The Red Fox [NARUHINA]

By SE_I30

44.8K 4.3K 141

Hyuuga Hinata adalah pewaris dari klan tertua di Jepang. Pewaris dari kemampuan yang sudah turun temurun di t... More

Episode 1: Pertemuan.
Episode 2: Mereka yang berada dalam kegelapan.
Episode 3: Kenangan yang Tertimbun Dalam Hati.
Episode 5: Di bawah Bulan Purnama.
Episode 6 : Perasaan dan Kutukan.
Episode 7: Hati yang tidak bertemu.
Episode 8: Yin dan Yang.
Episode 9: Doa Sang Cermin.
Episode 10: Pembawa Pesan.
Episode 11: Awal dari Takdir, Bagian 1.
Episode 12: Awal dari Takdir, Bagian 2.
Episode 13: Awal dari Takdir, Bagian 3.
Episode 14: Awal dari Takdir, Bagian 4.
Episode 15: Awal dari Takdir, Bagian akhir.
Episode 16: Murid Pindahan.
Episode 17: Dream and Reality.
Episode 18: Like Before.
Episode 19: Alasan dan Masa Lalu.
Episode 20: Ketika benang menjadi kusut.
Episode 21: Babak Baru.
Episode 22: Kamu tidak sendiri.
Episode 23: Festival.
Episode 24: Klimaks
Episode 25: The Ending.
Omake

Episode 4: Awal Malam yang Panjang.

2K 223 7
By SE_I30

"Naruto-nii-chan!"

Pemuda dengan rambut pirang itu menolehkan kepalanya sebelum tersenyum lebar, saat sosok anak laki-laki berumur sepuluh tahun berlari ke arahnya.

Naruto melambaikan tangannya "Konohamaru!"

Anak laki-laki dengan rambut hitam serta memakai topeng rubah di sisi kanannya tersenyum lebar.

Konohamaru membusungkan dadanya, "Lihat! Aku sudah bisa mengambil wujud manusia!"

Naruto menepuk-nepuk puncak kepala anak laki-laki dengan yukata putih di depannya. Senyum lima jari khas pemilik mata biru itu terukir, "Ou! Kerja bagus Konohamaru, kalau kau mau berusaha kau pasti bisa!"

Konohamaru tersenyum lebar, senang mendapatkan pujian dari sosok yang sudah ia anggap kakak sendiri.

Namun beberapa detik kemudian raut wajahnya berubah murung membuat Naruto mengernyit heran.

"Tapi aku ini benar-benar lambat, berbeda sekali dengan Naruto-nii-chan. Saat umur enam tahun nii-chan sudah berhasil mengambil wujud manusia. Di antara anak-anak lain juga, aku yang paling lambat."

Pemilik rambut pirang itu tersenyum tipis lalu dengan tiba-tiba mengacak-acak rambut Konohamaru. "A-apa yang kau lakukan nii-chan?!"

"Jangan memasang wajah cemberut seperti itu! Setiap mahluk hidup, kemampuannya berbeda-beda!" Naruto menjauhkan tangannya lalu tersenyum lebar. "Jangan membandingkan dirimu denganku ataupun anak-anak lainnya."

Rubah kecil itu memandang Naruto dengan mata hitamnya, kebingungan terlihat jelas di sana. Naruto menolehkan kepalanya, mengadah menatap langit sore dengan awan berarak pelan. Sebuah senyum hangat dan lembut terukir di wajah tan pemilik mata biru.

"Dulu, seseorang pernah berkata padaku...Jadikan mereka yang lebih hebat darimu sebagai panutan dan kejarlah mereka!" Naruto kembali menatap Konohamaru. "Berdiam diri dan membandingkan diri sendiri dengan orang lain hanyalah membuang tenaga. Lebih baik berjuang keras dan mengejar mereka."

Mata Konohamaru yang hitam menatap lurus pada Naruto, rasanya pemuda di depannya ini terlihat berbeda.

Cara bicaranya, raut wajahnya yang tenang, serta senyum cerah dengan kesan lembut tersirat. Ini adalah kali pertama Konohamaru melihat Naruto seperti itu.

"Dan kau tahu Konohamaru, setelah dia mengatakan hal keren seperti itu, wajahnya langsung merah padam dan salah tingkah hahaha...-Geh?!"

Naruto membulatkan matanya dan terkejut melihat Konohamaru duduk dan menatapnya serius. "A-ada apa?"

