

"Kau tega sekali," protes Joanna dengan wajah kesal. "Padahal aku rela menemuimu jauh-jauh ke sana. Tuan Petarung benar-benar berhati dingin." Joanna melipat kedua tangannya.

"Terserah Anda menilai saya seperti apa. Yang jelas saya tidak terganggu dengan penilaian Tuan Putri."

Joanna tersenyum lebar. Kenapa rasanya sangat menyenangkan menggoda Julio seperti ini. Dia suka cara Julio menyikapi ucapannya dan dia suka cara Julio yang tidak tergoda olehnya. Joanna berdiri dari duduknya dan mendekat ke arah Julio. Dia langsung duduk di pangkuan Julio. Julio jelas hanya diam. Joanna dapat melihat dengan jelas mata kecoklatan Julio yang terkena sinar dari jendela. Dia mungkin bisa tenggelam dalam kubangan netra yang menyejukkan itu.

"Benarkah kau tidak terganggu?"

"Tidak."

Julio membalas tatapan Joanna tanpa rasa khawatir.

"Seharusnya orang sepertimu yang dijodohkan denganku," ucap Joanna pelan sambil tangannya terkalung di leher Julio.

"Jika pun iya, saya akan menolak dijodohkan dengan Anda," masih dengan ketenangan yang mengagumkan. Joanna salut akan kehebatan Julio.

"Tuan Petarung, Anda adalah orang pertama yang menolak kesempatan emas ini." Joanna tidak gentar untuk terus bermain. Ia ingin melihat sejauh mana dia bisa bertahan atas penolakan Julio kepadanya. "Bukankah Anda orang yang sangat tidak bersyukur, Tuan?"

Julio tersenyum lebar. Dia mengangkat tangan lalu jemarinya menyentuh bibir Joanna. Gerakan itu membuat Joanna membulatkan matanya karena terkejut. "Aku tidak butuh kesempatan emas dan aku juga bukan orang yang tidak bersyukur, Tuan Putri. Jaga ucapanmu agar tidak mengatakan hal-hal seperti itu lagi kepada orang lain. Orang lain bisa menganggapnya serius dan kau akan mempermainkan hati mereka."

Joanna diam sambil terus menatap mata Julio. Kenapa kata-kata Julio justru membuatnya merasa terganggu. Bukan ini yang dia inginkan atas reaksi Julio. Sentuhan jemari pria itu mampu membuat Joanna hilang suara. Aku-Kau, Julio tidak pernah memakai istilah itu untuk menyebut dirinya dan Joanna saat mereka sering berbicara. Entah mengapa Joanna terasa akrab dengan partikel penyebutan itu dan ketika Joanna sadar dari kediamannya, Julio tengah berusaha untuk menegakkan tubuhnya.

"Kenapa kau tidak tergoda olehku?"

Dia sangat ingin mengetahui jawaban jujur Julio. Joanna kembali memaksa duduk di pangkuan Julio.

"Di dunia ini ada dua tipe, tergoda dan tidak tergoda. Saya masuk ke dalam tipe kedua," jawab Julio dengan tenang. Mata amber Joanna mencari jawaban yang Julio sembunyikan dari dunia luar.

"Seandainya suatu hari aku dalam bahaya, apakah kau tetap tidak akan tergoda untuk menyelamatkanku?" tanya Joanna tanpa sadar.

"Itu hal yang berbeda. Saya akan menyelamatkan Anda, apa pun caranya," jawab Julio. Dia mengusap pundak Joanna perlahan. Di mata Julio, Joanna dapat melihat ketulusan yang disajikan. "Meskipun nyawa saya taruhannya."

Joanna tersenyum senang. Dia kemudian memeluk Julio dengan erat. Sementara Julio menahan tangannya yang hendak mengusap pundak Joanna lagi. Pendiriannya tidak boleh goya hanya karena senyum senang serta tulus yang diberikan sang putri untuknya. Alhasil dia membiarkan sang putri memeluknya sedikit lebih lama.

"Ah aku ingat belum berterima kasih padamu!"

Joanna segera melepaskan pelukannya lalu dia mengambil sesuatu dari kakinya. Sebuah belati dengan sarung emas yang dia sembunyikan di tali sepatunya. Joanna menyerahkannya kepada Julio.

"Untuk saya?"

"Itu milik kerajaan dan sangat tajam. Dibuat di perajin terbaik dengan kualitas juga terbaik. Kau bisa menggunakannya untuk mengancam orang seperti yang kaulakukan padaku dulu, menodongkannya di leherku." Julio tersenyum mendengar ucapan Joanna. Hari ini dua kali sudah dia tersenyum di depan Joanna. Hal yang cukup jarang dia lakukan.

"Terima kasih. Akan saya gunakan dengan sebaik-baiknya."

"Hanya ucapan terima kasih saja? Tidak ada yang lain?"

Joanna mengedipkan sebelah matanya ke arah Julio. Sebenarnya hanya ucapan terima kasih dari Julio saja sudah cukup, tapi dia ingin bermain lagi. "Anda mengharapkan lebih dari saya?"

"Jika bisa mendapatkan lebih, kenapa tidak!"

Julio mengambil tangan kanan Joanna lalu menciumnya. Hal yang sering dilakukan oleh orang-orang kerajaan untuk menyanjung bangsawan. "Hanya ini yang mampu saya berikan."

"Itu cukup dan aku terima," balas Joanna yang tangannya masih berada dalam genggaman Julio. "Dan ngomong-ngomong kau akan kembali ke sana lagi?" mata Julio mengikuti arah mata Joanna yang tertuju pada hutan Dunkelheit. Julio seakan ingat dengan tugasnya.

"Saya harus segera kembali ke pinggir hutan. Anda juga harus kembali ke kamar Anda, Tuan Putri," kali ini Julio berhasil menegakkan tubuh Joanna yang sedari tadi berada di pangkuannya.

"Saat kembali minggu depan, kita harus bicara lagi. Jadi kembali dengan selamat dan secepatnya," Joanna menepuk dada Julio dengan pelan. "Selamat jalan, hati-hati," Joanna tersenyum lalu berjalan keluar pintu. Julio memandang langit luas dan bertanya pada para penghuni semesta, apakah dia bisa memegang prinsipnya untuk tidak tergoda dengan Joanna.

TBC...

Continue Reading

You'll Also Like

572K 33.7K 57
Selena Azaerin, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, Selena tak pernah kehilangan sifat cerobohnya. Ketika gadis itu telah menyelesai...
3.1M 201K 49
Elisa Latasha Mauren hendak di jual oleh ibu tiri nya ke salah satu rumah wanita malam. Elisa tentu tak terima, ia memilih kabur dari sana dan sialny...
9.8M 1.2M 60
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
373K 43.3K 55
Rafka, seorang mahasiswa berumur dua puluh tujuh tahun yang lagi lagi gagal dengan nilai terendah di kampus nya, saat pulang dengan keadaan murung me...