Antipole

By nunizzy

2.1M 232K 31K

•Completed• Kita ada di kutub yang berbeda. Sekolah yang terkenal disiplin dan memiliki segudang presta... More

Prolog
1st Pole
2nd Pole
3rd Pole
4th Pole
5th Pole
6th Pole
7th Pole
8th Pole
9th Pole
10th Pole
11th Pole
12th Pole
13th Pole
14th Pole
15th Pole
16th Pole
17th Pole
18th Pole
19th Pole & QnA
20th Pole & Giveaway Time
21st Pole
22nd Pole
23rd Pole & Disclaimer
24th Pole
25th Pole
26th Pole
27th Pole
28th Pole
QnA
29th Pole
30th Pole
31st Pole
32nd Pole
33rd Pole
34th Pole
35th Pole
36th Pole & Promotion
37th Pole
38th Pole
Fun Facts
39th Pole
40th Pole
41st Pole
42nd Pole
43th Pole
44th Pole
45th Pole
46th Pole
47th Pole
48th Pole
49th Pole
50th Pole
51th Pole
52nd Pole & QnA#2
54th Pole
55th Pole
Sekilas Promo
QnA#2 (Part 1)
QnA#2 (Part 2)
56th Pole
57th Pole
58th Pole
Epilog
Pidato Kenegaraan Antipole

53th Pole

28.1K 3.4K 516
By nunizzy

           

53rd POLE

~~||~~

Inara memberikan helmnya kepada Rahagi. Mulai hari ini, ia kembali ke rutinitasnya selama satu tahun belakangan–pulang dan pergi sekolah bersama Rahagi. Setelah percakapannya dengan Rahagi malam itu, hubungannya dan Rahagi mulai membaik.

Inara senang karena masalah yang sebelumnya membebani pikirannya sudah mulai surut.

Urusan akademiknya cukup terganggu karena sering bermenung di kelas. Inara takut, mengingat tahun ini ia sudah kelas dua belas dan harus fokus dalam mencapai perguruan tinggi yang diinginkannya.

Oleh karena itu, mulai sekarang Inara bertekad untuk mengejar ketertinggalannya di beberapa minggu belakangan.

"Lo kapan lepas jabatan?" tanya Rahagi setelah menggantung helmnya dan helm Inara di kaca spion motornya.

Tidak seperti lelaki pada umumnya, Rahagi tidak berkaca pada kaca spion seraya merapikan rambutnya setelah menggunakan helm. Lelaki itu tidak peduli pada penampilan rambutnya. Paling, ia hanya menyisir rambutnya dengan jari agar tidak terlihat terlalu berantakan. Akan tetapi tidak sampai berkaca seperti itu.

"Tiga hari lagi seleksi OSIS-MPK. Jadi, menurut perkiraan gue satu setengah minggu lagi."

Keduanya berjalan beriringan memasuki sekolah. Beberapa siswi melihat ke arah mereka. Takjub dengan hubungan mereka yang cepat membaik–mengingat Inara adalah mata-mata dari komunitas yang diketuai oleh Rahagi.

"Bisa gitu ya pake setengah."

"Bisalah! Ntar pulang sekolah jangan ke mana-mana ya. Inget, bersih-bersih rumah."

Rahagi tidak bisa untuk tidak memutar bola matanya.

"Lo udah bilang itu dua kali."

"Baru dua kali."

"Terserah Inara aja deh ya."

Inara tertawa geli mendengar balasan yang dilontarkan Rahagi.

"Kenapa jadi sok imut gitu manggilnya pake nama."

"Biasa aja," jawab Rahagi datar.

"Terserah Rahagi aja deh ya." Inara tertawa ketika mengucapkannya.

# # #

"Ragi! Kan udah gue bilang, kalau ngepel tuh mundur, bukan maju."

Inara menatap Rahagi yang baru saja tergelincir dan sekarang sedang duduk manis di lantai dengan tongkat pel yang masih ia pegang.

Gadis yang tadinya sedang mengupas bawang itu, sontak menghampiri Rahagi yang sedang mengepel lantai ruang tengah begitu mendengar bunyi gedebug yang cukup keras.

"Bantuin gue kek. Malah ngomel-ngomel." Rahagi mendengus seraya memegangi pinggangnya. Lelaki itu melepaskan genggamannya pada tongkat pel, lalu mengulurkan tangannya kepada Inara.

Inara membantu Rahagi berdiri.

"Lo berat banget sumpah."

"Lo aja yang boncel. Ringan banget sampai terbang gara-gara angin." Rahagi melingkarkan tangannya di pundak Inara ketika gadis itu melingkarkan tangannya di pinggang Rahagi–berusaha memapah lelaki itu menuju sofa ruang tengah.

Inara memutar bola matanya. Ia tidak membalas ucapan Rahagi. Setelah di depan sofa ruang tengah, ia membantu Rahagi untuk duduk secara perlahan.