Pemilik rambut hitam itu tersenyum lebar, "Nii-chan... berkilau loh~"

"U-ukh!" Mendengar perkataan Konohamaru yang tiba-tiba, membuat wajah Naruto berubah merah. "A-apa yang ka-kau bicarakan? me-memangnya aku ini gadis yang sedang jatuh cinta apa?! Jangan menjahili orang yang lebih tua darimu, bodoh!"

Duagh!

"Ittai! Apa yang kau lakukan nii-chan!" Konohamaru mengusap puncak kepalanya yang membenjol.

Naruto membuang muka dengan wajah cemberut membuat Konohamaru sweatdrop melihatnya.

"Tapi kau tahu nii-chan." Naruto kembali menatap Konohamaru yang kini menatapnya senang. "Aku lebih suka melihat nii-chan yang berkilauan."

Perkataan Konohamaru sukses membuat Naruto tertegun lalu sedetik kemudian raut wajahnya berubah serius. "Konohamaru... aku tidak tertarik dengan bocah sepertimu dan kau itu laki-laki-"

"-BUKAN ITU MAKSUDKU BAKA-NII-CHAN!"

Tawa renyah kini terdengar dari Naruto sementara Konohamaru mencibir kesal. Pemuda pirang itu kembali mengacak-acak rambut Konohamaru sebelum beranjak dari duduknya.

"Maa~ sudah waktunya kau pulang, anak kecil sepertimu jangan berkeliaran sendirian malam-malam di hutan."

"Mou! Jangan memperlakukanku seperti anak kecil!"

"kau itu memang masih bocah, Jaa neh~"

Naruto mulai berjalan menjauh meninggalkan Konohamaru yang mencak-mencak karena dikatai bocah. Anak laki-laki dengan rambut hitam itu menghela nafas malas sebelum kini tatapannya lurus pada punggung cucu dari Kurama sang rubah ekor sembilan.

"Ah~ aku penasaran, siapa yang bisa membuat Naruto-nii-chan berwajah seperti itu."

...

Pukul sebelas malam di depan gerbang Konoha High School, Hinata dan Tenten sudah berdiri di sana.

Tenten mengenakan celana pendek selutut dan baju lengan panjang dengan garis merah tua di sekitar leher dan pergelangan tangan.

Sementara Hinata memakai jaket yang biasa ia kenakan dengan celana panjang berbahan kain berwarna biru gelap.

Setelah menunggu beberapa lama, dari arah kanan Hinata terlihat Sakura yang berlari menghampiri mereka berdua. Gadis merah muda itu, mengikat satu rambut panjangnya serta mengenakan sweater merah marun dengan celana hotpants hitam.

Tak butuh waktu lama setelahnya, Shikamaru, Kiba dan Sasuke datang menghampiri ketiga gadis tersebut.

"Mou~ kau yang mengatakan kita kumpul jam sebelas, kenapa baru datang setengah jam kemudian?" Sakura berkacak pinggang sambil menatap Kiba sebal.

Pemuda dengan rambut coklat itu mengerucutkan bibirnya, "Bukan hanya aku yang telat, kenapa Shikamaru dan Sasuke tidak kau marahi?"

"Karena semua ini idemu Kiba."

"Sakura, kau hanya datang lebih cepat lima belas menit dari mereka." Tenten melirik gadis merah muda itu datar.

"Eh, benarkah? Hehehe..."

Hinata tertawa kecil melihat kedua temannya, sementara Shikamaru menguap bosan dan melirik temannya. Di sampingnya Sasuke memasang wajah datar lalu melirik jam tangannya sebelum kembali memasukkan tangannya pada saku celana jeans hitamnya.

"Hei! bisa kita segera masuk? Aku ingin cepat pulang dan tidur."

"Kya~ Sasuke dengan baju bebas!"

Remaja dengan celana panjang serta jaket dengan tudung berbulu menunjuk tepat di hidung Sasuke. "Oi! Tidak akan ada keseruan jika kita masuk dan langsung pulang tanpa menjelajah sekolah, Sasuke!"

Remaja dengan rambut serta mata sehitam malam itu melewati Kiba dan langsung memanjat pagar sekolah. "Kalau begitu cepat masuk," ujarnya dari balik pagar.

Kiba menghela nafas kesal, dia tidak bisa membantah perkataan Sasuke. Remaja pecinta anjing itu segera melompati pagar yang langsung disusul Shikamaru setelah sempat mengeluh dengan kata-kata favoritenya. Sakura yang semula sibuk berceloteh tentang betapa kerennya Sasuke melompati pagar, segera mengikuti Tenten dan Hinata yang terlebih dahulu pergi meninggalkannya.

