Seharusnya ✔

By kaamuffled

123K 9.7K 2K

"Seharusnya lo gak begini. Seharusnya-" "Seharusnya seharusnya seharusnya. Berhenti bilang seharusnya karena... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Epilog
Davka's Side Story

Bab 5

4.3K 364 36
By kaamuffled

Ini adalah hari kedua Afreen duduk di kelas XII. Tapi ia benar-benar tidak memiliki semangat untuk pergi ke sekolah hingga akhirnya ia tiba saat bel masuk berbunyi. Benar-benar tepat waktu!

Tidak seperti kemarin ketika ia dapat dengan mudah melangkah melewati koridor menuju kelasnya, kali ini ia harus sedikit memperhatikan jalannya. Bel masuk yang sudah berbunyi beberapa detik yang lalu tentu saja koridor masih dipenuhi oleh banyak siswa.

Hari ini Afreen menguncir kuda rambutnya karena jam olahraga kelasnya berada di jam pertama. Meskipun kegiatan belajar mengajar masih belum efektif, Pak Rudi yang merupakan guru olahraganya sudah sangat semangat untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran olahraganya.

Saat Afreen hendak meletakkan tasnya di atas meja, ada sesuatu hal yang aneh. Davka, teman sebangkunya itu tertidur dengan menelungkupkan kepalanya di atas meja. Sungguh hal yang sangat tidak biasa. Ya meskipun ia baru mengenalnya kemarin, tapi Davka yang ia tahu adalah seorang ketua OSIS yang paling aktif dan tidak bisa diam.

Dan ketika hari ini ia disuguhi oleh pemandangan seorang Davka yang tiba-tiba sangat tenang dan bahkan tertidur di kelas, matanya terasa aneh. Apakah ia sedang sakit? Atau sedang ada masalah?

Ah sudahlah tidak penting.

Afreen menggelengkan kepalanya berusaha menghalau pikiran anehnya tadi. Bagaimana mungkin ia menjadi sepeduli itu dengan orang lain?

Afreen melempar tasnya ke atas meja dengan keras menimbulkan suara yang membuat Davka segera menegakkan tubuhnya dan berteriak,

"Davka gak ngutang, Bu Iis!"

Kelas yang semula ramai oleh berbagai obrolan siswa seketika hening. Davka yang seakan baru tersadar dari apa yang baru saja ia lakukan mencoba memperhatikan seisi kelas yang sudah memperhatikannya. Bahkan Afreen yang berdiri di sebelahnya pun memandangnya dengan wajah terkejut.

Jika kalian ingin tahu, Bu Iis adalah salah satu pedagang di kantin yang menjual siomay. Sejak kecil Davka sangat menyukai siomay, terutama buatan bundanya. Hingga saat ini, hal pertama yang ia pastikan harus ada di kantin sekolahnya adalah pedagang siomay. Kebiasaan buruk seorang Davka adalah membayarnya kalau ingat. Bu Iis tidak pernah marah akan hal itu, karena setiap kali Davka mengingat untuk membayar semua tagihannya, ia benar-benar membayar semuanya.

Kemarin lusa Bu Iis mengerjainya bahwa ia melupakan hutang yang sangat besar. Ia mengatakan bahwa salah satu anggota OSIS nya, yaitu Diego memesan siomay untuk sebuah acara besar di sekolah dan belum membayarnya. Davka panik karena tidak memiliki uang sebanyak itu. Dan tak disangka bila hal itu membawanya hingga ke mimpi meskipun ia sudah tahu bahwa itu hanyalah sebuah jebakan.

Memang teriakan Davka tidak main-main. Davka yang sewaktu SMP merupakan Danton PASKIBRA di sekolahnya sudah dapat dipastikan seberapa keras suaranya. Dan baru saja ia meneriakkan hal aneh bin ajaib dengan suara seperti itu.

Davka tertawa lirih merutuki kebodohannya sedangkan seluruh kelas mendadak riuh oleh berbagai tawa dan umpatan. Mungkin ia masih bisa tenang karena Diego tidak sekelas dengannya. Jadi untuk saat ini, ia tak akan menjadi bahan olok-olokan sahabatnya itu.

Davka melirik ke arah Afreen yang wajahnya memerah seperti menahan tawa. Ada perasaan bahagia seketika menjalar di tubuhnya. Ia memang sudah sering melihat Afreen si gadis berwajah dingin. Tapi melihat Afreen yang seperti ingin tertawa seperti ini entah mengapa, ia ingin sekali bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk melihat hal ini.

"Udah, kalo mau ketawa mah ketawa aja. Gak usah sok sok an ditahan gitu," ejeknya.

"I..ih apaan sih lo! Minggir! Gue mau duduk," ujar Afreen sembari memukul lengan Davka.

"Aw!" pekik Davka yang sekali lagi mengundang perhatian seisi ruangan kelas.

Awalnya Afreen tidak peduli oleh hal itu, namun ketika ia melihat wajah Davka yang putih tiba-tiba berubah menjadi merah dan terlihat sepertu menahan sakit, barulah rasa khawatirnya muncul.

