Jewel In The King's Heart

By PatriciaAnggi

25.1K 2.6K 663

(On Going) Aku benci ayah dan ibuku. Mereka selalu menganggapku sebagai anak nakal. Jadi, kutunjukkan saja pa... More

SINOPSIS
1 : Elang dan Ares
2 : Pertemuan Pertama
3 : Kecemasan
4 : Tidak Akan Lolos Lagi
5 : Ketahuan
6 : Menanggung Kesalahan
7 : Pertandingan Sepak Bola
9 : Menemukan Dia
10 : Kesepian
11 : Lirik Lagu
12 : Hati yang Terluka
13 : Rencana Gila
14 : Babak Pertama
15 : Jadilah Seperti Piano
16 : Mencintai Diam-diam
17 : Jatuh Cinta?
18 : Menyukainya
19 : Dansa di Ruang Musik
20 : Kesepakatan
21 : Basah Kuyup
22 : Dongeng Sebelum Tidur
23 : Hari Tersial
24 : Dua Sisi
25 : Berubah Pikiran
26 : Apa Ini Jebakan?
Pengumuman
27 : Rencana C
28 : Gladi Bersih
29 : I Know What You Think
30 : Pembuktian
31 : Sorot Mata Kejujuran
32 : Debaran di Dada
33 : Yudhistira dan Arjuna
34 : Festival Sekolah (Part 1)
34 : Festival Sekolah (Part 2)
35 : Malaikat Penyelamat
36 : Permata dan Raja
37 : Perubahan Sikap
38 : Pesta Kembang Api
39 : Jawaban yang Dinanti
40 : Taruhan
41 : Keinginan
42 : Dreaming
43 : Menebus Kesalahan
-TAMAT-
44 : Cemburu
45 : Pesta Dansa
46 : Kata Hati
47 : Pengakuan
UPDATE
48 : Asmaradana (Part 1)
48 : Asmaradana (Part 2)
Ending

8 : Suara Malaikat

535 65 33
By PatriciaAnggi

Naya tampak tak bersemangat mengikuti pelajaran pagi ini. Beberapa kali ia menguap dan tidak fokus mendengarkan materi pelajaran Biologi yang disampaikan guru wanita berkacamata di depan kelas. Meskipun matanya memperhatikan guru berbadan tambun itu, tapi pikirannya melancong kemana-mana. Masih diingat dengan jelas bagaimana kemarin ia diperlakukan layaknya babu.

Membersihkan segunung sampah di lapangan sepak bola?. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya ia akan berakhir dengan memungut bungkus makanan ringan dan botol plastik. Itu bukan tugasnya, itu tugas pegawai kebersihan yang sudah digaji sekolahnya untuk membuat area sekolah tetap bersih. Tapi, hari itu tak ada seorang pun pegawai kebersihan yang terlihat. Ia menduga pasti mereka sudah kongkalikong dengan cowok psikopat, Elang. Dan kegiatan 'mbabu' itu membuat Naya pulang terlalu sore.

Baiklah, mungkin selama ini dia memang kebanyakan bekerja seperti babu. Melayani pelanggan toko, tamu-tamu di acara pesta, sampai menjadi kurir barang pernah ia lakoni. Tapi pekerjaan itu dilakukannya dengan sukarela dan yang paling penting dapat uang dari hasil kerjanya. Tidak seperti hari kemarin, diperintah sana sini tanpa upah, bahkan dengan paksaan hanya gara-gara ia tidak sengaja membuat seseorang gagal kabur dari acara pesta. Ia tidak bisa mengerti, hanya gara-gara hal sepele semacam itu harga diri dan beasiswanya mungkin saja dipertaruhkan. Ia sering bertemu orang kaya semacam Elang dan menurut Naya golongan mereka selalu berbuat semena-mena.

Dasar orang kaya! Selalu aja seenaknya sendiri mentang-mentang punya banyak duit, gerutunya dalam hati.

Naya menopang kepalanya yang entah kenapa tiba-tiba terasa pusing memikirkan peristiwa hari kemarin adalah awal dari penderitaannya. Ah, betul, ia sampai lupa menanyakan sampai kapan ia harus menuruti Elang.

"Psst... Nay? Kamu sakit? Pusing?"

Bisikan itu membuat Naya mengalihkan pandangan dari buku di atas mejanya ke arah Dini yang duduk di sampingnya. Dini menatap penuh arti, terlihat jelas raut wajahnya itu menunjukkan kekhawatiran. Naya menggeleng lembut dan tersenyum samar. Membuat Dini mencebikkan bibir tanda tidak percaya. Dini memiringkan tubuhnya sedikit ke samping.

