Would You Still Love Me The S...

By xcumbag

174K 9.9K 309

Asya Shakila Gibran Cewek berpipi gembul yang hidupnya nggak mau menye-menye kayak perempuan yang biasanya a... More

Prolog
[Satu] Hah? Sayang?
[Tiga] Something in The Past
[Empat] Arza Hilang, Asya Tobat
[Lima] Kok Dia Lagi Sih?
[Enam] Mas? Masalah buat Asya!
[Tujuh] Kemunculan Arza dan Si Buaya Darat
[Delapan] Perasaan Apa Ini?
[Sembilan] Kata Rayhan, Resmi!
[Sepuluh] Distant Lover
[Sebelas] Wisuda Jurit
[Dua Belas] Mabuk Cinta
[Tiga Belas] Antara Gundah dan Bahagia
[Empat Belas] Sebatas Teman
[Lima Belas] Sebuah Teka-Teki!
[Enam Belas] Pernyataan Cinta
Spoiler!
[Tujuh Belas] Keraguan
Lagi Ngoceh
[Delapan Belas] Wanita dan Egonya
[Sembilan Belas] Pengajuan Nikah
[Dua Puluh] H-1 Pernikahan? Asya Ambruk!
[XXI Bagian 1] Hari Bahagia
[XXI Bagian 2] Hari Bahagia
[XXII] Seoul in Love
Dream Cast
[XXIII] Pinky Promise?
[XXIV] Bitter, sweet...
[XXV] For Better and For Worse
[XXVI] Suami Idaman?

[Dua] Asya dan Dunianya

7.7K 432 5
By xcumbag

Asya bergerak tak nyaman di sofa ruang tamu. Bagaimana bisa dia duduk dengan tenang, kalau mata elang cowok yang bernama Rayhan itu menatapnya dengan tajam? Rasa-rasanya Asya pengen teriak kalau dia risih, pengen juga dia tusuk itu mata biar berhenti menatapnya sejenak. "Duh, Za. Makhluk model apaan sih temen lo tuh? Matanya bisa nyantai dikit nggak kalau ngelihat cewek secantik gue?" bisiknya pada telinga Arza.

Arza berdehem cukup keras, "Anu... Bang, ngeliatin gajah unik kayak Asya mah biasa aja. Belum pernah nemu yang lebih sangar, ya, Bang? Maklum sih, Asya ini spesies gajah terunik. Mirip manusia gitu. Padahal gajah setengah kebo," guraunya yang membuat Asya mendelik, menatap Arza dengan tatapan 'Mati lo, Anjir!'.

"Jangan ngomong gitu ke saudaramu sendiri, Arza. Saya sih ngelihat dia penuh ketertarikan. Dulu dia dekil kok sekarang jadi kayak... begini," ujar Rayhan sambil mengulum senyumnya, sambil tetap menatap manik mata Asya.

"Emang pernah kenal gue?" Asya bertanya, badannya bergeser sedikit ke arah Mamanya, sehingga Mama Asya mendengar pertanyaan tersebut.

"Kamu tuh, Sya! Keluarga Rayhan tuh dulu tinggal di sebelah asrama keluarga kita waktu kamu dan Arza masih kecil banget. Neneknya Rayhan yang dari Tante Wina aja rumahnya deketan sama Eyang Utimu," jelas Mama Asya panjang lebar. Disahut dengan anggukan dari Tante Wina, Om Radit, dan juga Papanya.

Berarti, temen masa kecil Asya gitu? Drama abis, deh. Batin Asya.

"Ooh gitu, Ma. Iya deh," jawab Asya singkat, tak menaruh minat dalam obrolan itu.

Sekarang para tetua sibuk dengan obrolan masing-masing, pun Arza dan Rayhan. Meskipun sesekali, Rayhan mencuri pandang ke arah Asya.

"Ray, cuti kenaikan pangkat ini? Sudah dapat keluarga asuh?" tanya Papa Asya.

Rayhan menundukkan tubuhnya sedikit dan menyerong ke arah Papanya, bentuk kesopanan terhadap lawan bicara. "Iya Pa, cuti. Tapi besok lusa udah balik. Alhamdulillah... Udah Pa, dapet kakak asuh yang nggak spaneng-spaneng amat," tuturnya diiringi kekehan.

Asya mengerutkan dahinya. Heh? Papa? Dia itu siapa manggil bokap gue Papa?!?