"Lo bau bawang," komentar Rahagi.

"Udah dibantuin juga. Maklumi aja. Kalau gue nggak bau bawang, lo nggak bisa makan malem ntar," cerocos Inara layaknya ibu-ibu.

"Iya."

"Gue ambil salep dulu." Inara meraih tisu yang ada di atas meja, kemudian membersihkan tangannya sembari berjalan menuju lemari tempat menyimpan obat-obatan.

Rahagi hanya memegangi pinggangnya seraya menatap kepergian Inara. Diam-diam, lelaki itu tersenyum karena perhatian yang diberikan oleh Inara kepadanya.

"Nih, salepnya." tiba-tiba, Inara sudah berada di hadapannya. Rahagi lantas menyembunyikan senyumnya seraya mendongak.

Lelaki itu meraih salep yang disodorkan oleh Inara.

"Pakein," ucap Rahagi jahil.

Mata Inara membulat. Pipi perempuan itu memerah mendengar ucapan Rahagi.

"Rahagi!!" seru Inara kesal.

Yang dipanggil hanya tertawa terpingkal-pingkal seraya memegangi perutnya.

"Udah bisa usil ya sekarang."

"Bisa," timpal Rahagi di sela-sela tawanya.

# # #

Naya Hanindita invited Inara Sekar, Gafar Adipati to the group

Gafar Adipati : Wih dalam rangka apa nih Kak

Naya Hanindita : Nggak ada, gue cuma lagi kangen sama masa kecil kita

Inara Sekar : Uuww :(

Gafar Adipati : Gue mencium bau tidak sedap

Naya Hanindita : Hahaha tau aja lo Gaf

Naya Hanindita : Gue pengen curhat sih sebenernya

Inara Sekar : Apa tuh Kak

Gafar Adipati : Tumben- tumbenan gue dibawa-bawa

Naya Hanindita : Masa nih ya, kosan gue satu komplek sama rumah Putra

Naya Hanindita : Kapan dia pindahan woi

Naya Hanindita : Perasaan dulu rumahnya nggak di sana

Gafar Adipati : Lah

Gafar Adipati : Lo ngekos, Kak?

Gafar Adipati : SEJAK KAPAN?

Gafar Adipati : Tega kalian nggak ngasih tau gue

Naya Hanindita : Ya Allah, maap gue lupa *tepok jidat*

Inara Sekar : Ckckck

Inara Sekar : Emang kenapa kalo sekomplek?

Gafar Adipati : Nah loh

Naya Hanindita : Biasa aja sih sebenernya

Naya Hanindita : Tapi ya

Naya Hanindita : MASA GAADA YANG NGERTI SIH

Naya Hanindita : Huft nyesel gue curhat sama kalian

Gafar Adipati : WEKAWEKAWEKA

Gafar Adipati : Ampun. Gue sebenernya ngerti sih

Inara Sekar : Gue sebenernya ngerti sih (2)

Inara Sekar : Takut CLBK ya, Kak

Inara Sekar : HEHE

Naya Hanindita : Ketawa lo nyebelin, Na

Gafar Adipati : HEHEHE

Inara tersenyum melihat kolom chat-nya dengan kedua kakaknya itu.

Gafar Adipati : Sejak kapan lo ngekos, Kak?

Inara Sekar : Kemaren, Bang

Inara Sekar : Bang Bayu ngekos juga

Gafar Adipati : Wuidih ngekos ae semua

Gafar Adipati : Lo kuliah di Jerman aja sini, Na

Gafar Adipati : Temenin gue

Naya Hanindita : Makanya cari pacar!

Gafar Adipati : Ngaca!

Naya Hanindita : Beliin kaca!

Gafar Adipati : Nggak modal emang

Naya Hanindita : :(

# # #

Inara berusaha menahan rasa pening di kepalanya. Ini sudah dua minggu sejak Naya memutuskan untuk ngekos. Sejak saat itu, Inara kembali ke rutinitasnya–belajar.

Mungkin sudah sering ia katakan bahwa ia lega masalah yang pernah menimpanya berangsur surut. Apalagi, sekarang ia akan melepaskan jabatan pengurus OSIS yang diembannya satu tahun terakhir.

Seleksi OSIS berjalan dengan semestinya. Paul yang terpilih untuk menggantikan Inara sebagai ketua bidang disiplin dan upacara. Inara cukup percaya pada Paul. Ia yakin, adik kelasnya itu dapat melaksanakan tugas dengan baik.

Pagi ini terasa lebih panas dari hari-hari sebelumnya, padahal waktu masih menunjukkan pukul delapan pagi. Namun, sudah satu jam Inara berdiri di sini–empat puluh menit upacara, dilanjutkan dengan dua puluh menit acara serah terima jabatan OSIS-MPK yang sudah berlalu.