"Kalau sakit ke klinik sekolah aja. Izin sama Bu Dewi," bisik Dini yang kemudian kembali ke posisinya semula.

Naya menggeleng lagi, kali ini lebih mantap. "Tenang aja. Aku nggak papa kok, Din."

Gelengan mantap Naya membuat Dini mengangguk sekilas dan kembali mengalihkan perhatian ke arah Dewi, guru biologinya yang mengajar di depan kelas.

Naya terkesiap. Ia merasakan getaran ponselnya di saku jas. Siapa yang mengiriminya pesan di jam-jam pelajaran seperti ini?. Naya mengembuskan napas panjang ketika mengingat seseorang.

Apa yang diinginkan cowok psikopat itu lagi? batinnya. Firasat Naya mengatakan bahwa pesan itu dari Elang. Naya berdecak kesal, ia melirik jam dinding di atas pintu masuk kelas, lima menit lagi bel istirahat pertama berbunyi. Naya hanya berharap jam istirahatnya tidak akan terganggu karena hukuman konyol Elang berlanjut. Ponselnya bergetar lagi, lagi, lagi, sampai tiga kali.

Dia ngirim apaan sih? Kirim aja sebanyak yang kau suka! Aku nggak akan membacanya, batin Naya.

Krringggg!!! Beberapa menit kemudian bel istirahat pertama berbunyi.

Setelah Dewi menyelesaikan salam penutup, Naya membereskan buku-bukunya.

"Ke kantin kan, Nay? Kita nemenin Hara sarapan," ujar Dini. Naya mengangguk. Sejenak ia berpikir untuk mengecek ponsel, kali saja firasatnya salah dan pesan itu dari orang tuanya. Naya merogoh saku jasnya dan mengecek ponselnya. Benar, ada empat pesan Whatsapp dari nomor Elang. Ia sengaja tidak menyimpan nomor Elang, dibiarkan begitu saja, sehingga tampak nomor asing yang tertera di obrolan Whatsapp-nya.

Nah, kan? Memang dia. Bodo amat! Nggak bakalan aku baca. Naya memasukkan ponselnya lagi ke dalam saku jas dan beranjak mengikuti Dini dan Eli keluar kelas.

Suasana kantin sangat ramai seperti biasanya. Hara dan Eli langsung menuju kedai makanan, sedangkan Naya dan Dini mencari tempat duduk.

"Eh, bentar lagi festival sekolah, lho," kata Dini setelah mereka mendapatkan tempat duduk di pojok belakang.

"Iya, klub paduan suara juga udah mulai merancang lagu-lagu apa aja yang nanti dipentaskan. Kayaknya nanti sepulang sekolah ada pertemuan buat membahas itu, kemungkinan besar sih, kelas sepuluh yang tampil," ujar Naya.

"Katanya, festival sekolah Saint Sirius tuh acara diesnatalis sekolah yang paling besar dan meriah di kota ini. Aku udah nggak sabar melihat pertunjukkan kembang api. Fenomenal banget, Nay."

Naya mengangguk, "Aku juga. Meskipun festival sekolah tahun-tahun lalu dibuka untuk umum, aku belum pernah mengunjunginya."

"Sama, Nay. Dan tahun ini kita malah terlibat langsung di festival ini, rasanya nggak nyangka aja. Untung sekolah ini punya program beasiswa."

"Iya, Din. Kalau enggak, kita juga nggak bakal bisa sekolah di sini."

"Ngomongin apa, sih?" Eli muncul dengan nampan yang berisi semangkuk bakso dan es teh, kemudian disusul Hara yang di tangannya sudah ada sepiring gado-gado dan segelas jus jeruk di tangan lainnya.

"Ah, bukan apa-apa. Cuma ngomongin festival sekolah nanti," ujar Dini.

"Festival sekolah? Oh iya, klub teater juga udah mulai latihan, tuh. Kayaknya mau menampilkan kisah epik Ramayana. Jadi puncak acara, sih, kayaknya nanti juga aku bakalan sibuk," kata Eli yang kemudian menyeruput es tehnya.

"Klub jurnalistik juga bakalan sibuk nih, nyari bahan buat majalah sekolah edisi diesnatalis. Dan pasti yang paling sibuk anak-anak kelas sepuluh. Mana minggu depan harus ikut diklat lagi," Hara mencebikkan bibirnya ke bawah.