Keadaan sekolah saat malam hari begitu sunyi, sepi dan cukup menakutkan. Setelah mereka memasuki halaman sekolah, Kiba segera memberikan senter kepada Shikamaru dan Sasuke. Mereka berenam akan berpasang-pasangan menuju ke lantai tiga di mana cermin es berada.

Kiba bersama Hinata berjalan di depan, Shikamaru bersama dengan Tenten lalu Sakura dengan Sasuke. Pemilik jaket berwarna coklat kayu itu melirik sekitarnya yang sepi sebelum menatap Kiba dan Hinata di depannya.

"Saa~ bagaimana kalau kita mengecek kamar mandi perempuan terlebih dahulu? Siapa tahu ada hantu Hanako* di dalam!" Kiba tiba-tiba berseru penuh semangat membuat Hinata yang berdiri di sampingnya terlonjak kecil.

"Menyusahkan, lebih baik kita cepat pergi menuju lantai tiga, Kiba."

"Ceh! Shikamaru kau sama saja seperti Sasuke, huh? Hinata kau baik-baik saja?"

Hinata yang semula terdiam, terlonjak kaget dan segera melihat Kiba yang menatapnya heran.

Pewaris klan Hyuuga itu tertawa gugup lalu menggelengkan kepalanya cepat. "A-aku baik-baik saja, Kiba-kun ahahaha..."

Kiba mengernyit heran, wajah dari teman sekelasnya itu pucat seperti baru melihat hantu saja. Setahu remaja penggemar anjing itu, mereka belum melihat satupun hantu di sini.

Kiba mendekatkan wajahnya pada Hinata, "Apa kau sudah melihat sesuatu Hinata? Atau justru kau takut dengan hantu?" tudingnya dengan wajah serius.

"Ah i-itu ti-tidak kok... a-anu..."

Tenten menghela nafas pendek lalu meraih pundak Kiba dan menjauhkan remaja laki-laki itu dari sahabatnya. "Kapten cepatlah jalan! waktu kita tidak banyak."

"Oh! Benar juga, tinggal lima belas menit lagi sebelum tengah malam. Shikamaru, Sasuke, kita harus cepat!"

Kiba segera menarik tangan kedua temannya tanpa mempedulikan keluhan yang dilontarkan kedua temannya. Sakura yang terpisah dari Sasuke segera berlari mengejar ketiga remaja laki-laki di depannya, meninggalkan Hinata dan Tenten di belakang.

Merasa jarak antara mereka berdua dengan keempat temannya sudah cukup jauh. Tenten melirik Hinata yang berada di sampingnya. "Kau baik-baik saja Hinata?"

Hinata mengangguk pelan lalu tersenyum malu, "Aku sedikit kaget melihat banyak arwah yang bergentayangan di sini."

Kedua mata lavendernya menyusuri sekelilingnya, dapat ia lihat beberapa arwah tengah berdiam diri di sudut-sudut lorong, sementara sisanya melayang tak tentu arah. "Padahal saat siang, hampir tidak ada arwah yang terlihat. Rasanya seperti berada di dunia lain."

Tenten tertawa kecil mendengar pengakuan Hinata, "Rasanya aneh mendengar kata-katamu sementara sejak kecil kau sudah terbiasa melihat mereka."

Hinata memiringkan kepalanya, "Eh, benarkah?" Tenten mengangguk beberapa kali dan mulai berceloteh tentang masa kecil mereka berdua.

Kedua teman sejak kecil itu melanjutkan langkah sembari diselingi canda tawa, sehingga tidak menyadari seseorang tengah memperhatikan mereka berdua. Sepasang mata berwarna hitam kelam penuh ambisi dan kebencian.

...

"Kalian berdua lama sekali!" Kiba berseru kesal begitu Tenten dan Hinata sampai.

Mereka berenam kini sudah berada di depan sebuah cermin besar dengan ornamen es membentuk bingkai.

Hinata menunduk sembari meminta maaf, sedangkan Tenten tertawa gugup menanggapi omelan Kiba. Pemilik rambut coklat itu benar-benar terlalu bersemangat jika sudah menyangkut dunia lain seperti ini.

"Lalu, apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Sakura yang berdiri di samping Hinata.

Kiba menyengir lebar, "Tentu saja kita akan menunggu kemunculan hantu cermin es. Untuk itulah kita berada di sini sebelum tengah malam."

