Down There Is What You Called...

By Atikribo

91.9K 10K 2.6K

Kepergian sahabatnya meninggalkan sebuah tanda tanya besar dalam diri Raka. Ketika semua orang mengatakan pen... More

Sebelum Menjelajah
Chara Profile
Surface - 1
Surface - 2
Surface - 3
Surface - 4
14 Years Ago, Capital City
Somewhere - 1
Somewhere - 2
Surface - 5
Surface - 6
1st Floor
2nd Floor
3rd Floor
4th Floor
5th Floor
At The Corner Of His Memories
6th Floor
10K READS: GIVE-FRICKIN-AWAY!! (Closed)
7th Floor
GIVEAWAY CLOSED
GIVE-FRICKIN-AWAY WINNER
8th Floor
9th Floor
10th Floor
11th Floor
12th Floor
13th Floor
14th Floor
15th Floor
16th Floor
17th Floor
18th Floor
19th Floor
20th Floor
Antarkasma - 4
Antarkasma - 5
21st Floor
Antarkasma - 6
Antarkasma - 7
22nd Floor
23rd Floor
Orenda, 14 Years Before
Orenda - 7 Years Before
24th Floor
Antarkasma - 8
25th Floor
26th Floor
27th Floor
28th Floor
Antarkasma - 9
29th Floor
30th Floor
31st Floor
Epilog
Afterwords & Surat Cinta
Bincang Ubin Vol.1
FLOOR NEW YEAR SPECIAL: College AU
Bincang Ubin Vol. 2
Maps & Glossarium

Somewhere - 3

666 102 41
By Atikribo

JIKA MENENGADAH ke arah langit atau kegelapan yang tak terbatas, setiap orang pasti menginginkan setidaknya ratusan bintang untuk menemani malam. Di tempatnya kini menunggu, bersama dengan seekor kucing yang mendengkur di atas pangkuan, Cyrus paham betul bahwa cahaya yang berkelap-kelip dan redup bukanlah bintang, melainkan nyawa-nyawa manusia yang pernah ia tangani. Tidak, mereka tidak pernah mati. Jika mati, cahaya itu akan berubah biru atau redup selamanya.

Pekerjaan seorang raksaka tidak pernah mudah. Yang terlihat mungkin hanya mengatarkan seseorang, tetapi sebenarnya lebih dari itu. Antara Bumiapara dan juga Permukaan Atas, di sanalah Cyrus menunggu. Sebuah alam lain; sebuah tempat yang banyak orang anggap tidak nyata; sebuah tempat terkutuk bagi dirinya: Antarkasma.

"Sungguh pekerjaan yang membosankan untuk menebus dosamu, huh, Cyrus?" sapa seorang perempuan dari belakang, "Duduk di sana, melihat nyawa manusia tanpa melakukan apa pun."

Menyeringai, Cyrus tidak menoleh maupun menyambut perempuan itu. Ia kerap menatap langit yang berkedip, mendapati sebuah titik yang semakin redup, "Kau akhirnya pulang juga, eh," sahut Cy dengan suara seraknya, "Aku yakin kau pasti banyak berubah, Celene. Terlalu banyak waktu yang kau habiskan di sana. Berapa lama kau tinggal di Permukaan Atas? Dua puluh tahun? Apa kau tidak bosan mengamati si otak kerbau itu setiap harinya? Aku bertemu dengannya, omong-omong, bukan seseorang yang luar biasa —terlalu bodoh, malah. Dia menggagalkan ritualnya, Celene, ritualnya!"

Cyrus berbalik, mata hitamnya menatap perempuan itu dalam-dalam, "Kau tahu ritual itu sangat krusial. Si bodoh itu sudah mendapat ganjarannya, aku meninggalkannya di Huva Atma."

Perempuan itu berdiri di hadapan Cy, rambut hitam panjangnya tergerai hingga pinggang. Kulitnya pucat, hampir sama pucatnya dengan kemeja lengan panjang yang ia gulung hingga siku. Sepatu bot cokelat yang ia pakai tingginya sampai hingga lutut, menutup separuh dari celana jins ketat yang ia kenakan.