"Kok manggil Papa, Papa sih? Asya nggak ngerti,"

"Anak Papa cemburu nih, ye... Rayhan udah Papa anggep kayak anak sendiri. Papa dan Om Radit sama-sama bimbing dia sampai sebesar ini dan mengarahkan hasrat Rayhan ke Akademi Militer dengan sukses. Papa dan Om Radit 'kan udah bespren banget lah," Papa merangkul bahu Om Radit dengan cengiran.

Asya udah kayak orang asing dalam pertemuan ini.

***

Setelah Rayhan sekeluarga pamit untuk pulang, Asya bernapas lega karena entah mengapa dia merasa jengah dengan kehadiran si cowok itu. Nggak nyaman, serius!

Asya merebahkan tubuhnya ke sofa bed di ruang keluarga, dia meraba-raba sofa untuk menemukan remot tv. Eh, dia kalah cepet sama Arza yang udah menjulurkan lidah ke arahnya. Arza mengambrukkan dirinya di samping Asya, membuat tubuh gempal Asya mau tidak mau harus bergeser untuk membagi tempat.

"Lo judes banget dah sama Bang Rayhan."

"Nggak suka aja gue sama cowok sok-sokan ganteng, modal seragam doang. Bukan tipe gue banget lah," gerutu Asya. Tangannya sudah sibuk mengambil snack kentang dan menyuapkannya satu demi satu ke mulutnya, juga kepada Arza.

"Lo sendiri yang bilang kalau kita lomba, nggak boleh generalisasiin apapun itu. Nah ini, lo sendiri yang ambil kesimpulan berdasarkan nol fakta. Dia tuh inspiratif tau, jadi selebgram," Arza terdengar serius dengan ucapannya, Asya seketika terbatuk-batuk menyimaknya.

Asya kemudian menjitak kepala Arza. "Inspiratif pala lo! Awkarin yang selebgram itu, juga lo katain inspiratif kali Za. Bahkan bisa aja lo sebut dia ikon feminisme. Plis..." Asya berdecak. Setengah kesel, selebihnya ngatain Arza bego dalam hati.

"Enak aja lo, selera gue Gal Gadot nggak mungkin sampek merosot ke Awkarin. Gila lo." tutur Arza nggak terima dikatain sama kembarannya yang nyinyir.

"Gue kok curiga lo ada penyimpangan, ya, Za. Secara gitu, lo ditaksir dedek-dedek gemes di sekolah banyak banget tapi nggak ngerespon." Asya memberi jeda pada ucapannya, mengunyah kripik kentang sesaat. "Apa jangan-jangan lo ini gay, Za? Wah."

Arza yang sedang minum air mineral itu pun tersedak, tak lama kemudian ketukan keras dari remot TV yang diarahkan oleh Arza mendarat ke kepala Asya yang mulus.

Selesai dengan ribut-ributan, Asya membujuk Arza untuk ke Richeese Factory, katanya sih Asya ingin mengulas kembali persiapan sebelum pergi berlomba minggu depan. Mereka juga mengajak Tiara ikut serta dalam pertemuan itu. Padahal, alasan Asya sebenarnya adalah karena dia lapar dan lagi pengen makan sesuatu yang pedas. Jangan kira Asya kayak anak muda yang nggak tau kapasitas makan cabe kayak ABG jaman sekarang. Udah tau lidahnya nggak kuat makan pedas, tetapi tetap aja disogokin makanan pedas itu mulut, demi mengikuti tren. Asya miris aja melihat itu. Dirinya murni makan makanan pedas karena memang suka. Dari kecil udah makan sambal buatan Eyangnya. Berbeda terbalik sama Arza, yang kalau makan cuma pakai kecap doang buat pelengkap rasa makanan. Dikasih saus tomat aja udah ceriwis mulutnya Arza, bikin Asya malas saja. Belum lagi rentetan nasihat yang panjang dari Abangnya itu yang berkali-kali bilang makanan pedas itu racun. Asya santai menanggapinya. "Duh... Mulut lo kali, Za, yang racun."

Setelah Arza memarkirkan motornya, dia tak lupa melepas helm adik manisnya itu. Kalau ada orang yang melihat mereka dan nggak ngerti kalau mereka saudara kembar, bisa-bisa mereka disangka sepasang kekasih. Dipikirnya orang-orang mereka tuh mirip karena jodoh, bukan karena ada ikatan darah yang sama mengalir di tubuh mereka. Kadang suka lucu ngakalin orang-orang, makanya itu Asya dan Arza kerap kali berakting sebagai pacar bagi satu sama lain. Terutama saat Arza diteror cinta habis-habisan sama adek kelasnya. Asya langsung jadi umpan peluru buat membabat habis abege labil macam degem-degem yang naksir Arza.