"Menyusahkan! Lagi pula hantu itu tidak ada, kau hanya membuang waktu percuma, Kiba!"

Mendengar perkataan Shikamaru membuat Kiba memukul kepala murid terpintar di Konoha-Gakuen. Remaja dengan rambut model nanas itu mengusap kepalanya, "Hei sakit tahu!" sungutnya meski dengan mata serta ekspresi malasnya membuat kesan kesal tidak terlihat sama sekali.

"Kau bilang hantu itu tidak ada karena belum pernah melihatnya! Dengar Shikamaru, dunia ini ada banyak hal-hal misterius yang belum terpecahkan oleh para ahli. Jika kita yang hanya orang biasa dapat melihat kemisteriusan ataupun keajaiban dunia, hal itu merupakan pengalaman tidak ternilai!" terang Kiba yang sudah berapi-api.

Tenten tertawa kecil dengan sweatdrop mengalir pelan,"Uwa~ Kiba benar-benar panas sekarang."

"Sudahlah, lebih baik sekarang kita perhatikan cermin besar itu, sebentar lagi tengah malam." Sasuke, remaja dengan pakaian serba hitam yang sedari tadi diam, kini membuka suara.

Keenam remaja kini menatap cermin besar di depan mereka. Hinata yang berada di antara Tenten dan Kiba menatap pantulan dirinya sendiri dengan perasaan tak nyaman. Entah sejak kapan, tiba-tiba saja suhu udara di sekitarnya berubah menjadi lebih dingin. Mungkin faktor malam hari yang membuat suhu naik beberapa derajat, atau mungkin juga perasaan gugupnya.

Putri pertama dari Hiashi Hyuuga mengeratkan genggamannya pada kipas miliknya. Sejak dia mulai belajar menari dan mengembangkan kemampuan penyembuhnya, Hinata sudah dibiasakan untuk selalu membawa kipasnya. Sejak saat itulah, Hinata merasa lebih tenang jika dia menggenggam kipas miliknya.

"Dua menit lagi sebelum tengah malam." Kiba berujar pelan. Dari nadanya terdengar jelas bahwa dia sangat bersemangat untuk membuktikan mitos dari salah satu tujuh legenda Konoha-Gakuen.

Sakura menelan ludahnya susah payah, tanpa sadar ia menggenggam ujung kaos hitam Sasuke yang berdiri di sampingnya. Rasa takut dan ragu-ragu mulai merayap memenuhi dadanya sehingga dia tidak menyadari mata kelam Sasuke meliriknya sekilas.

Tik

.

Tik

.

Tik

.

Suara jam berdetak dalam keheningan malam membuat suasana semakin mencekam. Hinata menyeka peluh yang turun di pelipisnya, mata lavendernya berusaha untuk tidak membuat kontak dengan para arwah yang berjalan melewatinya sebelum menuruni tangga di belakangnya.

Hinata tidak pernah menyangka bahwa dua menit dalam keheningan bisa begitu mencekam dan membuatnya tegang tanpa alasan.

"BO!"

"GYAA!/KYAA!"

Hinata mengerjapkan matanya dengan seluruh otot tubuh yang menegang akibat terkejut. Baru saja suara seseorang memecahkan kesunyian dan membuat Kiba serta Sakura menjerit kaget. Hinata menolehkan kepalanya dengan gerakan patah-patah ke arah kanannya.

"Pffhh! Seharusnya aku merekam ekspresi kalian di ponsel." Shikamaru, dalang dari bom kejut yang memecahkan keheningan tertawa geli.

Sudut perempatan muncul di kepala Kiba dan Sakura. Kedua remaja itu segera memukuli Shikamaru akibat ulah iseng yang membuat jantung mereka hampir lepas dari tempatnya.

"KEPALA NANAS BODOH! APA YANG KAU LAKUKAN HAH?!"

"Kau benar-benar cari mati Shikamaru! SHANNAROOOH!"

"Itta ta ta! Hentikan kalian berdua-OI KIBA! jangan menarik rambutku!"

"Ku buat kepalamu botak mengkilat seperti biksu, baru tahu rasa kau!"

"Uwa! Hentikan!"

Tenten menghela nafas lelah melihat pertengkaran yang terjadi di depannya. Sasuke mendengus pelan tanpa mempedulikan mereka semetara Hinata sudah kalang kabut berusaha melerai ketiga temannya.