Ia melipat kedua tangan di depan dada, menyipitkan mata, "Kau tahu aku menyebut diriku dengan Cecilia di atas sana dan kau tidak bisa meninggalkan anak itu di sana begitu saja," ucapnya.

"Cih, nama! Nama, ya, hanya nama. Tidak ada artinya. Semua orang mempermasalahkan nama dan tentu saja aku bisa meninggalkan Hiraka Oktavi di sana! Bisa!" Cyrus mengangkat kedua tangannya, membuat kucing yang berada di atas pangkuan melompat pergi, "Kita bisa melakukan semua hal, kecuali mati. Betapa aku menginginkan untuk mengakhiri hidupku, tapi, hey, kita tidak bisa mati. Kucing mati, manusia mati, tumbuhan mati, kaktus yang kau pelihara di Permukaan Atas pun mati, tapi kita, kita hidup karena mereka melakukan ritual itu. Aku yang memastikan bahwa ritual berjalan dengan lancar supaya Masou bisa hidup selama yang dibutuhkan dan aku bisa menebus dosaku sehingga akhirnya aku tidak perlu berada di tempat terkutuk ini lagi."

"Tapi?"

"Tapi Masou menambah lagi sepuluh tahun pada garis kehidupanku. Satu dekade!"

Celene berjongkok di hadapannya, menatap Cyrus dengan mata bermanik abu-abu jernih, "Kau pasti minum, ya, Cy? Kalau kau tidak mabuk, kau pasti tidak akan berbicara hal-hal seperti ini."

"Memangnya kau ini ibuku?" Cy mengenakan tudung jaketnya, menaikkan satu kaki dan menyandarkan tubuh ke kursi dan bergumam, "Menanyai aku minum atau tidak, seperti anak kecil saja. Bahkan anak kecil bisa seenaknya untuk minum. Kau tahu, minum susu, minum air, minum jus, terserah mereka. Selama kau di Permukaan Atas dan 'menjaga' Hiraka si bodoh itu, Masou di sini seringkali menyalurkan amarahnya. Kau sih tidak pernah kena amukannya, tapi aku sudah bosan melihatnya mengamuk terus-terusan."

Mengerling, perempuan itu menanggapi perkataan Cy, "Itu sih, kamu saja yang enggak bisa melakukan tugas dengan benar. Lagipula 'mereka' telah menitipkan anak itu pada kita dengan bayaran yang sepantasnya," Celene berdiri, mengambil sebuah kursi dan duduk di samping Cyrus, "Agar kita bisa menutup jalan antara Bumiapara dan Permukaan Atas dan membiarkan mereka untuk tidak mencampuri kedua dunia, mengurus diri sendiri terlebih dahulu."

"Mengakhiri kutukan, eh?" mendengus, pria itu berkata, "Ngomong sih gampang. Nyatanya, Nova Sarojin ke Permukaan Atas tanpa melewati kita. Dia bilang dia melewati sebuah pintu. Pintu! Memangnya ada pintu ke mana saja seperti buku komik yang pernah kau bawa ke sini, hah? Bagaimana mungkin mereka membangun pintu untuk menggabungkan dua tempat itu? Kau tahu, rasanya seperti mau menendang bola ke gawang, tetepi meleset. Aku hampir bisa menanyai gadis itu segala macam, tetapi Masou terlanjur mengamuk. Lagi."

"Lagi?" perempuan itu menyipitkan mata, terdengar tidak percaya, "Kau benar-benar membencinya, ya? Apa dia yang benar-benar membencimu?"

"Entahlah, mungkin keduanya. Siapa yang tahu, itu tidak penting," Cyrus bangkit dari duduknya, mengambil gelas dari dalam kabinet dan menawarkannya pula pada Celene.