"Nah." Dini menepuk tangannya sekali, seakan ucapan Hara mengingatkannya sesuatu. "Minggu depan aku juga ada diklat anggota baru di klub voli."

"Aku malah nggak tahu klub paduan suara ada diklat atau enggak. Belum ada pengumuman," ujar Naya.

"Ngomong-ngomong, kalian nggak beli apa gitu? Aku jadi nggak enak selalu minta kalian menemaniku dan Eli sarapan," ujar Hara.

Dini mengibaskan tangannya. "Alah, Ra, biasa aja kali. Aku sama Naya nyantai, kok."

Naya mengangguk, "Iya, Ra. Santai aja."

Sedetik kemudian perhatian mereka berempat teralihkan karena mereka mendengar beberapa cewek kelas X yang duduk di samping mereka heboh menyebut dua buah nama.

"Itu yang namanya kak Elang."

"Kyaa, cakep."

"Itu kak Ares, yang berkacamata. Ganteng, ya?"

"Kak Ares cool banget, sih."

Naya, Dini, Eli, dan Hara bergantian saling berpandangan, lalu perhatian mereka beralih kepada kedua sosok yang baru saja masuk ke kantin. Eli hampir tersedak kuah bakso. Naya praktis memalingkan muka dan menyembunyikan wajah dengan tangannya.

Dini tersenyum, "Dua pangeran barengan masuk kantin, guys. Pantes aja cewek-cewek polos itu pada heboh."

"Baru pertama kali ini aku melihat mereka barengan. Apa mereka sering bareng?" pertanyaan Eli diikuti gelengan Hara.

Naya merasakan jantungnya berdetak cepat. Ia takut Elang melihatnya dan marah karena pesan yang dikirim Elang tidak ia balas.

Duh, ngapain kak Elang ke sini, sih? Gimana kalau aku dipermalukan nanti?

"Kamu kenapa, Nay?" tanya Eli.

"Ssstt, jangan sampai Kak Elang tahu aku ada di sini."

"Kenapa, Nay?"

"Pokoknya jangan."

Eli, Dini, dan Hara mengangguk. Mereka harus menunggu Ares dan Elang keluar kantin terlebih dahulu supaya Elang tidak menemukan Naya.

-----##------

"Oke, kita akhiri pertemuan hari ini. Minggu depan jangan lupa mulai latihan, ya." Tiara menutup pertemuan klub paduan suara.

"Baik, kak." Anggota klub kelas X menjawab serempak. Mereka mulai bersiap untuk pulang, namun, Naya bergeming. Karena hanya Naya sendiri yang tidak beranjak saat yang lain mulai meninggalkan ruang klub, perhatian Tiara tertuju padanya. Tiara mengamati Naya yang sedang duduk bersila sambil menulis sesuatu di kertas.

"Namamu Naya, kan? Kenapa nggak pulang?"

Naya mendongak, melihat Tiara yang sudah berdiri di depannya. "Sebentar lagi pulang kok, Kak."

Tiara melirik kertas yang dipegang Naya sekilas, ia penasaran, tapi ia memutuskan untuk tak menanyakan kertas apa itu. "Kalau gitu aku duluan, ya. Kamu nggak papa di sini sendirian?" tanya Tiara.

Naya menggeleng mantap. "Nggak papa, Kak. Aku berani, kok."

"Nanti kalau pulang, jangan lupa menutup pintunya ya, terus lapor sama Pak Wawan, penjaga yang bawa kunci ruangannya. Aku lagi nggak bawa kunci cadangan soalnya."

"Iya, Kak. Siap."

"Sampai jumpa minggu depan."

"Iya, Kak. Hati-hati."

Sepeninggal Tiara, Naya kembali fokus ke kertas yang dipegangnya. Kurang apa lagi, ya? Dibacanya lagi lirik lagu yang sudah ditulisnya.

Tak kusangka jatuh cinta itu seindah ini

Dunia seakan kupeluk sendiri

Cinta yang hadir di hati tak seperti mimpi

Yang hanya datang sejenak lalu pergi

Namamu sudah terpatri dalam relung jiwa

Mengisi hati yang kosong seperti gua

Kurasakan nikmatnya jatuh cinta yang pertama

Setiap saat terbayang wajahmu dalam angan

Kehadiranmu seperti hujan yang menyejukkan

Membasahi hatiku yang kering seperti tanah tandus

Ketika kesadaranku pulih dan bayanganmu menghilang

Bayangmu meninggalkan jejak indahnya pelangi

Membuat hidupku lebih berwarna

Seindah matamu yang selalu memancarkan sinar terang

Bak mentari yang muncul di pagi hari

Tak kusangka jatuh cinta itu seindah ini

Naya beranjak, mengambil gitar di sudut ruangan dan mulai memainkannya, ia mencari nada yang pas untuk lirik lagu yang barusan ditulisnya dan ia mulai bernyanyi.