Setelah keadaan kembali tenang, Sasuke membuka suara, menanyakan apa yang akan mereka lakukan sekarang. Tengah malam sudah lewat lebih dari lima belas menit yang lalu. Rumor mengenai salah satu dari tujuh misteri Konoha-Gakuen sama sekali tidak benar, itu berarti tidak ada alasan lagi untuk mereka tetap berada di sekolah.

"Kalau begitu kita pulang."Shikamaru berbalik setelah mengatakan hal itu.

"Tu-tunggu sebentar, ayolah kita tunggu sebentar lagi, Shikamaru!"

"Jangan bodoh Kiba, besok kita tidak libur. Aku tidak mau terlambat dan mendapat hukuman dari Kurenai-sensei!" Shikamaru mulai berjalan menuruni tangga dengan Kiba yang menarik-narik lengannya.

Tenten dan Hinata mengikuti mereka berdua di belakang, sementara Sakura dan Sasuke berada di barisan paling belakang. Gadis dengan rambut merah muda itu melirik Sasuke sekilas sebelum mengeluarkan keberaniannya untuk berbicara dengan anak bungsu dari keluarga Uchiha.

"A-ano Sa-Sasuke-ku-"

Degh!

Hinata dan Tenten membulatkan kedua mata mereka saat sesuatu mengguncang indra keenam mereka.

Sesuatu yang dingin, gelap dan penuh kebencian itu membuat keduanya membalikkan badan serentak. Bola mata lavender itu melebar serta lewat pantulan bening itu terlihat sosok yang membuat Hinata terkejut.

'a-aku... tidak bisa... bergerak?'

Bola mata hijau itu bergerak tak tentu arah, kebingungan melanda pemiliknya.

"Sakura-chan!" suara lantang Hinata menarik perhatian Shikamaru, Kiba dan Sasuke.

Tenten segera memasang posisi siaga di depan Hinata, salah satu tangannya menggenggam beberapa lembar kertas putih dengan tulisan kuno.

Sasuke yang berada tak jauh dari Sakura segera melihat gadis merah muda yang ternyata tidak bergerak sama sekali dari tempatnya. Remaja laki-laki dengan marga Uchiha itu menghampiri Sakura dan mengguncang pelan pundak si gadis.

"Oi! Kau baik-baik saja?"

"Sasuke, menjauh dari Sakura!"

Seruan Tenten membuat pemilik rambut hitam itu menoleh ke arah Tenten sebelum bergantian menatap Sakura.

"Gakh!"

"SASUKE!" Kiba berseru keras saat entah dari mana sepasang tangan pucat mencekik Sasuke dari belakang.

Sasuke berusaha melepaskan cengkraman dari tangan-tangan tak bertuan yang mencekiknya. Kiba dan Shikamaru segera berlari menuju Sasuke, namun terhenti di tengah tangga akibat teriakan Tenten.

Keduanya menoleh ke arah Tenten yang masih berada di bawah tangga. Gadis keturunan China itu tengah melafalkan sebuah mantra dengan kedua tangan terkatup. Dua lembar kertas putih ia jepit dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.

" On basara gonji harajuta sowaka!"

Tenten melemparkan kedua kertas itu hingga melesat lurus, masing-masing tertuju pada Sasuke dan Sakura. Ketika kertas jimat menyentuh kening mereka berdua, cahaya keluar dari kertas tersebut. Silaunya cahaya membuat Kiba dan Shikamaru memejamkan kedua mata mereka. Setelah cahaya padam, Sasuke dan Sakura secara bersamaan jatuh tak sadarkan diri.

Kiba, Shikamaru, Tenten dan Hinata segera berlari menghampiri mereka berdua. Shikamaru dan Kiba mengecek keadaan Sasuke, sementara Hinata serta Tenten melihat Sakura. Mendapati Sakura yang bernafas teratur dengan mata terpejam membuat Hinata menghela nafas lega.

"Dia tertidur."

Tenten tersenyum kecil mendengarnya lalu memperhatikan sekeliling mereka untuk mencari pelaku penyerangan kedua temannya.
Hinata mengalihkan tatapannya pada Sasuke yang berada tak jauh dari mereka. "Bagaimana keadaan Sasuke-kun?"

"Dia baik-baik saja." Hinata kembali menghela nafas lega mendengar balasan dari Shikamaru.

" Seharusnya kau mengkhawatirkan dirimu, Hime-sama. "

"Eh-Ugh?!" Hinata mencengkram lengan kokoh yang mencekik lehernya secara tiba-tiba. "Ki-Kiba...ku...n..?"