Jika seseorang pergi ke Antarkasma, mereka tidak bisa membedakan apakah mereka berada di dalam ruangan atau alam terbuka. Di Antarkasma, suhunya sama dinginnya dengan kondisi pegunungan tengah malam; kita baru merasa nyaman ketika ada selimut tebal yang membalut tubuh. Di Antarkasma, takkan terlihat batas angkasa; kala menelusuri jalan akan kembali lagi ke titik semula. Gemerlap temaram cahaya jingga yang menyala akan padam seiring seseorang melewatinya. Cahaya yang dianggap bintang akan redup, dan kala itu terjadi, satu kewajiban hilang dari daftar tugas mereka.

Cyrus mengaduk minuman hangat yang berwarna kemerahan itu. Denting keramik terdengar merdu dan Celene berjalan menghampiri sementara jemari lentiknya menyusuri konter. Bagaikan seorang kakak yang terlalu sering mengganggu adiknya, perempuan itu mengambil minuman yang baru dibuat oleh Cyrus, menyesapnya, "Di mana Masou sesungguhnya?"

"Mencari pintu."

"Mencari pintu? Maksudmu pintu yang mereka salah gunakan? Terlalu banyak pintu di Antarkasma. Dia tidak mungkin bisa mencari tahu yang mana yang masih berfungsi yang mana yang tidak 'kan?"

Cyrus mengambil lagi cangkir dari kabinet dan kali ini membuat minuman untuk dirinya sendiri. Sembari menunggu air panas berubah kemerahan, ia berkata, "Masou memang sudah tua, tetapi dia mempunyai daya ingat yang baik. Seperti diska keras di komputer-komputer canggih itu, kau tahu. Mau dihancurkan bahkan hingga diformat ulang, semua datanya masih akan terekam di sana. Takkan terhapus, karena memorinya sangat bagus. Masou, sudara-saudara. Dia pasti tahu di mana letak pintu yang ia cari."

Celene menghirup wangi tehnya, memerhatikan gerak-gerik Cyrus dengan pikiran yang berada di tempat lain. Perempuan itu membuka mulutnya, "Aku tidak yakin akan hal itu," ucapnya di hadapan kepulan uap air panas; tak lagi melanjutkan perkataannya.

"Kenapa?" pancing Cyrus, "Kau pasti punya alasan di balik itu semua. Masuk akal ataupun tidak, masa lalu maupun bukan."

"Hal yang terjadi dulu sekali," ucap Celene sembari meletakkan gelasnya di atas konter, "Jauh sebelum kau bergabung dengan kami. Kau ingat apa alasan tempat ini dibuat serupa labirin seperti ini?"

"Mudah saja, supaya baik orang-orang di Bumiapara maupun Permukaan Atas tidak bisa seenaknya menyeberangi dunia. Katakan aku benar, kalau tidak aku yang malu. Tapi sesungguhnya aku tidak peduli sih, yang sudah terjadi ya sudah terjadi. Kita tinggal menanggung konsekuensi, ya kan, Celene?" Cyrus mengaduk minumannya dengan cepat; denting sendok logam dan keramik terdengar berisik.

Cel mengangguk; perempuan itu menambahkan, "Kau juga ingat pintu yang Masou cari tidak diletakkan di dalam labirin seperti ini. Pintu itu langsung menyambungkan kedua dunia, kau ingat kan?"

"Ya?" Cyrus menyesap tehnya, terdengar ragu. Wajah penuh tindiknya berkedut seiring ia memicingkan mata. Ketika ia menyadari maksud perempuan itu, alisnya dinaikkan, "Ya, ya, aku ingat. Terlalu banyak hal di dalam dan di luar kepala yang tiba-tiba menjadi penting. Itu alasannya, pintu yang Masou cari akan sulit ditemukan. Ya, ya, ya, aku paham; aku ingat."