Menurut perkiraan, serah terima jabatan akan berlangsung selama empat puluh menit. Yang artinya, Inara masih harus berdiri dua puluh menit lagi bersama teman-temannya yang lain.

Pandangan Inara menguning. Kepalanya benar-benar terasa berat. Biasanya, Inara tahan berdiri berjam-jam seperti ini. Akan tetapi, tidak dengan kali ini.

Keringat dingin membasahi pelipis Inara. Semalam ia begadang mengerjakan soal-soal di buku bank soal persiapan ujian nasional SMA. Awalnya, ia membatasi waktu belajarnya sampai jam sepuluh malam. Namun, karena sudah keasyikan, gadis itu lupa waktu. Ia kebablasan hingga pukul dua belas malam.

Inara yang tidak terbiasa tidur larut, akhirnya tumbang pagi ini.

Pandangannya mengabur, lalu hitam, disusul dengan suara teriakan teman-temannya.

Gala yang berdiri dengan jarak tiga orang di belakang Inara, lantas berlari menghampiri Inara yang tubuhnya ditahan oleh dua orang siswi agar tidak terjatuh. Lelaki itu mengangkat tubuh Inara dan menggendongnya.

"Gue aja yang bawa ke UKS," bisik Gala.

"Tumben-tumbenan Inara pingsan."

Kira-kira begitu komentar siswa-siswi yang menyaksikan kejadian itu. Kata sambutan wakil kesiswaan–Bu Aminah–pun sempat terhenti ketika melihat Inara tumbang.

Di barisan kelas dua belas, Sabrina yang berdiri di barisan paling belakang kelas XII IPS 1 mendengar bisik-bisik tetangga di sekitarnya.

"Eh ada yang pingsan!"

"Padahal mau ngelepas jabatan ya."

Sabrina berjinjit seraya memanjangkan lehernya, berusaha melihat siapa yang pingsan.

"Eh, siapa yang pingsan?" tanya Sabrina ke salah seorang siswi di depannya.

"Nggak tahu juga, nggak keliatan gue."

"Inara pingsan," bisik seseorang dari sebelah kanannya.

Mendengar itu, mata Sabrina membulat. "Serius lo?" todong Sabrina.

Yang ditanya hanya mengangguk.

"Thanks!" seru Sabrina seraya berlari meninggalkan barisan menuju UKS.

Dari kejauhan, Sabrina bisa melihat Gala sedang mendorong pintu UKS dengan Inara digendongannya. Langkah Sabrina sempat terhenti. Ia mendadak ragu karena ada Gala di sana.

Sejujurnya, hubungannya dan Gala masih secanggung itu. Mereka belum sempat berdiskusi tentang mereka.

Alasan klasiknya, karena Sabrina belum siap.

Ditambah Gala yang tiga minggu terakhir sibuk bimbel dan tambahan les di luar.

Masuk.

Nggak.

Masuk.

Nggak.

Sabrina menimang-nimang seraya memainkan ujung seragamnya.

Masuk aja deh.

Bersamaan dengan itu, Sabrina mempercepat langkahnya menuju UKS.

Lagi-lagi, ia berhenti setelah sampai di depan UKS. Dengan gerakan yang ultra-slow-motion, ia mendorong pintu UKS. Dilihatnya Gala sedang menyelimuti Inara. Lelaki itu kemudian menempelkan punggung tangannya ke dahi Inara sejenak.

Meski ada sedikit rasa sakit di hatinya, Sabrina tetap memaksakan senyumnya.

Perasaan bodoh, rutuknya dalam hati. Ia kesal karena merasakan perasaan tidak senang itu sekarang.

"Inara demam ya, Gal?" Sabrina meremas ganggang pintu erat-erat. Terkejut karena kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulutnya.

Gala tersentak mendengar suara Sabrina. Lelaki itu lantas berbalik. Ia tersenyum canggung.

"Iya, Sab. Dia begadang ya, kemarin?" tanya Gala dengan intonasi yang super duper canggung. Sabrina bisa merasakan itu.

Sabrina mengangguk sembari melepaskan tangannya dari pintu, membiarkan pintu itu tertutup.

"Biasalah, Inara. Kalau udah asyik sama soal, bisa lupa waktu," ucap Sabrina jenaka.

"Iya." Gala menimpali.

"Gue bikin kompresannya dulu." Sabrina berjalan menuju lemari tampat barang-barang UKS disusun.

"Inara sakit apa?" tiba-tiba, Siti–ketua PMR yang akan melepas jabatannya–masuk ke dalam ruangan.

"Kurang tidur," jawab Gala.

Sementara itu, Sabrina masih sibuk mengambil baskom dan handuk kecil.

"Maaf ya, Sit, lemarinya gue buka-buka."

"Nggak apa-apa, Sab." Siti tersenyum.