"Woy, Syaaa! Gimana ini?" Tiara menggoyang-goyangkan lengan gempal Asya, tujuannya sih bukan buat menghina, ya. Tapi demi menyadarkan Asya yang fokusnya udah melayang ke fire wings level 5 yang baru dipesannya.

"Hah? Apanya gimana? Apa tadi? Kulit ayam, ya?" tanya Asya. Kayaknya dia emang kelaparan akut. Setelah menyadari kekonyolannya, Asya pun meringis malu.

"Pikiran lo nggak jauh-jauh dari makanan, ya, Ndut." Celetuk Arza melihat gelagat Asya.

***

#2 Jawa Timur

Setelah bergulat dengan segala persiapan materi lomba, frekuensi latihan yang menggila dari pagi hingga petang, dan tentu saja tenaga dan waktu yang terkuras amat banyak. Akhirnya, tim debat bahasa inggris Jawa Timur memenangkan juara dua se-Indonesia, dengan Jogjakarta sebagai pemenang posisi pertama. Namun, prestasi tim Jawa Timur sangat memuaskan, di mana Asya mendapat gelar sebagai 2nd Best Speaker, Tiara sebagai 4th Best Speaker, dan 5th Best Speaker didapat oleh Arza.

Setelah pengumuman yang dilakukan saat Breaking Night Party, Asya, Tiara, dan Arza saling berpelukan. Walau Arza sebenernya ogah. "Udah napa sih pelukannya, malu gue anjir."

Asya dan Tiara melempar senyuman geli pada Arza. "Bang, telponin Mama Papa dong. Kasih tau mereka," Asya memperlihatkan ponselnya yang mati.

Arza merogoh saku celana kain hitamnya, tidak menemukan ponselnya disana.

"Tir, pinjem ipun lo buat nelpon, ya." Arza menggaruk kepalanya, sementara tangan satunya dia gunakan untuk menerima smartphone dari Tiara.

"Assalamualaikum, Ma. Abang da—"

"Mamskiiiiii! Asya jadi orang kedua nih, eh, pembicara terbaik kedua! Tim kita juga dapet juara dua, Mam." Belum selesai Arza menyapa Mamanya di seberang telpon, Asya lebih dahulu menyabetnya. Berseru setengah berteriak, nahan malu dikit karena masih ada di aula.

"Waalaikumsalam. Iya... Sya, Za, Tir, selamat ya kesayangan Mama. Ternyata jago nyinyir juga ada untungnya ya kamu, Sya." Ucap sang Mama.

"Yeeeeu, Mama nih. Bukan nyinyir biasa tau. Pake otak ini, harus sepinter Asya dulu baru bisa menang. Hehehe." Asya tak henti-hentinya nyengir kesenengan, mulutnya menganga menyebar senyuman kemana-mana. "Kalau gini, udah cocok 'kan Ma jadi istri Jaksa ganteng kayak Ji Chang Wook?"

Di seberang sana, Mama Asya menggelengkan kepala tak henti-hentinya sambil terkekeh mendengar antusiasme sang anak.

Asya mungkin beda sama gadis di luaran sana yang hobi gonta-ganti pacar, saking banyaknya udah kayak ganti celana dalam aja. Jujur saja Asya belum pernah pacaran. Dia tergolong cantik untuk ukuran gadis seusianya. Kulitnya tidak seputih orang Korea, tetapi bisa dikatakan mulus dan terawat. Dia sadar, walau bentuk tubuhnya gembul, bukan menjadi alasan kalau dia harus tampil awut-awutan juga. Dia pernah ditembak beberapa cowok, selalu proposal cinta mereka dilempar mengenaskan oleh Asya. Masih tak percaya, kalau sampai ada laki-laki yang naksir dirinya. Terlebih lagi kalau ada cowok yang mendekatinya karena tau Papa Asya adalah tentara dengan pangkat yang cukup tinggi. Duh, malas banget deh Asya.

Makanya, sampai sekarang, hati Asya masih terkunci rapat. Mungkin banyak orang bertanya-tanya, kapan sekiranya pintu hati itu terbuka untuk seseorang yang istimewa? Jawaban Asya, tidak tahu. Sebab Asya tidak pernah merasakan apa itu cinta, tidak mengerti bagaimana rupa cinta, dan tidak ingin pula dibodohi oleh cinta. Sangat Asya sekali, bukan?

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 47.8K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...
367K 28.4K 59
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
624K 27.3K 42
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
17M 756K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...