Tenten sontak melihat Hinata dan berusaha untuk menolong teman kecilnya. Namun ia terlambat, kedua tangannya lebih dulu ditahan oleh seseorang. Tenten menolehkan kepalanya dan terkejut saat tahu siapa yang menahan tangannya.

"Sa-Sakura?!" Tenten membulatkan matanya.

'Sejak kapan dia di belakangku?'

Tenten mengalihkan pandangannya dan manik coklatnya melebar penuh saat sadar bahwa keempat temannya telah dikendalikan oleh seseorang.

Shikamaru menahan kedua tangan Hinata sementara Kiba mencekiknya. Sakura mengunci kedua tangan Tenten dan Sasuke menahan pergerakan Tenten agar gadis keturunan onmyouji itu tidak berontak.

"Sasuke, Sakura! Kalian berdua sadarlah!" Tenten berusaha melepaskan tangannya dari Sakura.

Saat mendengar pekikan Hinata, mata coklatnya melebar ketika melihat Kiba dan Shikamaru membimbing Hinata menuju tangga.

"Shi-Shika...Maru-ku...n... le-lepaskan a-aku..." Hinata memberontak, berusaha untuk melepaskan cengkraman tangan Shikamaru.

"Maaf Sasuke," bisik Tenten sebelum menggunakan kedua kakinya yang bebas untuk mendorong dada bidang Sasuke. Setelah membuat Sasuke terlempar hingga punggungnya membentur dinding, Tenten kembali berusaha melepaskan diri dari Sakura.

Bruk!

Tenten mengerjapkan kedua matanya bingung saat menyadari bahwa ia dalam posisi tengkurep. Apa yang terjadi? Gadis keturunan China itu tidak bisa menggerakkan badannya.

Tenten mencoba memperhatikan sekitarnya dan saat itulah ia menyadari ada sebuah jarum di tangannya. Tidak hanya satu, tapi ada beberapa di sekitar lengannya. Jarum tipis itu mengingatkan Tenten pada jarum yang biasa dipakai untuk terapi.

" Kau tidak akan bisa bergerak, karena aku sudah menutup titik-titik sarafmu. " Suara Kiba yang berujar tiba-tiba membuat Tenten melihatnya. " Diamlah sebentar, setelah urusanku selesai, kau akan ku lepaskan. "

Tatapan mata Kiba serta ekspresinya tampak kosong dan dingin. Remaja dengan jaket hijau lumut itu berjalan mendekati Hinata yang masih berusaha melepaskan cekikan Shikamaru.

"Si-siapa... ka-kamu...?"

"Aku tidak punya kewajiban untuk menjawab pertanyaanmu. " Kiba yang kini telah dirasuki mulai melangkah menjauh. Tatapannya yang dingin berubah sedih sebelum matanya menutup rapat.

"Kematianmu dibutuhkan untuk mengembalikan dirinya."

Shikamaru menguatkan cengkramannya di leher Hinata membuat pewaris Hyuuga terbatuk dan semakin kesulitan bernafas.

Pandangan Hinata mulai buram bersama dengan kesadarannya yang kian menghilang. Kedua tangan Hinata yang semula mencoba melepaskan cengkraman Shikamaru, kini terkulai lemas di sisi badannya.

'Kaa-sama... Tou-sama...'

Tenten membulatkan matanya, dunia seakan melambat saat ia melihat Shikamaru mendorong dan melepaskan cengkramanya pada Hinata.

'Maafkan aku...'

Hinata memejamkan kedua matanya saat tubuhnya melayang di udara.

'karena tidak bisa... menjadi seperti yang kalian harapkan...'

.

.

.

Bruk!

.

.

.

To Be Continue...

Continue Reading

You'll Also Like

37.3K 3.1K 24
Semua bermula saat sakura mendapati kekasih nya selingkuh, membuat hati nya terasa hancur lebur dengan rasa sakit yang hebat yang ternyata menuntun n...
62K 4.5K 29
Karena waktu akan menyembuhkan semua luka, menghilangkan semua benci. kadang hidup selalu memberikan pelajaran, pelajaran bagaimana cara untuk memaaf...
6.3K 521 11
"New, invite meet B. Indo dong. Microsoft Teams gue error." "Bentar." "Sekalian nanti meet Sejarah ya. Thanks, New!" [COMPLETED] SOCIAL MEDIA & NARRA...