"Lo lanjut aja di lapangan, Sit. Ada gue sama Sabrina."

"Nggak apa-apa, nih?"

Sabrina mengangguk, sedangkan Gala menjawab, "Iya."

"Oke deh. Kalau ada apa-apa, misscall aja gue."

"Makasih, Sit."

"Thanks."

Gala dan Sabrina menjawab bersamaan.

Setelah itu, Siti pergi meninggalkan mereka menuju lapangan.

Keadaan hening tidak dihiraukan oleh Gala dan Sabrina. Mereka memilih diam karena tidak tahu harus membuka pembicaraan yang seperti apa.

Sabrina memeras handuk kecil yang sudah dibasahinya oleh air hangat, lalu meletakkannya secara perlahan di dahi Inara. Sementara Gala, duduk di salah satu kursi yang berada tidak jauh dari Sabrina–sehingga posisi Sabrina membelakangi Gala.

"Gal," panggil Sabrina tanpa mau berbalik. Tangannya mencengkram erat pinggir tempat tidur yang ditiduri oleh Inara.

"Kenapa, Sab?" tanya Gala–berusaha untuk tidak canggung–sembari menatap punggung Sabrina.

Sabrina menggigit bibirnya, tanda ragu. Namun pada akhirnya, gadis itu memilih untuk mengutarakan apa yang ada di hatinya.

"Untuk sementara, anggap aja di antara kita nggak pernah terjadi masalah, Gal. Anggap aja–" Sabrina tiba-tiba terdiam. "–ehm, perasaan gue buat lo nggak pernah ada," sambung Sabrina setelah membasahi kerongkongannya. Pipinya terasa panas ketika mengucapkan hal itu.

Gala tidak tahu ekspresi seperti apa yang harus ia tampilkan. Ia belum mengerti ke mana arah pembicaraan sahabatnya itu.

"Gue nggak mau kita canggung terus, tapi gue juga belum siap untuk ngebahas ulang semuanya."

Sabrina lalu menatap Inara yang belum terjaga dari tidurnya. "Kasihan Inara, sendirian. Dia pasti kangen masa-masa di mana kita lengkap bertiga."

Sejujurnya gue juga kangen masa-masa itu, Gal, lanjut Sabrina dalam hati.

Senyum Gala terbit mendengar ucapan Sabrina. "Kalau gitu, anggap juga perasaan gue buat Inara nggak pernah ada," ujar Gala meniru ucapan Sabrina beberapa menit sebelumnya.

Sabrina mengangguk. Gadis itu masih enggan membalikkan badannya–bersitatap dengan Gala.

"Lo balik ke lapangan, gih. Biar gue di sini."

"Lo nggak apa-apa sendirian, Sab?"

"Berdua kok, sama Inara." Sabrina tertawa canggung.

"Yakin?" Gala menaikkan sebelah alisnya seraya berdiri.

"Iya, Gala," jawab Sabrina.

Gala mengangguk. "Oke."

Lelaki itu mendekat ke arah Sabrina lalu menepuk puncak kepala gadis itu sekali. "Gue balik. Kalau ada apa-apa telepon aja."

Sabrina terdiam. Harusnya, hal seperti itu adalah hal yang biasa ia terima. Namun, mengapa sekarang rasanya berbeda?

Bahkan hingga pintu UKS tertutup setelah Gala keluarpun, kupu-kupu di perut Sabrina masih terus berterbangan. Hanya dengan satu tepukan ringan di kepala.

Sabrina menunduk, menyebabkan rambutnya terjuntai ke depan. Gadis itu menatap sahabatnya yang masih terbaring di atas tempat tidur.

"Gue pasti bisa kan, Na, menganggap perasaan ini nggak pernah ada? Kayak yang gue minta ke Gala?"

Ia menghembuskan napas perlahan.

"Semoga.

~~||~~

11 Juli 2017

Continue Reading

You'll Also Like

6M 725K 61
SUDAH TERBIT & TERSEDIA DI GRAMEDIA/ TOKO BUKU ONLINE TERPERCAYA Bagaimana jika ia yang selalu menyakitimu, tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang...
418K 23.4K 56
-Rasa sayang dan cinta itu gak bisa di ganggu gugat, Mau sekuat apa untuk ngelak perasaan itu. Perasaan itu akan terus tertanam di hati dan akan sema...
43.1M 3.4M 63
GALAKSIKEJORA by PoppiPertiwi | Bagian 2 atau Sekuel novel Galaksi. Dapat dibaca terpisah Selamat membaca kisah Galaksi Aldebaran & Kejora Ayodhya❤❤ ...
10.6M 1.7M 71
Cakrawala Agnibrata, dia selalu menebar senyum ke semua orang meskipun dunianya sedang hancur berantakan. Sampai pada akhirnya kepura-puraannya untuk...