Pria itu diam sejenak, terpaku. Matanya yang hitam seluruhnya terbelalak setelah menyadari apa maksud dari perkataan Celene, "Dia tidak berniat membuang nyawanya begitu saja kan?! Dia tidak bisa mati hanya karena hal-hal remeh seperti itu, eh?"

Celene mendengus, menyandarkan tubuhnya ke konter, menatap Cyrus sambil melipat kedua tangannya, "Remeh?" cibir perempuan itu, "Hal itu tidak remeh! Mereka tahu seluk beluk kita dan aku yakin mereka sangat membenci kita hingga tulang sum-sum terdalam sejak tujuh turunan yang silam," ia menambahkan, "Tolong susul dia, Cy. Dia sudah tua."

"Dan kuat," ucap Cyrus, kembali ke kursi tempatnya duduk, "Kau tidak usah mencemaskan hal yang tidak perlu."

Baginya mengamati gemerlap di langit tanpa batas bisa menghadiahi keringanan dalam kepalanya. Jika langit dan titik-titik cahaya itu diibaratkan sebagai monitor akan orang-orang yang pernah bersinggungan dengan raksaka, Cyrus tidak bisa menyalahkan pernyataan itu. Tiga puluh tahun terakhir ia berperan sebagai bagian dari raksaka, jumlah titik cahaya semakin bertambah. Ketidakpuasan manusia dalam kehidupannya baik di Bumiapara ataupun di Permukaan Atas, memberikan gagasan untuk berpindah domisili; berharap bisa memulai kehidupan baru dan meninggalkan segala masalah di belakangnya.

Raksaka Sang Penjaga, dengan anugerah sekaligus kutukannya, akan memilah kepantasan mereka untuk menyeberang dunia. Dengan nyawa lebih banyak dan lebih panjang daripada seekor kucing, jantung hewan bernyawa sembilan itu terhubung dengan jantung para raksaka. Memori akan terekam kala jantung ditelan, menyerapnya ke dalam kepala setiap insan. Ketika si pelintas akhirnya berhadapan dengan sang raksaka, perkataan ya atau tidak yang keluar bergantung pada isi hati dan kepala mereka.

Mereka yang pantas bisa melanjutkan perjalanannya baik itu ke Bumiapara atau Permukaan Atas sementara yang tidak layak bisa jadi dibiarkan masuk ke dalam pintu menuju labirin tanpa ujung di Antarkasma. Jika beruntung, manusia-manusia itu bisa menemukan jalan pulangnya sendiri; jika tidak, kemungkinan besar mereka akan salah membuka pintu, menemukan makhluk-makhluk paruh manusia yang dianggap monster, termakan, berakhir meninggalkan kenangan. Mungkin hal yang lebih baik daripada itu merupakan tahap di mana mereka mati kelaparan, seiring waktu berlalu eksistensinya hilang terlupakan.

Sekali waktu Cyrus menelusuri labirin dan menemukan makhluk-makhluk itu menggerogoti manusia yang tidak beruntung; terkoyak oleh gigi mereka yang tajam, meninggalkan tulang belulang. Meski tubuhnya sudah tak lagi berbekas, memori mereka masih tertinggal. Pria itu melihatnya, dengan matanya yang sehitam malam bagaimana serpihan memori dan jiwa menguap membentuk cahaya kebiruan. Kenangan akan perasaan sesal, kecewa, sedih, dan amarah akan hidup menggaung meminta kesempatan kedua untuk melanjutkan kehidupannya lagi. Jika terdengar oleh manusia biasa, azuline bisa membuatnya gila.

Panggilan menggaung dalam kepala terdengar bagaikan teror. Kenangan sekaligus kemauan azuline yang tanpa fisik berujung hanya memainkan akal berpikir manusia. Memori yang seharusnya hanyalah pecahan gambar semasa hidup, entah bagaimana memiliki energi untuk memakan ingatan orang lain, memainkan perasaannya, menghilangkan emosinya; meninggalkan seseorang menjadi kurang manusia seolah-olah tak bernyawa.