"Dav, l...lo kenapa?" tanya Afreen yang melihatnya dengan raut wajah khawatir.

Davka melirik ke arah Afreen dan tertawa. "Ciyee ceritanya khawatir nih sama gue? Uuh mau dong dikhawatirin terus," ujarnya sesaat sebelum melangkah keluar dari kelas.

"DAVKAAA BODOH!" pekik Afreen yang sangat merasa kesal akibat kembali dikerjai oleh Davka.

*****

Keadaan di toilet saat ini sepi mengingat sebagian besar siswa di sekolah ini sudah memulai kegiatan belajarnya di kelas. Namun berbeda dengan lelaki yang sudah sejak 5 menit berdiri di depan cermin dengan tatapan lurus ke arah refleksi wajahnya.

Kedua tangannya mengepal serta beberapa bulir keringatnya mulai bercucuran di keningnya.

"Buka, enggak, buka, enggak, buka, enggak," gumamnya.

"Buka aja deh."

Kedua tangannya secara perlahan menarik kaos seragamnya dan terlihatlah sebuah kasa yang tadi berwarna putih kini sudah terdapat bercak berwarna merah.

"Duh, ini lepas gak sih jahitannya? Kalo lepas, mati deh gue. Pasti abang marah."

Tanpa basa basi lagi, Davka segera berlari menuju UKS. Ia berharap semoga saja Bu Sinta sudah berada di sana. Bu Sinta adalah seorang dokter yang ditugaskan untuk bekerja di sini. Beliau sangat mengenal Davka. Selain karena Davka yang merupakan ketua OSIS, ia juga dikenal sebagai pasien tetap di UKS ini. Bahkan Bu Sinta memiliki stok perban, alkohol dan lain-lain khusus untuk Davka.

"Eh, Davka. Kenapa lagi kali ini?" sapanya ramah saat ia mendapati Davka tengah memasuki ruang UKS dengan cengiran lebarnya.

"Umm...itu bu. Tolong cek luka saya dong. Saya takut jahitannya lepas."

"Sebentar sebentar. Jahitan? Kamu kenapa?"

Davka menyingkap bajunya dan menunjukkan perban yang sedikit memerah. "Kemarin luka trus dijahit. Tadi gak sengaja kesenggol pintu. Pas di lihat, yaa begini. Sakit banget bu," terangnya. Ia masih mengingat rasanya ketika Afreen mendorong lengannya dan tak sengaja sikunya mengenai lukanya sendiri. Ah sebenarnya ia bahkan ingin menangis tadi.

"Ini sudah ibu ganti kain kassanya. Jahitannya aman ko. Untuk sementara," Sinta menghembuskan napasnya perlahan. "Asal kamu jangan ceroboh lagi. Kok bisa sih kepentok pintu?"

"Bisa dong bu. Tadi pas saya lagi tidur, pintunya nyamperin saya. Trus dorong saya. Eh kena luka saya. Tapi ibu harus tau, pintunya cantik banget loh bu. Ah aku rela deh kepentok pintu itu terus," ujar Davka yang tentu saja langsung mendapatkan sebuah jitakan keras di kepalanya.

"Mana ada pintu gerak sendiri. Cantik lagi."

"Ada dong, bu."

"Kayaknya kepala kamu kebentur juga deh. Sini ibu periksa."

"Kepala saya mah masih beres. Hati saya kayaknya yang gak beres," sahut Davka yang sekali lagi mendapatkan pukulan keras di kepalanya. Kali ini menggunakan mistar yang Sinta temukan di atas mejanya.

"Aduuh, sakit ibu. Nanti kalo saya makin jenius gimana? Kasihan anak-anak harus hapalin biodata saya di buku pelajaran mereka."

"Udah snaa kamu pergi! Makin ngaco," ujarnya dengan sedikit kesal namun tak urung juga membuatnya kembali tersenyum saat ia tak mendapati keberadaan anak itu lagi di ruangannya.

"Davka...Davka. Hati kamu terbuat dsri apa sih?"


- TBC -

⚫⚫⚫

Yes, akhirnya selesai chapter ini. Aneh gak sih? Kayaknya chapter ini biasa aja hahahaha

Continue Reading

You'll Also Like

806 165 22
[HOLD] 🌼 Choi San Fanfiction🌼 Prev; Truly My Blood, Queen ˏˋ°•*⁀➷ Pesisir dengan ratunya yang bijaksana. Mimpi buruk datang sesuai ramalan. Samuder...
3.1M 242K 38
SUDAH TERBIT DENGAN ENDING BEDA (INDI) PART MASIH FULL Hold, Hold on, Hold up to me Cause I'm a little unsteady A little unsteady Momma, Come here Ap...
RigelAurora By Ririn

Teen Fiction

155K 34.4K 11
Kehadirannya hanya membuat banyak kebingungan. Masih menjadi misteri, kenapa Rigel memilih menjadi pengkhianat? Berpihak kepada The Dark, dan memusuh...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.7M 56.3K 25
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...