Di sisi lain, Ares berjalan cepat di lorong sambil membagi fokus antara jalan di depan dan kertas yang dibawanya. Ia sedang menuju ke ruang Osis yang terletak tak jauh dari ruang klub paduan suara. Kedua ruangan itu hanya dibatasi oleh dua ruangan klub lain di gedung kegiatan siswa (GKS).

Ares memperlambat jalannya, ketika samar-samar ia mendengar seseorang bernyanyi. Suara itu berasal dari ruang klub paduan suara. Ares menajamkan pendengarannya sambil berjalan pelan mendekati ruang paduan suara yang hanya beberapa meter di depannya. Ares menghentikan langkah ketika pintu ruang paduan suara hanya berjarak 1 meter di depannya. Ia tak mau jika kehadirannya nanti akan menghentikan nyanyian seseorang itu. Ares merasakan ketenangan, jantungnya berdebar cepat. Ia tersenyum, menikmati setiap nada dari suara merdu yang diiringi petikan gitar itu. Suara gadis ini... luar biasa.

"Hei!" suara Faizal membuat Ares tersentak. Suara gadis yang bernyanyi itu pun berhenti. Faizal menghampiri Ares, "Udah kau bawa contoh proposalnya?"

Ares menyerahkan dokumen di tangannya kepada Faizal dan berlari menuju ruang paduan suara. Matanya menyapu setiap sudut ruangan, tapi tidak ada seorang pun di sana.

"Ada apaan, sih? Kenapa kelihatan panik gitu? Jangan bikin takut dong, Res." Faizal menepuk pundaknya. Ares tak menghiraukan ucapan teman baiknya itu dan menghampiri sesuatu yang tertangkap oleh matanya. Sebuah kertas yang tergeletak di lantai. Ares mengambil kertas itu, lalu membaca rangkaian kata yang tertulis, kemudian tersenyum. Faizal menepuk pundak Ares sekali lagi. "Woy! Ada apaan?"

Ares menggeleng, "Ayo." Ia berbalik dan bergegas keluar ruangan, Faizal yang tampak kebingungan melihat tingkah Ares memutuskan untuk mengikutinya dan tak bertanya lebih. Ares melipat dan menyembunyikan kertas yang ada di tangannya ke dalam saku.

Aku tahu kamu bersembunyi. Aku harus ngomong berdua aja sama kamu dan tunggu aja, aku akan menemukanmu pemilik suara malaikat.

-----##------

Jantung Naya berdetak tidak karuan. Begitu mendengar suara cowok di luar sontak saja Naya berhenti bernyanyi, menaruh gitar, dan menyambar tasnya, lalu berlari menuju belakang almari di sudut ruang klub. Jarak antara sisi belakang almari dan tembok cukup untuk memberinya tempat bersembunyi. Ia benar-benar takut Elang menemukannya di ruang ini.

Apa dia Kak Elang? Apa Kak Elang tahu aku ada di sini?

Ia seakan sulit bernapas ketika mendengar suara cowok yang entah siapa itu sangat dekat, yang berarti bahwa cowok itu memasuki ruangan ini.

Duh plis, jangan sampe dia tahu aku sembunyi di sini. Dia tahu aku anggota klub dan pasti bakal nyari aku karena aku nyuekin pesannya.

Naya mendengar cowok itu terlibat obrolan.

Hah? Kayaknya lebih dari seorang. Duh, kok bisa, sih?  Naya mulai panik. Namun, perlahan kepanikannya hilang karena ia mendengar mereka keluar ruangan dan suara mereka semakin jauh. Naya bernapas lega. Ia harus segera pulang atau Elang akan menemukannya. Setelah beberapa saat menunggu dan melihat keadaan lorong sepi, Naya bergegas meninggalkan sekolah.

-----##-----

To Be Continue

-----##-----

28 Mei 2018 

Continue Reading

You'll Also Like

RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.7M 228K 69
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.1M 289K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.4M 121K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
792K 60.3K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...