Betapa siklus kehidupan yang aneh, pikir Cyrus. Entah karena karma atau takdir, azuline, manusia, dan makhluk-makhluk di Antarkasma saling menginginkan hal-hal yang tidak mereka inginkan; sebuah perputaran tanpa henti bagaikan roda pedati. Ketika roda terus menggelinding, posisi tidak selamanya menunjukkan prestasi. Mereka saling mengejar, tanpa henti, menginginkan hal yang tidak mereka punya: hidup, mati, dan sensasi.

Celene duduk di sebelahnya. Perempuan itu menatap langit, memerhatikan bintang-bintang yang menggantung di sana dengan bibir yang terkatup rapat. Mudah untuk mengatakan, yang mana manusia yang masih hidup dan yang sudah mati. Pandangannya teralih pada satu bintang yang selalu bersinar terang. Dia yang memiliki kontrak terpanjang dan juga kontrak spesial, Hiraka Oktavi.

"Hey, Celene, coba katakan padaku apa sesungguhnya yang kau lakukan di sini?" tanya Cyrus masih melihat cahaya kehidupan Raka, "Kau tidak ke sini hanya untuk menyesap teh bersamaku saja 'kan? Atau kau sesungguhnya mau menunggu Masou pulang dan akhirnya berbincang dengannya?"

Celene menoleh menatap Cy, memicingkan mata seolah-olah menanyakan maksud dari perkataan pria itu. Ia melanjutkan, "Jika redup tandanya dia akan mati, bukankah sekarang yang kau harus pedulikan adalah itu? Anak yang dititipkan padamu itu, Hiraka Oktavi," tunjuk Cy pada satu titik cahaya kebiruan "harus hidup sampai waktunya bertemu dengan orang itu 'kan?"

*

//FYI, kalau belum nangkep, bab bertajuk Somewhere itu letaknya di Antarkasma, jadi kalo2 ntar ada bab berjudul 'Antarkasma - 4' kamu jangan kaget ya.

Siapa tuh yang dari kemaren nanyaiin Cy, ini anaknya udah ada! hahaha. Betapa nulis chapter ini menyenangkan sekali buatku (pertama ,karena pendek wkwk) kedua karena bisa ngasi backstory tentang Cy, Raka, dan juga Raksaka ke kamu2. Mungkin sekarang kamu bisa berpraduga mengenai Raka dan hubungannya dengan Floor. I don't want to spoil it to you, but i'm reaaaallly excited about this. Ada yg bisa tebak?

Setegah jalan lagi! Kita akan lihat struggle nya doi dan kapan akhirnya bisa ketemu Nova dan menyelesaikan misi pribadinya mencari tahu kematian Jun.

Btw sadar ga, kalo azuline itu nyatanya adalah memori-memori dari orang-orang yang sudah mati yang berhubungan dengan raksaka? Dan sadar ga, Celene di sini adalah teman Raka yang bernama Cecil di Surface-2? jejejeeeeng~

Terima kasih banyak sudah menunggu. Aku mah apa tanpa kamu. See you on the next update, love you guys to the moooooon~//

Continue Reading

You'll Also Like

3.4K 254 25
[R12+] [√ TAMAT] Latum Alterum Entity © 2020, Ennvelys Dover, All right reserved. Cover Ilustration & Designer: Ennvelys Dover Symbol Illustration...
11.4K 4.2K 38
[Teenfict - Slice of Life - Minorromance] Nama dan pemiliknya sama-sama aneh, Candala. Murid pertukaran pelajar di tengah semester satu, entah dari m...
4.4K 1K 32
[BOOK #3 OF THE JOURNAL SERIES] London dan Zevania adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seolah ada benang tak kasat mata yang mengikatnya selam...
5.7K 1.5K 24
[Kelas X] Completed Synesthesia yang ia miliki, terus membuatnya tidak bisa hidup dengan tenang. Murid-murid sekolah menjauhinya karena kesalahpahama...